Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

(CSR)

PADA UNDANG – UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Oleh

IKA SAFITHRI

067005033/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

(CSR)

PADA UNDANG – UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IKA SAFITHRI

067005033/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PENGATURAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA UNDANG - UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Nama Mahasiswa : Ika Safithri Nomor Pokok : 067005033 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

(Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI) (

Anggota Anggota

Dr. Sunarmi, SH, M.Hum)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal4 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI

2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH


(5)

ABSTRAK

Perkembangan komunitas dengan aktivitasnya pada masa sekarang ini semakin mengglobal, dan ini dijembatani oleh adanya arus informasi dan komunikasi yang telah mencapai keadaan tanpa batas. Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban – kewajiban terhadap pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders). Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi tanggung jawab sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam penulisan tesis ini terdapat 3 (tiga) permasalahan yaitu : bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan dan bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan Undang - undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang - undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Penelitian yang dilakukan bersifat metode normatif kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan – peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif berdasarkan pada peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pengaturan Corporate Social Responsibility.

Pengaturan Corporate Social Responsibility telah diatur dalam Undang – undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana yang dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam Pasal 74 memuat unsur kewajiban bagi perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam, dianggarkan sebagai biaya yang dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran” serta bagi pelanggarnya dikenai sanksi dan pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah. Hingga saat ini Peraturan Pemerintah tersebut belum diterbitkan dan masih dalam tahap perumusan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan. Implementasi CSR membutuhkan kerjasama yang disertai transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yaitu pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit khususnya bagi Pemerintah sebagai pembuat regulasi diharapkan mampu menjembatani kepentingan dan memberi rasa keadilan bagi pelaku bisnis dan masyarakat termasuk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang diharapkan pengaturannya dengan bijak sehingga mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif di Indonesia.


(6)

ABSTRACT

Growth of community with the activity at a period of this time progressively global, and linked by existence of communications and information current which have reaching situation of borderless. At the time of many corporates become progressively grow, hence at that moment also difference of social and damage of environment can happened. In consequence emerge awareness for lessening this negative impact. Now, many private enterprises develop what called as Corporate social responsibility. Corporate is not only having obligation - legal and economic obligation but also obligations to the interested parties (stakeholders). Corporate social responsibility includes social, economic and environmental responsibility. In this writing of thesis there are 3 ( three) problems those are : how concept Corporate Social Responsibility (CSR) in company and business ethics and how role of government, public and corporate as tripartit partnership in applying of Corporate Social Responsibility (CSR) based on The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability, and also how arrangement of Corporate Social Responsibility (CSR) at The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability.

This research has done by qualitative normative method which starting from regulations as normative of positive law based on regulation related to arrangement of Corporate Social Responsibility.

Arrangement Of Corporate Social Responsibility have been arranged at The Act No. 40/2007 concerning Limited Liability as which recognized with

Corporate Social and Environmental Responsibility in Article 74 explains obligation element for corporation which active in management or relating to natural resources, budgeted as expense of which done by paying attention to aspect " proper and equity" and also for the trespasser hit by arrangement and sanction will be regulated in one regulation of government. Until now, the government regulation not yet been published and still in formulation phase. Government still look for point of most appropriate balance so that corporate do not be harmed and local public also get advantage. Implementation of CSR requires accompanied by cooperation is accountability and transparency from all party (government, public and corporate as tripartite partnership specially for government as regulator is expected can link importance and give sense of justice for public and corporate by publishing Government Regulation (PP) which expected is the arrangement wisely so that can create condusive business climate in Indonesia.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun serta terdapat penelitian-penelitian lain yang lebih baik dan relevan dengan tesis ini pada masa yang akan datang.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.Chairuddin P.Lubis, DTM&H., SPA(k)., selaku Rektor USU

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Penguji

4. Ibu Prof. Dr. Ningrum N. Sirait, SH, MLI, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji


(8)

5. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU dan juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH., selaku Anggota Komisi Penguji

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar., SH., M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji 8. Para Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada Penulis selama

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

9. Seluruh pegawai Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala pelayanan dan dorongan kepada Penulis 10. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (PT. Telkom) Kantor Divisi Regional I

Sumatera khususnya Bapak Dirwandi, Manager CDC Divre I PT. Telkom dan Bapak Endang S. Rochman serta seluruh staf PT. Telkom yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di Kantor Divisi Regional I Sumatera PT. Telkom

11.Bapak Jonner Simatupang selaku pimpinan PT. Berkatkurnia Mitraabadi dan seluruh staf yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini

12.Seluruh pimpinan dan staf pendidik di YP. Darul Ilmi Murni dan Kartanegara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis

13.Kedua Orang tua penulis, Karimuddin dan Elida, yang tercinta atas do’a dan dorongan motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini


(9)

14.Kedua adikku tersayang, Kiki Rimelda dan Minda Kartika yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian tesis ini

15.Seluruh keluarga besar M. Ali Syamsuddin (Alm) dan Mas’ud Sumarsono (Alm) yang telah memberikan dukungan, bantuan bagi penulis hingga dapat menyelesaikan tesis ini

16.Seluruh rekan – rekan dan sahabat – sahabat yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, untuk semua dukungan, bantuan dan dorongan motivasi kepada penulis

Akhirnya Penulis menyadari atas segala kekurangan dan keterbatasan ilmu sehingga Penulis memohon maaf dengan segala kerendahan hati dan berharap penelitian tentang tanggung jawab sosial perusahaan bermanfaat bagi para pembaca tesis ini.

Medan, Agustus 2008 Penulis,

Ika Safithri


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ika Safithri

Tempat/ Tgl Lahir : Medan/ 27 Agustus 1981 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : 1. SD Negeri 060812 Medan, Tahun 1987 – 1993 2. SMP Swasta ERIA Medan, Tahun 1993 – 1996 3. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 1996 – 1999 4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Tahun 1999 – 2003

5. S-2 Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2006 - 2008


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian ... 16

F. Kerangka Teori ... 17


(12)

BAB II : KONSEP CSR DALAM ETIKA BISNIS DAN

PERUSAHAAN ... 38

A. Hakikat dan Prinsip – prinsip Etika Bisnis ... 38

B. Tinjauan Umum tentang Corporate Social Responsibility (CSR) ... 47

C. Konsep CSR dalam Etika Bisnis dan Perusahaan ... 57

BAB III : PERANAN PEMERINTAH, PERUSAHAAN DAN MASYARAKAT DALAM PENERAPAN CSR ... 66

A. Membangun Kemitraan Tripartit (Pemerintah – Perusahaan – Masyarakat) sebagai Konsep Penerapan CSR ... 66

B. Manfaat dan Petunjuk Tata Cara Penerapan CSR ... 71

C. Hambatan dan Tantangan Penerapan CSR ... 89

D. Peranan Pemerintah, Perusahaan dan Masyarakat dalam Penerapan CSR ... 94

1. Pemerintah Sebagai Pihak Pembuat Regulasi... 94

2. Perusahaan Sebagai Pelaku Bisnis ... 100

3. Masyarakat Sebagai Penerima Manfaat (beneficiaries) ... 105

BAB IV : PENGATURAN CSR PADA UU NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ... 109

A. Pengaturan dan Penerapan CSR Sebelum Berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ... 109

B. Analisis Hukum Pengaturan CSR pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ... 116

C. Beberapa Contoh Praktek CSR di Indonesia ... 132


(13)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 149

A. Kesimpulan ... 149

B. Saran ... 151


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR ... 101 2. Manfaat Keterlibatan Komunitas – Perusahaan ... 107


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Piramida Konsep Corporate Social Responsibility ... 62 2. Sasaran CSR ... 72 3. Persentase perusahaan CSR dan Non CSR di beberapa negara 141


(16)

DAFTAR ISTILAH

1. Beleid : kebijakan

2. Community Development : pemberdayaan masyarakat, kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya.

3. Corporate Social Responsibility : komitmen dunia usaha untuk teus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas

4. Dow Jones Sustainability Index : indeks yang memberi gambaran mengenai 10% perusahaan teratas di tiap kategori industri berkenaan dengan keberlanjutan. Informasi yang diberikan pada para penanam modal meliputi kinerja manajemen dan peluang keberlanjutan perusahaan – perusahaan itu.

