pajak perusahaan harus melaksanakan TJSLCSR juga. Inilah yang menjadi alasan keberatannya pelaku usaha untuk melakukan TJSLCSR.
Sebenarnya mengenai TJSLCSR ini perlu untuk disosialisasikan kepada perusahaan untuk dilaksanakan, cara pelaksanaan, waktu pelaksanaan, dan ketentuan-
ketentuan lainnya. Pembelajaran kepada pelaku usaha harus dilakukan oleh Pemerintah melalui Pemerintah Daerah dalam hal ini diwakilkan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan. Tetapi kenyataannya tidak dilakukan, jika hal ini dilakukan setiap perusahaan pastilah mematuhi ketentuan tersebut. Ada juga
ketidakadilan yang terlihat, bahwa perusahaan yang melakukan TJSLCSR tidak mendapatkan jaminan, contohnya seperti peringanan pajak.
4. Fleksibilitas Pelaksanaan
Corporate Social Responsibility CSR
Fleksibilitas disini dimaksudkan bahwa pelaksanaan TJSLCSR didasarkan pada kepatutan dan kewajaran sehingga lebih fleksibel. Fleksibel maksudnya dapat
diterapkan oleh berbagai perusahaan baik itu yang bergerak dalam bidang Sumber daya alam maupun tidak, atau perusahaan yang sedang berkembang maupun maju.
Setiap perusahaan yang ada di Indonesia harus melaksanakan TJSLCSR sesuai dengan azas kepatutan dan kewajaran. Patut dan wajar disini adalah bagaimana suatu
perusahaan dapat melaksanakan TJSLCSR sesuai dengan kemampuan finansial, sumber daya manusianya, dan lain sebagainya. Apabila perusahaan tersebut tidak
mampu melaksanakan TJSLCSR berarti dapat melaksanakan sesuai dengan kemampuannya yang ada. Kemampuan finansial tidak terlepas dari laba perusahaan.
Jika perusahaan merugi atau defisit maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
TJSLCSR. Karena sudah pasti perusahaan yang merugi tidak patut dan wajar untuk melaksanakan TJSLCSR.
100
Patut dan wajar dimaksud, masuk di dalam Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa : “Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan
yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”. Namun, apabila berbicara mengenai perusahaan yang bergerak dalam bidang
tambang yang merugi maka tidak pantas bagi perusahaan tersebut untuk tidak melaksanakan TJSLCSR dikarenakan kepatutan dan kewajaran. Karena perusahaan
bidang pertambangan mengeruk keuntungan yang sangat besar di tahun-tahun sebelumnya dan perusahaan tersebut mengurangi daya dukung dan daya tampung
lingkungan sekitar tempatnya beroperasi. Dalam hal fleksibilitas pelaksanaan TJSLCSR perusahaan dapat
melakukannya dengan cara peduli terhadap lingkungan sekitar, seperti memberikan bea siswa kepada masyarakat sekitar, memberikan pinjaman untuk Usaha Kecil
Menengah UKM. Dengan begitu akan memutar perekonomian daerah sekitar. Jadi,
100
Contoh perusahaan yang gagal melakukan CSR, antara lain : a. Shell Perusahaan pertambangan minyak dari Belanda, salah satu arsitek CSR, gagal untuk membersihkan tumpahan
minyak di Delta Niger, Nigeria serta kegagalan mereka menjalankan program pengembangan masyarakat community development yang membuat masyarakat terpecah; b. Coca-Cola
menghabiskan cadangan air dan mengancam kehidupan masyarakat di India; c. Freeport telah menghancurkan lingkungan serta mengancam kelestarian alam di Papua serta memecah belah
masyarakat antara Suku Amungme dan Suku Komoro dengan program pengembangan masyarakatnya community development; dan d. Riau Andalan Pulp Paper melakukan illegal loging
penebangan liar dengan membabat hutan lindung di luar area yang seharusnya. Sumber : Corporate Watch Report dalam Agung Hermawan, “Mengenal Lebih Dekat Dengan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan”, Lembaga Bantuan Hukum Bandung dan Oxfam Community Aid Abroad OCAA, Februari 2008, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
bisa juga mengurangi pengangguran masyarakat sekitar. Jika pengangguran berkurang maka tindak kejahatan juga dapat ditekan. Masyarakat sekitar perusahaan
akan melindungi perusahaan tersebut. Keragaman kegiatan dan pengelolaan TJSLCSR semakin bervariasi. Paling
tidak ada 4 empat model atau pola TJSLCSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu
101
1. “Keterlibatan Langsung;
:
Perusahaan menjalankan program TJSLCSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seperti corporate secretary atau public
affair manager
atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui Yayasan atau Organisasi Sosial Perusahaan;
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini diadopsi dari negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana
awal, dana rutin yang ditempatkan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Contohnya, Yayasan Coca-cola company, Yayasan Sahabat Aqua, Sampoerna
Foundation,
dan lain-lain.
3. Bermitra dengan Pihak Lain;
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosialorganisasi non – pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media
massa. Diantaranya adalah Palang Merah Indonesia PMI, Dompet Dhuafa, Instansi Pemerintah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Depdiknas,
Depkes, Depsos dan lain-lain.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model
lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang
dipercayai oleh perusahaan – perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari mitra kerjasama di kalangan lembaga operasional dan kemudian
mengembangkan program yang disepakati bersama”.
101
Edi Suharto, “Pekerjaan Sosial Industri : CSR dan Concept”, disampaikan pada workshop tentang CSR, Lembaga Studi Pembangunan LPS – STKS Bandung, tanggal 29 November 2006 di
Bandung, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
Jika diperhatikan hingga saat ini banyak perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam yang telah menerapkan TJSLCSR sebagai bagian dari kegiatan
bisnisnya. Penerapan TJSLCSR memang membutuhkan biaya, waktu, sistem, skill, dan tidak bebas resiko. Namun biaya dan resiko tersebut juga diimbangi dengan hikmah dan
manfaat yang sepadan. TJSLCSR akan melindungi korporasi dari suprises yang tidak menyenangkan dan dapat menjadi wahana membangun saling kepercayaan antara
masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Maka dari itu, Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang pada frase ”kepatutan dan kewajaran” adalah untuk menuju kepada fleksibilitas dari peraturan itu sendiri. Dengan kata lain, TJSLCSR dinilai oleh
masyarakat sekitar tempat perusahaan beroperasi apakah patut dan wajar untuk melakukan suatu program pelaksanaan TJSLCSR.
5. Sanksi