dapat dilakukan untuk paling tidak 1 siklus tanaman. Teknik ini dilakukan bila ada gamma room atau gamma gardengamma field.
3. Radiasi berulang adalah pelaksanaan iradiasi dilakukan berulang beberapa kali dengan dosis yang kecil sampai dosis yang diinginkan tercapai.
Besarnya laju dosis dose-rate tergantung besarnya aktivitas jenis radioisotop sebagai sumber pengion. Cobalt-60 adalah radioisotop yang
memancarkan sinar gamma. Makin tinggi aktivitas jenis Cobalt-60, makin tinggi juga laju dosisnya. Laju dosis adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu
kraddetik atau Gydetik. Dosis terserap adalah jumlah energi yang diserap per berat massa benda yang diradiasi. Satuan dosis terserap adalah rad atau Gray Gy,
1 krad = 1000 rad = 10 Gy Naumann et al. 1975. Perlakuan iradiasi sinar gamma yang optimum pada kalus jagung berada pada
kisaran 20-25 gray Sutjahjo et al. 2007. Sementara hasil penelitian Herison et al. 2008 mendapatkan pola respon awal benih dan radiosensitivitas galur jagung
terhadap iradiasi sinar gamma bervariasi antar galur. Nilai LD
50
galur-galur jagung yang diuji berkisar antara 97 Gy hingga 424 Gy. Keragaman karakter jumlah daun,
panjang daun dan lebar daun meningkat antara 30-80, sedangkan tinggi tanaman meningkat 250-1 300 akibat iradiasi pada LD
50
.
Pemuliaan Mutasi pada Tanaman yang Berbiak secara Vegetatif
Keuntungan dari perbanyakan secara vegetatif antara lain adalah secara genetik seragam dan tetap bersifat seperti tanaman aslinya, terutama pada tanaman yang
tidak dapat berbuah ataupun tidak dapat menghasilkan biji, baik karena adanya kendala genetik maupun akibat adanya kendala fisik, atau tanaman yang mampu
menghasilkan biji dengan cara apomiksis. Selain itu adapula tanaman yang mampu menghasilkan biji tapi bijinya tidak mempunyai endosperma seperti yang terjadi
pada anggrek, sehingga di alam, persentase biji yang mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman sangat rendah, karena adanya kendala-kendala
tersebut maka pembiakan dengan cara vegetatif akan sangat membantu dan lebih menguntungkan Chahal dan Gosal 2003.
Broertjes dan van Harten 1988, menyatakan bahwa aspek utama yang menjanjikan dari pemuliaan mutasi dibandingkan dengan pemuliaan konvensional
adalah kemampuan mengubah hanya beberapa sifat jelek dari kultivar yang terpilih sebagai bahan pemuliaan, tanpa menimbulkan perubahan nyata dari keunggulan
kultivar tersebut. Selain itu melalui induksi mutasi menggunakan dosis tinggi dengan iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan mutan yang ekstrim, seperti
terjadinya kemandulan yang menghasilkan tanaman Cytoplasmic Male Sterile CMS yang sangat penting dalam menghasilkan tanaman jagung hibrida Donini dan Micke
1984. Pemuliaan mutasi bertujuan untuk mengubah atau menambah satu sifat yang
diinginkan dengan tetap mempertahankan keunggulan varietas tersebut. Perubahan genetik diharapkan terjadi setelah perlakuan dengan mutagen pada tanaman induk
materi genetik. Perubahan yang sering terjadi adalah kehilangan deletion, duplikasi dan mutasi resesif. Pemutusan linkage dengan sifat yang tidak disukai atau
efek pleiotropic mungkin terjadi van Harten 2002. Kebanyakan mutasi menghasilkan gen resesif relatif terhadap alel pada varietas
aslinya. Hasil demikian dapat menjadi halangan bagi pencapaian tujuan pemuliaan mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Bahan pemuliaan yang
paling tepat untuk pemuliaan mutasi adalah kultivar unggul yang hanya memerlukan perbaikan sifat tertentu saja Lapins 1974.
Tabel 1. Pengaruh perlakuan mutagen pada level lokus. Genotipe
awal Genotipe
setelah perlakuan
Tipe perubahan Pengaruh pada
fenotipe Probabilitas
kejadian AA
A- Delesi
Tak ada lemah Tinggi
AA Aa
Mutasi resesif Tak ada lemah
Rendah, relatif Aa
A- Delesi
Tak ada lemah Tinggi
Aa a-
Delesi NyataKuat
Tinggi Aa
aa Mutasi Resesif
Nyata relatif Rendah, relatif
Aa AA
Mutasi Dominan Tak ada lemah
Amat rendah aa
a- Delesi
Tak ada lemah Tinggi
aa Aa
Mutasi Dominan Nyata relatif
Amat rendah Sumber : IAEA 1977
Perlakuan dosis tinggi dalam waktu yang singkat dosis akut lebih tepat untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Perubahan genotipe level lokus yang sering
terjadi setelah dilakukan iradiasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan induksi mutasi pada genotipe awal yang heterozigot mempunyai peluang yang lebih
besar untuk menghasilkan mutan yang mudah terlihat fenotipe nyata berbeda. Ternyata tanaman yang dibiakkan secara vegetatif umumnya mempunyai genotipe
yang heterozigot, jadi menguntungkan bila diperbaiki dengan teknik mutasi.
