INDUKSI MUTASI Induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma untuk pengembangan klon unggul anggrek Spathoglottis plicata Blume aksesi Bengkulu.

sub kultur kalus kompak tersebut belum menunjukkan perkembangannya menjadi organ tanaman Gambar 11. Gambar 11. Pertumbuhan dan perkembangan plb pada 7 bsi : a. plb normal 0-10 Gy, b. multiplikasi plb tinggi 20 Gy, c. Kimera plb variegata dan plb ungu 30 Gy, d. plb membentuk kalus dan pembentukan planlet kimera 50 Gy, e. planlet albino 70 Gy, f. plb berkembang menjadi kalus kompak 60 Gy, g. plb ungu dan variegata 40 Gy, h. pertumbuhan plb kimera menjadi plb normal, ungu, albino 40 Gy Bar 1 mm. Hasil pengamatan pertumbuhan plb yang diradiasi dengan dosis 50 Gy dan 60 Gy juga teridentifikasi adanya kimera. Pertumbuhan dari satu plb selanjutnya berkembang membentuk dua plb yang berbeda warnanya, yang satu berwarna ungu cerah dan yang lain membentuk plb variegata. Multiplikasi plb warna ungu akan tetap ungu, sementara pertumbuhan plb yang variegata selanjutnya dapat berkembang menjadi plb normal, plb variegata dan plb albino Gambar 11. Perubahan yang teramati setelah plb berkembang menjadi planlet antara lain terbentuknya daun variegata, daun albino, daun melintir seperti spiral dan daunkeriting. Variasi warna plantlet yang diperoleh antara lain planlet albino, planlet berwarna ungu termasuk batang dan daunnya serta planlet kimera Gambar 12. Gambar 12. Penampilan planlet hasil perkembangan plb pada 7 bsi : a-b. variegata, c. albino, d. keriting, e. kimera, f. albino, g. daun melintir, h. kimera, i. planlet ungu. Umumnya mutan planlet yang dihasilkan sudah dapat diprediksi dengan pengamatan mulai dari pembentukan plb. Namun mutan yang berdaun keriting 40 Gy dan daun melintir 30 Gy baru diketahui setelah plb berkembang membentuk planlet selanjutnya terjadi multiplikasi planlet. Kimera yang dihasilkan dalam percobaan ini diduga merupakan kimera meriklinal. Salah satu ciri dari kimera meriklinal adalah terbentuknya mutan yang tidak stabil baik melalui perbanyakan vegetatif berasal dari bagian sel kimera yang mengalami mutasi maupun melalui perbanyakan generatif. Hasil penetian ini menunjukkan adanya daun variegata yang belum stabil baik pola bentuk maupun warnanya. Boertjes dan van Harten 1988, melaporkan terjadinya mutan klorofil pada tanaman Abelia, Begonia, Ficus, Guzmania, Hoya dan Tulipa pada beberapa jaringan daun setelag diradiasi dengan berbagai dosis sinar gamma. Ilustrasi terjadinya kimera pada jaringan apek tanaman yang terpapar iradiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Ilustrasi terjadinya kimera pada tanaman hasil mutasi Datta dan Chakrabarty 2009. Fenomena tanaman variegata juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti yang menggunakan iradiasi sinar gamma untuk induksi mutasi. Datta dan Chakrabarty 2009 mendapatkan jaringan daun krisan yang variegata klorofil akibat diradiasi sinar gamma 1.5 dan 2. 0 krad pada cvs. ‘Maghi’ and ‘Lilith’. Regenerasi menggunakan jaringan vegetatif yang variegata akan mampu mendapatkan tanaman yang stabil dan tetap variegata. Selain pada jaringan daun juga dilaporkan terdapat warna bunga yang variegata dan terjadi perubahan bentuk dan warna bunga cv. Maghi setelah diradiasi dengan dosis sinar gamma 0.5-1 Gy. Aisyah et al. 2009 juga melaporkan adanya kimera pada bagian vegetatif tunas albino tanaman anyelir hasil iradiasi pucuk pada genotipe 24.14 setelah diradiasi dengan dosis 30 Gy. Perubahan bentuk dan ukuran daun akibat iradiasi sinar gamma juga dilaporkan oleh Schwaiger dan Horn 1988 pada tanaman Kalanchoe, terjadi perubahan permukaan daun yang kasar menjadi licin, ukuran daun juga berkurang dan dihasilkan tanaman yang kerdil. Berkurangnya jumlah anakan daun pada Brachycome multifida Walther dan Sauer 1986, terbentuk daun trifoliat pada mutan tanaman Zinia Venkatachalam dan Jayabalan 1992. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari percobaan ini adalah : 1. Iradiasi sinar gamma pada kisaran dosis 30-70 Gy pada lini klon plb telah mampu meningkatkan keragaman bentuk dan warna plb dan planlet anggrek S. plic ata aksesi Bengkulu berdasarkan karakter morfologi kultur in vitro. 2. LD 50 plb berkisar antara 34.40 – 49.33 Gy, dengan kriteria LD 50 untuk persentase plb hidup adalah 47.71 Gy, LD 50 untuk persentase plb mati adalah 49.33 Gy, LD 50 untuk persentase plb baru adalah 34.40 Gy, dan LD 50 untuk persentase populasi akhir sebesar 47.52 Gy. 3. Bentuk dan warna plb mutan yang diperoleh adalah plb ungu, variegata, dan albino. Planlet mutan yang telah dihasilkan adalah planlet variegata, planlet ungu, dan planlet albino. Karakter daun mutan yang diperoleh adalah daun variegata, daun keriting dan daun berbentuk spiral. Daftar Pustaka Abdullah TL, Endan J, Nazir M. 2009. Changes in flower development, chlorophyll mutation and alteration in plant morphology of Curcuma alismatifolia by gamma irradiation. American Journal of Applied Sciences 6 7: 1436-1439. Aisyah SI, Aswidinnor H, Saefuddin A. 2009. Induksi mutasi stek pucuk anyelir Dianthus caryophyllus Linn. melalui iradiasi sinar gamma. J. Agron. Indonesia 371:62-70. Aly AA. 2010. Biosynthesis of phenolic compounds and water soluble vitamins in culantro Eryngium foetidum L. planlets as affected by low doses of gamma irradiation. Tom 172:356-361. Boertjes C, van Harten AM. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Elsevier. Amsterdam. Datta SK, Chakrabarty D. 2009. Management of chimera and in vitro mutagenesis for development of new flower colorshape and chlorophyll variegated mutants in chrysanthemum. QY. Shu ed. Induced plant mutations in the genomics era. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. pp 303- 305. Datta SK, Misra P, Mandal AKA. 2005. In vitro mutagenesis – a quick methodfor establishment of solid mutant in chrysanthemum. Current Science 88 1: 155- 158. Dewir YH, Chacrabarty D, Ali MB, Singh N, Joo HE, Yoeup PK. 2007. Influence of GA 3 , sucrose and solid mediumbioreaktor culture on in vitro flowering of Spathiphylum and association of glutathione metabolism. Plant Cell Tissue Organ Cult. 90:225-235. Findlay JWA, Dillard RF. 2007. Appropriate Calibration Curve Fitting in Ligand Binding Assays. AAPS Journal. 92:260-267. Finney DJ, Phillips P. 1977. The form and estimation of a variance function, with particular reference to radioimmunoassay. Appl Stat. 26:312-320. Herison C, Rustikawati, Sutjahjo SH, Aisyah SI. 2008. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung Zea mays L.. J. Akta Agrosia 111:57-61. Ismachin M. 2007. Ilmu Pemuliaan Mutasi Materi Diklat BATAN. Jakarta. Kartikaningrum S, Sulyo Y, Hayati NQ, Suryanah, Bety YA. 2007. Keragaan karakter kualitatif hasil persilangan anggrek Spathoglottis. J Hort. Edisi Khusus 2: 138-147. Kim SJ, Hans EJ, Paek KY, Murthy HN. 2003. Application of bioreactor culture for large scale production of Chrysanthemum transplans. Acta Hortic. 625:187- 191. Lamseejan S, Jompok P, Wongpiyasatid A, Deeseepan S, Kwanthammachart P. 2000. Gamma-rays induced morfological change in crysanthemum Crysanthemum morifolium. Kasetsart J. Nat. Sci. 34:417-422. Martin KP, Joseph D, Madassery J, Philip VJ. 2003. Direct shoot regeneration from lamina explants of two commercial cut flower cultivars Anthurium andreanum Hort. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 39:500-5004. Romeida A. 2011. optimasi pertumbuhan dan multiplikasi lini klon plbs anggrek Spathoglottis plicata Blume melalui modifikasi komposisi medium MS dan sitokinin. Makalah persentasi oral seminar Nasional Perhorti 23-24 November 2011 di Lembang Bandung. Schwaiger G, Horn W. 1988. Somaclonal variation in micropropagation Kalanchoe hybrids. Acta Hort. 226:695-698. Seneviratne KACN, Wijesundara MA. 2007. Firts African violet Saintpaulia ionantha H. Wendel with changing colour pattern induced by mutation. Am. J. Plant Physiol. 23:233-236. Sheela VL, Sarada S, Anita S. 2006. Development of protocorm-like bodies and shoot Dendrobium cv. Sonia following gamma radiation. J. Tropical Agric. 441:86-87. Sugiyama M, Saito MH, Ichida H, Hayashi Y, Ryuto H, Fukunishi N, Terakawa1 T, Abe T. 2008. Biological effects of heavy-ion beam irradiation on cyclamen. Plant Biotechnology 25:101 –104. Talhinhas P, Leitao J, Martins JN. 2006. Collection of Lupinus angustifolius L. Gemrplasm and characterization of morphological and molecular diversity. Genetic Resources and Crop Evolution 53: 563-578. Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Van Harten AM. 2002. Mutation breeding of vegetatively propagated ornamentals. In Vainstein A ed. Breeding for Ornamentals : classical and Molecular Approaches. Kluwer Academic Press. Boston. Venkatachalam P, Jayabalan N. 1992. Analysis of leaf proteins in gamma rays induced mutants of Zinia. Crop Improv. 19:97-99. Walther F, Sauer A. 1986. Increase of genetic variation in Blue Daisy Brachycome multifida by in vitro mutagenesis and polyploidization. Mutant Breed. Newsl. 33:3-4.

BAB VI. INDUKSI MUTASI PLANLET ANGGREK

Spathoglottis plicata Blume. MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN KARAKTERISASI BERDASARKAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF DI RUMAH KAWAT INDUCED MUTATION LINE CLONE OF PLANTLET Spathoglottis plicata Blume. USING GAMMA-RAY IRRADIATION AND CHARACTERIZATION OF MUTANT BASE ON VEGETATIVE AND GENERATIF CHARACTER AT SCREEN HOUSE SCREENING Abstract Spathoglottis plicata Blume is one type of orchids with low level of genetic diversity, especially in flower color compared to the other ochids. The experiment obtained 1 to induce the genetic diversity of S. plicata accession Bengkulu using gamma irradiation to plantlets, 2 to determine a lethal dose 50 LD 50 for plantlets through gamma irradiation, and 3 to identify the genetic variability of S. plicata mutants base on morphological characters of vegetative and generative growth phase during on the screen house. The experiment used Completely Randomized Design with 11 doses gamma irradiation 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, and 100 Gy. The result showed that the increase of genetic variability of orchid plantlets after gamma-ray irradiation treatment with doses ranged 30-100 Gy. The LD 50 of percentage of plantlet survival was 50.74 Gy, seven months after gamma irradiated. The LD 30 of percentage of new plantlet formation was 33.78 Gy. There were 7 plant mutants base on shape and color of flower diffrences and 2 plant mutant base on morphological vegetative characters. There were some color of flower petal and cepal color resulted gamma-ray iradiation, which were yellow-pink gradation color mutant 1, almost white mutant 2, light yellow with dark pink spotted mutant 3, and brigh yellow mutant 4. Beside, the color changes was also produced two kind shape of flower such as wavy petal mutant 8, and lateral sepal fusion