Rasionalitas Penggunaan Obat dalam Swamedikasi

43 Berdasarkan jawaban dari seluruh responden dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pertanyaan yang diberikan tidak dapat dijawab dengan benar oleh responden. Mayoritas responden menjawab dengan baik mengenai perbedaan dosis obat antara orang dewasa dan anak-anak 78,4, lalu diikuti pengetahuan pasien mengenai tugas apoteker 73,7 dan mengenai aturan penyimpanan obat 65,8. Tetapi responden paling sedikit menjawab dengan baik pertanyaan tentang Logo obat 26,0. Dalam peraturan dan ketentuan yang berlaku, pengobatan sendiri yang dilakukan dengan obat hanya boleh menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas serta yang bukan termasuk golongan yang hanya dapat diberikan dengan resep dokter SK Menkes No.23801983 Schlaadt, dkk., 1990. Hal ini karena kurangnya pengetahuan responden mengenai resiko dari pengobatan yang tidak tepat sehingga menganggap informasi tentang obat tidak begitu penting. Oleh karena itu, upaya untuk membekali masyarakat agar mempunyai keterampilan untuk mencari informasi obat secara tepat dan benar perlu dilakukan Holt, 1986.

4.5 Rasionalitas Penggunaan Obat dalam Swamedikasi

Berdasarkan hasil penilaian mengenai rasionalitas penggunaan obat, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden di tiga apotek menggunakan obat secara rasional 59,4. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Frekuensi Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi Kategori Frekuensi Persentase Tidak rasional 139 40,6 Rasional 203 59,4 Total 342 100 44 Menurut WHO 2010, penggunaan obat yang rasional merujuk pada penggunaan obat yang benar, sesuai dan tepat. Penggunaan obat disarana pelayanan kesehatan umumnya belum rasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu promosi penggunaan obat yang rasional dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi yang efektif dan terus-menerus yang diberikan kepada tenaga kesehatandan masyarakat melalui berbagai media Kepmenkes RI Nomor 189MenkesSKIII2006. Berdasarkan hasil penilaian pada setiap kriteria rasionalitas penggunaan obat swamedikasi, penggunaan obat yang tidak rasional paling banyak disebabkan oleh ketidaktepatan penggunaan dosis obat 34,5. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi Status Penilaian untuk Setiap Kriteria Rasionalitas. Kriteria Status Jumlah Persentase Ketepatan pemilihan obat Tidak tepat - Indikasi dengan penyakit - Golongan obat dalam swamedikasi - Indikasi dengan penyakit serta golongan obat 64 21 32 11 18,7 32,8 50,0 17,2 Tepat 278 81,3 Ketepatan dosis obat Tidak tepat - Dosis pakai obat - Cara penggunaan - Lama penggunaan obat 118 21 14 83 34,5 17,8 11,9 70,3 Tepat 224 65,5 Efek samping obat Tidak rasional Rasional 33 309 9,6 90,4 Kontraindikasi Ada Tidak ada 2 340 0,6 99,4 Interaksi obat Ada Tidak ada 2 340 0,6 99,4 Polifarmasi dengan indikasi sama Ada Tidak ada 9 333 2,6 97,4 45 Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa tindakan pengobatan sendiri yang tidak sesuai aturan terutama terjadi pada ketidaktepatan dosis obat Supardi dan Notosiswono, 2006. Alasan terjadinya ketidaktepatan dosis pada penggunaan obat-obat Over The CounterOTC adalah karena responden hanya fokus pada pengalaman pribadikeluarga dalam penggunaan obat seperti dosis yang digunakan untuk mendapatkan efek terapi yang cepat, aturan pakai obat dan lama pemakaian obat. Hal itu didukung karena minimnya pengetahuan responden tentang pengobatan sendiri sehingga mengesampingkan informasi-informasi penting untuk mendapatkan pengobatan terbaik dengan efek samping minimal. Dosis dari beberapa obat yang dapat digunakan secara bebas terkadang tidak sekuat obat dengan resep dokter. Olehkarenanya, sering seseorang menggunakan obat bebas lebih dari dosis yang direkomendasikan jika merasa obat tersebut tidak menimbulkan efek yang diinginkan berdasarkan perasaannya, dan tentunya hal tersebut juga dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya efek samping, reaksi merugikan lainnya,dan keracunan Schlaadt, dkk., 1990. Berdasarkan data dari tabel 4.7 dapat juga diketahui bahwa pemilihan obat yang tidak tepat terjadi pada 64 pasien 18,7. Kesalahan yang umumnya dilakukan pasien adalah menggunakan obat yang seharusnya digunakan dibawah pengawasan dokter dan ketidaksesuaian indikasi obat yang dipilih dengan keluhan pasien. Masyarakat mutlak memerlukan informasi obat yang jelas dan dapat dipercaya agar penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan menjadi rasional Depkes RI., 2008. Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan sudah 46 seharusnya berperan sebagai pemberi informasi drug informer khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi Depkes RI., 2007. Selain efek pengobatan yang ditimbulkan, obat juga mempunyai efek samping yang tidak diinginkan meskipun pada dosis normal. Efek samping yang paling umum dialami responden adalah jantung berdebar dan nyeri lambung. Efek samping seperti itu banyak dirasakan pasien yang menggunakan obat-obat pereda nyeri yang mengandung kafein. Penilaian polifarmasi pada penelitian ini berdasarkan penggunaan obat dalam jumlah yang banyak dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Berdasarkan hasil penilaian pada bagian ini, kejadian polifarmasi ditemukan pada 9 pasien 2,6 dan paling sering terjadi pada pasien dengan keluhan nyeri dan flu, dengan penggunaan dua jenis obat flu atau obat pereda nyeri dalam waktu barsamaan. Kejadian polifarmasi terjadi karna kesadaran masyarakat untuk membaca label pada kemasan obat masih kecil dan pengetahuan masyarakat mengenai obat-obatan pun masih kurang. Penggunaan obat bebas yang tidak sesuai aturan adalah salah satu bentuk penyimpangan dari pemanfaatan obat, sebagaimana hasil penelitian WHO yang mengidentifikasi beberapa bentuk penyimpangan penggunaan obat yang seringterjadi yang tidak sesuai dan menimbulkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat, yang diantaranya adalah penggunaan yang berlebihan dari obat-obat bebas Chetley, 2007.

4.6 Pengaruh Faktor-Faktor Sosiodemografi terhadap Tingkat Pengetahuan