BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Pedagang Buku Bekas
4.1.1. Sejarah Pedagang Buku Bekas
Pedagang buku bekas bermula berjualan dari tahun 1960-an, dari sekelompok masyarakat yang tinggal di Gg. Buntu yang lokasinya dekat dengan
Titi Gantung. Para pedagang memanfaatkan lokasi Titi Gantung Medan untuk berjualan buku bekas yang pada awalnya berfungsi untuk menghubungkan
kawasan perumahan penduduk dengan Lapangan Merdeka dan sebagai sarana penghubung untuk menuju ke stasiun kereta api. Seiring dengan bertambahnya
jumlah pedagang buku bekas yang berjualan maka pedagang buku bekas pun berjualan sampai ke Jl. Irian Barat, Jl. Jawa, Jl. Veteran,dan Jl.Sutomo.
Lokasi Titi Gantung pun menjadi titik pusat buku bekas di Kota Medan. Jumlah pedagang buku yang tercatat oleh Pemko Medan adalah sebanyak 180
pedagang pada tahun 2003. Titi Gantung adalah bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1885 yang merupakan cagar budaya kota Medan
sebenarnya dibangun ketika dibukanya Perusahaan Kereta Api Deli Spoorweg Maatschappij DSM yang kini menjadi PT Kereta Api Indonesia KAI. Titi
Gantung bergaya khas Klasik Viktoria ini dari dahulu sampai kini tetap berdiri dengan tembok yang kokoh, unik dan memiliki lebar 40-50 meter dengan tinggi
bangunan 7-8 meter dari permukaan jalan. Lebar Titi Gantung dengan lantai
berlapis aspal sepanjang 40-50 meter berada di atas jalur rel kereta api atau di bawahnya melintas kereta api.
http:www.medanbisnisdaily.comnewsarsipread2012090991385ingat- buku-bekas-pasti-ingat-titi-gantung.VNuKDi58uqg.
Alih fungsi jembatan Titi Gantung menjadi tempat penjualan buku bekas dapat terjadi dikarenakan pada tahun tersebut buku termasuk barang mewah yang
sulit untuk didapat. Fungsi sebenarnya dibangun Titi gantung adalah untuk penyeberangan dan lokasi ini yang dipilih untuk bertransaksi jual buku bekas.
Pada tahun 2003, semasa kepemimpinan Walikota Medan yaitu Drs. Abdillah, pedagang buku akan di relokasi dengan alasan bahwa Titi Gantung merupakan
cagar budaya. Seperti yang diungkapkan Didi Siswanto sebagai berikut : ”Kami dulu awalnya berjualan di Titi Gantung di relokasi ke Lapangan
Merdeka dengan alasan cagar budaya. Itupun kami gak langsung pindah, Waktu dipindahi masi bertahan lah kami disini, setelah mediasi-
mediasi setujulah kami untuk pindah ke lapangan merdeka, itupun dengan catatan kami seluruh pedagang dihadapkan langsung oleh Pemko Medan
yang diwakili oleh sekda nya sekretaris daerah tahun 2003 ketemunya pun di Hotel Dharma Deli”. Wawancara, 17 Januari 2015.
Pemindahan pedagang buku Titi Gantung ke sisi timur Lapangan merdeka adalah sesuai dengan SK: No. 511.35750. B tertanggal 22 Juli 2003. Surat
tersebut menyatakan bahwa pedagang buku akan di relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka yang menjadi cagar budaya Kota Medan dan hak kepemilikan
kios untuk pedagang buku. Pedagang buku akhirnya sepakat untuk di relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka. Pedagang sepakat untuk pindah karena lokasi
berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka merupakan inti pusat Kota Medan dan diyakini akan menambah omset penjualan buku bekas. Lokasi tersebut telah lama
tidak digunakan sebagaimana peruntukkannya yaitu untuk kegiatan olahraga sepatu roda. Kegiatan pedagang buku di lokasi ini juga merupakan peran serta
dalam membantu penyediaan buku murah bagi para pelajar dan mahasiswa serta warga Medan, di tengah-tengah harga buku–buku yang sangat tinggi. Wilayah Ini
kemudian dikenal sebagai pusat buku bekas dan buku murah di Medan. Pedagang pindah ke Jl. Pegadaian dengan berbagai syarat dan tuntutan. Jl. Pegadaian ini
sendiri notabene adalah lahan dari milik PT. KAI. Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun merupakan kawasan jalur hijau.
4.1.2. Pedagang Buku Berdasarkan Jenis Kelamin