Senyawa Bioaktif TINJAUAN PUSTAKA

10 ekstraksi cair-cair, ekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan massa jenis lebih tinggi dari air dan pelarut dengan massa jenis lebih ringan dari air Agoes 2007. Dalam ekstraksi tanaman obat, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah Agoes 2007: a Jumlah sediaan untuk diekstraksi b Tingkat kehalusan sediaan ekstraksi c Jenis pelarut yang digunakan d Suhu ekstraksi Maserasi merupakan proses ekstraksi menggunakan berbagai macam pelarut pada suhu kamar dalam kurun waktu tertentu Agoes 2007. Cara ini dapat diterapkan di berbagai skala industri, kecil maupun besar karena relatif sederhana. Ekstraksi dilakukan hanya dengan merendam sediaan dalam pelarut selama kurun waktu yang ditetapkan. Proses ekstraksi maserasi dapat digunakan dan menjadi satu-satunya cara untuk mengekstrak sediaan tumbuhan yang memiliki kadar lendir yang tinggi. Namun, maserasi tidak terlalu efektif dalam mengekstrak senyawa murni karena prosedurnya yang memungkinkan ampas dapat menahan sebagian besar pelarut. Cara untuk menanggulanginya adalah dengan melakukan pemerasan atau sentrifugasi terhadap ampas setelah ekstraksi Agoes 2007. Ekstraksi maserasi dapat dimodifikasi dengan beberapa cara, salah satunya adalah maserasi bersinambung. Metode maserasi ini menyerupai maserasi bertingkat, yaitu dengan melakukan maserasi lebih dari satu tahap Handa et al. 2008 namun pada penelitian ini dilakukan pada wadah yang tetap.