Pemuliaan Tanaman Hias dengan Mutasi Induksi
Mutasi induksi berperan penting dalam perakitan varietas unggul pada berbagai jenis tanaman hias. Hal ini disebabkan tidak semua tanaman hias mampu
dengan mudah menghasilkan biji, sehingga sulit dilakukan hibridisasi. Penelitian mutasi induksi somatik di National Botanical Research Institute
Lucknow, India terhadap beberapa komoditas tanaman hias dari tahun 1974 sampai 1998 menghasilkan 75 mutan yang telah dilepas sebagai kultivar baru dan unggul.
Varietas mutan tersebut terdiri atas empat varietas bougenville, 43 varietas mutan krisan, satu varietas kembang sepatu, tiga varietas mutan lantana, enam varietas
mutan portulaka, 16 varietas mutan mawar dan dua varietas mutan sedap malam Gupta et al. 1984, Ahloowalia 1992.
Penelitian Busey 1980 pada stolon tanaman St. Augustinegrass Stenotaphrum secundatum Walt. Kuntze yang diradiasi sinar gamma dengan
dosis 4.5 krad, telah menghasilkan tanaman mutan sebanyak 7 dari tetua FA-243. Percobaan induksi mutasi dengan sinar gamma pada Thai Tulip Curcuma
alismatifolia mendapatkan LD
50
pada dosis sekitar 25 Gy, pada dosis tersebut terjadi perubahan perkembangan bunga, mutasi klorofil dan alterasi morfologi tanaman
sehingga menghasilkan beberapa mutan Abdullah et al. 2009 Banerji dan Datta 1992 menemukan dosis optimum sinar gamma sebesar 25
Gy pada tanaman krisan yang diradiasi dalam bentuk stek pucuk, sehingga menghasilkan mutan yang diinginkan terbanyak 30 dari populasi tanaman.
Banerji dan Datta 1992, Busey dan Banerji 1993, Busey 2001, menghasilkan variasi warna pada krisan mutan, dari warna asli ungu menjadi belang putih-krem
menggunakan dosis iradiasi sinar gamma 20 gray, serta menjadi putih dan berbentuk pompon pada dosis 25 gray. Galur mutan ini dirilis di India tahun 1995. Waluyo
2001 mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma yang optimum untuk menghasilkan mutan krisan yang diinginkan pada kisaran 19.5-22 gray. Lamseejan et al. 2000,
mendapatkan LD
50
untuk tanaman krisan klon ungu pada dosis 14 Gy. Aisyah et al. 2009 melaporkan bahwa LD
50
untuk stek pucuk anyelir yang diradiasi dengan sinar gamma berkisar antara 49-72 Gy. Mutasi fisik dengan iradiasi
sinar gamma telah mampu menciptakan 106 mutan dari 5 nomor anyelir. Anyelir genotipe 10.8 merupakan genotipe yang paling tidak sensitif terhadap sinar gamma
sedangkan genotipe 24.15 merupakan genotipe yang paling sensitif terhadap sinar gamma. Anyelir genotipe 24.1 merupakan genotipe yang paling banyak membentuk
mutan. Generasi M1V2 merupakan generasi yang paling banyak mengekspresikan karakter mutan yang paling stabil dibandingkan dengan genotipe lainnya. Perlakuan
iradiasi sinar gamma telah mampu menghasilkan mutan-mutan yang secara kualitatif, warna dan bentuk petalnya stabil sampai generasi ketiga. Sebaiknya seleksi
dilakukan pada tanaman M1V3, karena umumnya mutan yang dihasilkan sudah stabil.
