Marak Alge HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11 . Konsentrasi Klorofil-a Perairan Teluk Jakarta Tanggal 12 a, 14 b, dan 18 c September 2010. Berdasarkan ketiga gambar tersebut dapat kita lihat pada tanggal 12 September 2010 terdapat konsentrasi klorofil-a yang dapat dikategorikan berbahaya sehubungan dengan sistem peringatan dini marak alge 10 mgm 3 yang memiliki luasan sebesar 74.9617 km 2 . Konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi ini, kemudian semakin meningkat secara spasial menjadi 108.4877 km 2 pada tanggal 14 September 2010. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi ini diduga karena curah hujan yang sangat tinggi akibat fenomena La-Nina yang terjadi pada tahun 2010 Tempo, 2010. Curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan meningkatnya masukan nutrien melalui sistem sungai, selain itu dapat pula disebabkan oleh turbulensi di dasar perairan sehingga serasa yang banyak mengandung bahan-bahan organik maupun anorganik terangkat resuspension. Beberapa hari setelah kejadian marak alge tanggal 12 dan 14 september 2010 terjadi kematian masal ikan pada tanggal 16-17 September 2010 yang menyebabkan ratusan kilogram ikan mati di Teluk Jakarta Tempo, 2010. Kejadian kematian masal ikan akibat kadar oksigen yang rendah dan ditunjang dengan pola arus yang lemah di sekitar pantai Marina-Karnaval, Ancol Gambar 12. Pada area dengan arus yang kuat tidak akan terjadi kematian masal ikan, karena massa air dengan kadar oksigen rendah akan digantikan oleh masa air yang bergerak cepat yang membawa kadar oksigen tinggi, sehingga pasokan oksigen 2 mll dapat menyelamatkan semua organisme dasar ikan dan biota dasar lainnya dari kematian. Citra tanggal 18 September 2010 tidak terlihat konsentrasi klorofil-a yang dapat dikategorikan berbahaya di Teluk Jakarta, karena marak alge telah selesai. Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi klorofil-a tertinggi pada tanggal 18 September 2010 hanya berkisar antara 2,5- 5,0 mgm 3 dan dapat dikategorikan aman Wouthuyzen, 2006. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena marak alge dapat terjadi begitu cepat dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar, khususnya di sektor perikanan. Pola arus pada saat pengamatan tanggal 20 sampai 27 Maret 2010 ditampilkan dalam Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut terlihat tidak ada indikasi marak alge di Teluk Jakarta. Hal ini dikarenakan pola arus yang terbentuk relatif menyebar sehingga sangat kecil kemungkinan untuk terjadi fenomena marak alge. Pola arus yang menyebar menyebabkan aktifitas pencucian penggantian massa air di daerah teluk cukup aktif sehingga “residence time” massa air dan berbagai organisme serta partikel di dalamnya juga menjadi singkat. Gambar 12 . Pola arus permukaan di Teluk Jakarta Tanggal 20, 22, 24, dan 26 Maret 2010 musim peralihan 1 Selain itu, Gambar 12 menunjukkan kecepatan arus yang terdapat di daerah pantai relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kecepatan arus di laut lepas. Sebagaimana kita ketahui bahwa marak alge umumnya terjadi di daerah pantai. Hal ini dapat menjelaskan bahwa fenomena marak alge dapat terjadi pada daerah yang memiliki kecepatan arus yang relatif kecil. Tabel 9 menunjukkan kejadian marak alge di Teluk Jakarta memiliki frekuensi yang tinggi pada musim-musim peralihan. Kejadian marak alge yang terjadi pada musim peralihan sebanyak 62.5 pada tahun 2004, 100 pada tahun 2005, 80 pada tahun 2006, dan 83.3 pada tahun 2007. Hal ini dikarenakan pada musim peralihan I Teluk Jakarta mendapatkan pasokan zat hara yang tinggi dari daratan yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada musim barat. Saat musim peralihan II pasokan zat hara dari daratan rendah karena curah hujan pada musim timur yang rendah, namun pada musim ini angin timur yang kuat menyebabkan terjadinya turbulensi yang menaikan zat hara dekat dasar ke permukaan Wouthuyzen, 2007 in Sidabutar, 2008. Tabel 9. Kejadian marak alge di Teluk Jakarta tahun 2004-2007 Tahun 2004 2005 2006 2007 Bulan Januari Februari Maret X April X X X Mei X X X X Juni X Juli X X Agustus X X September X X X X Oktober X X X X November X X Desember Persentase Kejadian Musim Peralihan 62.5 100 80 83.3 Sumber : Wouthuyzen 2007 in Sidabutar 2008. Ditinjau dari parameter arus, pada musim peralihan arus menjadi lebih rendah dibandingkan musim barat dan timur Nontji, 2007. Arus yang lemah ini memberikan kesempatan fitoplankton untuk berkembang secara pesat pada suatu lokasi. Berdasarkan Tabel 9 juga terlihat bahwa marak alge tidak terjadi pada musim barat, sebagaimana menurut Nontji 2007 arus tertinggi terjadi pada musim barat. Hal ini semakin menjelaskan bahwa, kekuatan arus memberikan pengaruh terhadap fenomena marak alge. 37

