dengan melakukan aksi terbuka secara terus menerus yang bertujuan untuk menghilangkan budaya top-down dan menganggap bahwa Pemko Medan serta
pedagang harus bersatu mewujudkan pemerintahan yang adil. Perlawanan secara terang-terangan ini dimulai dengan, menolak relokasi, melakukan demonstrasi dan
menerobos masuk gedung DPRD.
4.7.1. Menolak Relokasi
Pedagang buku menolak untuk direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka ke Jl. Pegadaian, Keluarahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Hal ini
beradasarkan lokasi yang tidak strategis, dan penempatan kios di Lapangan Merdeka sah secara hukum. Lokasi di Jl. Pegadaian, tidak banyak masyarakat
yang tidak mengetahui tempat tersebut karena bukan berada di pusat Kota Medan. Pedagang buku memiliki kesadaran untuk menolak relokasi dibangkitkan
kesadarannya oleh Bapak Lilik Sukamto Lubis dan Herdensi Adnin dari pihak Kontras yang mengadvokasi pedagang buku sebagai fase membangun kesadaran
awakening stage. Pada fase ini sesuai yang dikatakan Baldrige mereka melakukan sosialisasi untuk membawa kelompok tertindas yaitu, P2BLM untuk
memahami dan menghargai kekuatan mereka sendiri sehingga tergugah untuk melakukan resistensi. Seperti yang diungkapkan Ibu Isdawati :
“Kita gak setuju untuk pindah, karena kita punya legalitas yang kuat, punya SK, punya surat izin, dan keputusan DPRD dari hasil sidang
paripurna. Kita pertanyakan alasan kenapa kita mau di relokasi mereka gak bisa jawab. Kalau kita mau di ganti harus ada UU perubahan
peruntukkan tempat untuk pedagang buku. Nah, pedagang buku kalo mau dipindah harus ada dong melalui sidang paripurna juga kalo lahan parkir
diperuntukkan untuk pedagang buku, Secara hukum kita kuat. Kios gak layak, mereka menempatkan itu melanggar Perda lho. Walikota yang buat
kenapa beliau yang melanggar. Seharusnya beliau yang jadi panutan
untuk masyarakat kok jadi beliau yang ngajari masyarakat untuk melanggar hukum”. Wawancara, Januari 2015.
Relokasi ini tidak diinginkan oleh pedagang, yang menuntut kepastian apabila mereka dipindahkan akan ada surat Walikota dan perjanjian terhadap
pemakaian kios. Kebijakan Peraturan Daerah yang tidak sesuai, melanggar kebijakan Pemko Medan itu sendiri yang menurut pedagang menolak relokasi
tersebut. Kawasan Lapangan Merdeka secara lokasi lebih strategis daripada Jl. Pegadaian. Banyaknya debu dan kendaraan yang melintas di tepi jalan
mengancam nyawa pembeli dan penjual. Ini dikhawatirkan akan menurunya pendapatan menjual buku. Lokasi di Pegadaian sangat tidak nyaman, kerasnya
suara kereta api , kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat yang melintas, panasnya terik matahari serta tidak ada pohon yang rindang, membuat membaca
buku di lokasi tersebut tidak konsentrasi ketika hendak membeli dikeluhkan oleh pedagang buku.