Penanda Morfologi
Penanda morfologi yang biasanya digunakan merupakan penanda berdasarkan pada hereditas Mendel yang sederhana, seperti bentuk, warna, ukuran
dan berat. Karakter morfologi fenotip bisa digunakan sebagai indikator yang signifikan untuk gen yang spesifik dan penanda gen dalam kromosom karena sifat-
sifat yang mempengaruhi morfologi dapat diturunkan. Karakter kualitatif meliputi warna dan bentuk, umumnya dikendalikan oleh gen sederhana satu atau dua gen
dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan Stoskopf et al. 2009. Penanda morfologi dapat dijadikan dasar untuk mengukur besarnya
keragaman yang terdapat pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Karakter morfologi yang umumnya diamati secara
mendetail pada fase vegetatif adalah organ akar, batang dan daun. Pengamatan fase generatif umumnya dilakukan pengamatan terhadap organ bunga, buah dan biji
Harris dan Harris 2004. Perbedaan karakter morfologi tanaman dapat diamati pada organ akar, batang
dan daun. Daun lengkap mempunyai bagian upih daun atau pelepah daun vagina,
tangkai daun petioles, dan helaian daun lamina sedangkan daun tidak lengkap yaitu daun yang kehilangan salah satu bagian dari daun. Heterofili adalah bentuk
daun yang berlainan pada satu pohon pada cabang yang berlainan, sedangkan anisofili
adalah terdapat dua bentuk daun pada cabang yang sama. Bentuk daun dapat dilihat pada rasio panjang terhadap lebar daun. Bentuk daun ovalelipsjorong
apabila rasio panjang : lebar menunjukkan 1.5 - 2 : 1, bentuk memanjangoblong jika rasio menunjukkan 2.5
– 3 : 1, dan lanset dengan rasio 3 – 5 : 1 Tjitrosoepomo 2005.
Bentuk ujung daun terbagi menjadi bentuk 1 runcing yaitu ujung daun membentuk sudut lancip 90
, 2 meruncing acuminatus yaitu ujung runcing lebih tinggi sehingga ujung daun tampak sempit panjang dan runcing, 3 membulat
rotundus ujung tumpul tidak membentuk sudut, 4 rompang truncates ujung daun rata, 5 ujung terbelah retusus ujung daun terdapat lekukan dan 6 ujung
berduri mucronatus Tjitrosoepomo 2005. Bentuk acuminate dapat didefinisikan pula sebagai ujung yang meruncing sehingga pada ujung daun membentuk cekungan
sepanjang sisi pada ujungnya. Bentuk acute meruncing ke ujung dengan bentuk lurus pada kedua sisi ujung daun. Bentuk pangkal daun terbagi menjadi 1 oblique apabila
bentuk pangkal daun tidak seimbang, 2 membulat rounded, 3 aequilateral apabila kedua sisi bentuk seimbang, 4 cuneate apabila pangkal meruncing Harris
dan Harris 2004. Stomata yang terdapat pada permukaan daun merupakan peubah pada
pengamatan morfologi. Stomata adalah celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel penutup berbentuk ginjal yang disebut sel penjaga yang berfungsi tempat
masuknya CO
2
dan air melalui daun, sedangkan sel yang berbeda bentuknya disebut sel tetangga. Bentuk sisi sel epidermis bervariasi seperti berleluk dalam, berlekuk
dangkal atau rata. Sel epidermis yang mengelilingi sel penutup dapat digunakan sebagai identifikasi dari tipe stomata Hartatik 2000.
Tipe stomata dapat dibedakan menjadi 4, berdasarkan susunan sel epidermis yang berada di samping sel penutup yaitu : 1 anomositik apabila sel penutup
dikelilingi oleh sel yang tidak dapat dibedakan ukuran dan bentuknya sama dengan sel epidermis, 2 anisositik apabila sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga
yang tidak sama besar, 3 parasitik apabila sel penutup diringi satu atau lebih oleh
sel tetangga yang sejajar dengan sel penutup dan 4 diasitik apabila stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga yang letaknya tegak lurus Tjitrosoepoemo 2005.
Penanda Molekuler Inter Simple Sequence Repeats
ISSR
Penanda molekuler digunakan untuk menunjukkan polimorfisme pada tingkat DNA. Penanda molekuler yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1 polimorfik
yang tinggi, 2 kodominan untuk dapat membedakan homozigot dan heterozigot pada tanaman diploid, 3 pemunculan diseluruh genom, 4 selektif terhadap
perilaku alami, 5 pendugaan mudah, cepat dan murah untuk dideteksi, dan 7 reproducibility
tinggi Kumar et al. 2009. Penanda dengan menggunakan DNA terbagi menjadi dua tipe yaitu 1 non
PCR seperti RFLP dan 2 berbasis PCR seperti RAPD, AFLP, SSR, ISSR dengan terbentuknya separasi pita hasil proses elektroforesis sebagai pencerminan alel atau
lokus. Penanda molekuler berbasis sekuen DNA dapat terdeteksi dan pewarisan sifat mudah diamati, sehingga efisien untuk evaluasi dan seleksi.
Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeats ISSR merupakan salah satu penanda dengan motif sekuen berulang. Ada kalanya terdapat penambahan
sekuen nukleotida baik pada bagian ujung 3’ maupun ujung 5’ seperti CA8RG dan CA8RY. ISSR adalah fragmen DNA dengan ukuran 100-3000 bp berlokasi
diantara wilayah mikrosatelit, wilayah amplifikasi sekuen DNA yaitu pada inter-SSR bagian flanked genom secara berlawanan pada area yang dekat dengan sekuen
berulang Zietkiewicz et al. 1994. Primer yang digunakan adalah primer utas tunggal dengan motif
mikrosatelitSSR. Keuntungan ISSR antara lain tidak diperlukannya data sekuen terlebih dahulu, membutuhkan 5-50 ng templat DNA per reaksi, ISSR tersebar
diseluruh genom, dapat bersifat dominan maupun kodominan Soltis et al. 1998 dan dapat menghasilkan pola polimorfisme lebih tinggi daripada RAPD pada beberapa
tanaman Guo et al. 2009. Penanda bersifat dominan, yaitu tidak dapat membedakan individu yang homozigot dan heterozigot, sedangkan penanda kodominan dapat
membedakan individu yang homozigot dan heterozigot.
Tanaman umumnya memiliki dinukleotida dengan motif SSR seperti ACTG, ATAT, dan AGTC. Inter Simple Sequence Repeats ISSR merupakan penanda
yang dikembangkan dari motif SSR. Interpretasi alel terletak pada pemunculan atau tidak munculnya pita DNA Soltis et al. 1998, ISSR dapat digunakan untuk
menghasilkan pola separasi pita DNA polimorfik dalam pengamatan genotipe untuk 1 memperoleh hubungan asal tanaman dengan pusat penyebaran, 2 identifikasi
genetik tetua, klon, galur dan 3 analisis keragaman genetik serta kekerabatan Gao et al.
2006; Guo et al. 2009.
BAB III. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian Disertasi ini dilaksanakan selama 3 tahun 4 bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober 2008 sampai Februari 2012. Bagan alir penelitian pengembangan
klon mutan unggul dan unik anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk mencapai tujuan penelitian dan
menjawab hipotesis yang diajukan, dilakukan beberapa tahapan penelitian yang saling terkait dan saling mendukung. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok percobaan yaitu : 1. Optimalisasi protokol perbanyakan in vitro anggrek S. plicata..
a. Seleksi berbagai jenis dan konsentrasi bahan organik kompleks. b. Formulasi vitamin, gula dan sitokinin
2. Induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. a. Induksi mutasi pada lini klon protocorm like bodies plb.
b. Induksi mutasi pada lini klon planlet. 3. Analisis keragaman genetik tanaman mutan menggunakan penanda morfologi
dan molekuler ISSR. a. Karakterisasi morfologi.
b. Karakterisasi molekuler menggunakan ISSR. Sasaran, luaran dan indikator capaian setiap tahapan penelitian perlu ditetapkan
untuk mengetahui kemajuan dan keberhasilan penelitian ini, seperti yang diuraikan secara rinci dalam Tabel 2. Metode penelitian pada setiap tahapan percobaan
diuraikan secara rinci pada bab IV, V, VI dan VII.
Tabel 2. Sasaran, luaran dan indikator capaian kegiatan penelitian. No
Kegiatan Sasaran
Luaran Indikator
capaian
I . Optimalisasi protokol perbanyakan in vitro
1.
Seleksi berbagai jenis dan
konsentrasi bahan organik
kompleks. Mendapatkan
jenis dan konsentrasi
bahan organik kompleks terbaik
untuk pertumbuhan dan
multiplikasi plb dan planlet
Medium terbaik untuk pertumbuhan
dan multiplikasi plb dan planlet
pertumbuhan dan multiplikasi
plb dan planlet terbaik
2.
Formulasi vitamin, gula
dan sitokinin mendapatkan
formula vitamin, gula dan sitokinin
pertumbuhan dan multiplikasi plb
dan planlet Medium terbaik
untuk pertumbuhan dan multiplikasi
plb dan planlet pertumbuhan
dan multiplikasi plb dan planlet
terbaik
II. Induksi Mutasi plb dan planlet Anggrek
S. plicata menggunakan Iradiasi Sinar Gamma, seleksi dan karakterisasi populasi tanaman hasil
iradiasi
3. Induksi mutasi
dan penentuan LD
50
untuk plb anggrek S. plicata
Diperoleh LD
50
plb dan populasi plb hasil iradiasi
yang beragam LD
50
untuk plb Diperoleh LD
50
untuk plb
4.
