92
pangan itu dapat ditanam di tiga jenis tanah: sawah basah, sawah tadah hujan, dan tegal. Tegal merupakan jenis tanah yang dominan. Kemungkinan perluasan
tanah pertanian terbatas, meskipun pada pertengahan abad XIX beberapa persedian tanah masih ada di sana sini.
Dibukanya kembali
hutan-hutan untuk
permukiman penduduk
mengakibatkan persediaan air di dalam tanah menjadi terbatas.Sungai-sungai yang berada di selatan Pulau Madura dan sungai yang lebih kecil di utara,
menyediakan sedikit air pada musim kemarau sehingga banyak daerah yang dibiarkan tandus pada musim itu.Irigasi memang telah diusahakan selama masa
raja-raja pribumi, dan setelah tahun 1900 Belanda semakin mempercepat usaha- usaha itu.Tetapi iklim yang berubah-ubah acap kali memengaruhi pengolahan
tanah – metode dan teknik pertanian yang dipakai ketinggalan jauh dengan
petani-petani di Jawa, kecuali yang berhubungan dengan pemupukan.Resiko pertanian seperti itu yang menyebabkan investasi kapital menjadi tinggi dan
sering kali kerja terasa sia-sia.Namun, tanaman komersial seperti tebu dan tembakau banyak ditanam di bagian selatan pulau. Perusahaan swasta Eropa
telah memperkenalkan tanaman tebu pada tahun 1830-an dan tanaman tanaman tembakau pada tahun 1860-an.
2. Pengaruh Ekologi terhadap Pola Permukiman Penduduk
Pola permukiman penduduk di Madura banyak dipengaruhi oleh ekologi tegal yang dominan.Permukiman yang terpencar-pencar dalam kelompok-
kelompok kecil di tengah-tengah tegal, membuat desa-desa di Madura lebih berupa dusun-dusun kecil daripada merupakan satu unit wilayah yang
kompak.Tidak seperti di Jawa di mana ada desa terpusat nuclear village dengan sawah di sekelilingnya, di Madura desa terserak-serak scattered village
dalam satuan-satuan kecil kampong.Kecuali di daerah persawahan, desa- desanya terdiri dari kelompok-kelompok permukiman yang jelas batas-batasnya,
begitu juga desa-desa di daerah pesisir dan permukiman-permukiman pantai.Permukiman-permukiman yang terpencar-pencar merupakan keadaan
yang biasa di Madura.Permukiman yang tersebar seperti itu memengaruhi perubahan fisik dan komunikasi sosial, seperti jarak antara dusun dengan dusun
lainnya dan jarak antara desa dengan desa lainnya, mempersulit pengadaan kontak sosial.
93
Di Madura orang membangun rumah-rumah dalam satu pekarangan yang terdiri dari empat atau lima keluarga yang masih bersaudara, dikelilingi oleh
pagar tembok atau pagar hijau yang disebut a. Beberap kampong meji inilah yang membentuk desa kecil, dan beberapa desa kecil ini membentuk desa.
Dengan demikian, di Madura satuan teritorial yang disebut desa terdiri dari desa- desa kecil, dan desa kecil ini terdiri dari beberapa kampong meji.Di luar kampong
meji-lah orang membangun tegal dan membuat galengan untuk menahan air di musim hujan.
Pola permukiman ini memiliki pengaruh pada organisasi sosial. Akibat dari pola permukiman itu , sebagai orang Islam yang taat, di setiap rumah orang
Madura tentu ada suraunya. Sementara itu, hanya di satuan teritorial yang disebut desa ada masjid desa.Ketika pada gilirannya pola permukiman
memengaruhi organisasi sosial, maka masjid desa itu menjadi sangat penting.Kepala masjid desa, kiai desa, berada di puncak hierarki sosial.Kiai desa
yang memiliki akar ke bawah, dianggap lebih tinggi kedudukannya daripada seorang kepala desa kliwon yang hanya bersifat hubungan ke atas berupa
hubungan administratif.
3. Pengaruh Ekologi terhadap Migrasi