disebabkan oleh penyakit organik yang secara teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid yang tersisa. Sekitar 5-10 wanita menderita PMS
yang berat sehingga mengganggu kegiatan sehari-harinya. Menurut Shreeve 1983 premenstrual syndrome PMS adalah sejumlah
perubahan mental maupun fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-14 sebelum menstruasi dan mereda segera setelah menstruasi berawal. Sedangkan
Dalton 1983, mendefinisikan premenstrual syndrome PMS adalah kambuhnya gejala-gejala pada saat premenstrum dan menghilang setelah menstruasi usai.
Setiap wanita yang haid adalah calon bagi premenstrual syndrome PMS, dengan hampir 50 dari semua wanita dalam usia reproduksi mengalami gejala-
gejala yang ringan atau berat. Meskipun para remaja mungkin menderita sindroma itu. Gejala-gejala premenstrual syndrome PMS lebih berat pada wanita yang berusia
lebih tua. Seringkali para wanita dalam usia 30-an memperlihatkan kesukaran- kesukaran prahaid untuk pertama kalinya Health Media Nutrition Series, 1996.
Meskipun angka pasti kejadian premenstrual syndrome PMS belum diketahui, kira-kira 75 wanita mengeluh mengalaminya. Kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis PMS baru-baru ini telah dikembangkan dan ketika kriteria tersebut digunakan 3-8 dari wanita didiagnosa mengalami PMS. Wanita dengan
PMS berat melaporkan bahwa PMS mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri, sosial dan pekerjaan mereka Deuster et.,al., 1999
2.2.2 Etiologi Premenstrual Syndrome PMS
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus
menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa terapi progesteron kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila
kadar progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan
sebab utama. Sebagian wanita yang menderita PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi banyak
juga wanita yang menderita gangguan PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal Shreeve, 1983 dan Brunner Suddarth, 2001.
Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya
gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin B6 Piridoksin yang dikenal sebagai vitamin anti depresi
karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat
mengakibatkan depresi. Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner Suddarth, 2001 .
Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah tersinggung,
tegang dan perasaan tidak enak. Gejala-gejala dapat dicegah bila pertambahan berat badan dicegah. Peranan estrogen pada PMS tidak nyata, sebab ketegangan ini timbul
terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat puncaknya. Kenaikan sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada retensi cairan
pada saat premenstruasi Ganong, 1983. Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMS adalah prolaktin.
Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu
banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormon tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar
prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang mempunyai kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin Shreeve, 1983,
Hacker et, al., 2001 dan Brunner Suddarth, 2001. Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi
menyebabkan gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti peningkatan aktivitas beta endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan, metabolisme
prostaglandin abnormal dan gangguan aksis hipotalamik pituitary ovarium sebagai penyebabnya Brunner Suddarth, 2001.
Hacker et al., 2001 juga mengemukakan penyebab PMS adalah kelebihan atau defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormon anti diuresis, abnormalitas
sekresi opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral,
seperti magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid,serta faktor- faktor evolusi dan genetik.
Menurut Simanjuntak dalam Prawiroharjo 2005, faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang peranan penting. Yang
lebih mudah menderita PMS adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan terhadap faktor-faktor psikologis.
Berbagai faktor gaya hidup tampaknya menjadikan gejala-gejala lebih buruk, termasuk stres, kurangnya kegiatan fisik dan diet yang mengandung gula, karbohidrat
yang diolah, garam, lemak, alkohol dan kafein yang tinggi Health Media Nutrition Series, 1996.
2.2.3 Gejala Premenstrual Syndrome PMS