Induksi mutasi dan penentuan
LD
50
untuk planlet anggrek S.
plicata Diperoleh LD
50
planlet dan populasi plb hasil
iradiasi yang beragam
LD
50
untuk planlet Diperoleh LD
50
untuk planlet
5. Seleksi dan
karakterisasi populasi plb hasil
iradiasi setelah 3 kali sub kultur
berdasarkan karakter
morfologi secara in vitro
Diperoleh populasi plb hasil
iradiasi yang beragam hasil
seleksi morfologi secara in vitro
dua kelompok plb dan planlet yaitu
kelompok mutan dan kelompok tipe
liarnya berdasarkan karakter vegetatif
Teridentifikasi mutan plb dan
mutan planlet yang berbeda
dengan tipe liarnya
No Kegiatan
Sasaran Luaran
Indikator capaian
6.
Seleksi dan karakterisasi
populasi planlet hasil iradiasi
berdasarkan karakter
morfologi dan molekuler
dirumah kawat Diperoleh
populasi planlet hasil iradiasi
yang beragam hasil seleksi
morfologi maupun
molekuler hasil seleksi di rumah
kawat dua kelompok
tanaman yaitu tanaman mutan
dan tanaman tipenya
berdasarkan marka morfologi dan
marka molekuler Teridentifikasi 2
kelompok tanaman yaitu
tanaman mutan dan tanaman
tipe liarnya berdasarkan
marka morfologi dan
marka molekuler
III. Analisis keragaman genetik mutan menggunakan penanda morfologi dan
molekuler ISSR. 7.
Karakterisasi Morfologi
tanaman mutan dan tipe liarnya
Diperoleh penanda
morfologi yang dapat
membedakan mutan dengan
tipe liarnya Karakter morfologi
yang membedakan mutan dengan tipe
liarnya Diperoleh
Identitas morfologi
mutan
8.
Studi keragaman genetik dan
identifikasi mutan dan tipe liarnya
berdasarkan marka molekuler
ISSR Diperoleh primer
ISSR yang bersifat
polimorfik untuk anggrek
Spathoglottis sp.
dang mutannya Metode Identifikasi
keragaman genetik menggunakan
primer ISSR optimum untuk
anggrek Spathoglottis sp
. Diperoleh
identitas molekuler
berdasarkan hasil analisis
menggunakan marka ISSR
dendogram keragaman
genetik yang dapat
membedakan dengan akurat
antara mutan dengan tipe
liarnya
Gambar 3. Bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek S. plicata Blume aksesi
Bengkulu.
BAB IV. OPTIMALISASI PROTOKOL PERBANYAKAN IN VITRO
ANGGREK Spathoglottis plicata Blume.
OPTIMALIZATION PROTOCOL FOR IN VITRO PROPAGATION OF Spathoglottis plicata Blume. ORCHID
Abstract
The orchid seeds do not have endosprem so that it need to be planted in vitro to support nutrition for embrio development. This experiment were aimed 1 to obtain
the best basal medium and organic compounds for multiplicating plbs and plantlets 2 to obtain the best formulation of vitamins and sugar concentration to support the
growth and the development of plbs and plantlets, and 3 to obtain the best type and concentration of cytokinin to support the growth and the multiplication level of plbs
and plantlets of S. plicata in large quantities by in vitro culture. This study consisted of two separate experiments. The explant used was line of plb clone S. plicata
accesssion Bengkulu. The first experiment used factorial Completely Randomized Design CRD with 3 factors and ten replications. The first factor was kinds of
medium Murashige and Skoog medium and medium Vacint and Went medium. The second factor was the types of organic compound coconut water, banana fruit,
egg yolks and potatoes. The third factor was the concentration of organic compounds 0, 50, 100, 150 ml L
-1
coconut water or egg yolk, 0, 50, 100 and 150 g L
-1
potato or banana. The second experiment used factorial CRD with 2 factors and five replications. The first factor was the formulation of vitamin and sugar
concentration J1 = MS vitamin + 30 g L
-1
sugar , J2 = B5 vitamin + 30 g L
-1
sugar, J3 = MS vitamin + 40 g L
-1
sugar, J4 = B5 vitamin + 40 g L
-1
sugar. The second factor was the combination of concentration and type of cytokinin S0 = without
cytokinin control, S1 = BA 20 μM, S2 = 40 μM BA, S3 = 20 μM kinetin, S4 = 40
μM kinetin, S5 = 75 ml L
-1
coconut water, and S6 = 150 ml L
-1
coconut water. The result showed that VW medium was better than MS medium for growing and
multiplicating plb. The addition of 50-100 ml L
-1
of coconut water into VW medium or MS medium yileded the best multiplication level and the development of plb
compared to potato, banana and egg yolk organic compounds. The best development and multiplication of plb and plantlet produced by MS medium with B5 vitamin
containing of 30 g L
-1
sucrose as the first factor or the MS medium with addition of 75 ml L
-1
coconut water or MS medium supplemented with 20 μM BA as the second
factor. Beside the quantitative variables, those media also yielded the best visual appearance and performance on six weeks after sub culture.
