Operasi penangkapan ikan oleh nelayan di kawasan ini pada umumnya menggunakan armada yang relatif bervariasi dari perahu berkekuatan kecil sampai
dengan berkekuatan besar. Hasil survei, dapat diketahui bahwa kebanyakan nelayan memiliki kapal ketinting 82,6 dan kapal dompeng sebesar 17,4. kapal
dompeng adalah kapal yang memiliki ukuran 5 – 7 keping papan dengan kekuatan mesin berkisar antara 13 – 24 PK, sedangkan kapal ketinting memiliki ukuran
kekuatan yang lebih kecil yaitu antara 5 – 12 PK Rachmawati et al, 2003. Secara umum alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di kawasan ini
bervariasi, sesuai jenis ikan yang akan ditangkap. Jenis alat tangkap yang biasa digunakan adalah pancing, rengge, rawai, jaring dan jala. Berbagai jenis ikan yang
biasa ditangkap oleh nelayan serta biota laut lainnya seperti dari jenis Crustacea terutama jenis udang Penaeidae dan kepiting jenis Scylla.
Penangkapan ikan dan komoditas perairan lainnya dilakukan pada musim yang bervariasi. Beberapa diantaranya dapat ditangkap sepanjang tahun dan
beberapa lagi dapat dikatakan musiman. Ikan yang biasa ditangkap sepanjang tahun adalah kakap merah, kerapu, terkulu dan gulamah. Jenis tenggiri dan teri
ditangkap pada bulan September hingga akhir Mei. Rajungan biasa nelayan melakukan penangkapan selama bulan Desember hingga akhir Juli EBS, 2004
dalam INRR, 2005.
6.4. Identifikasi Eksternalitas Akibat Pengembangan Tambak pada Ekosistem Mangrove
Identifikasi eksternalitas merupakan proses dari kegiatan pengembangan tambak terhadap kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem mangrove di
kawasan Muara Badak. Dalam identifikasi eksternalitas pengembangan tambak
yang dilakukan adalah identifikasi jenis-jenis eksternalitas yang timbul baik positif mau pun negatif yang merupakan dampak langsung mau pun dampak tidak
langsung yang terjadi.
6.4.1. Identifikasi Eksternalitas Positif
Pengembangan kegiatan migas di Kecamatan Muara Badak telah mendorong penduduk yang umumnya adalah pendatang dari suku Bugis Sulawesi
Selatan untuk memanfaatkan lahan di sekitar lokasi migas untuk membuka usaha
baru, yaitu tambak udang. Tambak merupakan bentuk pemanfaatan utama hutan mangrove di kawasan ini.
Sampai saat ini tambak dinggap sebagai mata pencaharian yang menguntungkan dan menjadi mata pencaharian utama penduduk di kawasan ini.
Tambak juga menjadi simbol status ekonomi rumah tangga, rumah tangga yang memiliki tambak dianggap mempunyai status sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tambak. Adanya pembukaan lahan tambak di kawasan ini juga berdampak terhadap
aktivitas perekonomian lokal. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh langsung dan tidak langsung seperti pemenuhan input-input produksi tambak dan proses
pemasaran hasil tambak. Akibatnya timbul penyerapan tenaga kerja baik secara langsung mau pun tidak langsung dan berpengaruh terhadap pendapatan sebagian
masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Selain itu dengan adanya tambak ini, komoditas udang liar udang bintik dan udang putih juga memberikan
keuntungan yang cukup besar, karena udang bintik dan udang putih ini muncul secara alami setelah proses produksi tambak dimulai.
Potensi sumberdaya alam kawasan di kawasan Muara Badak tidak hanya berupa sumberdaya hayati yang terlihat di permukaan bumi, tetapi juga
sumberdaya alam non-hayati dalam bentuk cadangan minyak dan gas bumi. Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat terbatas pada penangkapan ikan
dan pengusahaan tambak. Sementara pengusahaan sumberdaya non-hayati dilakukan oleh VICO Indonesia dan Total Indonesia.
Pembukaan lahan, di dalam kawasan Muara Badak, baik untuk lokasi pemboran, pemasangan jaringan pipa produksi, sarana pendukung kegiatan
produksi, dan kegiatan seismik dan sejenisnya, telah menarik perhatian masyarakat sekitar untuk ikut ambil bagian dalam pemanfaatan lahan dan
kawasan untuk pertambakan. Makin intensif kegiatan eksplorasi-produksi migas, makin intensif pula perambahan kawasan untuk usaha pertambakan. Hal ini dipicu
oleh besarnya nilai ganti rugi yang diberikan oleh pihak perusahaan migas untuk pembebasan lahan tambak sebagai penunjang kegiatan produksi migas, dimana
nilai ganti rugi lahan yang sudah tercetak menjadi lahan tambak akan sangat jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan ganti rugi lahan bila saja lahan dimaksud
peruntukannya masih sebagai hutan lindung atau hutan penyangga, hal ini merupakan eksternalitas positif bagi petambak.
6.4.2. Identifikasi Eksternalitas Negatif