mutant 9. Keywords : Spathoglottis plicata, orchid, mutant, gamma irradiation, variegation, planlet Pendahuluan Anggrek Spathoglottis sp. memiliki keragaman genetik yang sempit bila dibandingkan dengan jenis anggrek yang lain, sehingga hibrida hasil persilangannya sangat terbatas. Anggrek Spathoglottis sp. yang umum dikenal oleh masyarakat hanya yang berbunga pink-ungu Kartikaningrum dan Puspasari 2005, Kartikaningrum et al. 2007, Handoyo dan Prasetya 2006. Persilangan menggunakan induk dari spesies yang ada, telah diperoleh beberapa hibrida yang telah dilepas oleh BALITHI Segunung sebagai kultivar baru yaitu S. plicata cv. Kartika, cv. Ani Yudhoyono dan cv. Bintang Segunung SK MENTERI PERTANIAN NOMOR : 506KptsPD.210102003. Hasil Persilangan anggrek S. plicata yang belum dilepas sebagai varietas baru dilanjutkan penelitiannya untuk melihat keragaan karakter kualitatifnya Kartikaningrum et al. 2007 Keberhasilan upaya iradiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas genotipe yang diradiasi. Tingkat sensitivitas tanaman sangat bervariasi antar jenis dan antar genotipe tanaman tanaman Banerji dan Datta 1992. Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD 50 Lethal dose 50 yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50 populasi tanaman. Beberapa hasil studi induksi mutasi menunjukkan bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak biasanya terjadi disekitar LD 20 - LD 50 Ibrahim 1999, van Harten 2002. LD 50 sudah berhasil didapat pada tanaman jagung Herison et al. 2008, Thai Tulip Abdullah et al. 2009, stek pucuk anyelir Aisyah et al. 2009 dan krisan klon ungu Lamseejan et al. 2000. Pendeteksian awal terjadinya mutasi antara lain dapat dilakukan menggunakan penanda morfologi seperti perubahan warna, bentuk dan ukuran dari bahan yang iradiasi Ismachin 2007. Penanda morfologi umumnya ditujukan pada karakter kualitatif seperti karakter bentuk dan warna akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Karakter kualitatif dikendalikan oleh gen sederhana satu atau dua gen dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan Talhinhas et al. 2006. Perbedaan karakter morfologi pada organ akar, batang dan daun dapat diamati dengan membandingkannya dengan tanaman kontrol sebagai pembanding Tjitrosoepomo 2005. Radiosensitivitas yang umumnya diukur menggunakan LD 50 sangat ditentukan oleh jenis tanaman, organ, jaringan dan sel yang digunakan sebagai bahan iradiasi. Selain menggunakan LD 50 , radiosensitivitas juga dapat diamati dari adanya hambatan pertumbuhan atau lethalitas, mutasi somatik, patahan kromosom, serta perubahan jumlah dan ukuran kromosom Datta 2001. Perubahan morfologi baik untuk karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif dapat pula dijadikan salah satu indikator telah terjadi perubahan pada tanaman yang telah diradiasi. Perubahan karakter kualitatif yang terjadi antara lain terjadinya perubahan bentuk dan warna daun dan bunga, dihasilkan tanaman mandul jantan, dihasilkan tanaman kimera dan variegata. Terjadinya perubahan warna bunga sangat erat hubungannya dengan terpengaruhnya senyawa pembawa warna pada tanaman To dan Wang 2006. Ada tiga kelompok pigmen tanaman yaitu flavonoid, carotenoid dan betalain Bartley dan Scolnik1995, Strack et al. 2003, Cai et al. 2005. Pigmen warna bunga yang paling dominan adalah dari kelompok flavonoid Winkel-Shirley 2001. Perubahan karakter kuantitatif diantaranya adalah terjadinya perubahan ukuran morfologi tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, besar bunga, jumlah bunga, lama mekar bunga, dan lain-lain. Percobaan ini bertujuan untuk menginduksi