BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PPOK Eksaserbasi Akut
Penyakit Paru Obstruksi Kronik PPOK, merupakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang bearcun atau berbahaya.
1,2,3,4.
Eksaserbasi dan komorbiditas secara keseluruhan memperberat tingkat keparahan penyakit pasien
PPOK. PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di
dunia. World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari
peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat
penyebab kematian pada tahun 2030. PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni kebiasaan merokok yang masih merupakan
perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat
Indonesia.
1
PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi
normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.
3
1,5
PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena:
- Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien
1
- Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk perbaikan
- Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru - Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada
mereka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
- Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi. Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor. Penyebab
paling sering adalah infeksi saluran nafas virus atau bakteri. Studi bronkoskopik menunjukkan bahwa sedikitnya 50 pasien memiliki bakteri pada saluran nafas
bagian bawah selama eksaserbasi dari PPOK, tetapi proporsi signifikan dari pasien tersebut juga memiliki bakteri yang berkolonisasi pada saluran nafas
bagian bawah pada fase PPOK stabil. Terlihat bahwa terjadinya peningkatan kerja bakteri selama terjadinya eksaserbasi PPOK, dan bertambahnya strain bakteri
yang baru. Polusi udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi PPOK. Eksaserbasi dari gejala respiratori terutama dispnu pada pasien PPOK dapat terjadi dengan
mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang sama. Kondisi yang mirip danatau memperburuk eksaserbasi, yaitu pneumonia, emboli
paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotoraks, efusi pleura dan kondisi tersebut harus dianggap sebagai diagnosa banding dan diterapi apabila
ditemukan. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, bronkospasme, polusi udara atau obat golongan
sedatif. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak
nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti
malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi
yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat.
Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi serta gangguan status mental pasien.
1
5
Universitas Sumatera Utara
Risiko PPOK : Placebo-limb data dari TORCH, Uplift dan Eclipse
GOLD Spirometric
Level Exacerbations
per year Hospitalization
per year 3-year mortality
GOLD 1: Mild ?
? ?
GOLD 2: Moderate
0.7-0.9 0.11-0.2
11 GOLD 3: Severe
1.1-1.3 0.25-0.3
15 GOLD 4: Very
Severe 1.2-2.0
0.4-0.54 24
Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
EPIDEMIOLOGI
1
Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28 negara antara tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan
bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan bukan perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan
dengan wanita. PPOK merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat
dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan perawatan rumah sakit karena eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan dekompensasi
akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu tahun. Dari eksaserbasi yang dilaporkan, 3-16 memerlukan perawatan di rumah sakit. Kematian pada
rawat inap berkisar 3-10 pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari, satu tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4, 22, dan 35.6.
Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24 dan menjadi 30 pada pasien lebih dari 65 tahun.
1
Di Hong Kong, PPOK merupakan penyebab kematian ke 5, dan penyebab 4 dari seluruh perawatan akut di rumah sakit pada tahun 2003. Prevalensi PPOK
lansia di Cina umur 70 tahun yang tinggal di Hong Kong diperkirakan mencapai 7.
9
13
Universitas Sumatera Utara
PATOFISIOLOGI
Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah
pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim menyebabkan emfisema, mengganggu
perbaikan normal dan mekanisme pertahanan menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil. Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran
udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari
respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi
mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui.
Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik
perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan
mikroorganisme persisten juga berperan.
1
Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi
kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara umum, inflamasi dan
perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan.
1
DIAGNOSIS
1
Diagnosis klinis PPOK harus disangkakan pada pasien dengan gejala dispnu, batuk kronik atau produksi sputum, danatau adanya riwayat pemaparan
terhadap faktor risiko PPOK. Spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis, bila didapatkan post-bronchodilator FEV
1
FVC 0.7, menegaskan adanya terbatasnya aliran udara persisten dan dianggap sebagai PPOK. FEV
1
dan FVC
Universitas Sumatera Utara
dapat memprediksi seluruh penyebab kematian independen pada perokok dan fungsi paru abnormal.
Gejala khas dari PPOK adalah dispnu kronik dan progresif, batuk dan produksi sputum. Batuk kronik dan produksi sputum dapat menjadi awal
berkembangnya menjadi terbatasnya aliran udara bertahun tahun kemudian. Pemeriksaan fisik jarang dapat mendiagnosis PPOK. Gejala klinis dari terbatasnya
aliran udara biasanya tidak terlihat sampai terjadinya gangguan fungsi paru signifikan, dan deteksi ini biasanya memiliki sensitifitas dan spesifitas yang
rendah. Spirometri merupakan pengukuran yang objektif terhadap terbatasnya aliran udara. Pengukuran Peak expiratory flow PEF saja tidak dapat diandalkan
sebagai tes diagnostik, karena walaupun memilik sensitifitas yang baik, tapi spesifitasnya rendah.
1
1
Klasifikasi keparahan dari keterbatasan aliran udara pada PPOK
Classification of Severity of Airflow Limitation in COPD Based on Post-Bronchodilator FEV
1
In Patients with FEV
1
GOLD 1: Mild FEV FVC 0.7:
1
GOLD 2: Moderate 50 ≤ FEV
80 predicted
1
GOLD 3: Severe 30 ≤ FEV
80 predicted
1
GOLD 4: Very Severe FEV 50 predicted
1
30 predicted Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
Diagnosis eksaserbasi berdasarkan pada temuan klinis dari pasien yang mengeluhkan perubahan gejala akut gejala biasanya dispnu, batuk, danatau
produksi sputum yang semakin memberat hari ke hari.