2.3. Senyawa Bioaktif

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas biologis terhadap organisme, baik organisme lain maupun organisme yang menghasilkan senyawa tersebut. Setiap zat kimia, termasuk senyawa aktif dari tumbuhan pada dasarnya bersifat racun, tergantung pada penggunaan, takaran, pembuatan, cara 11 pemakaian dan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi. Beberapa tanaman diketahui dapat menghasilkan senyawa bioaktif, termasuk antikanker, yang pada umumnya berupa senyawa-senyawa flavonoid, glikosida, steroid alkaloid dan terpenoid Kurz Constabel 1998. Alkaloid Menurut Harborne 1987, jenis alkaloid yang telah diketahui adalah sekitar 5.500 jenis dan merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dalam bentuk gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali bersifat racun bagi manusia dan banyak mempunyai aktivitas fisiologi yang spesifik dan banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tidak warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar. Sampai saat ini, belum ada penggolongan umum senyawa alkaloid. Hal ini disebabkan karena alkaloid mempunyai struktur yang beragam jenisnya, sehingga penggolongan alkaloid untuk membedakan jenis yang satu dengan yang lain berdasarkan strukturnya sukar dilakukan Suradikusumah 1989. Dalam pengobatan, alkaloid memberikan efek fisiologis yang pada umumnya di susunan saraf pusat, misalnya sebagai obat anti rasa sakit dan obat tidur, namun dalam jumlah besar sangat beracun bagi manusia Vickery Vickery 1981. Menurut Sumiwi 1992, fungsi alkaloid bagi tumbuhan antara lain sebagai zat beracun untuk melawan serangga atau hewan pemakan tumbuhan, faktor pengatur tumbuh, substansi cadangan untuk memenuhi kebutuhan akan nitrogen dan elemen-elemen lain yang penting bagi tumbuhan dan hasil akhir reaksi detoksifikasi dari suatu zat yang berbahaya bagi tumbuhan. Flavonoid Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini 12 dikocok dengan petroleum eter. Flavonoid merupakan senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan Harborne 1987. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Maka dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis sebelum memperhatikan kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak asal Harborne 1987. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Antosianin berwarna yang terdapat dalam daun bunga umumnya disertai oleh flavon atau flavonol tanpa warna. Gugus flavon berperan dalam menyatakan sifat warna pada antosianin Harborne 1987. Pada tumbuhan, flavonoid meningkatkan dormansi, meningkatkan pembelahan sel-sel kalus, berperan sebagai enzim penghambat pembentukkan protein, menghasilkan zat warna pada bunga, sebagai atraktan serangga, burung dan satwa lainnya untuk dalam penyerbukan dan penyebaran biji. Dalam dunia pengobatan, beberapa senyawa flavonoid berfungsi sebagai antibodi, misalnya antivirus dan jamur, peradangan pembuluh darah dan dapat digunakan sebagai racun ikan Vickery Vickery 1981. Saponin Saponin termasuk dalam golongan senyawa terpenoid dan bagian dari triterpenoid diturunkan dari hidrokarbon C30. Saponin merupakan glikosida triterpenoid dan sterol. Senyawa ini merupakan senyawa aktif yang bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi dengan kemampuannya membentuk busa yang stabil dan dapat menghemolisis sel darah. 13 Pembentukan busa sewaktu mengekstrak tumbuhan atau pemekatan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Pengujian saponin sederhana adalah dengan menggunakan ekstrak alkohol, air dari tumbuhan yang dimasukkan dalam tabung reaksi dan diamati terbentuknya busa yang tahan lama pada permukaan cairan Harborne 1987. Pada tumbuhan, saponin mempunyai fungsi yang sama dengan triterpenoid karena mengandung turunan dari senyawa ini, diantaranya dapat meningkatkan daya kecambah benih dan menghambat pertumbuhan akar, menghambat pertumbuhan sel-sel tumor pada tumbuhan dan satwa. Saponin digunakan sebagai bahan pencuci karena memiliki sifat emulsi, dapat digunakan untuk meningkatkan kolesterol serum, sebagai zat antibiotik, anti jamur, anti influenza dan peradangan tenggorokan, sebagai bahan dasar untuk mendapatkan sapogenin yang berguna untuk menghasilkan hormon pertumbuhan pada satwa dan dapat digunakan sebagai racun ikan Vickery Vickery 1981. Triterpenoid dan Steroid Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Terpenoid berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan bersifat aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Uji deteksi triterpenoid yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman- Burchard anhidrida asetat-H 2 SO 4 Triterpenoid dan turunannya, termasuk saponin dan steroid, pada tumbuhan berfungsi sebagai racun serangga, bakteri dan jamur. Steroid dapat meningkatkan permeabilitas membran sel dan merangsang proses pembungaan. pekat yang dicirikan dengan warna hijau-biru akibat keberadaan triterpena dan sterol. Sterol juga terdapat di hewan sebagai hormon kelamin, asam empedu dan lain-lain. Tiga senyawa yang biasa disebut “fitosterol” mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi : sitosterol, stigma sterol dan kampesterol Harborne 1987. 14 Dalam pengobatan, senyawa ini berguna sebagai zat antibiotik diantaranya anti jamur, bakteri dan virus. Steroid dapat merangsang aktivitas hormon estrogen dan progesteron pada satwa dan manusia. Steroid juga menjadi sumber energi bagi mikroorganisme pada pengurai Vickery Vickery 1981.

2.4. Pengujian Biologis Biological assay

Dokumen yang terkait

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun laban abang (aglaia elliptica blume) terhadap larva udang (artemia salina leach) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

4 23 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

2 29 75

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 23 78

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 26 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 4 58

Uji toksisitas akut ekstrak metanol buah phaleria macrocarpa (scheff) boerl terhadap larva artemia salina leach dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT)

1 12 70

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun annona muricata l terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 54 69

Toxycity Of Extract And Fractions Of Puspa Bark (Schima Wallichii Korth) To Artemia Salina Leach.

0 1 5

Uji Fototoksisitas Senyawa Rutin Terhadap Larva Artemia Salina Leach - Ubaya Repository

0 0 1