c Ketergantungan, derajat ketergantungan seseorang untuk melakukan aktivitas terdiri dari:
1: tanpa bantuan, 2: butuh bantuan alat, 3: butuh bantuan orang, 4: butuh bantuan alat dan orang, 5: tidak dapat melakukan aktivitas. Platzer W, Kankle
W, Leonhardt H, 1983.
B. Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi merupakan upaya menegakkan masalah aktivitas gerak dan fungsi berdasarkan pernyataan yang logis dan dapat dilayani fisioterapi.
Adapun tujuan dan diagnosis fisioterapi adalah untuk mengetahui permasalahan fisioterapi yang dihadapi oleh penderita serta untuk menentukan layanan
fisioterapi yang tepat. Hasil pemeriksaan fisioterapi yang telah dilaksanakan pada penderita osteoarthritis kedua lutut ini didapatkan permasalahan fisioterapi
sebagai berikut: 1. Permasalahan kapasitas fisik untuk Osteoartritis :
a. Adanya nyeri pada kedua lututnya saat jongkok b. Adanya rasa nyeri pada kedua lututnya pada saat duduk diantara dua sujud
c. Adanya rasa nyeri pada saat jalan dan berdiri d. Adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada sendi knee
2. Permasalahan kemampuan fungsional, yaitu: a. Adanya gangguan saat melakukan gerakan jongkok ke berdiri
b. Adanya gangguan saat melakukan sholat karena nyeri
C. Tujuan
Tujuan fisioterapi akan dibedakan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
1. Tujuan jangka pendek ini meliputi: a. Meningkatkan dan memelihara LGS
b. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot c. Mengurangi nyeri tekan dan nyeri gerak
d. Mengurangi spasme pada otot quadriceps dan hamstring. 2. Tujuan jangka panjang, tujuan ini meliputi:
a. Meneruskan tujuan jangka pendek b. Meningkatkan aktivitas fungsional
D. Pelaksanaan Fisioterapi
Pada karya tulis ini penulis akan membahas mengenai penanganan fisioterapi untuk mengurangi nyeri dengan Micro Wave Diathermy dan
meningkatkan luas gerak sendi dengan modalitas terapi latihan.
1. Penatalaksanaan Micro Wave Diathermy
a. Persiapan alat Pastikan alat dapat berfungsi dengan baik, pastikan semua tombol
pada posisi on atau off, kabel-kabel tidak boleh kontak dengan lantai, pasien atau bersilangan satu sama lain. Hubungkan alat ke sumber arus
dan selanjutnya persiapkan elektrode terpilih lalu dicek dengan lampu apakah arus sudah masuk atau belum dengan melihat lampu hidup berarti
arus masuk kemudian pasang pada tempat yang akan diterapi.
b. Persiapan pasien Sebelum dilakukan terapi, pasien diberi tahu akan tujuan dan
terapi, apa yang dirasakan pasien selama terapi. Pasien juga diberitahu untuk segera memberi tahu kepada terapis jika terjadi keadaan sebagai
berikut: merasa terlalu panas, keluhan bertambah, merasa pusing atau mual.
Selanjutnya bebaskan daerah yang akan di terapi dari keringat yang berlebihan, pakaian yang tidak menyerap keringat serta benda atau barang
yang mengandung metal. Sebelumnya juga dilakukan tes sensibilitas panasdingin pada daerah sekitar lutut. Mungkin agar selama terapi
penderita dapat rileks. Pada kondisi ini posisi pasien saat tidur diberikan pemanasan adalah copeglas elektrode diposisikan di atas.
c. Pelaksanaan terapi Posisi pasien comfortable agar selama terapi dapat rileks. Pada
kondisi osteoarthritis kedua lutut ini posisi pasien adalah tidur tengkurap, kemudian copeglas elektrode diposisikan pas di atas poplitea. Yang
pertama kita sinari dulu yang sebelah kanan dengan waktu terapi ±10 menit, kemudian arur intensitas sesuai dengan toleransi pasien. Setelah
waktu habis kop kita alihkan ke poplitea yang sebelah kiri. Disini para meter terapi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 Intensitas: sub mitis 50 mA 2 Gelombang: continous
3 Waktu: 20 menit 4 Metode: koplanar dengan menggunakan cope elektrode
5 Frekuensi terapi: 6 kali terapi dalam satu minggu selama terapi ini, fisioterapi harus selalu mengontrol perasaaan panas dari pasien yang
bersifat subyektif. Jika selama terapi rasa nyeri dan ketegangan otot meninggi, dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitas juga
bisa dengan mengakhiri terapi sebelum waktunya. d. Evaluasi sesaat setelah terapi Terhadap pasien
Jika sudah selesai, fisioterapi memeriksa reaksi umum yang ditemukan. Kadang-kadang timbul reaksi umum, seperti mual, pusing
setelah terapi, sehingga penderita harus diistirahatkan dahulu.
