22
Negara Republik Indonesia Serikat, yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 berkat Konferensi Meja Bundar, ternyata tidak dapat bertahan lama. Bentuk
federal yang tidak mengakar terhadap rakyat, pada akhirnya timbul tuntutan- tuntutan di mana-mana, agar kembali ke bentuk negara kesatuan.
c. UUD SementaraUUDS 1950
Negara RIS terdiri dari 16 negara bagian dengan kepala negara atau presiden pertama Sukarno dan Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri.
Sistem kabinetnya Zaken Kabinet yaitu suatu pemerintahan yang menteri- menterinya diutamakan dari keahliannya dan bukan bersandar pada kekuatan
partai politik. Negara RIS ini tidak berlangsung lama disebabkan dasar pembentukannya sangat lemah dan bukan merupakan kehendak rakyat. RIS
merupakan strategi diplomasi Belanda untuk dapat bertahan di Indonesia. Tuntutan berbagai elemen bangsa agar kembali ke bentuk negara kesatuan dan
meninggalkan bentuk negara federal, ditidaklanjuti oleh pemerintah. Bangsa Indonesia kembali memilih bentuk negara kesatuan dengan
konstitusi baru yang bernama “Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia” atau dikenal dengan UUD Sementara atau UUDS 1950. Proses
perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara dilakukan secara formal dengan
undang-undang yaitu Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950, ditetapkan perubahan UUD RIS menjadi UUD Sementara berdasarkan pasal 127a, pasal
190, dan pasal 191 ayat 2 UUD RIS Syahuri .2005: 126. Piagam Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Indonesia
Serikat RIS ditandatangani oleh Muhammad Hatta dan A. Halim pada tanggal 19 Mei 1950. Muhammad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS mendapat mandat
penuh dari Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur untuk mewakili negara RIS dan dua negara bagian sekaligus. Sedangkan A. Halim mewakili
Republik Indonesia. Piagam tersebut memuat persetujuan untuk kembali ke bentuk negara “kesatuan” sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Untuk itu
perlu disepakati perubahan-perubahan terhadap Konstitusi RIS sehingga
dibentuk panitia, yang bertugas membuat rancangan Undang-Undang Dasar Sementara. Rancangan UUDS tersebut disetuji oleh tiga lembaga negara saat itu
yaitu BP-KNIP,DPR serta Senat RIS sehingga UUDS 1950 diberlakukan di negara kesatuan RI Soepomo dalam Mahfud M.D. 1998:41. Perubahan
23
konstitusi tersebut mencakup perubahan mukadimah dan bentuk negara, yaitu bentuk negara federal ke bentuk Nagara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun
terjadi perubahan bentuk negara dan sistem pemerintahan, namun wilayah Indonesia masih tetap utuh .
Setelah RIS diganti UUD Sementara maka Indonesia menganut sistem parlementer secara konstitusional serta sistem multi partai seperti yang terjadi
dalam kurun waktu tahun 1945-1949. UUDS 1950 menganut sistem parlementer dan dianggap bahwa sejak pemberlakuannya tanggal 17 Agustus 1950
dimulailah era demokrasi liberal di Indonesia sesuai dengan sistem parlementer yang sebenarnya meskipun Nugroho Notosusanto beranggapan bahwa
demokrasi liberal sudah dimulai ketika berlaku konstiitusi RIS 27 Desember 1949.
UUD Sementara dapat bertahan lebih dari delapan tahun 1950-1959. Sesuai sifatnya yang sementara, maka di bagian pasal-pasalnya terdapat
ketentuan hukum yang mengatur lembaga pembentuk undang-undang dasar tetap yang disebut “Konstituante”. Konstituante bersama-sama dengan
pemerintah selekasnya diharapkan menetapkan undang-undang dasar untuk
menggantikan UUD Sementara. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan umum. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut maka pada tahun 1955
diadakan pemilihan umum yang pertama kali di Indonesia pada masa Kabinet Burhanudin Harahap.
Dalam perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis, bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat. Para perwira
militer di daerah seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon , Let. Kol Ahmad Husein dan Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil
berupa tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu: 1 Muhammad Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres
2 Jenderal Nasution beserta jajarannya harus diganti 3 Pembatasan gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang.
Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri. Pada
tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia dengan Perdana Menterinya,
Syfrudin Prawiranegara tokoh Masyumi. Sementara itu di Sulawesi muncul
24
gerakan Permesta yang mendukung PRRI sehingga pemberontakan ini disebut PRRIPermesta.
UUDS 1950 sejak semula hanya dimaksudkan untuk sementara, yakni sampai disusun dan ditetapkan UUD yang bersifat tetap dan ditetapkan oleh
lembaga yang representatif untuk menyusunnya yaitu Dewan Konstituante. Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun
Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Pertentangan antara kelompok pendukung Pancasila dan pendukung ideologi Islam dalam persoalan
dasar negara di Konstituante terus meruncing bahkan konfrontasi meluas di luar gedung Konstituante dengan dibentuknya Front Pancasila oleh PNI dan Front
atau Blok Islam. Front Pancasila yang juga didukung oleh PKI dibentuk dengan tujuan membasmi usaha-usaha yang akan melenyapkan Pancasila. Dua kubu
anatar pendukung Pancasila dan pendukung ideologi Islam tampak tegas dengan pendiriannya masing-masing.
Keadaan ini semakin tegang dengan adanya pemberontakan PRRIPermesta. Dewan Konstituante telah gagal dalam mewujudkan untuk
menetapkan konstitusi yang baru. Pertentangan antarideologi politik menemui jalan buntu, dan kegagalan tersebut menuntut pembuburan Konstituante dan
pemberlakuan kembali UUD 1945 Nasution.2001 :4
Menurut Syahuri, kegagalan Konstituante dalam menyusun dan menetapkan undang-undang dasar disebabkan oleh dua hal yaitu : 1, Faktor
internal ,adanya perbedaan pendapat saat awal gagasan dasar negara yang pernah dibahas dalam sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPPKI. Perbedaan dasar negara tersebut muncul kembali di antara
partai-partai besar dalam Konstituante hasil pemilu 1955, sehingga muncul dua pandangan. Satu pihak menghendaki dasar negara Pancasila yang terkait
dengan “agama” syariat Islam sebagaimana telah dirumuskan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan pihak lain menghendaki “Pancasila” sebagai dasar negara
tanpa ada perkataan syariat Islam. 2, Faktor ekternal,yang datang dari pihak
pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Keinginan pemerintah ini didukung oleh
Tentara Nasional Indonesia. Syahuri .2005:130.
UUD 1945 memang memberi kekuasaan presiden sangan kuat karena memusatkan kekuasaan di tangan presiden yang tidak bertanggung jawab
25
kepada DPR dan hanya pada akhir masa jabatannya diharuskan memberi
pertanggungjawaban kepada MPR yang terdiri atas anggota DPR dan utusan- utusan daerah serta golongan-golongan lain Nasution ,2001 :12. Hal ini yang
menjadi salah satu alasan Presiden Sukarno lebih senang jika konstitusi kembali
ke UUD 1945. Akhirnya presiden Sukarno memutuskan mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 .
d. Kembali ke UUD 1945 Dekrit Presiden 5 Juli 1959