logam berat di perairan ini. Kematian berbagai jenis ikan secara mendadak akibat blooming plankton yang hampir berlangsung setiap tahun, semakin
membuktikan adanya peningkatan pencemaran di Teluk Jakarta dari aspek biologi. Kondisi tersebut tidak terlepas dari parameter arus, suhu, salinitas, zat
hara, produktivitas primer, plankton, polutan logam berat, limbah organik, sedimen, dan lain sebagainya. Menurut Muchtar 2008, dilihat dari senyawa
kimianya, kandungan zat hara fosfat, nitrat, dan silikat di perairan Teluk Jakarta meningkat dari tahun ke tahun sejak tahun 1975. Hal tersebut seirama dengan
dengan meningkatnya jumlah penduduk Gambar 1 dan aktivitas ibu kota Jakarta berikut kota penyangganya, seperti: Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi. Kesuburan perairan Teluk Jakarta termasuk ke dalam kategori perairan yang subur bahkan pada beberapa area termasuk ke dalam perairan yang
sangat subur eutrofikasi, sehingga fenomena marak alge menyebabkan jumlah jenis biota di perairan ini semakin berkurang karena tingginya zat pencemar
Muchtar, 2008.
Gambar 1 . Jumlah Penduduk DKI Jakarta http:www.indonesia.go.id, 2007
Suhu di perairan Teluk Jakarta mengalami kenaikan sejak tahun 1964 di
sebelah barat dan bagian tengah sedangkan di bagian timur dan utara Teluk Jakarta mengalami penurunan Hadikusumah, 2008. Peningkatan suhu di
sebelah barat Teluk Jakarta diakibatkan oleh dua faktor, yaitu adanya input massa air dari Sungai Kamal dan PLTU Muara Karang. Peningkatan suhu di
bagian tengah Teluk Jakarta diakibatkan limbah air panas dari PLTU Priok yang menyebar ke arah barat laut dan utara.
2.2 Harmful Algal Blooms HABs
Harmful Algal Blooms HABs adalah suatu fenomena blooming
fitoplankton yang menghasilkan racun. Fenomena ini dapat membahayakan baik secara langsung ikan dan kerang maupun secara tidak langsung manusia dan
burung karena efek racun yang dihasilkan alga tersebut NOAA, 2010. Hasil- hasil penelitian menyebutkan bahwa ledakan alga ini disebabkan karena
buangan domestik yang dibawa oleh aliran air sungai yang masuk ke perairan laut yang mengakibatkan tingginya konsentrasi nutrien di suatu badan air seperti
nitrogen, fosfor dan silikat. Unsur hara yang cukup tinggi ini dapat terkonsentrasi di suatu kawasan laut yang relatif tenang misalnya teluk. Tingginya konsentrasi
nutrien ini dapat memicu peningkatan populasi fitoplankton Makmur, 2009. Peningkatan populasi fitoplankton yang sangat tinggi dan cepat akan
berakibat pada beberapa hal, antara lain : 1. Kematian massal ikan-ikan di laut akibat DO yang sangat rendah, 2. Terjadinya kontaminasi terhadap komoditas
perikanan, 3. Masalah kesehatan masyarakat keracunan, dan 4 perubahan struktur komintas ekosistem, contohnya akibat seringnya blooming fitoplankton
permukaan air tertutup oleh organisme ini, sehingga penetrasi cahaya tidak sampai ke dasar yang pada akhirnya akan mengganggu ekosistem dasar
misalnya: ekosistem terumbuh karang . Fenomena peningkatan populasi fitoplankton adalah fenomena alami, dan tidak selalu menimbulkan efek yang
berbahaya. Namun, bila yang terjadi adalah peningkatan populasi fitoplankton berbahaya seperti Pyrodinium bahamense, maka perlu diantisipasi
kemungkinan terjadinya salah satu kombinasi dari keempat hal tersebut. Menurut Pasaribu 2004 in Makmur 2009, keberadaan marak alge secara umum
sebenarnya dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok penyebab, antara lain 1 organisme fitoplankton yang dapat mengeluarkan zat racun spesifik NSP, DPS,
ASP, CSP, dan PSP sehingga mengakibatkan kematian ikan, meskipun densitas fitoplanktonnya rendah dan 2 organisme yang tidak mengeluarkan zat
beracun, namun karena jumlahnya densitas yang sangat tinggi dapat mengakibatkan penurunan kandungan oksigen terlarut karena proses
pembusukan, penyumbatan insang oleh sel-sel fitoplankton dan pengeluaran gasuap yang mematikan aerosol.
Di Indonesia sendiri telah ada laporan mengenai terjadinya fenomena HABs di beberapa tempat Gambar 2, walaupun kasus yang sebenarnya terjadi
mungkin lebih banyak namun luput dari perhatian karena tidak dilaporkan. Salah satu jenis biota HABs yang sempat menyerang beberapa tempat di Indonesia
adalah jenis Pyrodinium bahamense var. Compressum. Jenis ini bahkan sempat menimbulkan kematian manusia seperti yang terjadi di Lewotobi, NTT tahun
1983. Serangan yang mematikan dari jenis ini juga pernah terjadi di Teluk Ambon pada tahun 1994 yang mengakibatkan beberapa orang meninggal dan masuk
rumah sakit setelah orang tersebut memakan kerang yang berasal dari teluk tersebut. Jenis ini juga di ketahui beberapa kali menyerang Teluk Kau di
Halmahera. Jenis ini terdapat pula di Teluk Hurun, Lampung Nontji, 2008. Menurut Nontji 2008, selain ledakan fitoplankton yang menghasilkan
racun, terdapat pula ledakan fitoplankton nontoksik, misalnya Trichodesmium erythraeum
yang pernah terjadi di Teluk Jakarta dan perairan Lampung. Ledakan populasi jenis ini dapat sangat hebat sehingga membuat air laut pekat berwarna
kehijauan atau kecoklatan. Kematian fitoplankton ini kemudian menguras oksigen di perairan hingga mengakibatkan kematian pada berbagai biota