2. Terapi latihan dengan teknik hold relax
a. Persiapan pasien Posisi pasien sewaktu latihan adalah duduk ongkang-ongkang
ditepi bed dengan posisi lutut flexi 90°. b. Pelaksanaan Latihan
1 Prosedur latihan Gerakan lutut flexi hingga 110° atau pada batas nyeri pada
kedua lutumya pada posisi tersebut lutut flexi 110° beri tahanan pada daerah pergelangan kaki bagian belakang dan fiksasi pada daerah atas
lutut. Lalu ekstensi dengan lawanan tahanan diberikan selama 5 detik besarnya tahanan disesuaikan dengan toleransi atau kekuatan kontraksi
pasien kemudian pasien rileks untuk secara perlahan-lahan. Ulangi prosedur diatas sebanyak 3 kali, setelah itu pada akhir gerakan
diberikan force atau dorongan ke arah flexi untuk menambah LGS fleksi lutut.
2 Waktu latihan Untuk latihan hold rilex dilakukan 6 - 8 X pengulangan atau
sampai batas kemampuan pasien. 3 Frekuensi latihan
Dilakukan oleh pasien setiap hari selama satu minggu atau selama 6 kali terapi
3. Terapi latihan dengan free active movement
a. Persiapan pasien Pasien diposisikan tidur terlentang di bed dan duduk ongkang-
ongkang b. Pelaksanaan latihan
Pada posisi tidur terlentang terapi, meminta pasien untuk menggerakkan tungkainya seperti saat mengayuh sepeda dilakukan
sebanyak 5 kali pengulangan lalu pada posisi duduk ongkang-ongkang terapis meminta pasien untuk menekuk dan meluruskan lututnya fleksi
dan ekstensi lutut, terapi memberikan fiksasi pada bagian atas lutut latihan ini juga dilakukan sebanyak 5 kali.
c. Waktu latihan Untuk latihan free active movement dapat dilakukan 6 - 8 X
pengulangan atau sampai batas kemampuan pasien. d. Frekuensi latihan
Dilakukan pasien selama 1 minggu atau selama 6 kali terapi 4.
4. Tindak lanjut dan evaluasi
a. Tindak lanjut Setelah dilakukan terapi pertama kali dan dievaluasi sesaat,
selanjutnya bisa difikirkan mengenai terapi selanjutnya apakah terapi yang pertama dapat dilanjutkan diberhentikan atau mungkin perlu dilakukan
modifikasi terapi selanjutnya. Dilanjutkan dengan cara mengamati apakah terapi pertama yang dilakukan menunjukkan adanya perubahan atau tidak.
Dan selanjutnya perlu dilakukan dalam pemberian edukasi pada penderita osteoarthritis kedua lutut ini agar dapat mendukung program dan
keberhasilan terapi itu sendiri. b. Evaluasi
Evaluasi dilakukan 2 tahap, yakni evaluasi sesaat dan evaluasi setelah terapi evaluasi yang dilakukan untuk kondisi osteoarthritis kedua
lutut ini hanya merupakan komponen yang menjadi pembahasan kasus pada karya tulis ilmiah ini, yaitu:
1 Nyeri dengan skala VDS 2 Luas gerak sendi dengan goniometer.
3 Kekuatan otot dengan MMT 4 Aktivitas fungsional dasar dengan skala ”jette”
5. Dokumentasi
Nama : Ny. Siti Romdiyah
Umur : 79 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : ibu Rumah Tangga
Alamat : Pecing 0314 Sragen
Diagnosis : OA Genu Bilateral Berdasarkan proses fisioterapi dilaksanakan pada penderita
osteoarthritis knee bilateral, maka setelah dilakukan terapi dengan MWD dan terapi latihan sebanyak 6 kali berturut-turut, nyeri sudah berkurang. 2.
E. Protokol Studi Kasus