keragaman genetik planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu menggunakan iradiasi sinar gamma, menentukan radiosensitivitas planlet anggrek S. plicata hasil iradiasi sinar gamma menggunakan indikator lethal dosis 50 LD 50 dan mengidentifikasi keragaman genetik populasi mutan anggrek S. plicata berdasarkan karakter morfologi fase vegetatif dan generatif tanaman yang ditumbuhkan di rumah kawat dengan paranet 45. Bahan dan Metode Percobaan ini terdiri dari dua tahap penelitian. Tahap pertama untuk menentukan LD 50 lini klon planlet. Tahap kedua adalah iradiasi lini klon planlet pada dosis sekitar LD 50 untuk mendapatkan mutan terbanyak. Iradiasi lini klon planlet anggrek S. plicata menggunakan alat Iradiator Gamma Chamber 4000A di lakukan di PATIR BATAN Jakarta. Botol yang berisi lini klon planlet diradiasi akut sebanyak 1 kali dengan dosis sesuai dengan perlakukan. Penentuan LD 50 Lini Klon Planlet S. plicata Aksesi Bengkulu Waktu dan Tempat Iradiasi sinar gamma dilakukan pada bulan Maret 2009. Aklimatisasi dan karakteriasasi morfologi planlet setelah diradiasi dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45 standar untuk pertumbuhan anggrek S. plicata di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Maret 2009 – Oktober 2009. Metode Percobaan Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon planlet anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur yang keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L -1 dan 2 arang aktif. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah lima dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan pada lini klon planlet anggrek S. plicata asli Bengkulu, yang terdiri dari : D0 kontrol tanpa diradiasi, D1 = 75 Gy, D2 = 150 Gy, D3 = 225 Gy, D4 = 300 Gy. Setiap dosis menggunakan planlet awal sebagai bahan iradiasi sebanyak ± 250 tanaman atau sebanyak 10 botol ± 25 planletbotol. Planlet diradiasi didalam botol kultur, setelah diradiasi langsung diaklimatisasi pada medium non steril berupa campuran tanah : kompos : akar pakis dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Selama 2 bulan pertama planlet ditanam secara kompot sebanyak 25 tanaman per pot ukuran 17 cm. Pengamatan dilakukan mulai dari 1 bulan setelah diradiasi sampai 7 bulan setelah iradiasi. Tanaman yang bertahan hidup dengan ciri-ciri sudah nampak hijau, akar baru mulai muncul selanjutnya dipindahkan ke pot baru dengan medium yang sama sebanyak 5 tanaman per pot. Selanjutnya setelah umur 4 bulan baru dipindahkan ke pot tunggal 1 tanaman per pot diameter 17 cm. Peubah yang diamati adalah persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, persentase tanaman dorman tidak hidup tapi tidak pula tumbuh, sementara cormus tetap berwarna hijau, perubahan warna daun setelah diradiasi dan persentase tanaman mutan. Analisis data dilakukan menggunakan metode Best Curve Fit Analysis untuk peubah persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, persentase populasi akhir dan persebtase anakan baru. Induksi Mutasi dan Karakterisasi Lini Klon Planlet Anggrek S.plicata Waktu dan Tempat Iradiasi sinar gamma dilakukan pada bulan Oktober 2009. Aklimatisasi dan karakteriasasi morfologi planlet setelah diradiasi dilakukan di rumah kawat dengan naungan 45 standar untuk pertumbuhan anggrek S. plicata di Cibanteng Bogor mulai dari bulan Oktober 2009 – Februari 2012. Metode Percobaan Bahan iradiasi yang digunakan adalah lini klon planlet anggrek S. plicata yang berumur 6 minggu setelah sub kultur keempat, menggunakan medium MS padat dengan penambahan air kelapa sebanyak 75 ml L -1 dan 2 arang aktif. Setiap botol