165
Jaja, 2013
Model Kegiatan Penyusunan Silabus Berbasis Kolaborasi Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB V MODEL KEGIATAN PENYUSUNAN SILABUS
BERBASIS KOLABORASI
Pengembangan model kegiatan penyusunan silabus berbasis kolaborasi untuk materi keterampilan menulis pada guru bahasa Indonesia SMA di
Kabupaten Kuningan MKPSBK pada bab ini bertolak dari pemanfaatan hasil analisis yang diuraikan di Bab 4. Pada dasarnya, pembelajaran yang berlangsung
di kelas, baik proses maupun hasil capaiannya, merupakan penerapan silabus dalam konteks real. Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini diawali oleh
kondisi pembelajaran keterampilan menulis. Selanjutnya, dalam bab ini dipaparkan 1 rancangan model hipotetik MKPSBK, 2 implementasi Model
MKPSBK, dan 3 model final MKPSBK.
5.1 Kondisi Pembelajaran Keterampilan Menulis Saat Ini
Paparan kondisi pembelajaran keterampilan menulis pada uraian subbab ini bertolak dari data hasil angket guru, siswa, dan kepala sekolah. Aspek kondisi
pembelajaran yang ditanyakan meliputi kompetensi yang diajarkan, metode pembelajaran, cara penilaian, dan respons terhadap proses dan hasil pembelajaran.
Dari sudut pandang guru, semuanya memandang bahwa kompetensi pembelajaran keterampilan menulis yang diajarkan menekankan pada tiga
cakupan jenis kompetensi, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang praktik menulis. Dari sisi kepala sekolah, hanya 33,33 kepala sekolah yang
Jaja, 2013
Model Kegiatan Penyusunan Silabus Berbasis Kolaborasi Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sependapat dengan guru. Sebagian besar kepala sekolah atau 66,67 justru berpendapat bahwa cakupan jenis kompetensi keahlian menulis yang meliputi
teori, praktik, dan penggunaan bahasalah yang harus dikuasai siswa. Pendapat senada juga dikemukakan siswa. Sebanyak 63,91 siswa mengatakan bahwa
keahlian menulis ialah kompetensi yang harus mereka kuasai. Dalam pembelajaran, penekanan kompetensi pembelajaran keterampilan
menulis terfokus pada keseimbangan antara teori dan praktik. Opsi ini dipilih separuh guru 58,33, kepala sekolah 100, dan siswa 68,42. Sebagian
guru lain 41,67 memilih opsi lain, yakni menekankan praktik daripada teori. Dari data di atas, persepsi guru dan siswa serta kepala sekolah ternyata
berbeda dalam hal cakupan jenis kompetensi pembelajaran keterampilan menulis yang harus dikuasai siswa. Tentu saja hal itu bukanlah keinginan mereka. Guru,
sebagai pelaksana kurikulum di kelas, mencoba memahami materi kompetensi dari sudut pandang kurikulum, sedangkan siswa memahaminya dari sudut
pandang apa yang seharusnya mereka terima atau harapkan dari implementasi kurikulum itu. Data di atas menunjukkan bahwa siswa sebenarnya sangat berharap
memiliki keahlian menulis, bukan pengetahuan teoretis tentang menulis. Kurikulum sebenarnya menghendaki hal itu dan itulah yang harus dilakukan guru.
Akan tetapi, fakta berbicara lain. Selama ini terkesan guru lebih memilih mengajarkan kompetensi teoretis daripada keahlian atau skill.
Sekaitan dengan pemilihan strategi pembelajaran, guru mengajarkan kompetensi pembelajaran keterampilan menulis di kelas secara variatif dengan
memadukan berbagai metode pembelajaran. Hal ini dikemukakan 75 jumlah
Jaja, 2013
Model Kegiatan Penyusunan Silabus Berbasis Kolaborasi Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
responden guru, 66,67 jumlah responden kepala sekolah, dan 39,55 jumlah responden siswa.
Untuk mengetahui pencapaian kompetensi, sepertiga jumlah responden guru 75 menggunakan penilaian portofolio dan tugas kinerja atau produk.
Pendapat senada juga dikemukakan kepala sekolah 66,67. Sementara itu, siswa memilih opsi jawaban yang beragam. Mereka menganggap bahwa penilaian
banyak dilakukan guru dalam bentuk unjuk kerja di dalam kelas 27,07, portofolio dan tugas kinerja 24,81, dan tugas atau pekerjaan rumah 21,80.
Sebagian besar guru 83,33 memberikan kembali tulisan siswa yang telah dinilainya kepada siswa. Hal ini dikuatkan oleh pendapat siswa 67,16. Akan
tetapi, kepala sekolah memiliki pandangan sebaliknya 100. Secara umum, guru dan siswa menganggap bahwa pembelajaran
keterampilan menulis di kelas menyenangkan. Hal ini diperlihatkan dengan pilihan jawaban guru sebesar 75 dan siswa sebesar 60,45. Mereka juga
berpendapat bahwa pembelajaran keterampilan menulis itu tidak sulit atau biasa- biasa saja. Sebanyak 64,93 siswa dan 41,67 guru memilih opsi tersebut.
Begitu pula dengan kepala sekolah. Akan tetapi, ada sebagian guru 41,67 yang berpendapat bahwa pembelajaran keterampilan menulis itu sulit. Pendapat ini
diduga disebabkan oleh faktor relevansi pendidikan mereka.
5.2 Rancangan Pengembangan Model Hipotetik Kegiatan Penyusunan