Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek Spathoglottis plicata Blume aksesi Bengkulu.

(1)

i

INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA UNTUK PENGEMBANGAN KLON UNGGUL

ANGGREK Spathoglottis plicata Blume

AKSESI BENGKULU

ATRA ROMEIDA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul “Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume Aksesi Bengkulu” adalah karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.


(3)

(4)

(5)

v

ABSTRACT

ATRA ROMEIDA. Induced Mutation by Gamma-ray Irradiation for the

Development of Superior Orchid Clones Spathoglottis plicata Blume. Accession

Bengkulu. Supervised by Surjono Hadi Sutjahjo, Agus Purwito, Dewi Sukma,

and Rustikawati.

Spathoglottis plicata Blume. is one species of orchids with lower level of genetic diversity, especially in flower color compared to other orchids. S. plicata accession Bengkulu usually produce pink to purple flower with a bright purple stems and flower stalk. The aimed of the research were (1) to find the tissue culture protocols to propagate S. plicata though protocorm like bodies, (2) to induce the genetic diversity of S. plicata accession Bengkulu using gamma irradiation to plantlets, (3) to determine a lethal dose 50% (LD50) for plantlets through gamma irradiation, and (4)

to identify genetic variations of orchids S. plicata and its mutants using morphological characters and ISSR markers. The growth and multiplication of protocorm like bodies can be induced by using MS medium supplemented with 50 to 100 ml L-1 coconut water. The best treatment to develope plb into plantlet was MS medium containing of vitamin B5 with addition of 75 ml L-1 coconut water and 2% activated charcoal or MS medium supplemented with 20 μM BA and 2% activated charcoal. Furthermore, MS medium containing of B5 vitamin enriched with 20 μM BA or MS medium containing of vitamin B5 with addition of 75 ml L-1 coconut water was the best treatment for plantlet multiplication. Induced mutation using gamma-ray irradiation to the plbs and plantlets could increase the genetic diversity of

S. plicata. Lethal Dose 50% (LD50) of plb survival rate was 47.71 Gy, while LD50 of plantlet survival rate was 50.74 Gy. Gamma-ray irradiation to the plantlet resulted nine potential mutants (0.36%) that be selected by morphological characters of the shape and color of flowers. Morphological characters and ISSR markers can be used to identify the mutants. Clustering analysis by using Unweighted Pair Group Method and Arithmatic Average and Principal Component Analysis of 12 samples and its mutants based on ISSR markers could clearly distinguish the wild type and its mutants. It formed five groups of coefficient similarity at 0.68 with goodness of fit correlation matrix value of 0.91 (very suitable). The grouping of those samples was more accurate and more efficient by using ISSR markers compared to the morphologycal markers. This clustering successfuly separated the wild type and its mutants.

Keywords : Spathoglottis plicata, in vitro, morphological characters, ISSR markers, mutant, gamma irradiation


(6)

(7)

vii

RINGKASAN

ATRA ROMEIDA. Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume Aksesi Bengkulu. Di bawah Bimbingan Surjono Hadi Sutjahjo, Agus Purwito, Dewi Sukma, dan Rustikawati.

Spathoglottis plicata Blume. merupakan salah satu jenis anggrek tanah yang memiliki keragaman genetik dan warna bunga yang rendah dibandingkan dengan jenis anggrek lainnya. Warna bunga standar yang banyak tumbuh di berbagai tempat di Indonesia, khususnya di Bengkulu adalah jenis yang memiliki warna bunga pink hingga ungu cerah. Akibat keragaman genetik yang rendah maka upaya pemuliaan tanaman secara konvensional untuk mendapatkan varietas baru menjadi sangat terbatas.

Anggrek S. plicata pada habitat aslinya dapat tumbuh pada lahan marjinal sehingga dapat digunakan sebagai ornamen taman dan pembatas jalan di perkotaan karena tidak memerlukan perawatan yang intensif.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan klon mutan unggul anggrek S. plicata asal Bengkulu melalui induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Percobaan ini terdiri dari 3 kelompok percobaan. Percobaan pertama bertujuan untuk mendapatkan teknik perbanyakan massal secara klonal yang standar untuk produksi bahan tanam yang seragam anggrek S. plicata secara in vitro. Percobaan kedua bertujuan untuk menginduksi keragaman genetik anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma dan menentukan radiosensitivitas plb dan planlet hasil iradiasi sinar gamma dalam pembentukan mutan potensial untuk pengembangan klon mutan unggul anggrek S. plicata aksesi Bengkulu. Percobaan terakhir bertujuan untuk menganalisis efektifitas dan akurasi penggunaan marka morfologi dan marka molekuler menggunakan primer ISSR untuk mengidentifikasi keragaman genetik mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma dan pembandingnya.

Percobaan in vitro untuk mendapatkan teknik perbanyakan massal anggrek S. plicata terdiri dari dua percobaan terpisah. Percobaan pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis medium ( MS dan VW). Faktor kedua adalah jenis bahan organik komplek yang terdiri dari 4 jenis yaitu (buah air kelapa, pisang ambon, kuning telur dan kentang). Faktor ketiga adalah konsentrasi bahan organik komplek (0, 50, 100, 150 ml L-1 untuk air kelapa dan kuning telur, 0, 50, 100 dan 150 g L-1 untuk kentang dan buah pisang Ambon). Percobaan kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula yang terdiri dari empat macam formulasi yaitu J1 = vitamin MS + gula 30 g L-1 , J2 = vitamin B5 + gula 30 g L-1 , J3= vitamin MS + gula 40 g L-1 , J4 = vitamin B5 + gula 40 g L-1. Faktor kedua adalah penambahan sitokinin yang terdiri dari 7 kombinasi


(8)

viii

perlakuan yaitu S0 = tanpa sitokinin (kontrol), S1 = 20 μM BA, S2 = 40 μM BA, S3 = 20 μM kinetin, S4 = 40 μM kinetin, S5 = 75 ml-1 air kelapa dan S6 = 150 ml L-1 air kelapa.

Percobaan induksi mutasi menggunakan bahan iradiasi plb dan plantlet menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma, yaitu D0 (kontrol) tanpa diiradiasi, D1 = 10 Gy (0' 41''), D2 = 20 Gy (1' 22''), D3 = 30 Gy (2' 03''), D4 = 40 Gy (2' 45''), D5 = 50 Gy (3' 59''), D6 = 60 Gy (4' 07''), D7 = 70 Gy (4' 48''), D8 = 80 Gy (5' 29''), D9 = 90 Gy (6' 10''), D10 = 100 Gy (6' 52''). Setiap dosis perlakuan diulang sebanyak 10 kali atau sebanyak 10 botol yang setara dengan 250 plb atau planlet. Plb yang sudah diradiasi di sub kultur ke medium baru dan dilakukan pengamatan morfologi terhadap karakter vegetatif di laboratorium kultur jaringan tanaman. Planlet diiradiasi didalam botol kultur, setelah diradiasi langsung diaklimatisasi pada medium non steril berupa campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 1 : 1 : 1 dan dipelihara di rumah kawat dengan naungan 45%.

Pengamatan karakter morfologi dilakukan pada fase pertumbuhan vegetatif dan fase generatif tanaman hasil iradiasi, selanjutnya dilakukan analisis molekuler menggunakan marka ISSR terhadap tanaman hasil seleksi morfologi. Data biner dianalisis pengelompokan (clustering) menggunakan metode SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchical and Nested)-UPGMA (Unweighted pair-group method arithmatic average).

Perbanyakan massal secara klonal yang standar dan terbaik untuk pertumbuhan dan multiplikasi plb anggrek S. plicata secara in vitro telah berhasil didapatkan. Medium untuk pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek dan plb adalah medium MS + 50- 100 ml L-1 air kelapa dan medium VW + 50-100 ml L-1 air kelapa. Perkembangan plb menjadi plantlet dan multiplikasi plantlet anggrek S. plicata yang terbaik dapat menggunakan medium MS vitamin B5 + 75 ml L-1 air kelapa atau menggunakan medium MS + BA 20 μM + 2 % arang aktif.

Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma pada plb maupun plantlet sudah mampu meningkatkan keragaman genetik anggrek S. plicata. Radiosensitivitas plb terhadap dosis iradiasi sinar gamma lebih rendah dibandingkan dengan planlet. Lethal dose 50% (LD50) untuk iradiasi plb berkisar antara 34.40 Gy

– 47.71 Gy. Lethal dose 50% (LD50) untuk iradiasi planlet berkisar antara 36.58 Gy

– 50.74 Gy.

Iradiasi sinar gamma pada planlet S. plicata telah berhasil mendapatkan 9 mutan potensial atau sebesar 0.36% dari total 2 500 plantlet yang diiradiasi. Mutan perubahan warna bunga yang sudah stabil sampai generasi ketiga adalah mutan 3 (3SpBa50), mutan 7 (7SpBa40), dan stabil sampai generasi keenam yaitu mutan 1 (1SpBa50), mutan 2 (2SpBa70) dan mutan 4 (4SpBa60). Mutan perubahan bentuk bunga yang sudah stabil sampai generasi ketiga adalah mutan 8 (8SpBa30) dan mutan 9 (9SpBa60). Mutan perubahan bentuk pertumbuhan vegetatif sampai generasi keenam tapi belum menghasilkan bunga adalah mutan 5 (5SpBa100) dan mutan 6 (6SpBa50).

Hasil analisis keragaman genetik berdasarkan marka morfologi dan marka molekuler menggunakan 10 primer ISSR terhadap 9 tanaman mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma dan 3 kultivar S. plicata sebagai pembandingnya, menghasilkan 70 karakter morfologi yang dapat dirinci


(9)

ix

menjadi 177 sub karakter. Polimorfisme hasil karakterisasi morfologi mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya dikatagorikan tinggi yaitu mencapai 89.27%. Hasil analisis klustering karakter morfologi menggunakan metode UPGMA pada koefisien kemiripan 0.68 dan analisis komponen utama telah mampu mengelompokkan 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya menjadi 5 kelompok utama, dengan nilai goodness of fit matriks korelasi (r) sebesar 0.89 (sesuai).

Total pita yang dihasilkan dari 10 primer ISSR sebanyak 360 pita, yang tersebar ke dalam 71 lokus ISSR. Polimorfisme pola pita DNA yang dihasilkan dari 10 primer ISSR menunjukkan keberagaman yang sangat tinggi hingga mencapai 91.14%. Hasil analisis klustering pola pita ISSR menggunakan metode UPGMA dan analisis komponen utama terhadap 9 mutan anggrek S. plicata dan 3 pembandingnya mampu dibedakan dengan tegas menjadi 5 kelompok utama pada koefisien kemiripan 0.68 dan nilai goodness of fit matrik korelasi (r) penanda molekuler mencapai 0.91 (sangat sesuai).