dipilih planlet yang seragam pertumbuhannya sebanyak ± 25 planlet per botol. Botol yang berisi planlet selanjutnya diradiasi akut sebanyak 1 kali dengan dosis sesuai dengan perlakuan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuannya adalah sebelas dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan pada lini klon planlet anggrek S. plicata aksesi Bengkulu, yang terdiri dari : D0 kontrol tanpa diradiasi, D1 = 10 Gy 1 09, D2 = 20 Gy 1 37, D3 = 30 Gy 1 37, D4 = 40 Gy 2 06, D5 =50 Gy 3 15, D6 = 60 Gy 3 43, D7 = 70 Gy 4 12, D8 = 80 Gy 5 20, D9 = 5 49, D9 = 90 Gy 6 18, D10 = 100 Gy 7 16. Setiap dosis perlakuan diulang sebanyak 10 kali atau sebanyak 10 botol yang setara dengan 250 planlet. Sehingga totol planlet yang diradiasi adalah sebanyak 2 500 planlet. Setelah diradiasi planlet diaklimatisasi secara kompot menggunakan medium campuran tanah : kompos : akar pakis 1 : 1 : 1 selama 2 bulan menggunakan pot plastik dengan diameter 17 cm. Setiap pot ditanam 25 planlet anggrek S. plicata. Setelah 2 bulan dilakukan pemindahan anakan yang mampu bertahan hidup ke pot baru menggunakan medium yang sama satu tanaman per pot. Pemupukan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan cara menyiram larutan pupuk merata diatas permukaan medium tanam. Volume pemupukan adalah 20 mlpot. Pemupukan dilakukan pada pagi atau sore hari. Pemupukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif menggunakan pupuk cair dengan komposisi NPK 32-10-15. Setelah tanaman tumbuh baik memiliki daun 4 helai fase remaja selanjutnya dilakukan induksi pembungaan dengan mengganti pupuk daun dengan komposisi NPK 20-20-20. Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprot tanaman setiap bulan menggunakan Previcur-N dengan dosis 2 ml L -1 , sementara untuk mengendalikan hama digunakan Dimicron EC. Penyemprotan dilakukan sebulan sekali dengan dosis 2 ml L -1 . Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut setiap gulma yang tumbuh setiap minggu. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang diradiasi langsung M1V1, dilakukan setiap bulan untuk persentase planlet hidup, persentase planlet mati, dan jumlah planlet baru. Pengamatan selama fase vegetatif dilakukan setiap bulan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun serta jumlah anakan. Pengamatan selama fase generatif dilakukan setiap bulan terhadap jumlah tangkai bunga fluorescent, posisi tumbuh tangkai bunga, bentuk bunga, warna bunga, jumlah bunga yang mekar bersamaan dan panjang tangkai bunga. Pengamatan yang dilakukan pada akhir penelitian antara lain, jumlah bunga total, bentuk stomata, penampang melintang daun dan penampang melintang akar. Pengamatan juga dilakukan pada pertumbuhan anakan tanaman yang telah diradiasi sinar gamma M1V2 dan pada anakan berikutnya M1V3 untuk melihat kestabilan mutan hasil perbanyakan secara klonal. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 14. Analisis Data. Data kuantitatif hasil pengamatan dianalisis menggunakan Uji F pada taraf 5, bila terdapat beda nyata dianjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s UJBD pada taraf 5. Sementara persentase planlet hidup, persentase planlet mati, persentase populasi akhir, dan persentase anakan baru dianalisis menggunakan Best Curve Fit Analy sis untuk mendapatkan model kurva dan nilai LD 50 Finney dan Philip 2005, Findlay dan Dillard 2007. Data kualitatif hasil pengamatan pada fase vegetatif dan fase generatif ditampilkan menggunakan foto, untuk menampilkan perbedaan antara tanaman tipe liarnya wildtype dengan tanaman mutan hasil iradiasi sinar gamma. Lini klon plantlet S. plicata aklimatisasi Pertumbuhan