Adanya pengangkutan tentunya juga akan menunjang usaha dari pemerintah dalam rangka untuk meratakan hasil pembangunan diseluruh tanah air, karena
suatu daerah yang tadinya tidak mempunyai hasil pertanian misalnya, maka dengan adanya pengangkutan akhirnya daerah tersebut mendapatkan barang-
barang yang dibutuhkan dengan cepat dan harga terjangkau. Disamping itu pengangkutan juga sangat membantu dalam mobilitas tenaga kerja
dari satu tempat ke tempat lain karena tanpa adanya pengangkutan maka aktivitas yang akan dilakukan tidak dapat berjalan. Dengan demikian pengangkutan dapat
meningkatkan nilai guna suatu barang atau manusia sebagai obyek dari pengangkutan
B. Dasar Hukum dan Peranan Perusahaan Bongkar Muat dalam Pengangkutan Barang Melalui Laut
Sebelum mengetahui dasar hukum dalam bongkar muat, terlebih dahulu diketahui mengenai dasar hukum pengangkutan laut yang diatur dalam berbagai
macam peraturan antara lain : 1.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 2.
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan 3.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan 4.
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan Perairan 5.
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian 6.
KUHD Buku II Bab V Tentang Perjanjian Charter Kapal 7.
KUHD Buku II Bab Va Tentang Pengangkutan Barang-Barang
Universitas Sumatera Utara
8. KUHD Buku II Bab Vb Tentang Pengangkutan Orang
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 14 Tahun 2002
Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal
10. Peraturan Khusus lainnya seperti :
a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2002
tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus. b.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.
Perusahaan Bongkar Muat pertama kali di Indonesa dikenal dan diangkat keberadaannya dalam Peraturan Perundang-undangan sejak tahun 1957 yakni
dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1957 yang pada saat itu dikenal dengan nama Perusahaan Muatan Kapal Laut PMKL. Dengan diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1964 selanjutnya PMKL ditiadakan sebagai perusahaan yang berdiri sendiri.
Selanjutnya jika dilihat Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1965 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut disebutkan bahwa kegiatan
bongkar muat dari dan ke kapal dilaksanakan oleh Perusahaan Bongkar Muat yang merupakan bagian dari Perusahaan Induk Pelayaran.
Perusahaan Bongkar Muat ini telah dibina dengan baik oleh Pemerintah dengan keluarnya INPRES No. 4 Tahun 1985, dan dilanjutkan dengan Ketetapan Menteri
Perhubungan KEPMENHUB No. 88AL.305THB.85, tertanggal 11 April 1985 dan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut No. A-2167AL.62 tanggal 31 Desember
Universitas Sumatera Utara
1985. Pada isi pokok ketetapan tersebut disebutkan bahwa unit usaha bongkar muat dipisahkan dari induk perusahaan pelayaran dan berdiri sendiri dalam bentuk
badan hukum yang khusus didirikan di bidang usaha bongkar muat dan memuat berbagai persyaratan yang ditentukan. Perusahaan Bongkar Muat harus didirikan
dengan badan hukum yang khusus untuk pekerjaan tersebut dan pelayaran tegas- tegas dilarang untuk melakukan pekerjaan bongkar muat. Demikian pula BUMN
maupun Koperasi boleh membuat Perusahaan Bongkar muat dengan badan hukum yang khusus ditujukan untuk pekerjaan tersebut.
Terlaksananya Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan. Demikian pula Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, telah memberikan kewenangan bagi pelayaran untuk
melakukan bongkar muat barang yang diangkutnya tanpa perusahaan yang didirikan khusus untuk itu. Keputusan Menteri Perhubungan No. 33 Tahun 2001
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut dapat dijadikan sebagai dasar hukum kegiatan bongkar muat barang. Selain itu masih terdapat
pula Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.
Pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran mengatakan
bahwa untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di
perairan, yang salah satunya adalah perusahaan bongkar muat barang.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menjelaskan bahwa usaha bongkar muat barang dilakukan oleh badan usaha yang
didirikan khusus untuk itu. Selain badan usaha yang didirikan khusus untuk itu, kegiatan bongkar muat dapat
dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikan.
Pelabuhan di luar negeri, termasuk terminal dan dermaganya, umumnya dikuasai oleh perusahaan dan pemerintah daerah, misalnya Pelabuhan Amsterdam, Bremen
dan Hamburg, bahkan Pelabuhan Felixstowe di Inggris seluruhnya dikelola oleh swasta. Sedangkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia hampir semuanya
merupakan warisan Pemerintah Hindia Belanda sehingga hampir semua pelabuhan dan terminal serta pergudangannya dikuasai oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang pengelolaannya dilimpahkan kepada Badan Usaha Pelabuhan yang dalam hal ini adalah PT. Pelabuhan Indonesia Persero. Di Pelabuhan
Belawan segala kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dilakukan di terminal dan pergudangan milik PT. Pelabuhan Indonesia I atau yang dikuasakan
oleh PT. Pelabuhan Indonesia Pelindo kepada swasta yang antara lain yaitu PT. Samudera Indonesia.
Kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal di Pelabuhan Belawan dilakukan di tiga jenis terminal dan juga gudanglapangan yakni :
a. Terminal Konvensional, adalah terminal untuk melayani kegiatan bongkar
muat kargo umum, barang curah kering, dan barang curah cair. Di
Universitas Sumatera Utara
terminal konvensional juga bisa dilakukan bongkar muat peti kemas terutama muatan antar pulau dengan menggunakan peralatan bongkar
muat sebagian besar dilakukan oleh perusahaan bongkar muat milik swasta.
b. Terminal Petikemas, dilengkapi dengan peralatan petikemas modern
seperti container crane gantry-crane tipe post-panamax. Selain itu, terminal juga dilengkapi dengan peralatan untuk penanganan dan
transportasi dari petikemas seperti transtainer, sideloade, forklift, crane, toploader, dan lain-lain.
c. Terminal Penumpang, tidak ada kegiatan bongkarmuat barang, tetapi
hanya melayani debarkasi atau embarkasi penumpang dari dalam maupun luar negeri.
d. GudangLapangan Terminal Serba Guna, gudang penampungan
biasanya terletak tidak begitu jauh dari terminal konvensional. Di Indonesia, gudang-gudang ini merupakan warisan Kolonial Belanda yang
kemudian diambil alih oleh pemerintah dan dilimpahkan ke PT. Pelindo. Sekarang yang melakukan kegiatan di terminal konvensional adalah PBM
yang diberi kuasa oleh PT. Pelindo berdasarkan kontrak. Kegiatan dari dan ke gudang dulunya dilakukan secara manual yakni barang
dipikul oleh buruh ke gudang. Demikian pula dengan aktifitas penumpukannya dilakukan secara manual. Pada perkembangan berikutnya, barang dari kapal
diangkut menggunakan gerobak dorong. Namun sampai saat ini pekerjaan barang secara manual masih sulit dihilangkan dari pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Di
Universitas Sumatera Utara
era petikemas sekarang ini, tenaga buruh masih dibutuhkan untuk melakukan stuffing dan stripping petikemas.
Dahulu dengan PP No. 611954 dan PP No. 51964, pekerjaan di dermaga dan gudang deepsea atau gudang lini I seluruhnya dipegang oleh PBM sehingga
bongkar muat barang bisa dilakukan secara terpadu. Model ini memudahkan penyelesaian jika timbul klaim akibat kerusakan atau kehilangan barang. Dengan
adanya Inpres No. 41985, perusahaan bongkar muat menjadi badan hukum tersendiri terpisah dari pelayaran. Gudang serta dermaga berada di bawah
kekuasaan PT. Pelabuhan Indonesia. Mengenai peranan perusahaan bongkar muat, perusahaan bongkar muat hanya
menyediakan jasa buruh untuk kegiatan bongkar muat dari gudang ke kapal dan dari kapal ke gudang.
Kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal dibagi pada beberapa rangkaian kegiatan sebagai berikut :
1. Kegiatan Operasi Pembongkaran Muatan discharging, yang terdiri dari 4
tahapan yaitu : a.
Persiapan muatan dari dalam palka dan mengkaitkan ganco muatan. Tahap pertama ini meliputi kegiatan membongkar muatan dari posisi
muatan dalam ruang muat kapal palka, memindahkan setiap muatan dengan menggunakan cara-cara konvensional ataupun dengan
menggunakan alat-alat mekanis seperti Forklift, Conveyor, dll ke ruang mulut palka hatch square kemudian menyusunnya di atas pallet, jala-
Universitas Sumatera Utara
jala atau mengikatnya dengan sling ataupun menggunakan alat bantu bongkar muat lainnya yang disesuaikan dengan jenis muatan. Kemudian
mengkaitkan muatan pada ganco crane atau derek. b.
Mengangkat muatan serta menurunkan di dermaga atau kendaraan yang tersedia truk, lorry, kereta api.
Kegiatan pada tahap kedua ini disebut juga dengan hook transfer atau pemindahan muatan dengan menggunakan ganco derek, muatan diangkat
dari ruang mulut palka dengan menggunakan ships crane ataupun shore crane keluar dari palka ke dermaga ataupun ke atas barge yang ada disisi
kapal ataupun langsung diletakkan di atas truk, gerbong-gerbong kereta api. Pada tahap ini keselamatan barang sangat diperhatikan.
c. Melepaskan sling dari ganco muatan.
Melepaskan muatan dari ganco regu kerja dermaga dengan hati-hati menjaga muatan agar aman mendarat di dermaga, ke truk atau gerbong
kereta api ataupun tongkang-tongkang disisi kapal, kemudian melepaskan muatan dari ganco dan siap untuk dikembalikan ke dalam palka kapal.
d. Pengembalian ganco muatan ke atas kapal, kemudian mengeluarkan
muatan dari sling atau jala-jala. Pada tahap keempat ini kegiatan yang dilakukan adalah pengembalian
ganco muatan hook return ke dalam palka dan siap untuk digunakan pada pengangkatan muatan berikutnya.
31
31
Suryono, Cargo Handling, Makalah pada Acara Pelatihan Cargo dan Container Handling Tanggal 27-29 September 2004 di Medan, hal 2
Universitas Sumatera Utara
Rangkaian kegiatan dari tahap pertama sampai ke tahap empat disebut dengan hook cycle siklus ganco, dimana waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan 1 satu siklus ganco disebut dengan hook cycle time.
C. Dokumen-Dokumen Dalam Pengangkutan Barang Melalui Laut Terkait Dengan Proses Bongkar Muat Barang