Keywords : Spathoglottis plicata, in vitro, ISSR, karakter morfologi, mutan, iradiasi sinar gamma


(10)

(11)

xi

©HAK Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(12)

(13)

xiii

INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA UNTUK PENGEMBANGAN KLON UNGGUL

ANGGREK Spathoglottis plicata Blume

AKSESI BENGKULU

ATRA ROMEIDA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

xiv

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :

Hari/tanggal : Selasa, 29 Mei 2012 Pukul : 14.00 – 17.00 wib

Penguji luar komisi : 1. Dr. Ir. Muhammad Syukur, M.Si. 2. Dr. Ir. Diny Dinarti, M.Si.

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :

Hari/tanggal : Kamis, 28 Juni 2012 Pukul : 09.00 – 12.00 wib

Penguji luar komisi : 1. Prof. Dr. Ir. Soeranto Human, M.Sc. 2. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr.


(15)

xv

Judul Disertasi

: Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata

Blume Aksesi Bengkulu.

Nama : Atra Romeida

NRP : A263080011/PBT

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.

Ketua Anggota

Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. Dr. Ir. Rustikawati, M.Si.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(16)

(17)

xvii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia-Nya yang telah membukakan hati dan fikiran penulis sehingga karya ilmiah

yang berjudul “Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma untuk

Pengembangan Klon Unggul Anggrek Spathoglottis plicata Blume. Aksesi Bengkulu” telah dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini terdiri dari sembilan bab. Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dana Penelitian Hibah Bersaing DIKTI tahun anggaran 2009-2010, Penelitian Hibah Bersaing DIKTI tahun anggaran 2011-2012 dan Penelitian Hibah Pembinaan Universitas Bengkulu tahun anggaran 2010.

Penelitian ini telah mampu mendapatkan 9 mutan potensial yang unik dan punya perbedaan bentuk dan warna bunga dibandingkan dengan tipe liarnya (wild type) yang dapat dijadikan sebagai tetua persilangan maupun dilepas sebagai varietas komersial. Keberhasilan penelitian ini sangat ditunjang oleh bantuan fasilitas dan peralatan Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika IPB Bogor dan Laboratorium Genetika LIPI Cibinong serta fasilitas Iradiasi sinar gamma PATIR BATAN Jakarta.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr., Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. dan Dr. Ir. Rustikawati, M.Si. selaku anggota Komisi Pembimbing atas segala perhatian, kepercayaan, kesabaran, bimbingan, arahan, wawasan, kritik, saran dan telah sangat kooperatif serta telah memberikan banyak ilmu dan falsafah kehidupan yang sangat bermanfaat bagi penulis terutama untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. selaku ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Departemen gronomi dan Hortikultura IPB Bogor. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir G. A. Wattimena, MSc. yang telah banyak memberikan masukan ilmu yang bermanfaat. Prof, Dr. Ir. Nurhayati Matjjik, MS. dan Dr. Ir. Yudiwanti, MSi. selaku penguji Prelim lisan. Dr. Ir. M. Syukur, M.Si dan Dr. Ir. Diny Dinarti, MSi. selaku penguji ujian tertutup. Prof. Dr. Ir. Soeranto Human, M.Sc dan Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr. selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka dan seluruh dosen pengasuh mata kuliah yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

Terima kasih disampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Kepala Departemen Agronomi dan Hotikultura Faperta IPB, Ketua Program Studi/Mayor PBT yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu yang bermanfaat selama saya studi S3 di PBT-IPB Bogor. Pengelola jurnal Agronomi Indonesia IPB yang telah bersedia menerima dan menerbitkan artikel ilmiah yang merupakan bagian dari hasil penelitian Disertasi ini.


(18)

xviii

Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Bengkulu, Dekan Fakultas Pertanian UNIB, Lembaga Penelitian UNIB, Dr. Ir. Dwi Wahyuni Ganefianti M.Si. selaku Ketua Jurusan BDP atas segala dukungannya.

Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Bando Amin dan Ibu Ice Bando amin (Bapak Bupati Kepahiang dan ibu) atas izin dan dukungannya untuk menggunakan bahan tanam anggrek Spathoglottis plicata aksesi Bengkulu (Kabupaten Kepahiang) sebagai materi dasar penelitian Disertasi ini.

Terima kasih kepada Juju Juariah (Teknisi Lab. Kultur Jaringan IPB), Sulassih (Teknisi Lab. PKBT IPB), Ibu Suskandari Kartikaningrum (Balithi), Joko Marwanto (Teknisi lab. Mikro Teknik IPB), Bapak Prayitno dan bapak Armanu (Teknisi Gamma Chamber 4000A dan IRPASENA PATIR BATAN), Bapak Fajar (Teknisi Lab. Genetika LIPI Cibinong), Ibu Ika Rostika Tambunan (BB Biogen), Ibu Megayani Sri Rahayu (IPB), Eva Oktavidiati, Mbak Neng, Mbak Nur, Mang Udin, teman seperjuangan lainnya dan semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

Penghormatan dan ucapan terima kasih yang khusus disampaikan kepada Ayahanda H. Abu Thalib (Alm.) dan Ibunda Hj. Raminah, suamiku tercinta Ir. H. Sudirman Saleh, MM. serta semua anak-anakku terkasih M. Yoga Distra Sudirman, ST, Fatullah Distra Sudirman, M. Hafizo Distra Sudirman, Auliya Sutra dan Annisa Sutra atas semua pengorbanan, dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tulus selama menjalani kuliah di Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun dalam menyempurnakan disertasi ini sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap disertasi ini dapat menjadi salah satu acuan dalam mempelajari tanaman anggrek khususnya anggrek Spathoglottis plicata Blume.

Bogor, Juli 2012


(19)

xix

RIWAYAT HIDUP

ATRA ROMEIDA dilahirkan di Kerinci provinsi Jambi tanggal 30 Mei 1964. Anak pertama dari lima bersaudara, Ayahanda H. Abu Thalib (alm.) dan Ibunda Hj. Raminah. Penulis menikah dengan Ir. H. Sudirman Saleh, MM. pada tanggal 11 Mei 1989 dan telah dikaruniai lima orang putra-putri yaitu M. Yoga Distra Sudirman, ST, Fatullah Distra Sudirman, M. Hafizo Distra Sudirman serta putri kembar Auliya Sutra dan Annisa Sutra.

Tahun 1983 penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, mendapatkan beasiswa Mahasiswa Berprestasi dan beasiswa Ikatan Dinas dari DIKTI, lulus pada bulan Februari 1988. Tahun 1991 dengan beasiswa TMPD penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana S2 (Magister Sains) di Program Studi Agronomi, Bidang Ilmu Fisiologi Tanaman Departemen Agronomi IPB Bogor dan berhasil lulus pada bulan Oktober 1993. Tahun 2008 dengan beasiswa BPPS penulis melanjutkan pendidikan S3 (program Doktor) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Bogor.

Sejak bulan Maret 1989 penulis menjadi tenaga pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Mata kuliah yang diajarkan antara lain Kultur Jaringan Tanaman, Bioteknologi Tanaman, Biokimia, Fisiologi Tumbuhan, Nutrisi Tanaman dan Hidroponik. Penulis saat ini aktif sebagai anggota PERIPI, PERHORTI dan PERAGI.

Artikel ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi ini yang berjudul “Variasi

genetik mutan anggrek Spathoglottis plicata Blume. berdasarkan marker ISSR”

sudah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Agronomi Indonesia Vol.XI. No 2 Agustus 2012, Terakreditasi B, No : 83/DIKTI/Kep/2009. Makalah persentasi oral

yang berjudul “Optimasi pertumbuhan dan multiplikasi lini klon plbs anggrek

Spathoglottis plicata Blume. melalui modifikasi komposisi medium MS dan sitokinin” disampaikan pada Seminar Nasional PERHORTI di Lembang Bandung pada tanggal 23-24 November 2011 dan terpilih untuk dimuat pada Jurnal Hortikultura Indonesia Edisi Agustus – Desember 2011. Makalah persentasi oral

yang berjudul “Induksi mutasi protocorm like bodies (plb) anggrek Spathoglottis

plicata Blume. aksesi Bengkulu pada sebelas taraf dosis iradiasi sinar gamma” disampaikan pada Seminar bersama PERAGI, PERIPI, PERHORTI dan HIGI, tanggal 1-2 Mei 2012 di IICC Botani Square Bogor.


(20)

(21)

xxi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

RINGKASAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... ix

PRAKATA ………....... x

DAFTAR ISI ………........ xix

DAFTAR TABEL ………........ xxiii

DAFTAR GAMBAR ………....... xxv

DAFTAR LAMPIRAN ………....... xxix

GLOSSARY... xxxi

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah...………... 3

Tujuan Penelitian ………... 4

Hipotesis ……….………... 5

Kerangka Pemikiran ...…………... 5

Novelty... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 9

Botani dan Morfologi Anggrek Spathoglottis plicata Blume... 9

Perbanyakan Mikro Tanaman Anggrek... 13

Pemuliaan Mutasi ... 15

Radiosensitivitas ... 18

Pemuliaan Mutasi pada Tanaman yang Berbiak secara Vegetatif... 19

Pemuliaan Tanaman Hias dengan Mutasi Induksi... 21

Penanda Morfologi………... 22


(22)

xxii

BAB III. TAHAPAN PENELITIAN... 27 BAB IV. OPTIMALISASI PROTOKOL PERBANYAKAN IN

VITRO ANGGREK Spathoglottis plicata Blume... 31 Abstract... 31 Pendahuluan... 32 Bahan dan Metode... 35 Hasil dan Pembahasan... 37 Kesimpulan... 47 Daftar Pustaka... 48 BAB V. INDUKSI MUTASI PROTOCORM LIKE BODIES (PLB)

ANGGREK Spathoglottis plicata Blume. AKSESI

BENGKULU MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR

GAMMA DAN KARAKTERISASI MORFOLOGI SECARA

IN VITRO... 51

Abstract... 51 Pendahuluan... 52 Bahan dan Metode... 54 Hasil dan Pembahasan... 56 Kesimpulan... 64 Daftar Pustaka... 65 BAB VI. INDUKSI MUTASI PLANTLET ANGGREK Spathoglottis

plicata Blume. MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR

GAMMA DAN KARAKTERISASI BERDASARKAN

KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DI RUMAH

KAWAT... 67 Abstract... 67 Pendahuluan... 68 Bahan dan Metode... 69 Hasil dan Pembahasan... 73 Kesimpulan... 94 Daftar Pustaka... 95