Vegetatifremaja Pertumbuhan Generatif Tanaman Mutan Data kualitatif Iradiasi sinar gamma Tahap II : 11 dosis 0 Gy,10 Gy, 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, 50 Gy, 60 Gy, 70 Gy, 80 Gy, 90 Gy, 100 Gy Data kuantitatif Ditampilkan dalam bentuk foto Uji F 5 UJBD 5 Best Curve Fit Analysis Iradiasi sinar gamma Tahap I : 5 dosis 0 Gy 75 Gy 150 Gy 225 Gy 300 Gy Lini klon plantlet S. plicata Gambar 14. Skema bagan alir penelitian induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada lini klon planlet anggrek S. plicata. Hasil dan Pembahasan Penentuan LD 50 Lini Klon Planlet S. plicata Aksesi Bengkulu Hasil pengamatan pada 7 bulan setelah iradiasi bsi diketahui bahwa semakin tinggi dosis iradiasi maka persentase tanaman hidup semakin menurun. Persentase planlet kontrol tanpa diradiasi yang mampu hidup hanya 92, artinya terjadi kematian planlet akibat dilakukan aklimatisasi sebesar 8. Kematian tanaman disebabkan oleh karena terjadinya perubahan lingkungan tumbuh dari lingkungan yang aseptik dengan pemberian nutrisi lengkap sesuai dengan kebutuhan tanaman dan lingkungan tumbuh yang terkontrol suhu dan cahaya ke lingkungan non aseptik dan nutrisi yang kurang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penampilan tanaman yang mampu tumbuh sampai 7 bulan sangat prima, daun hijau segar, anakan baru sudah tumbuh, tangkai bunga juga sudah mulai terbentuk. Pengamatan terhadap bentuk dan warna daun serta bentuk dan warna bunga tidak ada tanaman yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi variasi somaklonal akibat subkultur berulang selama produksi lini klon Gambar 15. Gambar 15. Diagram pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati dan persentase tanaman dorman pada 7 bsi. Persentase planlet yang hidup setelah diradiasi dengan dosis 75 sangat rendah yaitu hanya 12, sementara persentase kematian planlet mencapai 60. Daun yang terpapar sinar gamma mulai menguning dan mengering yang dimulai dari ujung daun, setelah itu daun planlet akan mati. Terbentuknya daun baru terjadi pada 3 bulan setelah iradiasi dan planlet mulai tumbuh kembali. Tinggi tanaman rata-rata dari 12 tanaman yang hidup hanya mencapai 35 saja atau hanya mencapai 26 cm, dibandingkan dengan tanaman normal yang mampu mencapai 98 cm. Peningkatan dosis menjadi 150 Gy atau lebih tinggi lagi menyebabkan planlet tidak mampu memulihkan diri setelah terpapar sinar gamma. Semua planlet yang diradiasi mati, yang ditandai dengan mengeringnya semua bagian tanaman setelah 2 50 100 150 200 250 Jumlah Tanaman Awal Persentase Tanaman Hidup Persentase Tanaman Mati Persentase tanaman dorman 200 92 5 212 12 60 28 208 82 18 205 100 217 100 0 Gy 75 Gy 150 Gy 225 Gy 300 Gy bsi. Fenomena yang menarik dapat diamati pada planlet yang diradiasi dengan dosis 75 dan 150 Gy, karena adanya tanaman yang dorman sebanyak 28 dan 12. Kriteria dorman adalah setelah semua daun rontok, kormus tetap hidup yang ditandai dengan warna kormus yang tetap hijau, namun tidak mampu berkembang menjadi tanaman ataupun menghasilkan anakan baru sampai 7 bsi Gambar 15. Penentuan LD 50 untuk planlet anggrek S. plicata sangat penting dilakukan sebagai acuan untuk pelaksanaan iradiasi selanjutnya guna mendapatkan mutan harapan yang akan memperbesar keragaman genetik anggrek S. plicata. Hasil analisis menggunakan Best Curve Fit Analysis terhadap persentase tanaman hidup dan persentase tanaman mati disajikan pada Gambar 16. Gambar 16. Kurva hubungan dosis iradiasi sinar gamma dengan a persentase tanaman hidup dan b persentase tanaman mati pada 7 bsi. Hasil analisis persentase tanaman hidup pada 7 bsi menggunakan