Telah berdiri pusat perbelanjaan kompleks Centre Point juga menjadi alasan pedagang untuk menolak relokasi tersebut. Menurut, Rencana Tata Ruang
dan Wilayah Kota RTRWK Medan Tahun 2011-2031, pembangunan sky bridge, city check in dan lahan parkir diperuntukkan di lokasi Jl. Jawa Kecamatan Medan
Timur tepat berada di lokasi kompleks Centre Point tersebut. Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan M. Hasrah Siregar :
“City check in dan lahan parkir itu ternyata menurut RTRWK seharusnya berada di bangun di Jalam Jawa, Kecamatan Medan Timur. Centre Point
yang udah berdiri megah di lokasi untuk bangun itu kenapa kami yang digusur? Kenapa Pemerintah gak berani gusur bangunan itu? Jadi, gak
ada alasan yang tepat untuk merelokasi kami, karena mereka yang berkuasa”. Wawancara, Januari 2015
Kota Medan yang dianggap sebagai pasar dibangun dan dirancang untuk membangun kawasan pusat bisnis. Pembangunan pusat perbelanjaan
dikembangkan untuk menumbuhkan budaya konsumtif masyarakat Kota Medan. Pembangunan kompleks Centre Point tersebut mengorbankan pedagang buku
yang tidak dapat dapat porsi yang lebih dalam skala pembangunan. Penolakan relokasi dilakukan dengan cara tetap bertahan dan berjualan di sisi Timur
Lapangan Merdeka dengan mengacuhkan surat pemberitahuan pengosongan kios untuk segera pindah ke Jl. Pegadaian. Kawasan sisi timur Lapangan Merdeka juga
di pasangi spanduk tentang menolak relokasi oleh pedagang buku.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Kontras
Sumatera Utara dan organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka P2BLM menyertakan beberapa alasan dengan landasan hukum, yaitu :
1. Bahwa pedagang buku yang dimaksud adalah para pedagang buku Sisi
Timur Lapangan Merdeka Medan atau Lapangan Sepatu Roda di Lapangan Merdeka Medan yang tergabung dalam P2BLM dimana
berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut berdasarkan suatu kekuatandasar legalitas
yang diterbitkan pemerintahan Kota Medan, dimana legalitas yakni: -
Surat Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646624 Perihal Persetujuan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan
Pemindahan Pedagang Buku ke Lapangan Sepatu Roda, Tertanggal 11 Juli 2003, dengan dibubuhi stempel dan tanda tangan Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Kota Medan An. Tom Adlin Hajar.
- Surat Keputusan SK Walikota Medan No. : 5101034K2003
Tentang Penetapan Lokasi Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi Lokasi Tempat Berjualan Kios-Kios Pedagang Buku Eks Titi
Gantung, Jalan Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan Veteran Dan Jalan
Sutomo Medan, Tertanggal 18 Juli 2013.
- Surat Perjanjian Pemakaian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi
Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.35750.B tertanggal 22 Juli 2003 .
- Surat Penetapan hasil Pengundian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan
Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.35750. A tertanggal 16 Juli 2003.
2. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan
dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut,
telah dilegalisasi oleh Pemerintah Kota Medan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaanya sebagai cagar budaya dan sejarah Kota
Medan sebagaimana termaktub dalam alasan dasar menimbang huruf a
dalam SK Walikota Medan No. : 5101034K2003 tertanggal 18 Juli 2003 tersebut.
3. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan
dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut yang telah mendapat legalisasi dari Pemerintah Kota Medan, selanjutnya
keberadaan pedang buku tersebut telah diperkuat lagi legalitasnya dengan legitimasi yang penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Medan, sebagaimana termaktub dalam alinea ke-2 dalam Surat
Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646624 tertanggal 11 Juli 2003, - dan selanjutnya isi petikan dari alinea ke-2 dalam Surat Persetujuan
DPRD Kota Medan, adapun petikan surat berbunyi, yakni : “Bahwa setelah mempelajari dan meneliti serta melakukan
pembahasan atas permohonan tersebut diatas, pada perinsipnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota
Medan, Mendukung Sepenuhnya dan setuju untuk dilakukan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan”.
4. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan
dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut merupakan cagar budaya dan sejarah Kota Medan, dimana menjadi
kewajiban yang mengikat bagi Pemko Medan atas perintah peraturan untuk menjaga dan melindunginya, sebagaimana dalam Ketentuan Pasal
12 huruf b Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031 yang
berbunyi, yakni : “Perlindungan terhadap kota pusaka dalam rangka
konservasi warisan budaya, termaksud warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia”
5. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tentang
Penetapan Lokasi Pemindahan pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan Kelurahan Aur, Kecamatan
Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, telah diduga keputusan Walikota tersebut telah melawan hukum dan
untuk itu harus batal demi hukum, dimana adapun alasan batal demi hukumnya keputusan Walikota Medan tersebut, yakni:
- Bahwa berdasarkan surat Vice President Divisi Regional Sumatera
Utara No.: Jb.003IX02DIVRE 15 V-2012, Perihal Rencana Relokasi
Pedagang Buku, Tertanggal 25 September 2012, dimana lokasi pemindahan relokasi terhadap para pedagang Lapangan Merdeka
Medan tersebut ke lokasi Jalan Pegadaian tersebut dengan sampai saat ini belum mendapatkan persetujuan tertulis dalam persetujuan izin
pemberian relokasi atas asset negara yang kelolaan tersebut dari Direksi P.T Kereta Api Indonesia Persero;
- Bahwa asset negara merupakan barang milik negara atau kekayaan
negara sehingga pelepasan terhadap asset negara tersebut atau peralihan peruntukan asset negera harus pesetujuan izin dari
berdasarkan pemerintah pusat, sebagaiman diatur pada Pasal 2 huruf g Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang keuang Negara, jo Pasal
46 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik NegaraDaerah jo Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96PMK.062007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara, jo Surat Edaran Menteri Keuangan R.I. Nomor : SE-
2MK.12012 tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan, dimana persetujuan izin tersebut,
yakni : -
Bahwa pengalihan peruntukan atas aset negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api
Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat belum dan atau tidak mendapatkan persetujuan dan pemberian izin
pengalihan peruntukan tersebut dari Menteri Perhubungan Negara Republik Indonesia;
- Bahwa pengalihan peruntukan atas aset negara merupakan
kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat belum
dan atau tidak mendapatkan persetujuan dan pemberian izin pengalihan peruntukan tersebut dari Menteri Keuangan Negara
Republik Indonesia; -
Bahwa pengalihan peruntukan atas aset Negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api
Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat ini juga belum dan atau mendapatkan persetujuan peralihan peruntukan
tersebut dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI.
6. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tentang
Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan
Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana lokasi Jalan Pegadaian masih berada di dalam ruang manfaat
jalur kereta api, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 jo Pasal 37 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, adapun pasal
tersebut berbunyi, yakni :
Pasal 1 Angka 4 : “Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri
atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik
jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan
bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api “.
Pasal 37 Ayat 1
7. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tentang
Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan
Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana lokasi Jalan Pegadaian tersebut merupakan lokasi larangrang
pembangun di sepanjang jalur hijau sesuai dengan peraturan Walikota Nomor : 09 Tahun 2009;
: “Ruang manfaat jalur kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan
rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan
rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya “.
8. Bahwa telah diduga ada upaya dengan itikad tidak baik untuk
mengkriminalisasi para pedagang buku tersebut, dimana perbuatannya dengan dugaan telah membuat suatu Keputusan Walikota Medan Nomor:
511.31982 K2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian
Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, yang selanjutnya lokasi Jalan
Pegadaian tersebut masih berada di dalam ruang manfaat jalur kereta api, 9.
Bahwa apabila pedagang buku P2BLM menempati lokasi sesuai dengan SK Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tertanggal 25 Oktober
2012 tersebut, maka perbuatan para pedagang buku yang mempati lokasi tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang diancam pidana
penjara paling lama 1 satu tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah sebagaimana diatur dalam
ketentuan pidana Pasal 192 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, adapun pasal tersebut berbunyi, yakni:
Pasal 192
10. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tentang
Penetapan Lokasi Pemindahan pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan
Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012 telah sangat diduga sengaja melawan hukum, dimana perbuatan
Pemerintah Kota Medan yang menerbitkan surat keputusan tersebut yang tidak mempunyai dasar hukum dan pijakan yang beralaskan hukum
sehingga Pemko Medan diduga telah sengaja berbuat dengan kekuasaan yang sebagian dimandatkan rakyat kepadanya untuk berbuat atau
bertindak secara sewenang-wenang terhadap rakyat dalam keadaan melawan hukum.
: “Setiap orang yang membangun gedung, membuat
tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada
jalur kereta api, yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta
api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah”.