5. Filantropi : tujuan – tujuan sedemikian rupa yang telah dilakukan sedemikian luasnya melebihi pemberian yang hanya bertujuan untuk amal semata sehingga tujuan filantropi tidak perlu melembaga suatu derma. Filantropi cakupannya lebih luas melebihi tujuan – tujuan yang bukan hanya secara teknis bersifat amal

6. Fiqh Muamalah : bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara seseorang dan orang lain, baik seseorang itu pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum

7. Free Rider : pihak – pihak yang mengambil kesempatan untuk kepentingan pribadi dengan melakukan penyalahgunaan wewenang

8. FTSE4 Good : satu seri pembanding (benchmark) serta indeks panduan para pemilik modal ke perusahaan – perusahaan pemilik kinerja CSR yang tinggi. Perbandingan dan indeks yang dipergunakan terutama berkaitan dengan kinerja keberlanjutan lingkungan, hubungan dengan para pemangku kepentingan serta penegakkan HAM

9. Global Compact : standar sukarela code of conduct bagi perusahaan yang dikeluarkan PBB


(17)

10.Good Corporate Governance : seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang saham kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

11.Green Houses Gases : efek gas rumah kaca 12.Greenwash: pengelabuan citra perusahaan belaka 13.Karitatif : bersifat memberi kasih sayang

14.Public Accountability : pertanggungjawaban publik 15.Shareholder : pemegang saham

16.Stakeholder : pihak yang berkepentingan dengan suatu bisnis

17.Sustainable Development : pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya

18.Triple Bottom Line : konsep yang dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 yang mengembangkan konsep bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan “3P” (profit, people, planet) selain mengejar profit, juga memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat serta turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Milton Friedman1, sang ekonom pemenang hadiah Nobel, bersikap pesimis atas segala upaya menjadikan perusahaan sebagai alat tujuan sosial. Tujuan korporasi, menurutnya, hanyalah menghasilkan keuntungan ekonomi bagi pemegang sahamnya. Jika korporasi memberikan sebagian keuntungannya bagi masyarakat dan lingkungan, maka korporasi telah menyalahi kodratnya begitu tambah Joel Bakan dalam bukunya,

The Corporation, apapun cara akan dipakai korporasi untuk mencari laba setinggi-tingginya.2

Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab sosial dari bisnis merusak sistem ekonomi pasar bebas. Doktrin ini juga bersifat ancaman terhadap masyarakat yang bebas dan demokratis. Kemudian Friedman menyatakan, yang dikutip dari bukunya Capitalism and Freedom, bahwa dalam masyarakat bebas : “terdapat hanya satu tanggung jawab sosial untuk bisnis, yakni memanfaatkan sumber daya alam dan melibatkan diri dalam kegiatan – kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungannya, selama hal itu sebatas aturan – aturan main, artinya,

1

Milton Friedman (1912- ) adalah profesor emeritus dari Universitas Chicago dan pemenang hadiah Nobel bagian ekonomi pada tahun 1976. Milton Friedman adalah pelopor utama dari neoliberalisme, aliran dalam ekonomi yang ingin sedapat mungkin menerapkan pemikiran liberalisme klasik (Adam Smith) pada abad ke – 20. Milton Friedman telah merumuskan pandangannya tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam bukunya, Capitalism and Freedom (1962), tetapi yang menjadi terkenal dalam konteks ini adalah tulisannya yang dimuat dalam New York Times Magazine, 13 September 1970, dengan judul The social responsibility of business is to increase its profits.

2

Siti Maemunah, Negara Lemah, CSR Menguat, Forum Keadilan No.22, tanggal 23 September 2007, hal. 46.


(19)

melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan dan kecurangan.”3 Bahkan, Milton Friedman mengungkapkan bisnis dari bisnis hanyalah bisnis (The business of business is business). Tanggung jawab sosial hanya ada pada individu dan tidak melekat pada perusahaan sebab tanggung jawab perusahaan adalah menghasilkan keuntungan yang sebesar – besarnya bagi pemegang saham.4

Jika dipandang dari segi moral hakikat manusia maupun hakikat kegiatan bisnis itu sendiri, diyakini bahwa tidak benar kalau para manajer perusahaan hanya memiliki tanggung jawab dan kewajiban moral kepada pemegang saham. Para manajer perusahaan sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral kepada banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Para manajer perusahaan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer perusahaan tidak hanya tertuju kepada shareholders (pemegang saham)tetapi juga kepada stakeholders pada umumnya.5

Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki sisi tanggung jawab ekonomis kepada para shareholders seperti bagaimana memperoleh profit dan menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal kepada pemerintah, seperti

3 K. Bertens,

Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya : 21), (Yogyakarta : Kanisius, 2000), hal.294.

4

Sri Hartati Samhadi, Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007.

5


(20)

membayar pajak, memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan ketentuan lainnya. Namun, jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial.6

CSR mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup panjang. Seiring dengan berjalan waktunya, masyarakat tak sekadar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena, selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat di sekitarnya, kegiatan

Perkembangan komunitas dengan aktivitasnya pada masa sekarang ini semakin mengglobal, dan ini dijembatani oleh adanya arus informasi dan komunikasi yang telah mencapai keadaan tanpa batas. Pada saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat CSR. Wacana CSR ini sudah menjadi tren global. Banyak perusahaan telah menggeser paradigma sempit yang menyatakan bahwa orientasi seluruh kegiatan perusahaan hanyalah profit, dimana aktivitas apapun harus ditakar dari sudut menambah keuntungan finansial secara langsung atau tidak. Pergeseran CSR telah mengalami perkembangan yang lebih luas.

6

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Gresik : Fascho Publishing, 2007), hal. xxiii.


(21)

operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan di sekitar operasi perusahaan. Hal ini yang menjadi latar belakang munculnya konsep CSR yang paling primitif : kedermawanan yang bersifat karitatif.7

Wacana CSR semakin terasa dengan terbitnya buku “Silent Spring” karangan Rachel Carson yang membahas pertama kalinya tentang persoalan lingkungan dalam tataran global. Karyanya menyadarkan bahwa tingkah laku korporasi mesti dicermati sebelum berdampak menuju kehancuran. Sejak itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian kian luas. Pemikiran tentang korporasi yang lebih manusiawi juga muncul dalam “The Future Capitalism”

yang ditulis Lester Thurow tahun 1966. Menurutnya, kapitalisme –yang menjadi

mainstream saat itu- tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga

memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang nantinya disebut sustainable society.

8

Pada tahun 1970-an, sejalan dengan berkembangnya wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy

9 serta

Community Development (CD)10

7

Ibid., hal.4. Lihat Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal 509 bahwa defenisi karitatif adalah bersifat memberi kasih sayang.