Best Curve Fit Analysis menghasilkan pola Rational Fuction y = 91.99 - 0.36 x1 – 0.022 x + 0.0005 x2, sementara pola regresi untuk persentase tanaman mati mengikuti pola Richards Model y = 10.031 + exp 0.34 – 0.029 x10,35. Berdasarkan kurva persentase kematian planlet setelah 7 bulan diradiasi dengan 5 taraf dosis sinar gamma didapat LD 30 = 34.54 Gy, LD 50 = 56.93 Gy dan LD 70 = 81.98 Gy. Lethal dose 30 sampai 70 merupakan taraf dosis yang dianjurkan untuk pelaksanaan iradiasi planlet anggrek S. plicata. Seleksi mutan sebaiknya dilakukan setelah 6 bulan diradiasi, karena pada saat tersebut tanaman sudah stabil dan sudah terjadi pemulihan sehingga tanaman sudah mulai menumbuhkan daun baru dari tanaman yang sudah diradiasi M1V1, terbentuknya tunas baru M1V2, dan mulai terbentuknya tangkai bunga pada tanaman yang diradiasi. Induksi Mutasi dan Karakterisasi Lini Klon Planlet Anggrek S.plicata Hasil uji F terhadap semua data kuantitatif pada 7 bsi menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua peubah kuantitatif yang diuji, kecuali untuk jumlah daun rata-rata per planlet dan tinggi tunas. Pertumbuhan dan perkembangan planlet anggrek S. plicata terbaik dapat diketahui dengan melakukan uji lanjut menggunakan UJBD pada taraf uji 5 Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh sebelas dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan multiplikasi lini klon planlet anggrek S. plicata pada 7 bsi. Dosis iradiasi Gy Jumlah planlet awal pltbtl Jumlah tanaman hidup tanpot Jumlah tanaman mati tanpot Jumlah anakan baru tanplt Jumlah populasi akhir tanpot Jumlah daun total helai pot Jumlah daun mati helai pot 25.20 25.00 a 0.20 d 77.50 a 102.50 a 149.20 a 0.00 d 10 25.80 25.40 a 0.40 d 83.40 a 108.36 a 148.00 a 0.00 d 20 26.20 22.00 a 4.20 c 9.40 b 31.40 b 96.60 b 16.80 c 30 25.00 22.40 a 2.60 c 14.00 b 36.40 b 24.80 c 53.20 b 40 25.20 13.40 b 11.80 b c 13.40 c 6.40 d 44.84 b 50 25.60 11.00 b 14.60 b c 11.00 c 0.20 e 58.40 b 60 25.20 12.20 b 13.00 b c 12.20 c 0.00 e 50.70 b 70 25.40 0.40 c 25.00 a c 0.40 d 0.40 e 97.25 a 80 25.60 c 25.60 a c d e 100 a 90 25.60 c 25.60 a c d e 100 a 100 25.00 0.01 c 24.99 a c 0.01 d e 100 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD, α = 0.05. Aklimatisasi menyebabkan terjadinya stres pada planlet tanpa iradiasi kontrol yang telah diradiasi. Perubahan lingkungan tumbuh dari kondisi anaerob menggunakan medium steril di ruang kultur ke kondisi aerob menggunakan medium non steril di rumah kawat mengakibatkan kematian planlet mencapai 20 pada saat 1 bulan setelah diaklimatisasi. Tanaman mulai pulih kembali setelah bulan kedua dan pada bulan keempat sudah mulai terlihat adanya pertumbuhan anakan pada beberapa planlet yang diradiasi dosis rendah, sementara pada dosis tinggi pemulihan kondisi planlet menjadi semakin lama, bahkan planlet tidak mampu pulih pada dosis lebih dari 70 Gy. Persentase pertumbuhan dan perkembangan planlet setelah diradiasi selanjutnya diaklimatisasi di rumah kawat dengan paranet 45 disajikan pada Gambar 17. Gambar 17. Persentase pertumbuhan dan perkembangan planlet anggrek S. plicata setelah diradiasi dengan sebelas dosis iradiasi sinar gamma sampai 7 bsi. Jumlah anakan yang terbentuk sampai dengan 7 bsi mencapai 164 dibandingkan dengan jumlah planlet awal, artinya dari 250 planlet yang diaklimatisasi dihasilkan 410 tanaman pada kontrol tanpa iradiasi. Kematian tanaman mencapai 20 pada umur 1 bulan setelah aklimatisasi, berarti tanaman yang hidup sebanyak 200 planlet yang selanjutnya mampu menghasilkan anakan rata-rata 1 anakan per tanaman. Anakan mulai terbentuk pada umur 5 bulan setelah