47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Studi Kasus 1. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi
Melalui pengenalan penyakit, pemeriksaan umum dan khusus, penulis mendapatkan data yang menjadi bahan analisa untuk menentukan problematika
fisioterapi. Dengan ditetapkannya problematika fisioterapi selanjutnya dapat diberikan dengan harapan tercapainya tujuan yang diinginkan.
a. Pengkajian Data Pengkajian data pada umumnya meliputi teknik dan obyek yang akan
diukur atau dikumpulkan data, obyek data yang berhubungan dengan kondisi osteoarthritis bilateral.
1 Teknik Pengumpulan Data a Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara terapis dengan sumber data, hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1 Autoanamnesis, bila mengadakan tanya jawab langsung kepada pasien. 2 Heteroanamnesis, bila anamnesis dilakukan terhadap orang lain yang
dianggap mengerti tentang keadaan pasien, dan untuk kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah autoanamnesis yang meliputi:
a Anamnesis umum Dari anamnesis ini didapatkan data nama pasien, umur, alamat, agama,
jenis kelamin, pekerjaan. b Anamnesis khusus
Dari anamnesis khusus ini kita dapat memperoleh keterangan tentang hal- hal yang berkaitan dengan keadaan atau penyakit pasien, seperti:
a Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.
b Riwayat penyakit sekarang, menggambarkan riwayat perjalanan penyakit secara lengkap.
c Riwayat penyakit dahulu berupa penyakit-penyakit yang pernah dialami yang tidak berhubungan langsung dengan munculnya keluhan
sekarang. d Riwayat pribadi menjelaskan tentang pekerjaan maupun hobi
e Riwayat keluarga, dimaksudkan untuk menelusuri adanya penyakit penyakit yang bersifat menurun herediter dan orang tua atau
keluarga. b. Pemeriksaan
1 Pemeriksaan fisik meliputi: a Pemeriksaan vital Sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran
tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur, tinggi badan, dan hasil pemeriksaan diketahui bahwa kondisi umum penderita osteoarthritis kedua
lutut ini adalah baik sehingga memungkinkan untuk dilakukan pelaksanaan terapi.
b Inspeksi, merupakan suatu cara pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Pada kasus osteoarthritis kedua lutut ini, inspeksi yang
dilakukan didapatkan hasil seperti: 1 keadaan umum baik, 2 Inspeksi statis didapatkan, ekspresi wajah saat diam biasa, tidak ada bengkak pada
kedua lutut, tidak ada atropi dan warna kemerahan tidak ada, 3 Inspeksi dinamis, dengan mengamati sejak pasien datang apakah ekspresi wajah
menahan nyeri saat pasien duduk, saat jalan pasien tidak menggunakan alat bantu, tripod dan alat bantu lain saat berjalan.
c Palpasi, merupakan cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien. Pada kasus osteoarthritis kedua lutut
ini, palpasi yang dilakukan didapatkan: 1 Suhu pada daerah kedua lutut normal, 2 Tidak ada nyeri tekan, pada kedua lutut, 3 Tidak ada bengkak
pada kedua lutut, 4 Tidak ada spasme pada otot quadriceps, 5 Tidak terdapat nyeri gerak.
c. Perkusi Pemeriksaan dengan menggunakan palu atau diketok untuk mengetahui
adanya cairan. d. Auskultasi
Merupakan cara pemeriksaan dengan jalan mendengarkan bunyi dari lutut baik menggunakan stateskop maupun pendengaran. Pada kasus ini didapatkan
adanya bunyi dari lutut krepitasi.
e. Pemeriksaan gerak dasar Pemeriksaan dilakukan pada anggota gerak atas dan bawah bawah baik
kanan maupun kiri pada penderita osteoarthritis, fexi dan extensi f. Pemeriksaan gerak pasif
Pemeriksaan gerak pasif pada kondisi osteoarthritis knee bilateral ini tentang gerak knee dextra dan sinistra tetapi pasien dibantu terapis.
g. Pemeriksaan gerak aktif Pemeriksaan gerak aktif pada kondisi osteoarthritis knee bilateral ini
tentang gerak knee dextra dan sinistra tetapi pasien melakukan sendiri. h. Pemeriksaan gerak isometric melawan tahanan
Tahanan untuk terapis, arah gerak berlawanan flexi dan extensi. Dilakukan untuk kedua tungkai dextra dan sinistra.
i. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, interpersonal osteoarthritis knee bilateral gerak
Kognitif : pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan terapis
Intrapersonal : pasien mempunyai keinginan untuk sembuh Interpersonal : hubungan baik sama terapis dan keluarga saling mendukung
j. Kemampuan fiingsional dan lingkungan aktifitas 1 Fungsional dasar
Pasien mampu baring dari tidur, pasien mampu mring kekanan dan miring kekiri, duduk, berdiri dan sampai bejalan secara mandiri disertai nyeri.
2 Fungsional aktivitas Dari pemeriksaan untuk mengetahui aktivitas merawat diri secara mandiri,
aktivitas sholat tidak mampu untuk membungkuk, aktivitas untuk berjalan jauh apakah pasien merasakan nyeri.
3 Lingkungan aktivitas Dari pemeriksaan untuk mengetahui Lingkungan rumah: WC jongkok,
tidak ada tangga trap atau tangga rumah.dirumah pasien apakah tempat memasak posisinya membungkuk sehingga pasien memasak cenderung membungkuk.
Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengungkapkan ciri khusus serta ada tidaknya gangguan dan struktur atau jaringan tertentu. Pada kasus
osteoarthritis sendi lutut ini, pemeriksaan yang dilakukan meliputi: a. Tes pengukuran nyeri VDS Verbal Descriptive Scale
Yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu : 1 tidak nyeri, 2 nyeri sangat ringan, 3 nyeri ringan, 4 nyeri tidak begitu
berat, 5 nyeri cukup berat, 6 nyeri berat, 7 nyeri tak tertahankan. Pasien disuruh merasakan nyerinya pada nomor tersebut. Pasien tersebut harus
memenuhi persyaratan yaitu bukan anak-anak, tidak buta. b. Manual Muscle Testing MMT
Tes kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa fisioterapi, jenis terapi atau jenis alat bantu yang akan diberikan dan menentukan
prognosis pasien serta bahan evaluasi. Maka MMT dianggap penting untuk dilakukan. Walaupun pada kondisi
osteoarthritis ini hasil yang diperoleh kurang akurat karena adanya rasa nyeri sehingga mempengaruhi kekuatan otot.
Gradasi nilai otot menurut dr. Robert W lovelt atau metode lovelt adalah: 1 Normal N atau 5, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh, mampu
melawan gravitasi, tahanan sebagian, 2 Normal N atau 3, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh, mampu melawan gravitasi tanpa tahanan, 3
poor P atau 2, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh tanpa melawan gravitasi dan tahanan, 4 Trace T atau 1, yaitu otot dapat sedikit kontraksi tanpa
ada gerakan sendi, 5 Zero Z atau 0, tidak ada kontraksi. c. Test lingkup gerak sendi LGS
Pengukuran lingkup gerak sendi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan goniometer dan dapat diukur pada gerak aktif maupun pasif, dan mengacu pada kriteria ISOM normal dimana LGS sendi dextra aktif S = 0°-0°-
90° pasif = S = 0°-0°-120°, knee sinistra aktif S=0°-0°-90°, pasif S = 0°-0°- 120°.
Pada pengukuran LGS sendi knee dextra dan knee sinistra ini dilakukan secara aktif dan pasif. Gerakan pasif dilakukan setelah gerakan aktif.
d. Tes stabilitas sendi lutut 1 Tes laci sorong depan
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk dipinggir bed,sambil menekan
kaki pasien, dimana yang lututnya tadi ditekuk, kedua lengan pemeriksa memberikan tarikan ke arah anterior. Pemeriksaan ini untuk mengatahui stabilitas
Ligamentum cruciatum anterior de wolf, 1954.
Gambar 4.1.Tes laci sorong ke depan de Wolf, 1994 2 Tes laci sorong ke belakang
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk di tepi bed sambil menekan
kaki pasien dimana lututnya ditekuk bersamaan dengan itu pemeriksaan memberikan dorongan ke arah posterior de wolf, 1994.