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kejadian marak alge di Teluk Jakarta dapat dipetakan dan dipantau dengan baik oleh citra satelit Terra-MODIS and Aqua MODIS. Berdasarkan konsentrasi klorofil-a, SPL, dan data arus pada saat survei lapang 20-26 Maret 2010 tidak ditemukan marak alge di Teluk Jakarta. Hasil analisis citra MODIS pada bulan Juni dan Juli 2009 ditemukan konsentrasi klorofil-a 10 mgm 3 yang menunjukkan kejadian marak alge. Selain itu, pada tanggal 16-17 September 2010 juga ditemukan marak alge yang diikuti kematian massal ikan di Teluk Jakarta. Algoritma empiris yang sesuai untuk menduga SPL pada penelitia ini adalah persamaan regresi linear berganda. Model tersebut terbentuk dari hubungan antara nilai radiansi kanal inframerah termal citra MODIS dengan data in situ SPL. Berdasarkan plot hubungan antara SPL dan klorofil-a, tidak terlihat hubungan yang erat antara SPL dan klorofil-a pada saat penelitian.

5.2 Saran

Pada penelitian berikutnya disarankan menggunakan data meteorologi seperti curah hujan, sehingga fenomena marak alge dapat dikorelasikan dengan parameter tersebut. 38 DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2010. Chapter 11: r.m.s. error for regresstion. http:stat.ethz.ch~maathuisteachingstat220handoutsChapter11.pdf. [ 5 Juli 2010]. Anurohim, D. Saptarini, dan D. Yanthi. 2008. Fitoplankton Penyebab Harmful Algae Blooms HABs Di Perairan Sidoarjo. Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Hadikusumah. 2008. Perubahan Massa Air Di Teluk Jakarta Sebagai Indikasi Perubahan Iklim. In Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta. Ed. Ruyitno.LIPI Press. Jakarta. Hal.: 75-100. Hartuti, M. 2008. Penentuan Suhu Permukaan Laut Dari Data NOAA-AVHRR, h. 153-168. Pelatihan “Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan”, 31 Maret-11 April 2008, Jakarta. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta. Kompas. 2010. Kurang Oksigen, Ribuan Ikan Mati Di Pantai Ancol. http:cetak.kompas.comread201009180344444kurang.oksigen.ribuan .ikan.mati.di.pantai.ancol. [18 September 2010]. Liew, S.C, L.K. Kwoh, dan H. Lim. 2000. Classification of Algal Bloom Types from Romote Sensing Reflectance, h. 794-799. In Proceedings of the 21 th Asian Conference on Remote Sensing, 4-8 December 2000 Taipe, Taiwan. Center for Remote Imaging, Sensing, and Processing Nasional University of Singapore. Singapore. Lillesand, T.M. dan R. W. Kiefer.1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan oleh Dulbahri, Prapto Suharsono, Hartono, Suharyadi dan Sutanto Ed. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Makmur, M. 2009. Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga Blooming Algae Di Lingkungan Perairan Laut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI. Hal.: 240-245. Media Indonesia. 2010. 10 Jenis Ikan Mati Di Teluk Jakarta. http:www.mediaindonesia.comread2010091716922337510-Jenis- Ikan-Mati-di-Teluk-Jakarta [17 September 2010]. Muchtar, M. 2008. Fluktuasi Kandungan Zat Hara Fosfat, Nitrat, dan Silikat Di Teluk Jakarta. In Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta. Ed. Ruyitno. LIPI Press. Jakarta. Hal.: 101-111. Mustafa, A.J. 2004. MODIS, Mengamati Lingkungan Global dari Angkasa. http:www.kamusilmiah.comelektronikmodis-mengamati-lingkungan- global-dari-angkasa [4 Juli 2010].