8

Ibid., hal.5.

. Terjadi perpindahan

9 Lihat L.B. Curzon,

Dictionary of Law, (England : Pearson Education Limited, 2002), hal. 317. Philanthropic purposes is gifts for ‘philanthropic’ or similar purposes have been held to be wider than gifts for ‘charitable purposes’ so that they do not necessarily constitute a charity. ‘It seems that “philanthropic” is wide enough to comprise purposes not technically charitable’ (Tujuan – tujuan filantropi merupakan anugerah bagi filantropi atau tujuan – tujuan serupa yang telah dilakukan


(22)

penekanan dari fasilitasi dan dukungan pada sektor – sektor produktif ke arah sektor – sektor sosial. Latar belakang perpindahan ini adalah kesadaran bahwa peningkatan produktivitas hanya akan terjadi manakala variabel – variabel yang menahan orang miskin tetap miskin, misalnya pendidikan dan kesehatan dapat dibantu dari luar. Berbagai program populis kemudian banyak dilakukan seperti penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, air bersih dan banyak lagi kegiatan jenis lainnya. Di era 1980-an makin banyak perusahaan yang menggeser konsep filantropisnya ke arah Community Development (CD) yang makin berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat misalnya pengembangan kerjasama, memberikan ketrampilan dan sebagainya. Dasawarsa 1990-an diwarnai dengan beragam pendekatan seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholder maupun pendekatan civil society yang mempengaruhi praktek Community Development (CD). Sehingga Community Development (CD) menjadi suatu aktivitas yang lintas sektor karena mencakup baik aktivitas produktif maupun sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak.11

sedemikian luasnya melebihi pemberian yang hanya bertujuan untuk amal semata sehingga tujuan – tujuan filantropi tidak perlu melembaga suatu derma. Bahwa filantropi cakupannya lebih luas meliputi tujuan – tujuannya yang bukan hanya secara teknis bersifat amal).

10

Lihat Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung : Rekayasa Sains, 2007), hal. 234 bahwa Arif Budimanta menyatakan Community Development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sosial sebelumnya. Perhatikan juga pendapat dari Bambang Rudito bahwa secara hakekat, community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap komunitas lokal.

11


(23)

Pada tataran global, tahun 1992 diselenggarakan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil, yang merumuskan adanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yang mencakup keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Bahkan CSR semakin berkembang setelah diselenggarakannya World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan, yang mengisyaratkan adanya suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang semakin menglobal ini yang mengarah pada liberalisme yang pengaruhnya bahkan melewati batasan dari politik negara – negara yang ada sehingga dalam pertemuan tersebut tercetus adanya suatu kebersamaan aturan bagi tingkat kesejahteraan umat manusia yaitu dimunculkannya konsep social sustainability, yang mengiringi dua aspek sebelumnya (economic dan environment sustainability). Dengan dimasukkannya keberlanjutan sosial ke dalam perangkat kebijakan yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam pelaksanaan pembangunannya maka diharapkan tujuan dari masing – masing negara dalam usaha meningkatkan taraf hidup komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan lainnya. Ketiga aspek ini menjadi patokan bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (CSR).12

12

Bambang Rudito dan Melia Famiola, Op.cit., hal. 204 - 205

Bahkan wacana CSR semakin berkembang dalam pertemuan penting UN Global


(24)

moon. Pertemuan itu bertujuan meminta korporasi menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility.13

Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban – kewajiban ekonomis dan legal tetapi juga kewajiban – kewajiban terhadap pihak – pihak yang berkepentingan (stakeholders), karena perusahaan tidak bisa hidup, beroperasi dan memperoleh keuntungan tanpa bantuan pihak lain. CSR merupakan pengambilan keputusan perusahaan yang dikaitkan dengan nilai – nilai etika, dapat memenuhi kaidah – kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan meliputi bidang sosial, ekonomi dan lingkungan.14 Selanjutnya Nurcholis Madjid juga menyimpulkan

etika subjektif seseorang akan terefleksikan dalam aktivitas bisnisnya. Dengan kata lain etika bisnis seseorang merupakan perpanjangan sikap – sikap tingkah lakunya atau tindakan – tindakan konstan, yang membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu.15

Kesadaran tentang pentingnya mempraktekkan CSR semakin gencar. Sebagai contoh adalah kasus PT. Freeport Indonesia (PT. FI) di Papua yang memiliki

13

Khudori, Tanggung jawab sosial (semu) Perusahaan,

14

Manuel G. Velasquez, Business Ethics : Concepts and Cares (Fifth Edition), (New Jersey : Pearson Education, Inc., 2002), hal. 13 bahwa Business ethics is a specialized study of moral right and wrong. It concentrates on moral standards as they apply to business policies, institutions, and behaviour. (Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dam perilaku bisnis).

15


(25)

keanekaragaman hayati yang melimpah ruah seperti bahan tambang, minyak dan gas bumi, serta hutan yang luas. Kasus ini bermula dengan berdirinya PT. Freeport Indonesia pada tahun 1936 karena adanya penemuan hasil tambang di Gunung Ertsberg (gunung biji). Kemudian dilakukan penanda-tanganan kontrak karya I penambangan tembaga dan emas antara PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 7 April 1967. Keberadaan PT. FI mengganggu kehidupan etnis masyarakat setempat karena Gunung Ertsberg merupakan tempat pemujaan bagi masyarakat setempat. Bahkan, kegiatan PT. FI hanya menguntungkan perusahaan itu sendiri. Rakyat Papua hanya menjadi pencari remah – remah sisa pembuangan produksi. Gunung dan hutan telah rusak akibat telah berubah fungsi mejadi konsensi pertambangan. Padahal kehidupan masyarakat setempat sangat bergantung pada

alam. Meskipun adanya royalti PT. FI dan pemberian dana 1% dari keuntungan PT. FI untuk kepentingan rakyat Papua namun kenyataannya hanya segelintir orang

yang menikmatinya. Rakyat Papua menghendaki dilakukannya reorganisasi kontrak karya antara PT. FI dan pemerintah Indonesia.16

Kasus lainnya yaitu keberadaan PT. Toba Pulp Lestari di desa Porsea, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara, merupakan contoh ekspansi bisnis yang langsung tidak diterima komunitas sekitarnya. Komunitas menilai perusahaan tidak mampu memberikan yang sepadan kepada komunitas dan tidak signifikan mengangkat perekonomian rakyat. Mengangkat perekonomian rakyat tentu saja tidak sekedar mempekerjakan komunitas sekitar pada perusahaan karena daya tampung

16


(26)

perusahaan sangat terbatas dan biasanya untuk posisi yang tidak membutuhkan kecakapan tertentu. PT. Toba Pulp Lestari sejak perencanaan pembangunan hingga beroperasi selalu mendapat penolakan yang keras dari rakyat Porsea. Akhirnya pada tahun 1998, PT. Indorayon Inti Utama, sebelum berganti nama menjadi Toba Pulp Lestari, resmi ditutup. Pada Mei tahun 2003, pabrik pulp itu dibuka kembali dengan nama PT. Toba Pulp Lestari.17

Jika mencermati sejarah industri, memang ada pengusaha – pengusaha yang berhasil melakukan kegiatan filantropi yang berbentuk CSR ini. Umpamanya Carnegie yang membantu banyak lembaga pendidikan dan mendirikan lebih dari 2800 perpustakaan umum, atau Ted Turner, pendiri CNN (Cable News Network)

telah menyumbang lebih dari satu miliar dollar AS kepada PBB selama lebih dari 10 tahun untuk membantu para pengungsi dan anak – anak, untuk menyingkirkan ranjau dan memerangi penyakit. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bill Gates dari Microsoft bersama istrinya, Melinda, membentuk 2 (dua) yayasan yaitu pertama, Program Vaksin Anak – anak yang bertujuan untuk menyalurkan vaksin baru dan Peristiwa ini memberikan sebuah pelajaran bahwa dampak negatif akan selalu mengancam jika sejak awal kegiatan perusahaan dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat (stakeholder) di sekitar perusahaan. Komunikasi dan koordinasi secara efektif antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat (komunitas) sangat penting dilakukan agar dapat membangun persamaan persepsi dan harmonisasi dapat tercapai.