(23)

xxiii

BAB VII. ANALISIS KERAGAMAN GENETIK ANGGREK

Spathoglottis plicata Blume. AKSESI BENGKULU DAN

MUTAN HASIL IRADIASI SINAR GAMMA

MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI DAN

MOLEKULER ... 97 Abstract... 97 Pendahuluan... 98 Bahan dan Metode... 99 Hasil dan Pembahasan... 106 Kesimpulan... 127 Daftar Pustaka... 128 BAB VIII. PEMBAHASAN UMUM... 131 BAB IX. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN... 141 Kesimpulan Umum ... 141 Saran... 142 DAFTAR PUSTAKA ...………... 143


(24)

(25)

xxv

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Pengaruh perlakuan mutagen pada level lokus... 20 2. Sasaran, luaran dan indikator capaian kegiatan penelitian... 28 3. Pengaruh jenis medium dan jenis bahan organik kompleks terhadap

pertumbuhan plb S. plicata pada 6 minggu setelah tanam (mst)... 38 4. Pengaruh konsentrasi bahan organik kompleks terhadap pertumbuhan

plb S. plicata pada 6 minggu setelah tanam (mst)... 40 5. Pengaruh formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula medium

terhadap pertumbuhan dan perkembangan plb anggrek S. plicata pada

6 mst... 41 6. Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap pertumbuhan dan

perkembangan plb S. plicata pada 6 mst... 44 7. Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan

dan perkembangan plb pada 7 bsi... 57 8. Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan

dan multiplikasi lini klon plantlet anggrek S. plicata pada 7 bsi... 76 9. Perubahan karakter vegetatif tanaman M1V1 anggrek S. plicata pada

12 bsi... 83 10. Perbedaan karakter fase generatif secara kuantitatif tanaman mutan

hasil iradiasi sinar gamma (M1V1) anggrek S. plicata dan

pembandingnya pada 12 bsi... 86 11. Daftar mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya yang

dikarakterisasi secara morfologi dan molekuler (ISSR)... 100 12. Karakter morfologi anggrek S. plicata Blume. dan tanaman hasil

mutasi dengan iradiasi sinar gamma... 101 13. Nama dan susunan basa primer ISSR koleksi PKBT-IPB... 105 14. Rekapitulasi karakter morfologi mutan anggrek S. plicata dan

pembandingnya... 107 15. Nilai komponen utama hasil analisis karakter morfologi... 113 16. Sub Karakter morfologi terpilih sebagai pembentuk komponen utama

berdasarkan analisis komponen utama... 114 17. Rincian lokus yang teramplifikasi menggunakan 10 primer ISSR pada

12 sampel mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya ... 117 18. Rekapitulasi jumlah pita DNA hasil amplifikasi menggunakan 10


(26)

xxvi

19. Hasil analisis nilai komponen utama berdasarkan nilai akar ciri

karakter molekuler mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya... 122 20. Karakter pita DNA pembentuk komponen utama berdasarkan marka

ISSR... 123 21. Rekapitulasi matrik jarak euclidian mutan anggrek S. plicata dan

pembandingnya berdasarkan koefisien kemiripan menggunakan marka


(27)

xxvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Perubahan warna bunga pada mutan krisan (Van Harten 1998) 6 2. Karakterisasi morfologi anggrek Spathoglottis plicata Blume

(Roberts 2009)... 11 3. Bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar

gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek S. plicata

Blume. aksesi Bengkulu... 30 4. Anggrek S. plicata Blume. aksesi Bengkulu : (a) bunga, (b)

buah, (c) plb... 35 5. Pengaruh formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula medium

MS terhadap multiplikasi plb anggrek S. plicata pada 6 mst. Kiri : modifikasi vitamin (VMS = vitamin MS, VB5 = vitamin B5), kanan : modifikasi gula (G30 = gula 30 g L-1, G40) = gula 40 g L-1. JPLB = jumlah plb, JPLT = jumlah plantlet, JD =

jumlah daun, JA = jumlah akar, TT = tinggi tanaman... 42 6. Pengaruh modifikasi vitamin dan konsentrasi gula terhadap

penampilan plb dan plantlet anggrek S. plicata pada 6 mst, VMS = vitamin MS, VB5 = vitamin B5, G30 = gula 30 g L-1,

G40 = gula 40 g L-1... 42 7. Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap penampilan

plb dan plantlet pada 6 mst, S0 = tanpa sitokinin , Kin =

kinetin, BA = BAP, AK = Air kelapa... 46 8. Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi

sinar gamma pada plb anggrek S. plicata... 55 9. Kurva jumlah plb anggrek S. plicata yang hidup pada 1-7 bsi

dengan 11 taraf dosis iradiasi sinar gamma... 58 10. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a)

persentase plb hidup, (b) persentase plb mati, (c) persentase plb akhir, (d) persentase populasi akhir anggrek S. plicata pada

7 bsi... 59 11. Pertumbuhan dan perkembangan plb pada 7 bsi : a. plb normal

(0-10 Gy), b. multiplikasi plb tinggi (20 Gy), c. Kimera plb variegata dan plb ungu (30 Gy), d. plb membentuk kalus dan pembentukan plantlet kimera (50 Gy), e. plantlet albino (70 Gy), f. plb berkembang menjadi kalus kompak (60 Gy), g. plb ungu dan variegata (40 Gy), h. pertumbuhan plb kimera


(28)

xxviii

12. Penampilan plantlet hasil perkembangan plb pada 7 bsi : a-b. variegata, c. albino, d. keriting, e. kimera, f. albino, g. daun

melintir, h. kimera, i. plantlet ungu... 62 13. Ilustrasi terjadinya kimera pada tanaman hasil mutasi (Datta

dan Chakrabarty, 2009)... 63 14. Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi

sinar gamma pada lini klon plantlet anggrek S. plicata... 73 15. Diagram pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap

persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati dan

persentase tanaman dorman pada 7 bsi... 74 16. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan (a)

persentase tanaman hidup dan (b) persentase tanaman mati

pada 7 bsi... 75 17. Persentase pertumbuhan dan perkembangan plantlet anggrek S.

plicata setelah diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar

gamma sampai 7 bsi... 77 18. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan : (a)

persentase plantlet hidup, (b) persentase anakan baru, (c)

persentase populasi akhir pada 7 bsi... 79 19. Perbedaan morfologi pada fase vegetatatif anggrek S. plicata

setelah diiradiasi sinar gamma. (a) bentuk dan ukuran daun, (b) variegata hijau-ungu, (c) variegata hijau putih, (d) variegata

hijau-kuning... 84 20. Perbedaan morfologi pada fase vegetatatif anggrek S. plicata

setelah diradiasi sinar gamma. (a) kormus dorman, (b) kormus tumbuh setelah dorman, (c-d) penampilan mutan 5 (100 Gy), (e-f), penampilan mutan 6 dengan jumlah anakan yang banyak, (g-n) perbedaan tangkai daun/pangkal batang anggrek S. plicata

pada mutan 1,2,3,4,7,8,9... 84 21. Perbedaan jumlah bunga mekar bersamaan anggrek S. plicata

dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma... 89 22. Perbedaan bentuk dan warna bunga anggrek S. plicata dan 7

mutan hasil iradiasi sinar gamma... 89 23. Perbedaan bentuk dan warna labellum, callus dan coulomb

anggrek S. plicata dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma... 90 24. Perbedaan bentuk dan warna apical lobe anggrek S. plicata

dan 7 mutan hasil iradiasi sinar gamma... 90 25. Model perubahan warna dan bentuk bunga mutan anggrek S.

plicata akibat iradiasi sinar gamma... 91 26. Lintasan umum biosintetik flavonoid yang berhubungan dengan


(29)

xxix

27. Pengamatan mikroskopis (1) irisan melintang akar, (2) bentuk stomata pada permukaan bawah daun (3) jumlah sel kloroplas

pada sel penjaga stomata... 94 28. Wilayah amplifikasi ISSR( Zietkiewicz et al. 1994)... 98 29. Dendrogram analisis kluster berdasarkan karakter morfologi

pada mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya... 112 30. Biplot dua dimensi hasil analsis komponen utama berdasarkan

karakter morfologi tanaman mutan anggrek S. plicata dan

pembandingnya... 114 31. Dendrogram analisis kluster berdasarkan karakter molekuler

ISSR mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya... 121 32. Karakter pola pita DNA hasil amplifikasi menggunakan primer

ISSR PKBT 6 (atas) dan PKBT 4 (bawah) mutan anggrek S.

plicata dan pembandingnya. ... 124 33. Hasil analisis komponen utama yang digambarkan ke dalam

gambar dua dimensi, menggunakan penanda molekuler ISSR


(30)

(31)

xxxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata

dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering UPGMA

marka morfologi... 149 2. Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata

dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering UPGMA

marka ISSR... 150 3. Deskripsi anggrek Spathoglottis plicata Blume. aksesi

Bengkulu setelah didomestikasi... 151 4. Deskripsi mutan 1 (1SpBa50) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 50 Gy... 154 5. Deskripsi mutan 2 (2SpBa70) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 70 Gy... 157 6. Deskripsi mutan 3 (3SpBa50) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 50 Gy... 160 7. Deskripsi mutan 4 (4SpBa60) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 60 Gy... 163 8. Deskripsi mutan 5 (5SpBa100) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 100Gy.. 166 9. Deskripsi mutan 6 (6SpBa50) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 50 Gy... 167 10. Deskripsi mutan 7 (7SpBa40) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 40 Gy... 168 11. Deskripsi mutan 8 (8SpBa30) anggrek Spathoglottis plicata

Blume. aksesi Bengkulu setelah diiradiasi sinar gamma 30 Gy... 171 12. Deskripsi mutan 9 (9SpBa60) anggrek Spathoglottis plicata


(32)

(33)

xxxiii

GLOSSARY

Annealing : Penempelan primer pada DNA templat.

BA : Benzyl Adenin, termasuk golongan sitokinin yang berfungsi dalam pembelahan sel, induksi dan multiplikasi tunas.

Denaturasi : Tahapan reaksi dalam PCR, yaitu proses pemanasan sampai 94oC yang bertujuan untuk memisahkan DNA dari ikatan ganda menjadi ikatan tunggal.

Dendrogram : Diagram bercabang-cabang menyerupai pohon yang dipakai untuk menggambarkan derajat kekerabatan atau kemiripan. Fenotipe : Karakter yang dapat dilihat dan diukur atau sifat yang dapat

diobservasi pada makhluk hidup yang dihasilkan melalui interaksi antara potensi genetik dengan lingkungan.

