Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya bila nanti Pemerintah hendak menerbitkan Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut dari perintah dalam Pasal 74
ayat 4 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, persoalan tentang cakupan dan batasan dari pengertian perseroan yang wajib melakukan TJSL
menurut Pasal 74 ayat 1 menjadi amat penting. Jangan sampai isi Peraturan Pemerintah itu justru menafsirkan secara ekstensif pasal tersebut sehingga sepertinya
justru menambah atau melampaui maksud awal pembuat Undang-Undang, tetapi jangan pula sebaliknya.
97
3. Corporate Social Responsibility CSR sebagai Beban Biaya Perusahaan
Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa : “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. Maksud kewajiban perusahaan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan adalah
bahwa CSRTJSL harus ditetapkan dalam anggaran perusahaan. Disinilah maksudnya penerapan CSRTJSL ada unsur pemaksaan, yang apabila tidak dilaksanakan akan
dikenakan sanksi hukum Pasal 74 ayat 3 UUPT. Apabila CSRTJSL ditetapkan di dalam anggaran perusahaan maka tentu saja dapat memberatkan perusahaan, apalagi
perusahaan yang sedang tahap berkembang. Oleh karena itu, ada frase “kepatutan dan kewajaran” sebagai exit clause bagi Pemerintah untuk menentukan pelaksanaan
97
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
CSRTJSL. Maksudnya adalah sebagai alasan Pemerintah untuk menerapkan CSRTJSL kepada perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang tadi, tentu saja
penerapan CSRTJSL diutamakan kepada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang Sumber daya alam. Tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan
oleh perusahaan yang tidak bergerak dalam bidang Sumber daya alam. Apabila dibandingkan dengan PKBL yang diambil dari laba perusahaan, maka
Permen BUMN No. PER-05MBU2007 tentang PKBL lebih ringan diterapkan dibandingkan dengan penerapan CSRTJSL pada Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. PKBL menyebutkan bahwa pelaksanaan Program Kemitraan Bina Lingkungan dianggarkan 2 dua persen dari
laba perusahaan untuk program kemitraan dan 2 dua persen dari laba perusahaan untuk Program Kemitraan Bina Lingkungan.
98
Di belahan dunia lain pada sistem kapitalis, peran negara dalam masalah publik akan dibuat seminimal mungkin. Negara diarahkan hanya berfungsi sebagai
pengatur dan pembuat kebijakan yang bersifat administratif. Negara akan berusaha terus mengurangi tanggung jawabnya dalam urusan publik, seperti kesehatan,
pendidikan, sosial, lingkungan dan tenaga kerja. Privatisasi sektor publik telah menunjukkan bahwa negara telah melepas tanggung jawabnya dan menyerahkannya
Sementara di dalam Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak disebutkan
secara tegas berapa persen untuk melaksanakan CSRTJSL dari laba perusahaan. Dengan demikian peraturan ini tidak memiliki kepastian hukum untuk dilaksanakan.
98
Pasal 9 ayat 1 huruf a., Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER- 05MBU2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
dalam mekanisme pasar. Yang paling menonjol adalah penyerahan pengelolaan sumber daya alam pada pihak swasta atau perorangan yang terbukti telah menurunkan
kemampuan negara dalam mengemban tanggung jawab kepada rakyatnya. Akibatnya, pendapatan negara menjadi sangat minim dan tidak sebanding dengan besarnya
kebutuhan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat yang berupa pendidikan, kesehatan, keamanan serta kelestarian lingkungan.
Apalagi sebagian APBN harus digunakan untuk membayar hutang beserta bunganya. Hal inilah yang senantiasa dijadikan alasan oleh negara kapitalis untuk
menarik berbagai macam jenis pajak dan pungutan kepada rakyatnya. Dengan alasan minimnya anggaran pula, maka negara berusaha mengalihkan tanggung jawabnya
kepada pihak perseroan rnelalui kewajiban CSR yang bisa berupa pemberdayaan masyarakat, pendidikan, kesehatan, pelestarian lingkungan dan lain sebagainya. CSR
yang awalnya akan diwajibkan kepada setiap perseroan adalah salah satu usaha dari negara dalam melepas tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada pihak swasta
atau perorangan. Meskipun akhirnya kewajiban CSR hanya diperuntukkan bagi perseroan yang bidang usahanya di bidang sumber daya alam danatau yang berkaitan
dengan masalah tersebut. Wajar saja apabila kewajiban CSR ditolak oleh para pengusaha, karena
perusahaan didirikan bukan untuk tujuan sosial, tetapi untuk mencari keuntungan semata, dan pada kondisi krisis yang belum pulih tentu kewajiban tersebut dirasa
sangat memberatkan. Kewajiban CSR pasti akan menambah beban perusahaan yang nantinya akan mempengaruhi harga jual barang atau jasa, sehingga menjadi tidak
kompetitif lagi. Apalagi semenjak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi, biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan karena naiknya harga bahan baku, upah tenaga kerja dan biaya transportasi. Sementara itu daya beli
masyarakat juga mengalami penurunan yang dratis, sehingga angka penjualan barang atau jasa pun ikut turun. Adapun perusahaan-perusahaan yang selama ini telah
melakukan CSR dengan sukarela, semua itu dilakukan tidak semata-mata bersifat charity
atau filantropi, tetapi karena adanya tujuan yang terkait dengan kepentingan perusahaan. Baik itu untuk kepentingan yang bersifat materi, meningkatkan citra
perusahaan atau untuk mengambil hati masyarakat agar keberadaan perusahaan bisa diterima dengan baik.
99
Interpretasi yang dilakukan pelaku usaha dari pengaturan Pasal 74 Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur mengenai
TJSLCSR dalam hal biaya pelaksanaan TJSLCSR diambil dari laba bersih perusahaan setiap tahunnya. Hal ini juga belum diatur dalam ketentuan peraturan
perundangan. Dengan demikian setiap pelaku usaha kebingungan untuk menerapkan TJSLCSR. Apalagi kenyataannya di lapangan, orientasi pelaku usaha untuk
membangun sebuah perusahaan adalah orientasi laba ataupun keuntungan. Apabila beban biaya TJSLCSR diambil dari laba bersih perusahaan setiap tahun maka akan
mengurangi keuntungan berjalan. Belum lagi harus membayar pajak penghasilan yang sangat membebankan pelaku usaha. Dengan kata lain, disamping membayar
99
Media Islam Terkini Sidoarjo, “Kewajiban CSR Corporate Social Responsibility dan Usaha Melepas Tanggung Jawab Negara”,
http:matriksda.multiply.comjournalitem21KEWAJIBAN_CSR_CORPORATE_SOCIAL_RESPO NSIBILITY_DAN_USAHA_MELEPAS_TANGGUNG_JAWAB_NEGARA., diakses pada 26
Desember 2011.
Universitas Sumatera Utara
pajak perusahaan harus melaksanakan TJSLCSR juga. Inilah yang menjadi alasan keberatannya pelaku usaha untuk melakukan TJSLCSR.
Sebenarnya mengenai TJSLCSR ini perlu untuk disosialisasikan kepada perusahaan untuk dilaksanakan, cara pelaksanaan, waktu pelaksanaan, dan ketentuan-
ketentuan lainnya. Pembelajaran kepada pelaku usaha harus dilakukan oleh Pemerintah melalui Pemerintah Daerah dalam hal ini diwakilkan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan. Tetapi kenyataannya tidak dilakukan, jika hal ini dilakukan setiap perusahaan pastilah mematuhi ketentuan tersebut. Ada juga
ketidakadilan yang terlihat, bahwa perusahaan yang melakukan TJSLCSR tidak mendapatkan jaminan, contohnya seperti peringanan pajak.
4. Fleksibilitas Pelaksanaan