17


(27)

lama guna mencegah penyakit anak – anak di negara miskin serta kedua, Gates

Learning Foundation yang menyumbangkan komputer kepada perpustakaan umum di

Amerika Serikat.18

Perlu disadari banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan yang melakukan CSR antara lain dapat mempertahankan dan menaikkan reputasi dan

brand image perusahaan sehingga muncul citra yang positif dari masyakarat. Upaya CSR mampu meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya ini yang sering disebut corporate social perfomance (kinerja sosial perusahaan). Perusahaan tidak hanya mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Perusahaan menyadari masih ada hal yang perlu diperhatikan daripada memperoleh laba sebesar mungkin yakni mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di sekitar pabrik dan dengan masyarakat umum.19

Manfaat terhadap citra perusahaan melalui kegiatan CSR telah dinikmati oleh PT. Telkom, Tbk yang melakukan bentuk CSR melalui penyaluran dana kemitraan secara bergulir kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi hingga Juni 2007 sudah mencapai 423,5 miliar dan terdapat 6.031 mitra binaan yang mendapat pelatihan atau dana kemitraan dari PT. Telkom, Tbk. Saat ini cukup banyak

18 K. Bertens,

Op.cit., hal 299 - 300

19

Ibid., hal. 301. Lihat juga pada sumber yang sama bahwa sebagai contoh, salah satu perusahaan jamu dalam negeri menyediakan fasilitas bus bagi penjual jamu gendong di Jakarta untuk mudik lebaran ke Jawa Tengah. Dengan demikian perusahaan jamu tersebut memperkuat jalur pemasarannya dan memperbaiki citra perusahaan di masyarakat.


(28)

perusahaan lain yang melakukan kegiatan CSR melalui berbagai bentuk kegiatan dan sasarannya. 20

Para pelaku usaha juga menyakini bahwa program CSR merupakan investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan. Artinya, CSR tidak lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Karena melalui hubungan yang harmonis dan citra yang baik, timbal – baliknya masyarakat juga akan ikut menjaga eksistensi perusahaan.21

Suatu perusahaan tanpa didukung komunitas sekitar (no stakeholders friendly)

menyebabkan sustainability-nya akan terganggu. Oleh sebab itu perusahaan harus membangun hubungan yang harmonis dengan komunitas tersebut berdasarkan konsep dan mekanisme yang jelas tidak hanya didasari faktor charity atau program

20

Lihat Try Harijono, CSR Jangan Dipandang Derma, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007 menyebutkan bahwa Eddy Kurnia, Wakil Presiden Komunikasi Pemasaran dan Publik PT Telkom, Tbk mengatakan :“Bagi kami, CSR sudah merupakan corporate strategy. Jika masyarakat tidak berkembang, perusahaan juga akan sulit berkembang”. PT. Telkom, Tbk juga memiliki Peduli Telkom, salah satunya melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) juga melakukan berbagai kegiatan dengan fokus utama di bidang pendidikan. PT. Telkom, Tbk juga melakukan pengadaan infrastruktur internet di 83.000 sekolah dalam program Internet Go to School dan melakukan pelatihan teknologi dan komunikasi untuk 500 guru selama tahun 2006.

Lihat juga pada sumber yang sama bahwa Angky Camaro, Direktur Pelaksana PT. HM Sampoerna Tbk., mengatakan “Bagi kami, CSR sudah merupakan suatu kebutuhan”. PT. Sampoerna antara lain memberikan bea siswa pendidikan melalui Sampoerna Foundation. Demikian juga yang dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan pertambangan batu bara di kabupaten Kutai Timur, menyisihkan dana sebesar 5 juta dollar AS sendiri dengan melakukan pembinaan masyarakat sekitar hutan melalui pelatihan pertanian organik, pengembangan agrowisata dan pembibitan tanaman – tanaman lokal yang saat ini sudah mengoleksi 30 jenis buah khas Kalimantan Timur.

21


(29)

Community Development (CD). CSR bersifat longterm untuk pemberdayaan masyarakat madani.22

Kesinambungan terhadap eksistensi perusahaan juga tercetus melalui pendapat John Elkington, dalam bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business pada tahun 1997, bahwa jika perusahaan ingin

sustain maka perusahaan tersebut perlu memperhatikan 3P yakni, profit, people dan

planet. Selain profit yang dicari, perusahaan juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).23

Dalam hukum perseroan terbatas di Indonesia, awalnya wacana CSR ini masih bersifat sukarela dan belum ada pengaturannya melalui produk perundang – undangan atau hukum perusahaan. Bahkan Undang – Undang Perseroan Terbatas

Upaya perusahaan dalam meningkatkan peranannya dalam pembangunan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinerji multipihak yang solid dan baik. Tidak mungkin persoalan – persoalan hukum yang berkaitan dengan CSR ini hanya diselesaikan oleh satu pihak saja, artinya hal ini tidak hanya merupakan tanggung jawab perusahaan saja. Sinerji yang paling diharapkan adalah adanya kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan komunitas atau masyarakat. Sinerji ini disebut kemitraan tripartit.

22 Parlindungan Purba,

Konsep Dan Implementasi Program CSR Oleh Perusahaan Lokal,

disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 6 - 7

23


(30)

yang lama yaitu Undang - undang No. 1 tahun 1995 sebagai payung hukum perseroan belum mengatur CSR. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di Indonesia telah diatur dalam Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang – Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat dengan UU PT bahwa CSR yang dikenal dalam Undang – undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : ”Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”24

Bahkan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan bagi perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam karena telah disertai dengan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 74 Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

25

24

Undang - Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 ayat 3. .

25

Ibid., lihat juga Pasal 74 yang berbunyi :

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah


(31)

Berdasarkan uraian - uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul : ”Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan ?

2. Bagaimana peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

3. Bagaimana pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) pada UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dalam etika bisnis dan perusahaan


(32)

2. Untuk mengetahui peranan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebagai kemitraan tripartit dalam penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3. Untuk mengetahui pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun dan masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perusahaan secara khusus di Indonesia.

2. Manfaat praktis

a. sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah/badan legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya pengembangan hukum nasional ke arah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan.

b. sebagai informasi dan inspirasi bagi praktisi bisnis (para pelaku usaha, pemegang saham, dan komisaris) bahkan investor untuk memahami pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan serta melaksanakannya sebagai


(33)

kepedulian dan komitmen dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.

c. sebagai bahan kajian bagi para akademisi yang dapat mengambil poin – poin atau modul – modul pembelajaran dari tesis ini dan diharapkan wacana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ini berkembang ke arah yang lebih baik. d. sebagai informasi dan rujukan bagi aktivis LSM/NGO, masyarakat umum dan

stakeholders lainnya sehingga mampu bersikap sebagai informan, promotor sekaligus pengontrol perkembangan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Menurut data yang ada berdasarkan pemeriksaan dan hasil – hasil judul penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), tesis mengenai Analisis Hukum terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility

(CSR) pada Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas belum pernah dilakukan, hingga tesis ini ditulis, meskipun dalam bentuk makalah pada seminar – seminar, maupun dalam diskusi panel sudah pernah dilakukan pembahasan atau diskusi.