1
1
Universitas Sumatera Utara
Penilaian dari eksaserbasi PPOK: riwayat klinis
Assessment of COPD Exacerbations: Signs of Severity • Severity of COPD based on degree of airflow limitation
• Duration of worsening or new symptoms • Number of previous episodes totalhospitalizations
• Comorbidities • Present treatment regimen
• Previous use of mechanical ventilation
Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
1
Penilaian dari eksaserbasi PPOK: tanda keparahan
Assessment of COPD Exacerbations: Medical History • Use of accessory respiratory muscles
• Paradoxical chest wall movements • Worsening or new onset central cyanosis
• Development of peripheral edema • Hemodynamic instability
• Deteriorated mental status
Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
1
Tes lain yang duanggap dapat menilai keparahan dari eksaserbasi : - Pulse oximetry dan analisa gas darah. Penilaian status asam basa diperlukan
sebelum memulai ventilasi mekanik.
1,5
- Foto toraks untuk menyingkirkan diagnosis alternatif lainnya. - EKG dapat membantu mendiagnosis dari penyakit jantung yang timbul
bersamaan dengan PPOK. - Darah lengkap, untuk melihat polisitemia hematokrit 55, anemia atau
leukositosis. - Adanya sputum purulen saat eksaserbasi dapat dianggap sebagai indikasi
untuk memulai terapi antibiotik empiris. Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Moraxella catarrhalis merupakan bakteri
pathogen yang paling sering terlibat pada eksaserbasi pada pasien GOLD3 dan GOLD 4. Pseudomonas aeroginosa juga dianggap penting. Apabila infeksius
Universitas Sumatera Utara
eksaserbasi tidak respons terhadap pemberian antibiotika awal, kultur sputum dan tes sensitivitas antibiotik dapat dilakukan.
- Abnormalitas tes biokimia: gangguan elektrolit, hiperglikemia. - Spirometri tidak dianjurkan selama eksaserbasi karena sulit dilakukan dan
pengukurannya tidak cukup akurat.
KLASIFIKASI
Berdasarkan health-care utilization, eksaserbasi dapat diklasifikasikan: i ringan, apabila pasien membutuhkan penambahan jumlah obat, apabila seseorang
masih dapat melakukan pekerjaan untuk diri sendiri secara normal; ii sedang, apabila membutuhkan penambahan jumlah obat, dan merasa membutuhkan
bantuan asisten medis; iii berat, apabila kondisi pasien memburuk dengan cepat dan membutuhkan perawatan rumah sakit.
Penilaian tingkat keparahan PPOK eksaserbasi akut
9
Dikutip dari: Evidence-Based Approach to Acute Exacerbations of chronic Obstructive Pulmonary Disease
14
Anthonisen dkk mendefinisikan PPOK eksaserbasi akut dengan dijumpainya adanya peningkatan sputum purulen, peningkatan volume sputum
dan memburuknya dispnu. Tipe I berat apabila memiliki ketiga gejala tersebut, tipe II sedang apabila memiliki dua gejala, dan tipe III ringan apabila memiliki
satu gejala ditambah sedikitnya satu dari gejala berikut: infeksi saluran nafas atas pada 5 hari terakhir, demam tanpa penyebab jelas lainnya, bertambahnya
wheezing, batuk yang meningkat, meingkatnya pernafasan atau nadi 20 dari baseline.
9
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut oleh Anthonisen
Dikutip dari: Acute Exacerbation of Chronic Obstructibe Pulmonary Disease
15
Kriteria Winnipeg untuk PPOK eksaserbasi akut
Dikutip dari: Acute Exacerbations and Respiratory Failure in COPD
16
PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah untuk meminimalkan pengaruh eksaserbasi yang sedang berlangsung dan mencegah
terjadinya ekseserbasi berikutnya. Berdasarkan dari tingkat keparahan eksaserbasi danatau keparahan penyakit penyerta, eksaserbasi dapat ditatalaksana pada rawat
jalan maupun rawat inap. Lebih dari 80 eksaserbasi dapat ditatalaksana pada rawat jalan dengan terapi farmakologis yang meliputi bronkodilator,
kortikosteroid dan antibiotik.
1
Universitas Sumatera Utara
Indikasi utama untuk penilaian pada saat perawatan ke rumah sakit
Potential Indications for Hospital Assessment or Admission • Marked increase in intensity of symptoms, such as sudden development of
resting dyspnea • Severe underlying COPD
• Onset of new physical signs e.g. cyanosis, peripheral edema • Failure of an exacerbation to respond to initial medical management
• Presence of serious comorbidities e.g. heart failure or newly occurring
arrhythmias • Frequent exacerbations
• Older age • Insufficient home support
Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
1
Inhalasi beta2 agonist kerja pendek dengantanpa antikolinergik kerja pendek merupakan bronkodilator pilihan untuk eksaserbasi. Kortikosteroid
sistemik dan antibiotik dapat mempercepat waktu penyembuhan, memperbaiki fungsi paru FEV1 dan hipoksemia arteri PaO2, dan mengurangi risiko
terjadinya kambuh, gagal pengobatan dan lamanya pengobatan.
1
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit
Therapeutic Components of Hospital Management Respiratory Support
• Oxygen therapy • Ventilatory support
Noninassive ventilation Invasive ventilation
Pharmaacologic Treatment • Bronchodilators
• Corticosteroids • Antibiotics
• Adjunct therapies
Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
1
Universitas Sumatera Utara
Indikasi perawatan ICU
Indications for ICU Admission • Severe dyspnea that responds inadequately to intial emergency therapy
• Changes in mental status confusion, lethargy, coma • Persistent or worsening hypoxemia PaO2 , 5,3 kPa, 40 mmHg andor
worsening respiratory acidosis pH 7,25 despite supplemental oxygen and noninvasive ventilation
• Nedd for invasive mechanical ventilation • Hemodynamic instability-need for vasopressors
Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
1
2.2. KEMATIAN PADA PPOK EKSASERBASI AKUT