Genotipe : Ciri fisik dari luar yang terkait dengan konstitusi genetik suatu individu.

Induksi mutasi : Memacu pembentukan mutan.

Iradiasi : Induksi radiasi, istilah baku yang digunakan untuk radiasi fisik yang terukur dan menggunakan peralatan tertentu. ISSR : Inter simple suquent repeat merupakan penanda DNA yang

menggunakan primer bagian microsetelit DNA atau urutan basa yang berulang dengan pola tertentu yang bersifat dominan.

Karakter : Setiap penciri organisme yang dapat dijasikan ukuran pembeda atau kesamaan suatu individu.

Keanekaragaman (diversity)

: Perbedaan atau variasi dalam ciri (karakter).

Kekerabatan : Derajat kesamaan umum fenotip atau genetik atau kedekatan kesamaan leluhur.

Monomorfik : Pola fragmen yang sama antar individu.

Multiplikasi : Pelipatgandaan materi genetik dalam kultur in vitro.

Mutagen : Wahana yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan. PCR : Polimerase chain reaction merupakan proses polimerasi

DNA secara berantai pada setiap siklus terjadi polimerisasi dan pembentukan DNA baru secara in vitro dengan bantuan primer, dNTP, taq DNA polimerasi.

Plasma nutfah (Germplasm)

: Bahan sumber hereditas yang diwariskan pada keturunan melalui gamet.

Plantlet : Tanaman kecil yang sudah lengkap akar, batang dan daun hasil perbanyakan in vitro.

Plb : Protocom like bodies yaitu perkembangan ekplan anggrek membentuk stuktur mirip kormus atau embriosomatik. Pleiotropic : Satu gen mengendalikan banyak karakter.

Polimorfik : Frgamen DNA yang berbeda antar individu.

Primer : Rantai DNA pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida yang berfungsi sebagai pemula proses sintesis rantai DNA dalam reaksi polimerasi.


(34)

xxxiv

Regerasi : Perkembangan materi kultur jaringan membentuk organ tertentu.

Sinar gamma : Radiasi yang dihasilkan oleh sumber 60CO yang mempunyai daya tembus yang sangat kuat yang dapat menyebabkan terjadinya kekacauan materi genetik makhluk hidup.

Terresterial : Jenis anggrek yang tumbuh pada medium tanah. Moss : Media tanam poros yang digunakan untuk anggrek.


(35)

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan taman sebagai jalur hijau, taman-taman kota, tanaman hias pembatas jalan dan ornamen taman mini di daerah perumahan di perkotaan saat ini sangat penting dan sudah menjadi kebutuhan mutlak. Tanaman anggrek Spathoglottis sp. merupakan salah satu jenis tanaman hias yang sangat potensial untuk memenuhi keperluan tersebut, karena mampu tumbuh dengan baik pada kondisi marginal, minim perawatan dan berpenampilan menarik. Terutama setelah didapat varian-varian bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga yang lebih beragam, baik melalui persilangan maupun dengan induksi mutasi.

Indonesia merupakan negara sumber plasma nutfah (mega biodiversitas) dari tanaman anggrek. Lebih dari 5.000 spesies anggrek atau sekitar seperlima dari total anggrek yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Keragaman warna dan bentuk bunga anggrek merupakan faktor penting pada tanaman anggrek, semakin unik dan langka tanaman anggrek semakin tinggi nilai ekonominya (Handoyo dan Prasetya 2006).

Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang sangat potensial sebagai penghasil devisa. Produksi dan nilai ekspor impor anggrek Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada tahun 2009 produksi anggrek Indonesia sebanyak 16 205 949 batang, tahun 2010 sebanyak 14 050 445 batang, dan tahun 2011 sebanyak 14 419 819 batang (BPS 2012).

Selama beberapa tahun terakhir juga terjadi fluktuasi nilai ekspor-impor anggrek Indonesia. Nilai ekspor anggrek secara keseluruhan selama lima tahun dari tahun 2006-2010 mengalami pasang surut. Tahun 2006 sebesar $ 1.232.199 turun menjadi $ 1.166.671 tahun 2007 dan turun kembali sebesar $ 740.751 tahun 2008. Tahun 2009 ekspor anggrek mengalami peningkatan sebesar $ 1.040.544, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan hingga sebesar $ 899.397. Nilai total impor anggrek yang juga mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2006 nilai impor anggrek sebesar $ 548.601 turun menjadi $ 480.204 tahun 2007 dan tahun 2008 impor anggrek mengalami penurunan yaitu sebesar $ 78.265. Tahun 2009 impor anggrek


(36)

2

mengalami peningkatan yaitu sebesar $ 434.071 dan tahun 2010 nilai impor anggrek turun hingga hanya mencapai $ 40.154. Walaupun terjadi fluktuasi, dari data ekpor impor dapat diketahui bahwa terjadi surplus bagi Indonesia (Dirjen Hortikultura (2011).

Anggrek yang dominan disukai oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri adalah jenis Dendrobium (34%), diikuti oleh Oncidium Golden Shower (26%), Cattleya (20%) dan Vanda (17%) serta anggrek lainnya (3%). Jenis anggrek Spathoglottis sp belum termasuk ke dalam anggrek yang diekspor karena belum ada permintaan dari luar negeri yang tercatat secara resmi pada BPS (2011) maupun Kominfo-Newsroom (2009). Anggrek jenis Spathoglottis sp. belum banyak diminati oleh konsumen karena masih memiliki beberapa kelemahan yang harus diperbaiki, diantaranya adalah kurang beragamnya warna bunga.

Pemuliaan tanaman anggrek melalui persilangan membutuhkan waktu yang relatif lama, sebagai contoh anggrek Dendrobium hibrida membutuhkan waktu 3-5 tahun untuk mendapatkan kultivar baru, akibat lamanya masa juvenil yang mencapai 30 bulan (Kamemoto et al. 1999, Fadelah 2006). Anggrek Vanda sp. dan Onchidium sp membutuhkan waktu yang lebih lama lagi karena masa juvenil yang lebih lama dibandingkan dengan anggrek Dendrobium (Martin dan Madassery 2006). Pemuliaan anggrek Spathoglottis sp. belum banyak dilaporkan, namun BALITHI segunung sudah melakukan persilangan secara intensif dan terprogram dengan baik. Beberapa hasil silangan sudah berhasil dilepas sebagai varietas baru (Kartikaningrum dan Puspasari 2005).

Hasil pemuliaan tanaman anggrek S. plicata dapat dipercepat dengan cara melakukan induksi mutasi, baik dengan bantuan bahan kimia maupun secara fisik. Salah satu cara yang paling efektif yang diduga mampu dan berpotensi untuk menghasilkan varian baru adalah melalui iradiasi sinar gamma (Human 2003). Keberhasilan upaya iradiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas genotipe yang diradiasi. Tingkat sensitivitas tanaman sangat bervariasi antar jenis tanaman dan antar genotipe (Banerji dan Datta 1992). Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (Lethal dose 50) yaitu

dosis yang menyebabkan kematian 50% populasi tanaman. Beberapa studi menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi disekitar LD30-LD70 (van Harten 2002).


(37)

3

Penanda morfologi dapat digunakan sebagai cara cepat untuk mengidetifikasi perbedaan tanaman hasil mutasi (mutan) dibandingkan dengan tipe liarnya. Semakin banyak perbedaan morfologi antara tanaman mutan dengan tipe liarnya, semakin banyak terjadi perubahan akibat iradiasi sinar gamma. Marka morfologi sudah banyak digunakan untuk mengidentifikasi perubahan pada beberapa jenis tanaman, diantaranya adalah tebu (Hartatik 2000). Karakter morfologi daun dan bunga merupakan karakter penting yang umumnya digunakan untuk membedakan antar kelompok tanaman anggrek (Bechtel et al. 1982). Karakteriasasi berdasarkan marka morfologi mempunyai beberapa kelemahan karena sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik mikro maupun makro. Kesulitan lain akan terjadi apabila suatu karakter yang bersifat kuantitatif yang diatur oleh banyak gen sehingga interpretasi hasilnya akan sulit dilakukan (Weising et al. 1995).

Marka molekuler dapat digunakan untuk melengkapi hasil pengukuran menggunakan marka morfologi. Salah satu penanda molekuler yang dapat digunakan untuk mengungkap variabilitas genetik beberapa jenis tanaman adalah Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Identifikasi secara molekuler menggunakan marka ISSR sudah berhasil dan sangat efektif digunakan untuk mendeteksi keragaman genetik 31 spesies anggrek Dendrobium (Wang et al. 2009).

Perumusan Masalah

Pengembangan klon unggul dan unik anggrek S. plicata hanya dapat dilakukan apabila sumber keragaman genetiknya tersedia dalam koleksi plasma nutfah, terutama yang mempunyai jarak genetik yang jauh (Kartikaningrum et al. 2004). Populasi yang memiliki keragaman genetik tinggi sebagai bahan baku utama program pemuliaan tanaman dapat berupa kerabat liar, landras (unggul lokal), kultivar komersial, atau mutan hasil induksi mutasi.

Keterbatasan plasma nutfah anggrek S. plicata sebagai sumber gen bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga menyebabkan upaya induksi mutan secara buatan menjadi salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Induksi mutasi secara artificial (buatan) dapat dilakukan dengan bantuan mutagen kimia, mutagen fisik, atau melalui kultur kalus berulang secara in vitro di dalam medium dengan penambahan zat pengatur tumbuh konsentrasi tinggi.


(38)

4

Penelitian Disertasi ini memanfaatkan teknik induksi mutasi buatan melalui iradiasi sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik dan mendapatkan varian mutan anggrek S. plicata yang unik dan berbeda dengan wildtypenya. Varian mutan tersebut selanjutnya akan diseleksi secara in vitro dan di rumah kawat untuk mendapatkan genotipe-genotipe yang unik sekaligus untuk mendapatkan karakter agronomi dan morfologi yang baik dalam rangka mendapatkan genotipe yang berpotensi menjadi kultivar unggul dan unik, serta dapat dilepas sebagai kultivar baru hasil induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma.

Skenario pengembangan kultivar unggul dan unik anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma, diawali dengan melakukan seleksi untuk memilih mutan-mutan potensial yang dapat dilepas sebagai kultivar unggul dan unik, serta potensial dijadikan sebagai tetua persilangan untuk memperbaiki beberapa kekurangan karakter morfologi yang terdapat pada anggrek S. plicata aksesi Bengkulu. Selanjutnya dilakukan pengujian stabilitas mutan dan penentuan identitas morfologi dan molekuler (ISSR) mutan potensial yang dihasilkan. Terakhir dilakukan perbanyakan massal mutan potensial secara in vitro untuk mengantisipasi peningkatan permintaan pasar terhadap anggrek S. plicata kultivar unggul baru dan unik.