Oleh karena itu, dapat dipertanggungjawabkan penulis bahwa tesis ini memiliki keaslian dan sesuai dengan asas – asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu jujur, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini


(34)

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

F. Kerangka Teori

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting sebagai sarana untuk merangkum serta memahami masalah secara lebih baik. Hal – hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori memberikan penjelasan melalui cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakannya. 26

Alam telah menempatkan umat manusia di bawah kendali dua kekuasaan,

rasa sakit dan rasa senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang seharusnya kita lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar benar dan salah di satu sisi, maupun rantai sebab akibat pada sisi lain, melekat erat pada dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang kita lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita pikirkan : setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata – kata seorang manusia mungkin akan berpura – pura menolak kekuasaan mereka tapi pada kenyataannya ia akan tetap berada di bawah kekuasaan mereka. Asas manfaat

(utilitas) mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai

landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Jeremy Bentham dalam karya tulisannya ”An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” menyebutkan :

26


(35)

berurusan dengan kata – kata ketimbang maknanya, dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang. 27

Bentham menjelaskan lebih lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu.28

Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa – apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.

29

27

Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal. 13.

Jeremy Bentham (1748 – 1832), karyanya Introduction to the Principles of Morals and Legislation, pertama kali diterbitkan tahun 1789 adalah karya klasik yang menjadi rujukan (locus classicus) tradisi utilitarian. Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti ”manfaat”. Diktum Bentham yang selalu dikenang, yakni bahwa mereka diharapkan mampu memaksimalkan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

28

Ibid., hal.14

29

K. Bertens, Op.cit., hal. 67

Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number). Artinya, bahwa hal yang benar didefenisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan. Utilitarianism


(36)

(dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.30

Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan – baik buruknya – tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk. Konsekuensi perbuatan di sini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.

31

Prinsip utilitarian menyatakan bahwa : ” An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities

produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other

act the agent could have perfomed in its place.” (Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan).32

Penelantaran para penyandang cacat, eksploitasi kaum minoritas yang rentan, ketidakotentikan, dan hilangnya otonomi adalah bahaya – bahaya utilitarianisme yang selalu ada, tetapi tidak merupakan daftar utama kekhawatiran Bentham ketika ia memikirkan tentang redistribusi yang dapat memaksimalkan hasil bersih manfaat

30

Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 93

31

K. Bertens, Loc.cit.

32


(37)

sosial. Pertanyaan yang jelas mendesak bagi Bentham, mengingat besarnya kekayaan yang dimiliki oleh segelintir orang dan begitu banyaknya kaum miskin pedesaan, juga kaum miskin kota yang makin meningkat, adalah apakah redistribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial?. Bentham menjawab bahwa retribusi dari kaum kaya ke kaum miskin akan menghasilkan hasil bersih perbaikan sosial, mengingat keyakinannya tentang apa yang kemudian dikenal sebagai asas manfaat marjinal yang semakin menurun. Meskipun kekayaan meningkatkan kebahagiaan, namun Bentham menekankan bahwa ”sepuluh ribu kali jumlah kekayaan tidak akan membawa sepuluh ribu kali jumlah kebahagiaan”. Bahkan Bentham meragukan apakah itu akan membawa kebahagiaan dua kali lipat?. Alasannya adalah bahwa dampak kekayaan dalam menghasilkan kebahagiaan terus menurun ketika jumlah kekayaan yang diperoleh seorang meningkat: dengan kata lain, jumlah kebahagiaan yang dihasilkan oleh suatu partikel kekayaan (setiap partikel mempunyai besaran yang sama) akan semakin berkurang pada setiap partikel; partikel kedua akan menghasilkan kebahagiaan yang lebih sedikit dibandingkan yang pertama, yang ketiga lebih sedikit dari yang kedua, dan seterusnya.33

Asas manfaat marjinal yang semakin menurun sejak itu menjadi standar dalam ilmu ekonomi dan ekonomi politik. Jika segala sesuatu lainnya dianggap setara, dengan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang sebagai tujuan,

33

Ian Saphiro, Op.cit., hal. 24. Pernyataan ini merupakan pernyataan Jeremy Bentham dalam tulisannya The Psychology of Economic Man, dicetak ulang dalam W. Stark, ed., Jeremy Bentham’s Economic Writings, vol.3 (London: George Allen & Unwin, 1954), hal. 113. Judul ini diberikan oleh Stark untuk koleksi tulisan – tulisan Bentham yang mempunyai pengaruh terhadap psikologi ekonomi.


(38)

akan cukup alasan untuk mengambil kekayaan dari yang paling kaya dan mengalihkannya ke orang yang kurang kaya sampai akhirnya keberuntungan semua orang menjadi setara atau ketidaksetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang sempurna sehingga perbedaan itu tidak ada artinya. Selanjutnya, Bentham menyatakan ”Semakin besar kekayaan seseorang individu, semakin besar pula kemungkinan bahwa, pengurangan sejumlah tertentu dari kekayaannya, sama sekali tidak berarti ada yang dikurangkan dari jumlah kebahagiaannya.”34

Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis. Dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya, merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan

34


(39)

berkelanjutan (sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan.35

Ada suatu pola pikir masyarakat yang membuatnya mudah untuk dipahami adalah bahwa konsep yang paling masuk akal dan adil bagi masyarakat adalah konsep utilitas (manfaat). Suatu masyarakat dapat diatur dengan baik bila perusahaan mampu memaksimalkan saldo bersih dari kepuasan. Prinsip ini merupakan pilihan yang diperuntukkan bagi banyak orang. Prinsip Keadilan adalah prinsip dari kebijaksanaan yang masuk akal dan diberlakukan bagi suatu konsepsi kesejahteraan bersama.

36

Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan pemikiran ekonomis. Misalnya, teori ini cukup dekat dengan cost-benefit analysis

(analisis biaya-manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Keputusan diambil pada manfaat terbesar dibanding biayanya.37 Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut, dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil.38

35

K. Bertens, Op.cit., hal. 66

36

John Rawls, A theory of Justice, (London : Harvard University Press, 1971), hal.23-24.

37

K. Bertens, Op.cit. hal. 66-67

38


(40)

Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini. Dalam bukunya Utilitarianism, diterbitkan pada tahun 1861, John Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi, kebahagiaan, yang mengijinkan kesenangan heterogin dalam berbagai bidang kehidupan. Ia menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan teori utilitarianisme

eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan

sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan.39

Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu – individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekadar

39

Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 1997), hal. 191 – 192.

