BAB II PEMILU 2014 DAN PROFIL ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI
KOTA MEDAN
2.1 Mekanisme Penetapan Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan
Didalam berbagai literatur Ilmu Politik sering didapati penjelasan bahwa Pemilihan Umum merupakan sarana yang sangat penting bagi terselenggaranya
sistem politik yang demokratis. Oleh karena itu, tidak mengherankan banyak Negara yang ingin disebut sebagai Negara Demokratis menggunakan Pemilihan
Umum sebagai mekanisme membangun legitimasi kekuasaan. Pemilihan Umum yang disebut juga dengan Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1.
Proses penyelenggaraan Pemilu tersebut secara kelembagaan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU, merupakan lembaga penyelenggara Pemilu
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. Dalam Pemilu terdapat peserta pemilu, dimana Peserta Pemilu Anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD KabupatenKota adalah partai politik nasional dan partai politik lokal Aceh untuk Pemilu anggota DPRA dan DPRK di wilayah
provinsi Aceh yang telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu dan ditetapkan dengan Keputusan KPU. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-Undang ini menetapkan
alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk anggota DPR RI yang tercantum dalam lampiran undang-undang tersebut. Sementara penentuan alokasi kursi dan daerah
pemilihan untuk anggota DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota dalam pemilu 2014, KPU telah mengeluarkan keputusan KPU No. 5 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Penetapan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi.
Universitas Sumatera Utara
Proses pelaksanaan pemilu KPU menetapkan daerah pemilihan Dapil. Daerah pemilihan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota
adalah wilayah administrasi pemerintahan atau gabungan wilayah administrasi pemerintahan atau bagian wilayah administrasi pemerintahan yang dibentuk
sebagai kesatuan wilayahdaerah berdasarkan jumlah penduduk untuk menentukan alokasi kursi sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai
politik, dan penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota.
Dalam menentukan alokasi kursi dan daerah pemilihan untuk masing- masing lembaga perwakilan agar dapat proporsional, para ahli merumuskan
beberapa prinsip yang perlu diikuti dalam melakukan penghitungan alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: kesetaraan
populasi, integralitas wilayah, kesinambungan wilayah, pencakupan wilayah coterminus, kohesivitas penduduk, dan perlindungan petahana preserving of
incumbent.
45
Prinsip kesetaraan populasi adalah harga kursi dibanding penduduk kurang lebih sama antara daerah pemilihan yang satu dengan daerah pemilihan yang lain.
Ini juga bagian dari pemenuhan prinsip opovov one person, one vote, one value
46
Prinsip integralitas wilayah berarti satu daerah pemilihan harus integral secara geografis, yang sejalan dengan prinsip kesinambungan wilayah, yaitu suatu
daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis. Secara umum pembentukan wilayah administrasi juga memperhatikan masalah ini,
sehingga penggunaan wilayah administrasi sebagai peta dasar pembentukan dalam pemilu demokratis. Oleh karena itu, prinsip ini harus ditempatkan
sebagai prinsip nomor 1 sehingga bisa dihindari terjadinya diskriminasi politik, karena nilai suarapenduduk di satu daerah pemilihan lebih murahmahal daripada
nilai suarapenduduk di daerah pemilihan yang lain.
45
Muryanto Amin. 2015. Op. Cit. hal. 23-25.
46
Gerakan kritis kelompok Feminisme mengganti prinsip one man one vote dengan prinsip one person one vote one value. Pippa Norris. 2005. Radical Right: Voters and Parties in the Electoral Market. New York:
Cambridge University Press. Lihat juga dalam Muryanto Amin. 2015. Ibid
Universitas Sumatera Utara
daerah pemilihan sebagaimana dikehendaki UU No. 82012 tidak mengganggu
penerapan prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah ini.
Prinsip pencakupan wilayah atau coterminus maksudnya adalah suatu daerah pemilihan lembaga perwakilan tingkat bawah harus menjadi bagian utuh
dari daerah pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi, atau satu daerah pemilihan lembaga tingkat bawah tidak boleh berada di dua daerah atau lebih daerah
pemilihan lembaga perwakilan lebih tinggi. Prinsip ini untuk memudahkan penyaluran aspirasi secara berjenjang ke lembaga perwakilan, atau sebaliknya
untuk memudahkan penggalian aspirasi ke bawah. Bagi pemilu Indonesia yang penyelenggaraan pemilu DPR, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota
dilakukan secara serentak penerapan prinsip ini tidak hanya memudahkan partai politik dan calon anggota legislatif dalam berhubungan dengan konstituen di
daerah pemilihan, tetapi juga memudahkan petugas pemilu dalam menjalankan
tugasnya.
Prinsip kohesivitas penduduk berarti suatu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga kesatuan unsur sosial budaya punduduk dan menjaga keutuhan
kelompok minoritas. Kesatuan unsur sosial budaya penting untuk menyatukan kepentingan yang akan diperjuangkan oleh para wakil di parlemen. Keutuhan
kelompok minoritas juga perlu dijaga agar mereka mendapatkan kepastian untuk memiliki wakil di parlemen. Prinsip kohesivitas ini tidak begitu masalah
diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPR, tetapi ketika diterapkan dalam pembentukan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan lebih-lebih lagi DPRD
KabupatenKota, khususnya di luar Jawa, menimbulkan masalah yang kompleks. Oleh karena itu, disinilah diperlukan kehati-hatian dan kebijakan KPU dalam
menetapkan daerah pemilihan.