Gambar 4.2.Tes laci sorong ke belakang 3 Tes hipermobilitas valgus
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai terjuntai di bawah bed, posisi tangan terapis di samping pasien yang terjuntai, tangan yang
lain berada di atas kaki pasien, gerakannya ke arah varus. Pemeriksaan ini untuk mengetahui stabilitas ligament collateral lateral, de wolf, 1994
Gambar 4.3.Hipermobilitas valgus de wolf, 1994 4 Tes Hipermobilitas Varus
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai bawah pasien terjuntai di bawah bed, posisi terapis di samping penderita dengan satu tangan
berada di bawah lutut pasien yang terjuntai, tangan yang lain berada di atas kaki pasien yang terjuntai, gerakannya ke arah valrus. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui stabilitas ligament collarteral laterale de wolf, 1954.
Gambar 4.4. Hipermobilitas varus de wolf, 1994 5 Tes Hiperekstensi
Pasien berbaring di atas bed dengan kaki dalam posisi lurus, lutut di ganjal, sedangkan kaki di angkat. Dengan membandingkan jarak antara tumit kaki
kiri dan kanan bed de wolf, 1994.
Gambar 4.5. Hiperekstensi de wolf, 1994 6 Tes Gravity Sign
Pasien berada dalam posisi berbaring terlentang, diminta agar kedua kakinya diangkat sehingga lutut dan pangkal pahanya membuat sudut 90 derajat,
kedua tumitnya diletakkan di atas tangan pemeriksa. Pemeriksa mengamati kedua tibia dan menilai apakah tuberositas tibia yang satu letaknya mungkin lebih
rendah dari pada yang lainnya. Perbedaan akan tampak lebih jelas bila pasien diminta agar menekan tangan pemeriksa dengan kedua tumitnya menegangkan
hamstring de wolf. 1994.
Gambar 4.6. Gravity sign de wolf, 1994 7 Pemeriksaan derajat nyeri
Skala penilaian derajat nyeri yang digunakan pada kondisi osteoarthritis knee bilateral ini adalah dengan skala VDS Verbal Descriptive Scale. Skala ini
terdiri dari garis 7 cm yang diberi tanda dari titik awal sampai titik akhir. Salah satu ujung menunjukkan titik nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri tak
tertahankan. Pemeriksaan dengan skala ini tujuannya untuk mengetahui derajat nyeri, dimana pasien di minta untuk menandai pada salah satu titik pada skala dan
titik awal sampai akhir yang ditandai pasien adalah nilai intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
Tidak Nyeri Nyeri tak tertahankan
1 2 3 4 5 6
7 8 Pemeriksaan luas gerak sendi LGS
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gerak sendi lutut, pemeriksaan ini dilakukan dengan goniometer dan diukur pada gerak aktif maupun pasif, pada
kedua tungkai. 9 Pemeriksaan kekuatan otot
Untuk mengetahui kekuatan otot dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Manual Muscle Testing MMT. Otot yang diperiksa yaitu otot
fleksor dan ekstensor kedua lutut. 10 Pemeriksaan aktivitas fungsional dasar
Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan aktivitas fungsional dasar berupa kemampuan bangkit dari posisi duduk, beijalan 15 meter dan naik tangga 3
step dapat digunakan indeks status fungsional skala jette berdasarkan indeks ini status fungsional mempunyai 3 dimensi yang saling berkaitan yaitu:
a Nyeri, derajat nyeri saat melakukan aktivitas terdiri dari: 1: tidak nyeri, 2: nyeri ringan, 3: nyeri sedang, 4: sangat nyeri.
b Kesulitan, derajat kesukaran untuk melakukan aktivitas terdiri dari: 1: sangat mudah, 2: agak mudah, 3: tidak mudah tetapi juga tidak sulit, 4: agak
sulit, 5: sangat sulit.
c Ketergantungan, derajat ketergantungan seseorang untuk melakukan aktivitas terdiri dari:
1: tanpa bantuan, 2: butuh bantuan alat, 3: butuh bantuan orang, 4: butuh bantuan alat dan orang, 5: tidak dapat melakukan aktivitas. Platzer W, Kankle
W, Leonhardt H, 1983.
B. Diagnosa Fisioterapi