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan klon mutan unggul anggrek S. plicata asal Bengkulu melalui induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma. Selanjutnya dari tujuan utama dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut :

1. Mendapatkan protokol perbanyakan massal yang standar dan seragam untuk anggrek S. plicata secara in vitro.

2. Menginduksi keragaman genetik anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma dan menentukan radiosensitivitas plb dan planlet hasil iradiasi sinar gamma dalam pembentukan mutan potensial untuk pengembangan klon mutan unggul anggrek S. plicata aksesi Bengkulu.


(39)

5

3. Menganalisis efektifitas dan akurasi penggunaan marka morfologi dan marka molekuler menggukan primer ISSR untuk mengidentifikasi keragaman genetik mutan anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma dan pembandingnya.

Hipotesis

1. Terdapat teknik perbanyakan massal anggrek S. plicata yang terbaik.

2. Terdapat dosis iradiasi sinar gamma yang efektif untuk menginduksi keragaman genetik yang tinggi yang mampu menghasilkan mutan potensial untuk pengembangan klon unggul anggrek S. plicata aksesi Bengkulu.

3. Perubahan yang terjadi pada sel mutan akan dapat diamati pada karakter morfologi dan karakter molekuler menggunakan marka ISSR baik pada fase vegetatif maupun fase generatif sehingga dapat dibedakan antara mutan dengan tipe liarnya.

Kerangka Pemikiran

Pemilihan anggrek S. plicata dalam percobaan ini didasarkan atas pemikiran bahwa anggrek S. plicata belum banyak beredar dipasaran karena varian warna daun dan bunga serta bentuk daun dan bunga yang tersedia masih sangat terbatas yaitu warna pink sampai ungu cerah saja. Selain itu masih banyak permasalahan yang terdapat pada anggrek S. plicata tipe standar yang harus segera diatasi, antara lain ukuran daun yang terlalu besar sehingga tidak seimbang dengan ukuran bunga yang kecil, tanaman terlalu tinggi sehingga mudah rebah, diameter tangkai bunga yang terlalu kecil sehingga tidak mampu menyangga bunga akibatnya tangkai bunga menjuntai kebawah dan tidak bisa terlihat karena terhalangi oleh rimbunnya daun, serta lama mekar satu bunga yang terlalu singkat biasanya 2-3 hari saja.

Permintaan anggrek Spathoglottis sudah mulai meningkat terutama untuk ditanam sebagai ornamen taman di perumahan-perumahan yang berwawasan lingkungan di daerah perkotaan, taman-taman kota dan border jalan, sehingga dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar dan varian warna yang lebih banyak. Teknik perbanyakan massal dan kontinyu sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan permintaan yang terus meningkat.


(40)

6

Banyak cara untuk meningkatkan keragaman warna dan bentuk tanaman anggrek, antara lain dengan cara hibridisasi dan induski mutasi. Hibridisasi akan berhasil apabila terdapat keragaman yang besar di dalam plasma nutfah. Sebaliknya, apabila tetua yang tersedia keragamannya rendah cara ini akan mengalami hambatan dan tingkat keberhasilannya rendah serta dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan varitas baru melalui teknik persilangan, karena anggrek memiliki masa juvenil yang panjang.

Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan keragaman anggrek S. plicata. Penggunaan iradiasi sinar gamma diyakini akan mampu menghasilkan varian baru anggrek S. plicata yang lebih beragam warna dan bentuk bunganya, sekaligus akan mampu memperbaiki beberapa kekurangan yang terdapat pada tanaman tipe standar. Penggunaan iradiasi sinar gamma umumnya akan menghasilkan tanaman yang lebih kecil, daun varigata, dan ada kemungkinan didapatkan tanaman unik yang sangat berbeda dengan tipe liarnya (van Harten 2002).

Penggunaan iradiasi sinar gamma ternyata telah berhasil meningkatkan keragaman berbagai jenis tanaman, seperti yang dilaporkan oleh beberapa peneliti pada tanaman krisan (Datta dan Chakrabarty 2009, Datta dan Steiner 2005). Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada tanaman krisan yang berwarna pink telah menghasilkan variasi warna bunga paling banyak, antara lain orange, coklat, bronze, merah, putih dan kuning sebagai warna akhir. Iradisi pada krisan berwarna ungu telah didapatkan warna pink, putih dan merah. Model perubahan warna bunga hasil iradiasi sinar gamma dapat dilihat pada Gambar 1.


(41)

7

Perubahan warna yang terjadi pada krisan ternyata berlaku pula pada bunga anyelir (Aisyah et al. 2009), kecombrang (Dwiatmini et al. 2009), mawar (Soedjono 2003), Portulaca grandiflora (Wongpiyasatid dan Roongtanakiat 1992).

Pendekatan yang sama secara analogi terhadap perubahan yang terjadi pada tanaman krisan berwarna pink yang telah menghasilkan banyak varian warna bunga yang berbeda dibandingkan dengan tipe liarnya, diharapkan dapat terjadi pula pada anggrek S. plicata. Anggrek S. plicata yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari provinsi Bengkulu yang mempunyai warna bunga ungu cerah, pangkal batang/tangkai daun dan tangkai bunga yang berwarna ungu cerah.

Induksi mutasi diharapkan dapat memperbaiki beberapa kekurangan pada morfologi tanaman, seperti daun yang terlalu panjang dan lebar, ideotipe tanaman yang terlalu besar, lama mekar bunga yang sangat singkat dan jumlah bunga yang mekar bersamaan yang terlalu sedikit.

Novelty

Kebaharuan (novelty) yang telah didapatkan dari beberapa rangkaian percobaan yang telah dilakukan adalah :

1. Teknik perbanyakan massal anggrek S. plicata yang mampu menghasilkan lini klon plb dan planlet dalam jumlah besar dan seragam secara in vitro.

2. Radiosensitivitas (LD50) plb dan planlet anggrek S. plicata yang dapat digunakan

sebagai acuan untuk melakukan iradiasi sinar gamma.

3. Sembilan mutan potensial hasil iradiasi sinar gamma yang terdiri atas 5 mutan warna bunga, 2 mutan bentuk bunga dan 2 mutan berbeda tipe pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tipe liarnya, yang sudah stabil secara klonal pada generasi ketiga- keenam dan berpotensi dilepas sebagai varitas baru.

4. Ideotipe tanaman baru (mutan 4) yang berukuran kecil dengan warna bunga kuning cerah yang sangat menarik dan sangat cocok dijadikan tanaman pot, sudah stabil sampai generasi keenam dan berpotensi dilepas sebagai varitas baru, karena memenuhi persyaratan BUSS (baru, unggul, seragam dan stabil).

5. Metode analisis molekuler yang lebih efektif dan lebih akurat dalam mengidentifikasi keragaman genetik tanaman anggrek S. plicata dan mutan hasil iradiasi sinar gamma menggunakan marka ISSR.


(42)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Anggrek Spathoglottis plicata Blume.

Anggrek Spathoglottis plicata Blume. dapat dijumpai tumbuh di seluruh kawasan Indonesia termasuk di Provinsi Bengkulu. Tanamannya mudah tumbuh di tempat terbuka dan pada lahan-lahan marginal, padang rumput, di tepi sungai, di tebing-tebing bekas longsor, dimana kompetisi dengan tumbuhan lain tidak terlalu ketat. Klasifikasi lengkapnya seperti dirangkum oleh Jones (2006) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae Phylum : Tracheophyta Subphylum : Euphyllophytina Infraphylum : Radiatopses Klas : Liliopsida Subklas : Liliidae Superordo : Lilianae Ordo : Orchidales Famili : Orchidaceae Subfamili : Epidendroideae Genus : Spathoglottis Spesies : plicata - Blume

Nama Botani : Spathoglottis plicata Blume.

Anggrek Spathoglottis tumbuh di tanah atau termasuk anggrek terresterial. Ciri morfologinya antara lain memiliki umbi semu/kormus (cormus) berbentuk bulat telur, tertanam di bawah tanah. Setiap buku dan ujung kormusnya akan muncul tunas, setiap batang terdapat 4-7 daun. Daunnya berbentuk lancet memanjang dengan ujung yang meruncing, permukaan daun agak berlipatan (plicate), ukuran daunnya kurang lebih 100 cm x 6 cm. Anggrek S. plicata memiliki tangkai bunga fluorescent yang dapat mencapai 1 m atau lebih, dengan jumlah bunga sekitar 2-3 kuntum yang mekar serentak sementara yang lainnya masih kuncup. Bunga yang membuka penuh berdiameter 3 – 4 cm. Warna bunga bervariasi dari ungu terang, pink hingga putih. Kelopak bunga berbentuk lancet yang melebar di pangkalnya, berukuran 2 cm x 1.5 cm. Bibir bunga berbentuk spatula, runcing di pangkal dan


(43)

10

melebar di ujungnya. Tipe yang berbunga ungu memiliki variasi warna kuning di pangkal bibirnya yang bertitik-titik merah (Puspaningtyas et al. 2003).

Kurang lebih 40 spesies Spathoglottis diketahui terdapat di Asia Tenggara dan Papua Nugini. Tujuh diantaranya bersifat indigenous terdapat di Filipina dan 21 spesies terdapat di Papua Nugini (Holtum 1972). Nama generik Spathoglottis berasal dari bahasa Yunani spathe berarti belati dan glotta berarti lidah, mengacu pada labellum dari genus (Davis dan Steiner 1982). Nama spesifik plicata diperoleh dari penampilan atau lekukan daun plicated .

Thompson dan Wright (1995), melaporkan bahwa beberapa spesies anggrek Spathoglottis yang banyak terdapat di Indonesia antara lain S. plicata, S. aurea, S. unguiculata, dan S. angustorum. Anggrek S. plicata warna pink - ungu merupakan anggrek tipe standar yang memiliki penyebaran yang sangat luas mulai dari Sumatera sampai Filipina. Jenis anggrek ini merupakan spesies anggrek tanah yang banyak di budidayakan. Anggrek S. plicata warna putih masih sangat jarang dijumpai. Spesies anggrek dengan warna putih (cv. Alba) banyak terdapat di Sulawesi. Anggrek S. unguiculata sangat mirip dengan S. plicata. Perbedaannya antara lain memiliki tangkai bunga tegak, kokoh dan pendek. Bunga tidak memiliki perpuntiran, sehingga menghadap ke dalam/ke atas pada saat mekar, warna bunga ungu tua, dan ukuran kecil. (Bechtel et al. 1982, Parker 1994). Karakter ini dapat diperbaiki dengan cara menyilangkan dengan S. plicata (Kartikaningrum et al. 2004).