Keywords : Orchid, Spathoglottis plicata, cytokinin, benzyl adenin, organic compounds, in vitro
Pendahuluan
Aggrek Spathoglottis plicata Blume merupakan anggrek teresterial yang tumbuh pada medium tanah, umumnya lebih menyukai tempat-tempat yang bahan
organiknya tinggi dan lembab. Di alam banyak sekali jenis bahan organik kompleks baik berupa humus maupun eksudat tanaman, yang umumnya juga banyak terdapat
mikoriza sebagai media yang baik dalam menambat nutrisi yang dibutuhkan oleh anggrek selama pertumbuhannya.
Biji anggrek tidak mempunyai endosperm, sehingga di alam hanya mampu berkecambah dan tumbuh menjadi tanaman kurang dari 5 Minea et al. 2006.
perkecambahan dan pertumbuhan biji anggrek dapat ditingkatkan dengan cara menaburkan biji pada medium in vitro. Knudson pada tahun 1920 merupakan orang
pertama yang berhasil menanam biji anggrek pada media kultur. Media yang digunakan tersebut kemudian dipatentkan dengan nama Knudson C. Tingkat
keberhasilan perkecambahan biji anggrek dapat mencapai 100 Gamborg 2002. Penggunaan medium in vitro dengan penambahan berbagai jenis bahan organik
sudah banyak dilaporkan pada kultur biji anggrek. Bahan organik kompleks yang banyak digunakan dalam medium kultur jaringan adalah yeast ekstrak, malt ekstrak,
air kelapa dan pisang. Umumnya anggrek lebih menyukai bahan organik kompleks dibandingkan nutrisi anorganik. Medium yang banyak digunakan oleh penangkar
anggrek untuk produksi benih secara in vitro adalah medium Vacint and Went atau medium Knudson C yang memiliki kandungan bahan kimia yang lebih sedikit
dibandingkan dengan medium MS Torres 1989, Pierik 1987. Penambahan bubur buah pisang dan air kelapa ke dalam medium in vitro dapat digunakan untuk
melengkapi kekurangan nutrisi medium dan umumnya sangat cocok digunakan sebagai medium pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet tanaman anggrek.
Telur mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi, antara lain mengandung 8 asam amino esensial yang baik untuk pertumbuhan, mineral selenium
Se, vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang, vitamin E, vitamin B12, vitamin B6, dan asam folat yang dibutuhkan untuk
kesehatan tubuh terutama untuk melindungi sel-sel saraf Winarno 1993. Kandungan gizi per 100 g telur ayam adalah 162 kcal kalori, 12.8 g protein, 11.5 g
lemak, 0.7 g karbohidrat, 900 SI Vitamin A dan 0.1 mg Thiaimin Depkes RI 1996. Penggunaan telur dalam medium anggrek memang tidak lazim karena baunya yang
amis, sehingga kurang disukai. Kuning telur mengandung protein yang tinggi. Protein dapat dijadikan sebagai sumber N reduksi NH
2
yang dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek.
Widiastoety et al. 2004, melaporkan bahwa penelitiannya yang menggunakan berbagai jenis pisang dalam medium tanam anggrek Phalaenopsis dengan
konsentrasi 50 g L
-1
. Penambahan pisang ambon dapat memacu pertumbuhan daun baik luas maupun jumlahnya menjadi 2 kali lebih baik dibandingkan dengan kontrol,
dan 1.5 kali lebih baik dibandingkan dengan pisang mas dan pisang raja. Pisang ambon lumut memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan pisang
ambon putih, secara keseluruhan pisang ambon memberikan hasil yang terbaik. Decruse et al. 2003 menggunakan modifikasi medium VW pada dengan
penambahan 100 g L
-1
bubur pisang dan 100 g L
-1
yang dikombinasikan dengan paclobutrazol pada anggrek Vanda spathulata, selanjutnya dipelihara pada ruang
kultur dengan suhu ruangan 25 ± 2
o
C dengan intensitas cahaya 37 μmol m
-2
s
-1
selama 16 jam per hari, mampu meningkatkan berat basah, tinggi tanaman, jumlah daun, ukuran daun dan panjang akar, penampilan tanaman hasil kultur juga lebih
segar dan lebih hijau selama 17-22 hari setelah berkecambah pada medium cair. Tumbuhnya juga lebih cepat 6 hari dibandingkan dengan medium padat.
Penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin alami maupun sintetik untuk memacu multiplikasi dan pertumbuhan tunas mikro sudah digunakan secara luas
pada berbagai jenis tanaman, namun jenis dan konsentrasinya berbeda-beda untuk berbagai jenis tanaman. Penggunaan sitokinin tersebut juga sangat penting untuk
perbanyakan in vitro berbagai jenis anggrek, termasuk anggrek S. plicata. Umumnya anggrek sudah dapat tumbuh tanpa penambahan sitokinin pada medium tanamnya,
namun dengan penambahan sitokinin dapat memacu multiplikasi plb dan planlet menjadi lebih cepat. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sangat berperan
dalam proses proliferasi sel Ramirez-Parra 2005, menginduksi pembelahan sel serta pembentukan dan perkembangan tunas Mok 1994, mengaktifkan pucuk tunas
lateral yang dorman Napoli et al. 1999 serta memperlambat senescence Gan dan Amasino 1995.
Pertumbuhan dan multiplikasi plb sangat penting untuk perbanyakan anggrek S. plicata.
Umumnya anggrek dapat tumbuh baik pada berbagai jenis medium dan bahan organik kompleks yang ditambahkan pada medium tanam. Respon anggrek
terhadap jenis medium dan bahan organik kompleks yang cocok untuk memacu pertumbuhannya sangat berbeda untuk setiap jenis anggrek. Medium Mira-1976
dengan penambahan bubur buah pisang dan air kelapa digunakan untuk menginduksi kalus, plb dan planlet anggrek Red Vanda Seeni dan Latha 1992, juga pada Blue
Vanda Seeni dan Latha 2000. Penggunaan bahan organik komplek seperti pepton,
malt ekstrak, bubur buah pisang dan air kelapa, juga banyak digunakan pada berbagai jenis medium in vitro anggrek lainnya seperti yang dilaporkan Hee et al.
2009, Tee et al. 2008 dan Sim et al. 2008 pada anggrek Dendrobium. Kartikaningrum et al. 2007 pada medium anggrek Spathoglottis. Murthy dan Pyati
2001 pada anggrek Aerides maluculosum dan Kishor et al. 2008 pada kultur hasil persilangan resiprokal anggrek Aerides vandarum dan Vanda stangeana.
Penggunaan medium MS dengan modifikasi vitamin medium menggunakan B5 telah pula dilakukan untuk meningkatkan multiplikasi dan meningkatkan ketegaran
tanaman sebelum diaklimatisasi. Ahmad et al. 2007 menyatakan bahwa penggunaan 30 g L
-1
sorbitol dapat meningkatkan proliferasi tunas dan akar, mampu meningkatkan berat basah akar pada batang bawah peach G 677. Kenyo 2002,
melaporkan bahwa medium ½ MS dengan penambahan 60-90 g L
-1
sukrosa mampu mempertahankan pertumbuhan optimum Lili kultivar Avignon dan Bergamo, tanpa
menyebabkan pertumbuhan abnormal selama percobaan in vitro. Percobaan ini bertujuan untuk 1 mendapatkan jenis medium dan bahan
organik kompleks terbaik untuk multiplikasi plb, 2 mendapatkan formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula medium yang paling tepat untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet anggrek S. plicata, 3 mendapatkan kombinasi jenis dan konsentrasi sitokinin terbaik dalam memacu
pertumbuhan dan multiplikasi plb dan planlet lini klon anggrek S. plicata aksesi Bengkulu secara in vitro.
Bahan Dan Metode
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, dari bulan Oktober 2008 hingga
Oktober 2009. Tanaman induk anggrek S. plicata tipe liarnya yang digunakan sebagai bahan
inisiasi kultur untuk iradiasi sinar gamma diambil dari habitat aslinya di Kabupaten
Kepahiang Provinsi Bengkulu dengan titik koordinat E 102 33 00,7 dan S 03 39 41,2
lalu diberi kode SpBa. Tanaman anggrek dilakukan domestikasi dan dipelihara di rumah kaca dengan naungan 45, setelah keluar bunga dilakukan penyerbukan
sendiri untuk mendapatkan buah. Buah yang sudah matang ditaburkan pada medium Murashige and Skoog MS. Plb yang terbentuk digunakan sebagai bahan tanaman
untuk percobaan 1 dan 2. Bentuk bunga, buah dan plb disajikan pada Gambar 4.
a b
c Gambar 4. Anggrek S. plicata Blume. aksesi Bengkulu : a bunga, b buah,
c plb. Ciri khusus anggrek S. plicata aksesi Bengkulu antara lain memiliki pangkal
batang tangkai daun, tunas, tangkai bunga yang berwarna ungu, warna bunga ungu cerah, side lobe berwarna merah cerah dan callus berwarna kuning cerah Romeida
2008. Anggrek aksesi ini belum terdapat di dalam koleksi plasma nutfah yang terdapat di Balithi Segunung Kartikaningrum et al. 2004, Kartikaningrum dan
Effendi 2005, Handoyo dan Prasetya 2006, Cribb dan Tang 1982.
