kedalam otak Penderita juga akan lebih sering mengantuk karena memiliki kualitas tidur yang buruk.
3,11
Pada pasien dengan tonsillitis kronik bisa ditemukan pembesaran kelenjar getah bening servikal dan submandibula.
Pada pemeriksaan fisik akan tampak pembesaran tonsil dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus.
3,11,18
Gambar 5. Tonsilitis kronis
22
Tanda klinis yang sangat menggambarkan adanya eksaserbasi akut pada tonsillitis kronis adalah nyeri tenggorokan yang disertai dengan demam, batuk pilek
juga dapat menyertai namun tidak dominan. Gejala lain yang tidak spesifik berupa lesu, nyeri sendi, dan penurunan nafsu makan. Dapat dijumpai otalgia rasa nyeri pada
daerah telinga akibat adanya nyeri alih reffered pain melalui saraf n. glosofaringeus N. IX. Pada umumnya jika pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil membesar
sampai T3-T4 maka juga bisa disertai dengan gejala klinis sulit menelan.
6. Diagnosis
Diagnosis dari tonsilitis dapat ditegakkan dari anamnesa dan gambaran klinis pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengevaluasi tonsil pasien. Tonsil palatine
dapat dengan mudah dievaluasi dengan menggunakan spatel untuk menekan bagian posterior dari lidah. Terdapat sistem grading untuk menilai secara objektif persentase
dari tonsil yang terdapat diluar fosa tonsilar.
17
Tonsilitis yang disebabkan oleh bakteri, kultur tenggorokan dan tes apusan tenggorok cepat untuk antigen streptokokal dapat dilakukan sebagai pemeriksaan
penunjang. Kultur memiliki sensitifitas yang tinggi sedangkan tes apusan tenggorok
14
cepat untuk antigen streptokokal memiliki spesifitas yang tinggi meskipun dengan sensitifitas yang kurang optimal.
24
Pada tonsilitis yang disebabkan oleh virus, pemeriksaan serologi diperlukan dengan tes antibodi dengan pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan darah
dengan representasi 50 limfosit dengan 10 limfosit atipikal adalah nilai yang mendukung diagnosis.
16,17,19
Gambar 6. Sistem grading tonsil. A T0 Post Tonsilektomi. B 0-25; T1. C
25-50; T2. D 50-75; T3. E 75-1005; T4.
7. Diagnosis Banding
a. Tonsilitis Difteri Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 satcc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, local dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain,
yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi
15
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
dekompensasi kordis, pada saraf cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
9
b. Angina Plaut Vincent Stomatitis Ulseromembranosa Gejala yang timbul adalah demam tinggi 39˚C, nyeri di mulut, gigi dan kepala,
sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring,
gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau foetor ex ore dan kelenjar submandibula membesar.
9
c. Mononucleosis infeksiosa Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane semu yang
menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal. Gambaran darah khas yaitu
terdapat leukosit mononucleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba
Reaksi Paul Bunnel.
9
8. Penatalaksanaan a. Medikamentosa