S. aurea memiliki daun hijau keunguan, lebar 4 cm, dan panjang tangkai daun 10-20 cm. Lebar bunga 6-7 cm, warna kuning emas, sepal dan petal berukuran sama, keping sisi dan bibir berbintik merah, pangkal bibir berbintik merah tersusun secara longitudinal, dan bibir sempit (lebar sekitar 4 mm) (Kartikaningrum et al. 2007). S. vanoverbergii juga memiliki bunga yang berwarna kuning, agak kecil, berasal dari pegunungan di Luzon (Filipina), kadang-kadang bersifat desiduous, petal lebih besar dari sepal (lebar petal 1.2-1.3 cm, sepal 0.7-0.8 cm). S. Ingham Red, bunganya kuning kecoklatan, dengan bagian permukaan belakang bercorak warna ungu, keping sisi lebar dan membulat di bagian ujung (Davis dan Steiner 1982).

Ciri lain dari anggrek Spathoglottis adalah panjang tangkai bunganya. Beberapa jenis memiliki panjang tangkai bunga melebihi tinggi tanaman, sedangkan yang lain rangkaian bunganya tersembunyi di bawah kanopi tanaman karena tangkai bunganya


(44)

11

pendek. Bunga mekar tidak serempak dalam satu rangkaian bunga, setelah 2-3 hari bunga layu dan diganti dengan bunga lain secara berurutan. Jumlah bunga yang mekar pada saat yang sama bervariasi berkisar antara 2-3 kuntum per tangkai dan jumlah keseluruhan bunga antara 6-30 bunga/tangkai (Hawkes 1970). Morfologi lengkapnya oleh Lewis Roberts (Roberts 2009) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Karakterisasi morfologi anggrek S. plicata Blume. (Roberts 2009).

Persilangan menggunakan induk dari spesies yang ada, telah diperoleh beberapa hibrida yang telah dilepas oleh BALITHI Segunung sebagai kultivar baru yaitu S. plicata cv. Kartika, cv. Ani Yudhoyono dan cv. Bintang Segunung (SK MENTERI PERTANIAN NOMOR : 506Kpts/PD.210/10/2003). Hasil Persilangan


(45)

12

anggrek S. plicata yang belum dilepas sebagai varietas baru dilanjutkan penelitiannya untuk melihat keragaan karakter kualitatifnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pemulia di Balithi menunjukkan adanya dominansi warna hasil persilangan dari tetua yang memiliki warna bunga yang berbeda. Urutan dominansi warna bunga Spathoglottis hasil persilangan adalah kuning, ungu tua, ungu muda, merah kecoklatan, pink, dan putih. Persilangan dengan tetua yang telah lanjut akan menghasilkan keturunan yang lebih variatif (Kartikaningrum et al. 2007)

Persilangan antar hibrida maupun persilangan antar genus masih dapat dilakukan, karena ada beberapa spesies dan genus yang masih dapat dilakukan hibridisasi. Di alam penyerbukan anggrek Spathoglottis biasanya terjadi dengan bantuan serangga penghisap nektar seperti lebah, kupu-kupu dan beberapa spesies burung yang berukuran kecil (Bechtel et al. 1981, Cribb dan Tang 1982, Davis dan Stiener 1982)

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik yang luas pada Spathoglottis, seperti karakter panjang daun, lebar daun, diameter tangkai bunga, panjang bibir dan lebar bibir (Handoyo dan Prasetya 2006). Karakter pertambahan jumlah anakan, lebar daun, diameter tangkai bunga, panjang daun, lebar bibir, panjang tangkai bunga, ratio panjang-lebar bibir, lebar bunga, panjang bunga, dan panjang bibir mempunyai nilai heritabilitas tinggi, sedangkan karakter rasio panjang-lebar bunga, rasio panjang-lebar daun, dan jumlah kuntum mempunyai nilai heritabilitas sedang. Hal ini membawa implikasi karakter ukuran daun, ukuran bunga dan bibir, serta pertambahan jumlah anakan memiliki keragaman genetik yang luas dan nilai duga heritabilitas yang tinggi, sehingga seleksi akan efektif bila ditujukan hanya pada karakter tersebut dan karakter tersebut akan diwariskan ke generasi selanjutnya (Kartikaningrum et al. 2005; Kheawwongjun dan Thammasiri 2003).

Anggrek Spathoglottis dapat berkembang biak dengan cepat melalui pemisahan anakan. Penanaman kormus tidak boleh seluruhnya terbenam di dalam tanah, separuhnya harus berada diatas permukaan tanah (Holtum 1972). Perkembang biakan melalui biji juga dapat dilakukan, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama, dan biasanya keberhasilannya akan tinggi bila melalui teknik kultur jaringan, karena biji anggrek tidak memiliki endosperm sehingga di alam hanya dapat bertahan hidup


(46)

13

sekitar 1-5% saja, kecuali bila biji jatuh ketempat-tempat yang terdapat mikoriza yang bersimbiosis dengan anggrek Spathoglottis sp. (Engle 1993, Hawkes 1970).

Kartikaningrum et al. (2004) telah melakukan karakterisasi anggrek Spathoglottis sp. Koleksi Spathoglottis yang ada sekarang baru mengarah pada tetua-tetua yang memiliki keragaman karakter panjang tangkai bunga dan warna bunga. Beberapa nomor aksesi genus Spathoglottis yang sudah dikarakterisasi, terdapat keragaman karakter kualitatif pada bunga terutama bentuk sepal dan petalnya, sedangkan karakter-karakter pada daun tidak terdapat keragaman. Hasil analisis yang dilakukan pada beberapa aksesi Spathoglotis diperoleh tingkat keragaman karakter-karakter morfologi sebesar 26%. Nilai keragaman karakter tersebut tergolong kecil.

Peningkatan keragaman morfologi perlu dilakukan, misalnya dilakukan persilangan dengan genus-genus lain yang cocok, seperti Calanthe sp., Phaius sp. dan Bletila/Bletia sp. Warna bunga Spathoglottis dapat dikelompokkan menjadi empat warna dasar yaitu ungu, kuning, pink dan putih. Namun masing-masing warna memiliki gradasi warna dan keragaman yang luas.

Perbanyakan Mikro Tanaman Anggrek

Metode propagasi cepat sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi permintaan pasar yang semakin meningkat. Metode propagasi berbagai jenis anggrek secara in vitro sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti, diantaranya oleh Martin dan Madassery (2006), Kuo et al. (2005), Nayak et al. (2002) dan Park et al. (2002). Panduan untuk mempercepat pembungaan pada beberapa kultivar anggrek Dendrobium untuk mengatasi masa juvenil yang panjang sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti, diantaranya Sim et al. 2007, Ferreira et al. 2006, Wang et al. 1997. Penggunaan sitokinin sangat penting untuk perbanyakan in vitro berbagai jenis anggrek termasuk anggrek S. plicata. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sangat berperan dalam proses proliferasi sel (Ramirez-Parra 2005), menginduksi pembelahan sel serta pembentukan dan perkembangan tunas (Mok 1994), mengaktifkan pucuk tunas lateral yang dorman (Napoli et al. 1999) serta memperlambat senescence (Gan dan Amasino 1995). Umumnya anggrek sudah


(47)

14

dapat tumbuh baik tanpa penambahan sitokinin pada medium tanamnya, namun dengan penambahan sitokinin dapat memacu multiplikasi plb dan planlet menjadi lebih cepat.

Multiplikasi plb dan planlet anggrek Dendrobium cv. Thampomas tercepat dan tertinggi didapat pada Media MS dengan penambahan 3 ppm BAP (Romeida dan Susanti 2004), sedangkan untuk anggrek Dendrobium silangan (cv. Thampomas x cv. Jaq. Hawaii) di dapat pada media MS dan Media Knudson C dengan penambahan 2% arang aktif dan 5 ppm BAP (Romeida dan Hidayanti 2005). Jumlah planlet terbanyak anggrek Dendrobium Chao Praya Smile dihasilkan pada medium MS dengan penambahan 4.4 µM BA (Hee et al. 2009).

Seeni dan Latha (1992), melaporkan bahwa regenerasi eksplan daun anggrek Red Vanda (Rhenanthera imschootiana) pada medium Mira dengan penambahan 44.4 µM BA, 17.7 µM NAA, 2 g L-1 sukrosa dan 2 g L-1 pepton menghasilkan kalus mulai dari 10 sampai 12 minggu setelah tanam. Perkembangannya membentuk plb baru terjadi pada medium yang diperkaya dengan 10% air kelapa dan 35 g L-1 bubur buah pisang pada umur 12 minggu setelah sub kultur. Plb yang berkembang menjadi tunas juga dihasilkan setelah 12 minggu. Jumlah tunas tertinggi (multiplikasi tunas tertinggi) dihasilkan pada anggrek Blue Vanda yang mampu mencapai 40 tunas per eksplan juga dihasilkan pada medium yang sama dengan medium untuk Red Vanda hanya konsentrasi air kelapa ditingkatkan menjadi 15% (Seeni dan Latha 2000). Pertumbuhan tunas tertinggi anggrek Vanda spathula dihasilkan pada medium Mitra dengan penambahan kombinasi 44.4 – 66.6 μM BA dengan 28.5 - 40 μM IAA menggunakan explan buku tangkai bunga yaitu sebanyak 12.6 tunas/buku (Decruse et al. 2003).

Penggunaan medium MS dengan modifikasi vitamin medium menggunakan B5 telah pula dilakukan untuk meningkatkan multiplikasi dan meningkatkan ketegaran tanaman sebelum diaklimatisasi. Ahmad et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan 30 g L-1sorbitol dapat meningkatkan proliferasi tunas, akar, dan mampu meningkatkan berat basah akar pada batang bawah peach G 677. Kenyo (2002), melaporkan bahwa medium ½MS dengan penambahan 60-90 g L-1 sukrosa mampu mempertahankan pertumbuhan optimum Lili kultivar Avignon dan Bergamo, tanpa menyebabkan pertumbuhan abnormal selama percobaan in vitro. Pembentukan


(48)

15

rimpang mikro jahe Gajah dapat pula distimulasi dengan pemberian 4.61 ppm BAP dan 30 g L-1sukrosa (Marlin 2005).