Seleksi Berbagai Jenis dan Konsentrasi Bahan Organik Kompleks
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis medium MS dan VW. Faktor kedua adalah jenis bahan
organik komplek yang terdiri dari 4 jenis yaitu air kelapa, buah pisang ambon,
kuning telur dan kentang. Faktor ketiga adalah konsentrasi bahan organik komplek 0, 50, 100, 150 ml L
-1
untuk air kelapa dan kuning telur, 0, 50, 100 dan 150 g L
-1
untuk kentang dan buah pisang Ambon. Setiap perlakuan diulang sepuluh kali 10 botol kultur dan masing-masing botol ditanam 10 plb yang yang berumur 8 minggu
setelah penaburan pada medium tanam in vitro. Medium yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari dua jenis yaitu medium Murashige and Skoog MS dan
medium Vacint and Went VW dengan volume media 20 mlbotol. Pengamatan dilakukan secara visual setiap minggu sekali. Karakter yang
diamati meliputi jumlah plb, perkembangan plb membentuk planlet, jumlah daun, tinggi planlet, jumlah akar, panjang daun, lebar daun, panjang akar dan warna daun.
Data kuantitatif dianalisis dengan uji F pada taraf 5 , bila terdapat pengaruh nyata dari perlakukan dilakukan uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda
Duncan ’s UJBD pada taraf 5. Data kualitatif ditampilkan secara visual foto.
Seleksi Formulasi Vitamin, Gula dan Sitokinin.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah formulasi jenis vitamin dan konsentrasi
gula yang terdiri dari empat macam formulasi yaitu J1 = vitamin MS + gula 30 g L
-1
, J2 = vitamin B5 + gula 30 g L
-1
, J3= vitamin MS + gula 40 g L
-1
, J4 = vitamin B5 + gula 40 g L
-1
. Faktor kedua adalah penambahan sitokinin yang terdiri dari 7 jenis yaitu S0 = tanpa sitokinin kontrol, S1 = 20
μM BA, S2 = 40 μM BA, S3 = 20 μM kinetin, S4 = 40
μM kinetin, S5 = 75 ml
-1
air kelapa dan S6 = 150 ml L
-1
air kelapa. Medium dasar untuk perkembangan plb menjadi planlet adalah medium MS
ditambah 2 arang aktif, sementara untuk multiplikasi planlet tanpa arang aktif tapi ditambah 0.2 mg L
-1
NAA. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak lima kali 5 botol kultur. Media dasar yang digunakan dalam percobaan ini adalah media
Murashige dan Skoog MS yang telah dimodifikasi sesuai dengan perlakuan. Setiap botol kultur diisi medium sebanyak 20 mlbotol, selanjutnya diinkubasi selama 1
minggu untuk mengetahui apakah medium benar-benar sudah steril. Media yang steril selanjutnya ditanam dengan 10 plb yang sudah memanjang, tapi belum
berkembang sempurna membentuk planlet.
Pengamatan karakter kualitatif seperti warna plb , warna planlet, warna daun, dilakukan secara visual setiap minggu. Karakter pertumbuhan kuantitatif diamati
setiap minggu meliputi jumlah plb, jumlah planlet, tinggi planlet, jumlah daun dan jumlah akar. Pengamatan tinggi planlet dilakukan pada akhir percobaan atau pada
saat sub kultur. Analisis Uji F pada taraf 5 untuk karakter kuantitatif digunakan untuk
mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan yang diberikan, bila terdapat pengaruh nyata dari perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan UJBD pada
taraf 5. Data kualitatif akan dibuat tabulasi dan ditampilkan secara visual menggunakan foto.
Hasil dan Pembahasan Seleksi Berbagai Jenis dan Konsentrasi Bahan Organik Kompleks.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada 6 mst menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi bahan organik kompleks yang ditambahkan pada medium tanam
berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati seperti jumlah plb, perkembangan plb membentuk planlet, tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun
dan panjang akar planlet S. plicata. Interaksi antar faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati di dalam percobaan ini,
kecuali interaksi medium dan jenis bahan organik kompleks memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah jumlah plb, perkembangan plb membentuk
planlet, tinggi tanaman, jumlah akar, panjang daun, lebar daun dan panjang akar planlet S. plicata pada 6 mst. Hasil uji jarak berganda Duncan
’s UJBD pada taraf 5 , disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Penambahan air kelapa baik ke dalam medium VW maupun MS menghasilkan rataan tertinggi untuk semua peubah yang diamati, namun responnya
tidak berbeda nyata dengan penambahan pisang ambon pada medium VW dan penambahan kentang pada medium MS. Penambahan telur baik pada medium VW
maupun medium MS memberikan respon yang kurang baik terhadap semua peubah pertumbuhan dan perkembangan plb anggrek S. plicata.