Terakhir prinsip perlindungan petahana, maksudnya suatu daerah pemilihan harus memberi jaminan kepada petahana untuk bisa berkompetisi dan meraih
kursi perwakilan yang tersedia. Ini penting karena hubungan wakil dengan penduduk yang diwakili perlu dijaga agar memudahkan penyaluran dan
perjuangan kepentingan penduduk yang diwakili. Prinsip ini jarang dipraktikkan
Universitas Sumatera Utara
pada pemilu proporsional yang memiliki banyak kursi di daerah pemilihan, tetapi lazim diterapkan di pemilu mayoritarian yang memiliki hanya 1 kursi di daerah
pemilihan.
Tentu tidak semua prinsip-prinsip pembentukan daerah pemilihan pemilu demokratis tersebut bisa diterapkan dalam waktu bersamaan. Kondisi geografis
wilayah, jumlah penduduk, dan keragaman penduduk, menyebabkan penerapan satu prinsip bisa menegasikan prinsip yang lain. Oleh karena itu, penerapan
prinsip tersebut selalu diurutkan berdasarkan prioritas. Prinsip kesetaraan populasi selalu menjadi prioritas pertama guna menghindari terjadinya diskriminasi politik.
Prinsip integralitas dan kesinambungan wilayah menjadi prioritas kedua, lalu disusul prinsip pencakupan wilayah, dan baru kohesivitas penduduk. Dalam
konteks pemilu Indonesia, prinsip perlindungan petahana, bisa diabaikan.
Demi menegakkan prinsip kesetaraan populasi, maka penghitungan alokasi kursi ke daerah pemilihan, dipergunakan metode penghitungan yang hasilnya
proporsional. Dua metode proporsional yang dikenal adalah metode kuota dan metode divisor.
47
Penerapan prinsip ini bisa dilihat dalam penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota berdasarkan peraturan KPU No. 5
Tahun 2013. Tahap awal dilakukan dengan menghitung jumlah kursi masing- masing provinsi sesuai ketentuan Pasal 23 UU No. 8 Tahun 2012. Setelah
dilakukan penghitungan jumlah kursi, ditentukan bilangan pembagi penduduk provinsi dan kabkota BPP Provinsi dan KabKota dengan membagi jumlah
penduduk provinsi dan kabkota dengan jumlah kursi yang diperebutkan.
Penghitungan alokasi kursi dan daerah pemilihan memang cukup rumit.
Metode divisor, khususnya varian WebsterSt Lague dikenal paling proporsional dan tidak menimbulkan paradoks. Namun metode ini belum
banyak dikenal di Indonesia sehingga tidak perlu dipaksakan penggunaannya dalam penyusunan daerah pemilihan, terutama untuk DPRD Provinsi dan DPRD
KabupatenKota.
47
Pipit Rochijat. 2004. Catatan Atas Pemilu Legislatif 2004. Sumber diperoleh dari Watch Indonesia: The University of Michigan. Hal. 29. Lihat juga dalam Muryanto. Ibid. Hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
Penyusunan daerah pemilihan DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 8 tahun 2012, tidak semata-mata utuk
menghilangkan daerah pemilihan yang berkursi lebih dari 12, tetapi juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan jumlah penduduk, perubahan geografi, dan
perkembangan wilayah administrasi pemerintahan. Oleh karena itu, penyusunan kembali daerah pemilihan tidak bisa dilakukan hanya berpijak pada daerah
pemilihan yang ada atau yang digunakan dalam pemilu terakhir. Penyusunan daerah pemilihan harus dimulai dari tahap awal, sedangkan daerah pemilihan yang
ada berlaku sebagai pembanding atau kontrol untuk memastikan sesuai-tidaknya pembentukan daerah pemilihan baru itu dengan kehendak undang-undang dan
prinsip pemilu pembentukan daerah pemilihan dalam pemilu demokratis.
Gambar 2.1 Peta Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
Pada Pemilihan umum legislatif 2014, Kota Medan dibagi 5 daerah pemilihan Dapil yaitu, Dapil 1 meliputi Medan Kota, Medan Amplas, Medan
Denai dan Medan Area. Dapil 2 meliputi Medan Tuntungan, Medan Polonia, Medan Selayang, Medan Johor, Medan Sunggal dan Medan Maimun. Dapil 3
meliputi Medan Baru, Medan Helvetia, Medan Petisah dan Medan Barat. Dapil 4 meliputi Medan Perjuangan, Medan Tembung dan Medan Timur. Dapil 5 meliputi
Medan Deli, Medan Labuhan dan Medan Marelan. Untuk memenuhi prinsip-prinsip yang diinginkan dalam pembentukan
Daerah pemilihan, maka Daerah pemilihan 2 Kota Medan Dapil 2 Kota Medan DPRD Kota Medan terbentuk setelah keputusan komisi pemilihan umum
mengeluarkan surat nomor 94kptsKPUtahun 2013. Oleh karena itu, yang menjadi pertimbangan penting dalam menentukan enam daerah kecamatan
menjadi dapil 2 yaitu kondisi geografis wilayah, jumlah penduduk, dan keragaman masyarakat yang berada di dapil 2 Kota Medan. Letak geografis enam
daerah pemilihan Medan Tuntungan, Medan Sunggal, Medan Selayang, Medan Johor, Medan Polonia, dan Medan Maimun berada di selatan Kota Medan.
2.2 Dinamika Sosial dan Demografi di Daerah Pemilihan 2 DPRD Kota Medan