11. Bahwa tidak ada alasan hukum bagi Pemko Medan untuk merelekosi
pedagang buku tersebut, dan untuk itu atas dasar perintah hukum dan
peraturan terhadap para pedagang buku tersebut sangat patut menurut hukum untuk dilindung oleh pemerintah, dimana para pedangan tersebut
tetap berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Lapangan
Sepatu Roda sebagaimana sesuai dengan kekuatan legalitas dan legitimasinya tersebut diatas;
12. Bahwa Pemko Medan Wajib Mengembalikan Lokasi Peruntukan Yang
Sebenarnya Atas Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Diatas Lahan Hak Pengelolaan
Pemerintah Kota Medan Pemko Medan Di Jalan Jawa Medan, dimana adapun alasannya,yakni :
- Bahwa telah terjadi Nota kesepakatan antara Departemen Perhubungan RI Sekarang Kementrian Perhubungan RI dengan Pemko Medan
Tentang Rencana Program yang termaktub dalam dokumen perencanaan dan Design Enggineering Detail DED, dimana isi nota
kesepakat tersebut menegaskan terhadap Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Diatas
Lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan Pemko Medan yang terletak di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan dengan
luas tanah ± 2,6 ha² dua koma enam hektar; - Bahwa Pembangunan City Check In, Sky Bridge, Dan City Card
berlokasi di Kecamatan Medan Timur, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 angka 4 huruf e Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun
2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011- 2031, berbunyi :
“Angka 4 Stasiun kerata api sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 huruf b meliputi :…huruf e Stasiun Kereta
Api City Check in di Kecamatan Medan Timur”
- Bahwa sampai dengan saat ini pihak DPRD Kota Medan dan
Pemerintah Kota Medan belum melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, dimana dengan demikian tidak ada alasan hukum dan atau tidak ada alasan
pembenaran hukum kekuatan legalitas untuk melakukan Pembangunan City Check In, Sky Bird, dan City Card dilokasi Sisi
Timur Lapangan Merdeka Medan, Kecamatan Medan Barat; -
Bahwa pihak pengembang telah membangun proyek jembatan layang sky bridge dilokasi antara Stasiun Kerata Api Medan dengan Sisi
Timur lapangan Merdeka Medan, dimana proyek pembangunan tersebut tidak mempunyai dasar hukum atau kekuatan legalitas, untuk
itu atas perintah kekuasaan hukum Republik Indonesia sebagai negara hukum dan keadilan maka proyek pembangunan tersebut wajib
berhenti atau ditunda dan atau tidak dapat dilaksanakan; -
Bahwa apabila pihak DPRD Kota Medan dan Pemerintah Kota Medan melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
Tahun 2011-2031, maka akibat berubahan Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 tersebut pada hakekatnya telah terjadi
pemindahtangan Barang Milik Negara Kekayaan Negara berupa tanah danatau bangunan;
- Bahwa akibat hukum telah terjadi pemindahtangan Barang Milik
Negara Kekayaan Negara berupa tanah danatau bangunan tersebut, dimana pemindahtangannya harus mendapatkan persetujuan dari
otoritas pemerintah pusat dan DPR RI sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf g Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang
keuang Negara, jo Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah jo Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96PMK.062007 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara, jo Surat Edaran Menteri
Keuangan R.I. Nomor : SE-2MK.12012 tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian
Keuangan. 13.
Bahwa sampai dengan saat ini para pedangang buku tersebut tidak mendapatkan informasi tertulis terhadap Lahan Hak Pengelolaan
Pemerintah Kota Medan Pemko Medan yang terletak di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan dengan luas tanah ± 2,6 ha² dua
koma enam hektar dari Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya diteruskan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tentang
telah terjadinya pemindahtanganan Barang Milik Negara Kekayaan Negara berupa tanah danatau bangunan, pengalihan Barang Milik
Negara Kekayaan Negara berupa tanah danatau bangunan dan perubahan peruntukan Barang Milik Negara Kekayaan Negara berupa
tanah danatau bangunan tersebut diatas. 14.
Bahwa Pemerintah Kota Pemko Medan telah menjadikan kawasan tempat berjualan buku di sisi timur lapangan merdeka menjadi bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaanya sebagai cagar budaya dan
sejarah Kota Medan sebagaimana termaktub dalam alasan dasar
menimbang huruf a dalam SK Walikota Medan No. : 5101034K2003 tertanggal 18 juli 2003 tersebut, namun diduga dengan sengaja untuk
dinegasikan atau setidak-tidaknya diabaikan oleh Pemko Medan dengan cara melawan hukum dengan menerbitkan Surat Keputusan SK
Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan
Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012;
15. Bahwa point 14 diatas, dimana dugaan perbuatan melawan hukum
Pemko Medan dengan menerbitkan SK Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tersebut bukan saja mengabaikan SK Walikota
Medan No. : 5101034K2003 tersebut, namun perbuatan Pemko medan tersebut telah melanggar ketentuan Peraturan Daerah Perda Kota
Medan Nomor : 6 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Bangun Bersejarah Dan Cagar Budaya Kota Medan jo. Peraturan Daerah Kota Medan No. :
13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031 jo UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang benda Cagar Budaya
jo. UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Jo pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
16. Bahwa pemerintah wajib melakukan penghentikan tindakan diskriminasi
dan perbuatan melawan hukum yang telah diduga diperbuat atau dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dengan sengaja menerbitkan suatu Surat
Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.31982 K2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan
Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober
2012, dimana tindakan diskriminatif tersebut adalah dengan membiarkan pihak yang lain berusahaberjualan disisi barat lapangan merdeka; adapun
dasar dan alasan-alasan pemerintah melakukan penghentian tindakan diskriminasi tersebut, yakni :
- Bahwa perbuatan Pemko Medan dengan menerbitkan SK Wali Kota
Nomor 511.31982 K2012 terhadap pedagang buku yang tergabung dalam organisasi P2BLM adalah suatu perbuatan yang diduga sengaja
melakukan tindakan diskriminanasi terhadap pedagang buku tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat 3 jo Pasal 3
ayat 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :
Pasal 1 ayat 3 : “Diskriminasi adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun
tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam
bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.