Pemuliaan Mutasi

Secara umum mutasi didefinisikan sebagai perubahan materi genetik, dan merupakan sumber pokok dari semua keragaman genetik. Van Harten (1998), menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan sifat secara tiba-tiba dan perubahannya bersifat baka dan menurun atau perubahan genetik yang bersifat mendadak. Ilmu pemuliaan mutasi adalah ilmu pemuliaan berbasis individu sel yang berperan efektif secara genetik (Genetically Effective Cell = GEC). Pada pemuliaan mutasi, pemulia bekerja dengan beberapa GEC. Jadi berbeda dengan pemuliaan silangan (cross breeding), pemulia hanya bekerja dengan satu GEC (Albert et al. 1994)

Akibat mutagen akan terjadi perubahan pada DNA baik terhadap gen tunggal, terhadap sejumlah gen atau terhadap susunan kromosom (Poespodarsono 1988). Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan

urutan (‘sequence’) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya

perubahan pada protein yang dihasilkan.

Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas dan embrio. Mutasi berperanan penting dalam proses

evolusi. Akibat mutasi terjadi keragaman materi genetik sebagai ‘bahan baku’ dalam

pekerjaan program pemuliaan tanaman. Tanaman yang mempunyai serbuk sari yang steril atau tanaman apomiktik obligat, mutasi merupakan sumber pencipta keragaman.

Brock (1979) menyatakan, untuk meningkatkan frekuensi kejadian mutasi alami, dilakukan mutasi buatan atau mutasi induksi (induced mutation) dengan menggunakan mutagen. Mutagen adalah wahana yang digunakan untuk menciptakan mutasi buatan. Menurut Simmonds (1979) dan Boerjes (1972), secara umum mutagen bisa dibedakan menjadi mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutagen fisik adalah radiasi pengion seperti radiasi sinar alpha, sinar neutron, sinar X dan sinar gamma.


(49)

16

Poespodarsono (1988) mengelompokkan mutagen dalam tiga golongan, yaitu (1) mutagen kimia, seperti EMS (ethylene methane sulfonate), dES (diethyl sulfonate), BU (bromo urea), NMU (nitrosomethyl urea), NTG (nitrosoguanidine), acridines dan hydroxylamine, (2) mutagen fisik iradiasi, seperti sinar X, sinar α, sinar

dan sinar , fast neutron, ion beam dan electron beam (3) mutagen fisik

non-radiasi, seperti sinar UV. Sinar–X, sinar gamma dan sinar beta tidak menghasilkan materi radioaktif pada materi yang diradiasi (Ismachin 2007). Sinar gamma (energi tinggi) sangat efektif, efisien dan paling banyak digunakan (Human 2003).

Mutagen fisik non-radiasi berdaya tembus rendah, sehingga umumnya digunakan untuk mutasi mikroorganisme. Mutagen kimia bekerja dengan cara mengubah kemampuan berpasangan rantai DNA sehingga dapat merubah urutan genetik pada kromosom, sedangkan mutagen fisik iradiasi menyebabkan mutasi karena sel yang teradiasi dibebani tenaga kinetik yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia; akibatnya, susunan kromosom pun berubah. Perubahan sujumlah gen atau struktur kromosom akibat iradiasi sinar gamma, umumnya disebabkan oleh karena terjadinya delesi segmen kromosom, duplikasi, inversi (parasentrik maupun perisentrik), translokasi dan insersi yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah kromosom seperti aneuploidi, haploidi dan poliploidi (van Harten 2002).

Beberapa elektron yang dilepas mampu menghasilkan energi yang cukup untuk mengionisasi partikel mereka sendiri. Proses ionisasi menghasilkan radikal ion positif dan elektron bebas. Elektron akan terjebak di dalam lingkungan polar di dalam sistem biologi yang banyak mengandung air, sehingga cukup waktu bagi ion radikal yang labil dan aktif untuk bereaksi dengan molekul lain atau masuk ke dalam susunan jaringan yang lebih dalam. Elektron bebas dapat mempolarisasikan sejumlah molekul air menjadi elektron berair (e-aq). Radikal bebas yang terbentuk

dalam larutan lambat laun akan menggabung sehingga membentuk produk yang stabil. Adanya molekul oksigen (satu biradikal) akan bereaksi dengan radikal bebas yang terbentuk karena radiasi, menjadi radikal–peroksida. Ini berarti bahwa adanya oksigen akan mengubah dan memperbanyak produk sistem iradiasi (van Harten 2002).


(50)

17

Materi biologi selalu mengandung jumlah air yang cukup banyak, oleh karena itu penyerapan sinar pengion, disamping berperan dalam proses fisika maka peran proses kimiapun perlu diperhitungkan sebagai penyebab kerusakan genotipe (Van Harten, 1998). Reaksi kimia berantai yang terjadi adalah :

H2O  H2O+ + e-

H2O+  H+ + OHo

e-  e-eq

e-eq  Ho + OH-

Sedangkan kombinasi radikal bebas akan menghasilkan produk berikut : e-eq + e-eq  H2 + 2OH-

Ho + Ho  H2

OHo + OHo  H2 O2 (peroksida)

Broertjes dan van Harten (1988) menyatakan bahwa sinar gamma lebih sering digunakan karena mempunyai daya tembus yang lebih tinggi sehingga peluang terjadinya mutasi akan lebih besar. Sinar gamma ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah ditemukannya sinar Alpha dan Beta oleh Rutherford dan Soddy (van Harten 1998). Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar X, yang berarti dapat menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat iradiasi energi sinar gamma yang dihasilkan dari reaktor nuklir mencapai lebih dari 10 MeV. Daya tembusnya ke dalam jaringan sangat dalam, bisa mencapai beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya (Micke et el. 1987; van Harten 1998). Radiasi sinar gamma biasanya diperoleh dari disintegrasi radioisotop- radioisotop

137

Cs atau 60Co. Menurut van Harten (1998) 60Co memiliki dua puncak spektrum energi radiasi, yaitu pada 1.33 dan 1.17 MeV, dengan waktu paruh 5.27 tahun. Sumber harus diamankan dalam lapisan logam yang tebalnya 2-5 cm, tergantung pada jenis isotop yang digunakan, karena sangat berbahaya bagi kesehatan bila terpapar langsung iradiasi sinar gamma.


(51)

18

Radiosensitivitas

Radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas tanaman terhadap radiasi (van Harten 1998). Banyak hal yang dapat mempengaruhi radiosensitivitas. IAEA (1977) menyatakan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi radiosensitivitas yaitu (1) faktor lingkungan, seperti oksigen, kandungan air, penyimpanan pasca iradiasi, dan suhu, serta (2) faktor biologi, yaitu volume inti dan volume kromosom saat interfase, serta faktor genetik (Micke dan Donini, 1993).

Keragaman yang timbul akibat mutasi fisik iradiasi, sangat tergantung pada tingkat radiosensitivitas. Studi mengenai radiosensitivitas biasanya mengarah pada pemahaman terhadap mekanisme aksi dari ionisasi radiasi. Studi semacam ini sangat bermanfaat untuk menginduksi keragaman genetik, yang menyebabkan terjadinya aberasi kromosom, kerusakan fisik dan sterilitas, dan pada saat yang sama dapat dikontrol untuk memproduksi mutasi yang diinginkan (van Harten 1988).

Secara visual tingkat sensitivitas materi genetik yang diradiasi dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun lethal dose 50% (LD50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari

populasi yang diradiasi. Umumnya mutasi yang diinginkan terletak pada kisaran LD50. Perlakuan iradiasi terhadap kalus umumnya menggunakan dosis sekitar LD30,

yaitu dosis yang menyebabkan kematian 30% atau menjadi LD25 pada perlakuan

chronic irradiation (Human 2003).

Dosis optimum untuk menghasilkan mutan yang diinginkan, selain dipengaruhi oleh teknik iradiasi dan jenis tanaman, juga dipengaruhi oleh jenis radioisotop dan bentuk bahan tanaman yang diradiasi. Ada 3 macam teknik iradiasi dalam pemuliaan mutasi (Broertjes dan van Harten 1988) yaitu :

1. Radiasi akut adalah teknik iradiasi dengan laju dosis yang tinggi, sehingga waktu iradiasi hanya dalam hitungan detik, menit atau beberapa jam saja. Teknik ini lebih sesuai untuk meradiasi biji/benih, stek, kalus atau individual sel (GEC).

2. Radiasi kronik adalah teknik meradiasi dengan laju dosis yang rendah atau sangat rendah, sehingga waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama bahkan


(52)

19

dapat dilakukan untuk paling tidak 1 siklus tanaman. Teknik ini dilakukan bila ada gamma room atau gamma garden/gamma field.

3. Radiasi berulang adalah pelaksanaan iradiasi dilakukan berulang beberapa kali dengan dosis yang kecil sampai dosis yang diinginkan tercapai.

Besarnya laju dosis (dose-rate) tergantung besarnya aktivitas jenis radioisotop sebagai sumber pengion. Cobalt-60 adalah radioisotop yang memancarkan sinar gamma. Makin tinggi aktivitas jenis Cobalt-60, makin tinggi juga laju dosisnya. Laju dosis adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu (krad/detik atau Gy/detik). Dosis terserap adalah jumlah energi yang diserap per berat (massa) benda yang diradiasi. Satuan dosis terserap adalah rad atau Gray (Gy), 1 krad = 1000 rad = 10 Gy (Naumann et al. 1975).

Perlakuan iradiasi sinar gamma yang optimum pada kalus jagung berada pada kisaran 20-25 gray (Sutjahjo et al. 2007). Sementara hasil penelitian Herison et al. (2008) mendapatkan pola respon awal benih dan radiosensitivitas galur jagung terhadap iradiasi sinar gamma bervariasi antar galur. Nilai LD50 galur-galur jagung

yang diuji berkisar antara 97 Gy hingga 424 Gy. Keragaman karakter jumlah daun, panjang daun dan lebar daun meningkat antara 30-80%, sedangkan tinggi tanaman meningkat 250-1 300% akibat iradiasi pada LD50.

Pemuliaan Mutasi pada Tanaman yang Berbiak secara Vegetatif

Keuntungan dari perbanyakan secara vegetatif antara lain adalah secara genetik seragam dan tetap bersifat seperti tanaman aslinya, terutama pada tanaman yang tidak dapat berbuah ataupun tidak dapat menghasilkan biji, baik karena adanya kendala genetik maupun akibat adanya kendala fisik, atau tanaman yang mampu menghasilkan biji dengan cara apomiksis. Selain itu adapula tanaman yang mampu menghasilkan biji tapi bijinya tidak mempunyai endosperma seperti yang terjadi pada anggrek, sehingga di alam, persentase biji yang mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sangat rendah, karena adanya kendala-kendala tersebut maka pembiakan dengan cara vegetatif akan sangat membantu dan lebih menguntungkan (Chahal dan Gosal 2003).


(53)

20

Broertjes dan van Harten (1988), menyatakan bahwa aspek utama yang menjanjikan dari pemuliaan mutasi dibandingkan dengan pemuliaan konvensional adalah kemampuan mengubah hanya beberapa sifat jelek dari kultivar yang terpilih sebagai bahan pemuliaan, tanpa menimbulkan perubahan nyata dari keunggulan kultivar tersebut. Selain itu melalui induksi mutasi menggunakan dosis tinggi dengan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan mutan yang ekstrim, seperti terjadinya kemandulan yang menghasilkan tanaman Cytoplasmic Male Sterile (CMS) yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman jagung hibrida (Donini dan Micke 1984).

Pemuliaan mutasi bertujuan untuk mengubah atau menambah satu sifat yang diinginkan dengan tetap mempertahankan keunggulan varietas tersebut. Perubahan genetik diharapkan terjadi setelah perlakuan dengan mutagen pada tanaman induk (materi genetik). Perubahan yang sering terjadi adalah kehilangan (deletion), duplikasi dan mutasi resesif. Pemutusan linkage dengan sifat yang tidak disukai atau efek pleiotropic mungkin terjadi (van Harten 2002).

Kebanyakan mutasi menghasilkan gen resesif (relatif) terhadap alel pada varietas aslinya. Hasil demikian dapat menjadi halangan bagi pencapaian tujuan pemuliaan mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Bahan pemuliaan yang paling tepat untuk pemuliaan mutasi adalah kultivar unggul yang hanya memerlukan perbaikan sifat tertentu saja (Lapins 1974).

Tabel 1. Pengaruh perlakuan mutagen pada level lokus. Genotipe

awal

Genotipe setelah perlakuan

Tipe perubahan Pengaruh pada fenotipe

Probabilitas kejadian

AA A- Delesi Tak ada /lemah Tinggi

AA Aa Mutasi resesif Tak ada /lemah Rendah, relatif

Aa A- Delesi Tak ada /lemah Tinggi

Aa a- Delesi Nyata/Kuat Tinggi

Aa aa Mutasi Resesif Nyata (relatif) Rendah, relatif Aa AA Mutasi Dominan Tak ada /lemah Amat rendah

aa a- Delesi Tak ada /lemah Tinggi

aa Aa Mutasi Dominan Nyata (relatif) Amat rendah Sumber : IAEA (1977)

Perlakuan dosis tinggi dalam waktu yang singkat (dosis akut) lebih tepat untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Perubahan genotipe (level lokus) yang sering


(1)

Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus (2): 138-147.

Kenyo A, Murdaningsih HK, Herawati T, Darsa JS. 2002. Tanggap dua kultivar Lili terhadap kombinasi komposisi medium MS dan gula pasir untuk konservasi in vitro. Zuriat 13(2) : 87-96.

Kheawwongjun J, Thammasiri K. 2003. Breeding Spathoglottis spp. For commercial potted orchids http://www.publish.csiro.au/paper/BT9930553.htm. Latest taxonomic scrutiny: Govaerts R., 11-Nov-2003

[Kominfo-Newsroom]. 2009. Anggrek Impor. http://www.depkominfo.go.id /berita/bipnewsroom/pasar-indonesia-didominasi-anggrek-impor/ Berita Pemerintahan 9 Juli 2009

Kumar P. 2009. Potential of molecular markers in plant biotechnology. Review Article. Plant Omics J, 2(4):141-162.

Kuo HL, Chen JT, Chang WC. 2005. Efficient plant regeneration through direct somatic embryogenesis from leaf explants of Phalaenopsis ‘Little Steve’. In Vitro Cell Dev Biol Plant. 41:453–456

Lamseejan S, Jompok P, Wongpiyasatid A, Deeseepan S, Kwanthammachart P. 2000. Gamma-rays induced morfological change in Crysanthemum (Crysanthemum morifolium). Kasetsart J. (Nat. Sci.) 34:417-422.

Lapins KO. 1974. Compact Stella sweet cherry introduced. Mutation Breeding News Letter. IAEA, 4:8-13.

Marlin. 2005. Pembentukan rimpang mikro jahe (Zingiber officinale Rosc.) secara in vitro dengan pemberian Benzyl Amino Purine dan sukrosa. Jurnal Akta Agrosia. 8(2) : 70-73

Martin KP, Madassery J. 2006. Rapid in vitro propagation of Dendrobium hybrids through direct shoot formation from foliar explants, and protocorm-like bodies. Sci Hortic. 108:95–99

Micke A, Donini B. 1993. Induced mutation. In : Hayward MD, Bosemark NO, Romagosa I, ed. Plant Breeding Principles and prospects. Chapman & Hall. Pp 52-77.

Micke A, Donini B, Maluszynski M. 1987. Induced mutations for crop improve-ment - a review. Trop. Agric. 64 (4) : 259-278

Mok MC. 1994. Cytokinin : chemistry, activity and fuction. In Cytokinin and plant development an overview. M. Mok DWS, MC (ed.). p.155-156. CRC. Boca raton, FL.

Napoli CA, Beveridge CA, Snowden KC. 1999. Reevaluating concept of apical dominance and the control of axilarry bud outgrowth. Curr. Top. Dev. Biol. 44:127-169

Naumann CH, Underbrink AG, Sparrow AH. 1975. Influence if radiation dose on somatic mutation industion in Tradescantia. Rad. Res. 62:79-96


(2)

147

Nayak NR, Sahoo S, Patnaik S, Rath SP. 2002. Establishment of thin cross section (TCS) culture method for rapid micropropagation of Cymbidium aloifolium (L.) Sw and Dendrobium nobile Lindl (Orchidaceae). Sci Hortic. 94:107–116 Park SY, Murthy HN, Paek KY. 2002. Rapid propagation of Phalaenopsis from

floral stalk-derived leaves. In Vitro Cell Dev Biol Plant 38:168–172

Parker J. 1994. Tropical Orchidscapes. American Orchid Society Bulletin. p. 258-264.

Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas dan Lembaga Sumberdaya Informasi. Bogor: IPB.

Puspaningtyas DM, Mursidawati S, Sutrisno, Asikin J. 2003. Anggrek Alam di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. LIPI Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Bogor.

Ramirez-Parra E, Desvoyes B, Gutierrez C. 2005. Balance between cell division and differentiation during plant development. Int.J.Dev.Biol. 49:467-477. Robert L. 2009. Orchids of far north-eastern Queensland (1995-2003).

http://commons.wikimedia.org/wiki/Lewis_Roberts_Orchids_of_far_north-eastern_Queensland. Diunduh pada tanggal 4 Sepetember 2009.

Romeida, A. dan I. A. Susanti. 2004. Aklimatisasi anggrek silangan Dendrobium cv. Thampomas x cv. Taq. Hawaii pada beberapa taraf konsentrasi pupuk daun bioplasma dan jenis media tanam. Laporan penelitian (tidak dipublikasi).

Romeida A, Hidayanti T. 2005. Multiplikasi plantlet anggrek Dendrobium cv. Thampomas x cv. Taq. Hawaii pada beberapa taraf konsentrasi BAP dan Arang Aktif secara in vitro. Laporan penelitian (tidak dipublikasi).

Seeni S, Latha PG. 1992. Foliar regeneration of endangered Red Vanda (Renanthera imschootiana Rolfe) Orchidase.. Plant cell, Tissue and organ Culture 29 : 167-172.

Seeni S, Latha PG. 2000. In vitro multiplication and ecorehabilitation endangered Blue Vanda. Plant cell. Tissue and organ Culture. 61 : 1-8.

Sim GE, Loh CS, Goh CJ. 2007. High frequency early in vitro flowering of Dendrobium Madame Thong-In (Orchidaceae). Plant Cell Rep. 26:383–393 Simmonds W. 1979. Principles of Crop Improvement. Longman, London. 408 p. Soedjono S. 2003. Aplikasi mutasi induksi dan variasi somaklonal dalam pemuliaan

tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2):70-78

Soltis ED, Soltis SP, Doyle JF. 1998. Contributions of PCR-Based Methods to Plant Systematics and Evolution Biology. Molecular Systematics of Plants II DNA Sequencing. Massachussets. Kluwer Academic Publishers.


(3)

Sutjahjo SH, Rustikawati, Aisyah SI. 2007. Perakitan kultivar unggul jagung toleran kemasaman: seleksi in vitro mutan iradiasi sinar gamma dan varian somaklon. Laporan penelitian. LPPM-IPB

Thompson SA, Wright FW. 1995. Spathoglottis plicata (Orchidaceae): new to dominica, another record from the lesser antiles. Caribbean J. Sci. 31 (1-2):148-149.

Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Cetakan ke-15. Gadjah Mada University Press.

Torres KC. 1989. Tissue Culture Techniques fos Horticultural Crops. An Avi Book. New York. 285p.

Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Application. Press. Syndicate of the Univ. of Cambridge. UK. 353 p.

Van Harten AM. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamentals. In A vainstein (ed). Breeding for Ornamentals: classical and Molecular Approaches. Kluwer Academic Press., Boston

Waluyo R. 2001. Induksi mutasi krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) melalui iradiasi planlet. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 38 hal. (tidak dipublikasikan).

Wang GY, Xu ZH, Chia TF, Chua NH. 1997. In vitro flowering of Dendrobium candidum. Sci China (Ser C) 40:35–42

Wang HZ, Feng SG, Lu JJ, Shi NN, Liu JJ. 2009. Phylogenetic study and molecular identification of 31 Dendrobium species using inter-simpel sequent repeat (ISSR) markers. Scientia Horticultura. 122:440-447.

Weising K, Nybom H, Wolft K, Meyer W. 1995. DNA Finger Printing in Plants and Fungi. CRC Press. Inc. Boca Raton. 322 p

Wongpiyasatid A, Roongtanakiat N. 1992. Effects of gamma iradiation on flower colors and types of perennial Portulaca grandiflora Hook., pp. 695–704. In the 30th Kasetsart University Conference Proceedings, Bangkok, Thailand.

Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome fingerprinting by simple sequence repeat (SSR) anchored polymerase chain reaction amplification. Genomics (20):176-183.


(4)

149


(5)

Lampiran 1. Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering UPGMA marka morfologi

14


(6)

Lampiran 2. Nilai koefisien keragaman genetik mutan anggrek S. plicata dan pembandingnya berdasarkan analisis klustering SHAN – UPGMA menggunakan 10 marka ISSR.