James Mill (1773 – 1836), ayah John Stuart Mill, adalah seangkatan dan menjadi pengikut Bentham yang antusias, membesarkan anaknya, John Stuart Mill (1806 – 1873), dengan mendokrinkannya paham utilitarianisme. Teori utiliarianisme eudaemonistik yang dipopulerkan oleh John Stuart Mill memiliki kriteria tindakan utilitarianisme yang berbeda dengan teori utilitarianisme hedonistik yang dipopulerkan oleh Jeremy Bentham yang mempertahankan hasil terakhir haruslah kesenangan individual atau ketiadaan sakit. Kriteria utilitas hedonistik adalah kesenangan (Lihat juga buku ini hal. 190)


(41)

akumulasi bagian – bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan dapat membantu mencapai sasaran kolektif.40

Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar, yang bertitik tolak dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi defenisi dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial sehingga mencapai suatu kehidupan yang lebih bermutu. Pendapat lain mendukung pertanggungjawaban sosial dari dunia bisnis ini adalah, bahwa kegiatan harus menciptakan gambaran atau lingkungan yang lebih baik untuk bisnis. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelolaan bisnis.41

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksudkan adalah kegiatan – kegiatan yang

Adanya konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk utilitas perusahaan yang mampu memberikan kesenangan atau kebahagiaan bagi masyarakat (society)

dan juga merupakan perbuatan etis karena konsekuensi perbuatannya memberi manfaat kepada banyak orang.

40

Peter Pratley, Op.cit.,hal. 114.

41

O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September 2003), hal. 55


(42)

dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.42

Pada dasarnya, tanggung jawab sosial perusahaan dibedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu memiliki dua tanggung jawab: tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial. Tetapi perlu dicatat hal ini hanya berlaku untuk sektor swasta. Jika Milton Friedman menyebut peningkatan keuntungan perusahaan sebagai tanggung jawab sosialnya, sebetulnya ia berbicara tentang tanggung jawab ekonomis saja, bukan tanggung jawab sosial. Namun perlu diakui, tanggung jawab ekonomis ini mempunyai aspek sosial yang penting dan mungkin terutama aspek itulah yang mau digarisbawahi oleh Friedman. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada kinerja ekonomi nasional sebuah negara. Jika suatu perusahaan berhasil memainkan peranannya dengan baik di atas panggung ekonomi nasional, dengan sendirinya ia memberi kontribusi yang berarti kepada kemakmuran masyarakat.

43

Hubungan masyarakat diartikan mempunyai hubungan sosial dan bukan hubungan bisnis. Fenomena sosial tersebut menuntut perusahaan memiliki tanggung jawab sosial atau

Corporate Social Responsibility.44

Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah CSR bukanlah hal baru dalam dunia usaha di Indonesia. Konsep CSR tersebut sudah

42

K. Bertens, Op.cit., hal. 296 - 297

43

Ibid., hal. 296

44 Apoan Simanungkalit,

Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR)berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1


(43)

mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang paling klasik, CSR masih dipersepsikan sebagai suatu ideologi yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan. Di samping itu, hingga kini masih banyak juga pihak yang mengidentikkan konsep CSR dengan Community Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community Development (CD) oleh karena sesungguhnya historis keberadaan Community Development (CD) dan CSR sangat berbeda.

Community Development (CD) merupakan kerelaan perusahaan untuk

memberikan sebentuk benefit bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan, sedangkan CSR muncul sebagai sebuah reaksi atas tuntutan masyarakat yang didasarkan pemikiran bahwa keberadaan perusahaan di suatu tempat akan dan niscaya mengurangi hak – hal masyarakat setempat. CSR mensyaratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha.45

Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam

45

Ditulis dalam Kerangka Acuan Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR)berbasis HAM“, dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM“, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 1-2


(44)

pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders

baik secara internal maupun secara eksternal.46

CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas. Pengertian ini sama dengan apa yang didefenisikan oleh The World Business Council

for Sustainable Development (WBCSD)47

46

Erni. R.Ernawan, Op.cit., hal. 110

, dalam publikasinya Making Good

Business Sense mendefenisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan :

Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as

well as of the local community and society at large.” (Adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari

47

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah merupakan

forum asosiasi

Tinggi Bumi" dEarth Summit) dimana pada saat itu seorang pengusaha

bernama

. Stephan Schmidheiny lalu

membuat forum yang disebut "Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan" yang menghasilkan sebuah buku berjudul "Changing Course", yaitu sebuah buku yang menghasilkan konse

Dewan Bisnis untuk Pembangunan Berkelanjutan ( Business Council for Sustainable Development) dan Dewan Industri Dunia untuk Lingkungan Hidup (World Industry Council for the Environment) dan

berkantor pusat di


(45)

karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas).48

Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang mengenal kinerja etis, ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan hubungan baik dengan semua stakeholders.49

Di Indonesia, defenisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut sebagai tanggung jawab sosial korporasi atau tanggung jawab sosial dunia usaha (Tansodus). Namun umumnya, bila disebut salah satu darinya, konotasinya pasti kembali kepada CSR. Kendatipun tidak mempunyai defenisi tunggal, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan. (konsep economic sustainability, environment sustainability dan social sustainability).50

Penerapan CSR harus dimulai dari komitmen dan pemahaman yang baik dari pihak pengusaha bahwa setiap perusahaan mestilah mengembangkan kegiatan sosial yang bukan hanya demi menjaga citra baik perusahaan, tetapi juga menjaga kesinambungan (sustainability) usaha suatu perusahaan dengan membentuk suatu relasi sosial yang kuat dengan masyarakat sekitarnya (kemitraan).

48

Yusuf Wibisono, Op.cit., hal. 7

49 Badaruddin,

Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2

50


(46)

Perusahaan kini juga harus berperan sebagai agen sosial perubahan. Ini cara bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan bisnisnya. Tujuannya adalah agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri. Ini adalah konsekuensi logis, karena pada saat itu swasta (baca : korporasi) menuntut peran negara direduksi dalam bidang sipil. Latar belakangnya, adalah ketidakpuasan swasta akan lambannya peran negara meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini terkait dengan alokasi anggaran negara yang terbatas dan penyalurannya yang birokratis.51

Pada awalnya pelaksanaan CSR di Indonesia bersifat sukarela sehingga sangat bergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pemimpin perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi maka korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham serta pencapaian prestasi pribadi maka kebijakan CSR hanya selalu sekedar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia

Sehingga persoalan tanggung jawab sosial perusahaan ini harus dilihat secara realistis, jikalau peran negara dalam bidang sipil direduksi, maka harus ada penambahan kewajiban dan tanggung jawab pada korporasi. Dengan demikian adanya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.

51

Hadi Setia Tunggal, Memahami Undang – undang Perseroan Terbatas (Undang-undang Nomor 40 tahun 2007), (Jakarta : Harvarindo, 2007), hal. 12


(47)

sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Hal yang penting bagi perusahaan model ini hanyalah laporan tahunan yang baik dan lengkap dengan tampilan aktivitas sosial serta dana program pembangunan yang telah direalisasi. Padahal, program CSR sangat penting sebagai kewajiban untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi – kondisi kehidupan umat manusia di masa mendatang.52

Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat GCG. Hal ini disebabkan prinsip

responsibility sebagai salah satu dari prinsip GCG merupakan prinsip yang

mempunyai hubungan yang dekat dengan CSR. Penerapan CSR merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG sebagai entitas bisnis yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungannya. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan, pelaksanaan tanggung jawab sosial sudah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.53

52

Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,

governance-indonesia.com/component/option.com_remository/func,file/id,50/lang.en/ (diakses tanggal 4 Januari 2008)

53

Lihat Undang – Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 2 ayat (1) butir e : “Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.” Dan lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat (1) : “Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.”

Lihat juga Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15 butir b menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan , dan Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan serta Pasal 34 menyatakan badan usaha atau usaha


(48)

Jika dikaitkan dengan peraturan perundang –undangan perseroan terbatas, sebelumnya dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas belum diatur tentang CSR. Namun setelah terbit UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995, CSR sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 dikenal dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang selanjutnya dalam penulisan ini disingkat TJSL adalah langkah positif .

Dengan terbitnya Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan memuat ketentuan TJSL pada salah satu pasalnya, Pasal 74 bahkan disertai dengan sanksi membawa pendapat yang beragam. Aspek yang tercantum dalam pasal 74 mengandung enam unsur, yakni: (1) kewajiban bagi, (2) Perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam (SDA), (3) dianggarkan sebagai biaya, (4) dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran”, (5) bagi pelanggarnya dikenai sanksi serta (6) pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam satu peraturan pemerintah.

Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dengan kata ‘kewajiban’ yang sudah mengundang kritikan, terutama dari pengusaha. TJSL yang diperintahkan tak ubahnya dengan penambahan beban pajak Pengusaha tetap keberatan terhadap pengesahan UU PT. Terutama pasal yang mengatur kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk perusahaan. Alasannya, peraturan itu mencakup kewajiban

perseorangan tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi administratif.


(49)

bagi perusahaan untuk mengalokasikan dana CSR.54 Kekaburan lain dalam kaitan dengan unsur ‘wajib’ itu adalah digunakannya istilah ‘kepatutan dan kewajaran’ dalam pasal yang sama. Seandainya tidak didampingkan dengan unsur perintah, paramater itu akan bisa sejalan dengan konsep sukarela.55 Namun perhatikan pendapat Hannah Griffhs yang mengklaim program CSR yang bersifat sukarela tidak berjalan baik sehingga banyak perusahaan yang mengabaikan program CSR. Di Inggris, misalnya, dari 350 perusahaan besar yang tergabung dalam The Financial

Times Stock Exchange’s (FTSE’s), hanya 79 perusahaan yang membuat laporan

tentang dampak sosial dan lingkungan dari praktik bisnisnya dan dari 61.000 perusahaan transnasional dan 900.000 perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan transnasional, hanya 2.000 (3,2 persen) mempunyai laporan tentang dampak sosial dan lingkungan. Supaya hal ini bisa berjalan, CSR perlu diperkuat dengan peraturan yang mendorong perusahaan bisnis untuk serius menjalankannya. Kewajiban korporasi melaksanakan CSR merupakan bentuk public accountability secara legal ataupun etik.56

Hal yang mesti diperhatikan juga bahwa pembuat UU PT ini mengarahkan pemberlakuan TJSL hanya bagi perseroan yang bergerak di bidang Sumber Daya Alam (SDA) atau yang berkaitan dengan kekayaan alam. Jika mengkhususkan pada perseroan di sektor tersebut, bukankah sektor itu sudah sesuai dengan sifatnya telah

54

Kadin akan Gugat CSR ke MK”,

55

Hadi Setia Tunggal, Op.cit., hal. 11

56


(50)

penuh dengan kewajiban?. Misalnya UU Migas, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan kelengkapan berbagai dokumentasi hukum semacam AMDAL, RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan).57 Pada dasarnya ada 2 (dua) hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pertama, adalah keprihatinan pemerintah atas pratik korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua, adalah sebagai wujud upaya entitas negara dalam penentuan standar aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal.58

Namun demikian, ada juga tanggapan baik terhadap pengaturan tanggung jawab sosial ini antara lain seperti yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia dan PT. Astra Internasional, Tbk. Mereka menolak tegas anggapan bahwa melaksanakan CSR akan mengganggu profit. Seperti PT Unilever yang menganggap bisnis dan peningkatan kehidupan komunitas harus hidup berdampingan. Bahkan PT. Astra Internasional melakukan CSR sebagai sebuah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. PT. Astra mengalokasikan 2,5 hingga 3 persen dari laba bersih perusahaan yang mencapai Rp. 5 triliun per tahun untuk mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan.

59

57

Ibid., hal. 11-12

58

Mas Achmad Daniri, ibid.

59 Rien Kuntari dan Khairina,

CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007. Lihat pernyataan Okti Damayanti, General Manager Yayasan Unilever, “Melakukan bisnis dan peduli kepada komunitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan”. Atau simak juga ucapan dari Arief Istanto, Senior Vice President Chief Corporate Security, Environment and Social Responsibility PT. Astra Internasional, “CSR itu sudah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.


(51)

Berkaitan dengan implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dibuat peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) termasuk mengenai besaran kewajibannya, siapa lembaga yang akan mengawasinya serta apa sanksi jika tanggung jawab diabaikan. Pemerintah masih berupaya mencari titik keseimbangan yang paling sesuai agar kalangan dunia usaha tidak sampai dirugikan atau terpaksa mencari lokasi investasi di tempat lain dan masyarakat setempat juga mendapatkan keuntungan. Tujuan utama membuat aturan main (rule of game) tentang CSR adalah agar perusahaan bisa bekerja dengan tenang.60

Lebih lanjut, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility

.

61

a. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (increased sales and market share) , adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain :

b. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened and brand positioning)

Menjaga keseimbangan antara people, planet dan profit harus dilakukan jika perusahaan ingin tetap eksis. Ini investasi jika kita ingin bertahan 1.000 tahun lagi. Tanpa itu, mungkin kita bahkan tidak akan bertahan untuk satu tahun.”

60

Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan” http://www.antara .co.id/arc/2007/8/22/pemerintah-siap-terbitkan-pp-tanggungjawab-sosial-perusahaan/ (diakses tanggal 17 Februari 2007) yang mengutip dari pernyataan Andi Mattalatta, Menkum dan HAM, “PP ini sedang kita rumuskan bersama dengan kalangan dunia usaha dan mungkin juga ditambah Depsos dan Kementrian LH.” Lebih lanjut Beliau menegaskan, jangan sampai CSR itu menjadi beban perusahaan atau bahkan menjadi momok sehingga investor enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

61

Philip Kotler dan Nancy Lee, Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, (New Jersey : John Wiley and Sons, Inc., 2005), hal. 10 – 11.

Business for Social Responsibility adalah suatu organisasi non – profit secara global, yang memberikan informasi, instrumen, pelatihan – pelatihan dan jasa konsultasi yang berkaitan dengan Corporate Social Responsibility dalam melakukan kegiatan dan strategi bisnis perusahaan. (Business for Social Responsibility is a leading nonprofit global organization providing business with information tools, training and advisory services related to integrating corporate social responsibility in their business operations and strategies).


(52)

c. Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan (enhanced corporate image and clout)

d. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan karyawan (increased ability to attract, motivate, and retain employees)

e. Menurunkan biaya operasional perusahaan (decreasing operating cost)

f. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan (increased appeal to investors and financial analysts)

Pada dasarnya melaksanakan TJSL merupakan investasi jangka panjang karena adanya asas manfaat (utilitas) untuk menciptakan kesenangan atau kebahagiaan yang bersifat mutualisme.

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif didefenisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.62

62

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hal. 10


(53)

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang – undangan dan karya ilmiah lainnya. Data atau bahan penelitian dalam tesis ini dihimpun dari beberapa sumber, yaitu :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru ataupun pengertian yang baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai studi gagasan dalam bentuk Undang – undang yaitu Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 yang menggantikan Undang – undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil – hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaahan penelitian c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun dari internet.


(54)

3. Metode Analisis Data

Metode analisis data digunakan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul, dimana pada penelitian ini digunakan metode normatif kualitatif. Normatif, karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan – peraturan yang ada sebagai normatif hukum positif sedangkan kualitatif, dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas – asas dan informasi – informasi.


(1)

Kotler, Philip dan Nancy Lee. Corporate Social Responsibility : Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc., 2005

Magnis-Suseno, Frans. Berfilsafat dari Konteks., Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992

Pratley, Peter. Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio. Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd., 1997

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000 Rawls, John. A theory of Justice. London : Harvard University Press, 1971

Rudito, Bambang, dan Melia Famiola. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia. Bandung : Rekayasa Sains, 2007

Salam, Burhanuddin. Etika Sosial : Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997

Saphiro, Ian. Asas Moral dalam Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006

Simorangkir, O.P. Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan. Jakarta : Rineka Cipta, September 2003

Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988

Susanto, A.B. Corporate Social Responsibility. Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007

Tjager, I Nyoman, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo. Corporate Governance : Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta : PT. Prenhallindo, 2003

Tunggal, Amin Widjaja. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Harvarindo, 2007 Tunggal, Hadi Setia. Memahami Undang – undang Perseroan Terbatas


(2)

Untung, Hendrik Budi. Corporate Social Responsibility. Jakarta : Sinar Grafika, 2008

Velasquez, Manuel G. Business Ethics : Concepts and Cares (Fifth Edition). New Jersey : Pearson Education, Inc., 2002

Wibisono,Yusuf. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing, 2007

II. Media

Harijono, Try. CSR Jangan Dipandang Derma, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Kuntari, Rien dan Khairina. CSR, Investasi Jangka Panjang, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Maemunah, Siti. Negara Lemah, CSR Menguat. Forum Keadilan No.22, tanggal 23 September 2007

Rahmat, Paul. Tanggung Jawab Sosial Korporasi, Harian Kompas, tanggal 2 Agustus 2007

Samhadi, Sri Hartati. Etika Sosial Perusahaan Multinasional, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

“ CSR Tidak Masuk “Cost Recovery”, Harian Kompas, tanggal 25 Juli 2007 “CSR Dibuatkan Payung Hukum”, Harian Kompas, tanggal 25 Mei 2007 “ Harapan Untuk Berbagi Madu”, Harian Kompas, tanggal 4 Agustus 2007

Pemerintah Diharapkan Lebih Bijak Atur CSR”, Harian Kompas, tanggal 21 Juli 2007

III. Seminar/ Tulisan/ Laporan

Amidhan, H. Menggagas Corporate Social Responsibility (CSR) Berperspektif HAM, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan


(3)

Badaruddin. Corporate Social Responsibility : Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi

Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan

Hassan, Halyani Hj. Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura

Lubis, Rusdian, Direktur dan Executive VP- untuk SHE dan Gov Rel di PT. Freeport Indonesia, Corporate Social dan Environmental Responsibility : Pengalaman Dan Pelajaran dari PT. Freeport Indonesia.

Nasution, Bismar. Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, disampaikan pada ”Semiloka Peran dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terhadap Masyarakat Lokal Wilayah Operasional Perusahaan Persepektif Hak Asasi Manusia”, diselenggarakan oleh Komisi Hak Asasi Manusia, tanggal 23 Februari 2008, di Riau – Pekanbaru

Oppusunggu, Yu Un. Mandatory Corporate Social and Environmental Responsibilities in the New Indonesia Limited Liability Law, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22 – 23 Mei 2008, di Singapura

Purba, Parlindungan. Konsep Dan Implementasi Program CSR Oleh Perusahaan Lokal, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi

Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan

PT. International Nickel Indonesia (PT.Inco), Tbk. Laporan tahunan/ Annual Report Program Pemberdayaan Masyarakat (Community Development Program) tahun 2004, Diterbitkan oleh Regional Communications PT. Inco, Tbk

Simanungkalit, Apoan. Pengamatan Legislatif Terhadap Konsep Dan Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Wilayah Kabupaten Deli Serdang, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No.18 Medan


(4)

Siregar, Arif S., Presiden Direktur PT. Inco, Tbk dan Ketua Indonesian Mining Association, Memahami CSR: Dapatkah Perusahaan Mempunyai Tanggung Jawab Sosial.

Suharto, Edi. Pekerjaan Sosial Industri : CSR dan Comdev, disampaikan pada workshop tentang CSR, Lembaga Studi Pembangunan (LPS) – STKS Bandung, tanggal 29 Nopember 2006 di Bandung

IV. Peraturan Perundang – undangan

Republik Indonesia, Undang – undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 23 tahun 1997, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3699

________________,Undang – undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU Nomor 19 tahun 2003, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4297

________________, Undang – undang tentang Penanaman Modal, UU Nomor 25 tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4724

________________, Undang – undang tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 40 tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4756

________________, Peraturan Pemerintah tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi, PP Nomor 35 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4734

________________, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, Permeneg BUMN Nomor Per-05/MBU/2007

V. Internet

Andi Firman, Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan,


(5)

Effnu Subiyanto, CSR : Peluang Korupsi Baru di Daerah,

tanggal 27 mei 2008)

Khudori, Tanggung jawab sosial (semu) Perusahaan

2007)

Mas Achmad Daniri, Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

(diakses tanggal 4 Januari 2008)

PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Kisah dari Ranah Sulawesi : PT.Inco,

(diakses tanggal 16 Juni 2008)

”Belajar CSR”,

2008)

“Ini Dia Jeroannya : RPP CSR”,

”Kadin Anggap Pasal CSR dalam UUPT Tak Mendasar” http://www. hukumonline.com/detail.asp?id=18635&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008)

Kadin akan gugat CSR ke MK”,

“Klausul CSR Hanya untuk Bidang Sumber Daya Alam : RUU Perseroan Terbatas”

“Laporan Keberlanjutan”,

(diakses tanggal 12 Mei 2008)

“Menunggu Standar Baku Tanggung Jawab Sosial”, http://www.hukumonline. com/detail.asp?id=18859&cl=Berita (diakses tanggal 11 Juli 2008)

“Pengusaha Tolak Kewajiban CSR, http://www.suaramerdeka.com/harian/ 0707/24

eko06.htm (diakses tanggal 27 agustus 2007)

“Pemerintah Siap Terbitkan PP Tanggungjawab Sosial Perusahaan


(6)

“Perseroan Perlu Standar Audit CSR”

“Standarisasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Bag I)”,


Dokumen yang terkait

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara

0 40 103

Corporate Social Responsibility Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 48 152

TINJAUAN YURIDIS CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG Tinjauan Yuridis Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Di PT Coca-Cola A

0 4 18

PELAKSANAAN CSR (Corporate Social Responsibility) SEBAGAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (Studi Di PT. Air Mancur).

0 0 13

IMPLEMENTASI CSR (Corporate Social Responsibility) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Oleh PT. Telko

0 1 14

PENDAHULUAN Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Oleh PT. Telkom Tbk. Solo.

0 1 19

DAFTAR PUSTAKA Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Oleh PT. Telkom Tbk. Solo.

0 2 5

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Penerapan Azas CSR ( Corporate Social Responsibility) Pada PT. Amalia Surya Cemerlang Klaten Sebagai Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 16

IMPLEMENTASI PASAL 74 UNDANG – UNDANG PERSEROAN TERBATAS (PT) NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI MODAL SOSIAL Hasan Asy’ari

0 0 11

STUDI TENTANG CSR (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DI PT MADUBARU YOGYAKARTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 14