Pasal 3 ayat 3
- Bahwa dugaan perbuatan diskriminasi yang dilakukan oleh Pemko
Medan dengan menerbitkan SK Wali Kota Nomor : 511.3 1982 K 2012 tersebut terhadap pedagang buku tersebut wajiblah dihentikan karena
perbuatan tersebut telah diduga melanggar Hak Asasi Manusia HAM, dan untuk itu menjadi kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab,
menghormati, melindungi, menegakan dan memajukan HAM tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 71 jo. Pasal 72 UU No. 31 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia, dimana berbunyi : :
“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi”
Pasal 71 : “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam
Undang-undang ini, peraturan perundang- undangan lain, dan hukum internasional tentang hak
asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.
Pasal 78 : “Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang
hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain”.
- Pasal 2, 20, 25,26 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik
- Pasal 4,6 ayat 1 dan 2 Konvenan Internasional Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya Alasan di atas merupakan sudut pandang Kontras yang menonjolkan dari
aspek hukum dan hak asasi manusia, seperti yang diungkapkan Bapak Herdensi Adnin :
“Nah, kemarin kasus kita adalah relokasi ke Jl. Pegadaian itu dia menjadi lebih buruk, tempar parkir gak ada, tempat orang baca buku gak ada,
tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintasnya tinggi karena dia langsung di badan jalan dan di tepi rel kereta api. Ini kan mengancam pedagang dan
mengancam pembeli. Kedua, dari sisi ekonomi tempat itu juga gak layak kenapa kita kategorikan gak layak, karena orang membeli buku ini kan
mau nyaman dia beda dia orang beli buku sama beli cabe, kalo org beli cabe beli barangnya timbang cabenya kasi duit kan gitu, tapi kalo buku,
orang sebelum beli buku dia membaca dulu apakah isi di dalam buku itu sudah sesuai dengan dia inginkan atau tidak. Disitu gadak tempat baca,
yang Ketiga, ternyata tanah itu punya PT. KAI bukan punya Pemko Medan, yang kita dapat informasi tanah itu akan dipakai oleh PT. KAI
untuk membangun diouble track, nah jadi tempat relokasi itu tidak menjamin keberlangsungan para pedagang bisa berjualan disana suatu
saat di ketika PT KAI menghendaki tanah itu untuk dipakai guna membangun double track maka pedagangnya akan digusur lagi nah belum
tentu ada tempat relokasi yang lain. Keempat, relokasi ini ternya bertentangan dengan peraturan perundang undangan perda kota medan
misa beretntangan dengan undang-undang perkeretaapian. Tidak boleh orang mendirikan bangunan 12 meter dari rel itu uu perkereta apian kita
tapi bangunan itu di sekitar 5-6 meter dari rel kereta api itu jalur hijau melanggar Perda Kota Medan tentang jalur hijau, tidak boleh ada orang
mendirikan bangunan di atas badan jalan atau trotoar. Kios itu ada di badan jalan, oleh karena itu ini bertentangan dengan banyak hal. Yang
berikutnya setelah kita kaji juga RTRWK Medan, ternyata city check in dan areal parkir itu dia tidak dibuat di sisi timur Lapangan Merdeka tapi
itu di Jalan Jawa, jadi ada kepentingan usaha besar kemudian pemerintah menegasikan kelompok-kelompok kecil itu yang kemudian menjadi
landasan bagi kontras untuk melakukan advokasi terhadap pedagang, ternyata pemko bukan hanya tidak memperhatikan persoalan HAM, tapi
dia juga melanggar aturan yang ia buat sendiri”. Wawancara, Januari 2015
4.7.2. Menerobos Masuk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah