Seleksi Sampel Statistik Deskriptif

commit to user 48

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dengan bantuan program SPSS release 16 untuk sistem operasi windows.

A. Deskriptif Data

Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif.

1. Seleksi Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun 2008-2009. Data ini diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing – masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perbankan yang listing di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008-2009 dengan rincian sebagai berikut: Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa kriteria tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III halaman 36. Tahun Populasi Sampel Awal Sampel Digunakan 2008 28 27 23 2009 29 27 23 Total 57 54 46 commit to user 49 Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 46 perbankan dan nama perusahaan sampel dapat dilihat pada Lampiran II. Hal tersebut dikarenakan dari 57 populasi, sejumlah 54 perbankan tidak mengalami delisting selama periode 2008-2009, tapi hanya 46 perbankan yang menyediakan data dan informasi secara lengkap. 4

2. Statistik Deskriptif

Operational risk disclosure ORD sebagai variabel dependen dalam penelitian ini diukur dari rerata skor 12 aspek ruang lingkup operational risk yang diungkapkan dalam annual report perbankan. Dua belas aspek tersebut dapat dilihat pada Bab III, halaman 40. Berikut ini adalah statistik deskriptif operational risk disclosure. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Operational Risk Dsiclosure Variabel Mean Min Max St. Deviasi ORD 76,270 8,000 100,000 0,250 Berdasarkan tabel 4.2, statistik deskriptif rerata pengungkapan operational risk pada annual report sebesar 76,270. Hal tersebut menunjukkan bahwa operational risk disclosure pada annual report masih rendah karena belum mencapai 100,000, mengingat operational risk disclosure merupakan pengungkapan wajib. 4 Perbankan yang dieliminasi sebagai sampel adalah Bank Capital Indonesia, Bank Eksekutif Internasional, Bank Nusantara Parahyangan, dan Bank Windu. commit to user 50 Nilai minimum ORD dalam penelitian ini adalah 8,000 yang dimiliki Bank Agroniaga karena hanya mengungkapkan aspek kebijakan, prosedur, dan penetapan limit dalam annual report-nya. Aspek kebijakan yang diungkapkan adalah kebijakan mengenal nasabah Know Your CustomerKYC. Bank Agroniaga dalam annual report-nya menyatakan, ”Dalam rangka memberikan perlindungan atas kepentingan nasabah maka perseroan telah mengembangkan struktur perlindungan nasabah yang dimulai dari penerapan prinsip mengenal nasabah, penerapan prinsip transparansi informasi produk hingga pembentukan struktur penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah sampai ke tingkat mediasi perbankan. Dengan struktur semacam ini diharapkan kepentingan nasabah dapat terlindungi yang pada akhirnya dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan.” AR Bank Agroniaga, 2009. Aspek kebijakan, prosedur, dan penetapan limit merupakan aspek yang banyak diungkapkan dalam annual report perbankan di Indonesia tahun 2008- 2009. Aspek tersebut merupakan aspek dimana perbankan telah melakukan kegiatan perlindungan nasabah untuk mewujudkan hubungan yang baik dan saling menguntungkan antara perbankan dan nasabah. Selain aspek kebijakan, prosedur, dan penetapan limit, aspek pengendalian operational risk juga banyak diungkapkan. Aspek tersebut menekankan bahwa bank dapat mengembangkan program untuk memitigasi operational risk dengan pengamanan proses teknologi informasi, asuransi, dan outsourcing sebagian kegiatan operasional bank Lampiran SE Bank Indonesia No.521DPNP2003, seperti yang dilakukan oleh Bank Danamon, yaitu “Pendekatan Danamon atas manajemen operational risk terutama bertujuan untuk memitigasi kemungkinan terjadinya kerugian tersebut dengan mengimplementasikan Operational Risk Management Framework ORMFKerangka Manajemen commit to user 51 Operational Risk secara konsisten dan menyeluruh yang merupakan risiko spesifik pada setiap proses bisnis. Operational Risk Management Framework Danamon diimplementasikan melalui siklus yang terintegrasi integrated cycle dimana Danamon memastikan bahwa pengendalian risiko sudah memadai dan risiko telah identifikasi untuk produk dan proses yang baru maupun yang sudah ada.” AR Bank Danamon, 2008. Peringkat skor pengungkapan masing-masing item sebagai berikut: 1 Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit 95,650, 2 Pengendalian risiko operasional 93,480, 3 Sistem informasi manajemen 89,130, 4 Identifikasi risiko operasional 86,960, 5 Pengukuran risiko operasional 82,610, 6 Pemantauan risiko operasional 73,910, 7 Peringkat ini dimiliki oleh aspek definisi, yaitu proses internal, kesalahan manusia, kesalahan sistem, dan problem eksternal masing-masing sebesar 67,390, 8 Ketidakcukupankerugian 63,040, dan 9 Pengawasan aktif dewan direksi dan komisaris 60,870. Nilai maksimum operational risk disclosure pada penelitian ini adalah 100,000, yang artinya semua aspek operational risk telah diungkapkan dalam annual report. Beberapa bank yang mengungkapkan semua aspek operational risk, antara lain Bank CIMB Niaga 2008 dan 2009, Bank Danamon Indonesia 2008 dan 2009, Bank Ekonomi Raharja 2008 dan 2009, Bank Internasional Indonesia 2008 dan 2009, Bank Mandiri 2008 dan 2009, Bank Panin 2008 dan 2009, Bank Permata 2008 dan 2009, Bank Tabungan Pensiunan Nasional 2008, dan Bank OCBC NISP 2009. Hal ini dikarenakan bank tersebut sudah menyadari kewajiban untuk mengungkapkan operational risk yang diatur di PBI Nomor: 58PBI2003 dan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.521DPNP2003. commit to user 52 Rendahnya tingkat operational risk disclosure, menyebabkan terjadinya asimetri informasi yang merugikan stakeholder, terutama investor, nasabah dan pemerintah. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab maraknya kasus kejahatan bank yang terjadi di Indonesia. Salah satu kasus perbankan di Indonesia adalah kasus Bank Suma tahun 1992. Kasus tersebut merupakan cerminan dari buruknya peraturan perbankan Pakto 1988 di Indonesia. Menurut Rasjim Wiraatmadja, ahli hukum perbankan menyatakan bahwa kreditur dan nasabah dapat menggugat Bank Suma mengenai laporan palsu karena tidak melaporkan kerugian dan pemberian kredit pada grupnya www.tempointeraktif.com , 1992. Kasus tersebut menunjukkan pentingnya pengungkapan informasi agar stakeholders dapat mengambil keputusan yang tepat sehingga kemungkinan kerugian yang terjadi semakin kecil. Perbankan Indonesia mulai menata kembali struktur perbankan di Indonesia, salah satunya dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor: 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Namun, kecurangan yang terjadi di perbankan Indonesia masih terjadi. Hal ini terbukti dengan terjadinya kasus Bank Century tahun 2008. Kasus Bank Century tersebut menunjukkan bahwa dewan komisaris tidak menjalankan tugasnya dengan baik, terbukti dengan pemecatan dan penjatuhan hukuman kepada komisaris utama Bank Century www.tempointeraktif.com , 2009. Basel Committee telah mengeluarkan Prinsip Dasar Basel Basel Core PrinciplesBCP untuk memperbaiki kekuatan sistem keuangan. Salah satu aturan penting dari Prinsip Dasar Basel adalah untuk melindungi bank agar tidak commit to user 53 disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab serta mewajibkan pengawas perbankan untuk dapat menentukan apakah suatu bank telah memiliki kebijakan, praktek, dan prosedur perbankan yang standar dan layak, termasuk juga dengan aturan Prinsip Mengenal Nasabah PMN yang mendukung kerjasama internasional dalam memberantas kejahatan pencucian uang dan keuangan teror www.nustaffsite.gunadarma.ac.id, 2007. Terkait dengan permasalahan risiko, Risk Management Center Indonesia RMCI menggelar Konferensi Manajemen Risiko 2008. Konferensi tersebut mengangkat tema Pendekatan Ideal dan Praktis dalam Penerapan Manajemen Risiko Operasional, Manajemen Risiko Kredit, dan Manajemen Data. Konferensi dilaksanakan di Swiss Grand Bali Hotel, Nusa Dua, Bali, pada 24-25 April 2008. Menurut Direktur RMCI, Othman Z Harahap, saat ini industri perbankan masih belum memiliki fokus yang konkrit, sejalan dengan roadmap yang sudah dikeluarkan BI dan sesuai dengan Basel II Accord. RMCI yang merupakan yayasan nirlaba yang dibentuk Bank Indonesia, akan membahas berbagai kendala dan solusi penerapan manajemen risiko di industri perbankan secara komprehensif dan tahap demi tahap. Baik mengenai pendekatan, perhitungan, pelaksanaan, kebijakan, SOP, metode modeling, pengelolaan data sampai ke persiapan sistem informasi. Fokus awal RMCI adalah manajemen operational risk dengan membantu perbankan nasional dalam penerapannya sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia dan iklim perbankan nasional www.okezone.com , 2008. Pada tabel 4.3 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel independen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: commit to user 54 nilai minimum, maksimum, rerata mean, dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut ditampilkan pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen Variabel Mean Min Max St. Deviasi J.Kom 5,065 2,000 8,000 1,818 Kom_KomInd 58,740 33,000 100,000 0,109 Kom_Komwan 8,480 0,000 67,000 0,156 Rpt_Dekom kalitahun 15,000 3,000 51,000 13,882 Profitabilitas 1,109 -0,070 2,770 0,760 Kom_KAInd 93,130 60,000 100,000 0,128 Abeysekera 2008 mengungkapkan bahwa jumlah komisaris di Kenya dinilai efektif berada pada rentang lebih dari 5 lima orang dan kurang dari 14 orang. Berdasarkan hasil penelitian, rerata jumlah komisaris yang dimiliki perbankan di Indonesia adalah lima orang. Menurut Muntoro 2006, ukuran dewan komisaris yang efektif dipengaruhi oleh 1 ukuran dewan direksi, 2 jenis industri, 3 risiko yang dihadapi, dan 4 komite audit. Jumlah komisaris yang paling sedikit dimiliki oleh Bank Kesawan, yaitu hanya memiliki dua komisaris. Hal ini memungkinkan lemahnya pengawasan dewan komisaris terhadap manajemen sehingga berdampak pada rendahnya tingkat operational risk disclosure, yaitu sebesar 58,333 pada tahun 2008 dan 2009. Jumlah dewan komisaris paling banyak adalah delapan orang yang dimiliki oleh Bank OCBC NISP 2008 dan 2009, Bank Danamon 2008 dan 2009, dan Bank Permata 2008 dan 2009. Rerata komposisi komisaris independen adalah 58,740. Komposisi ini sudah memenuhi Peraturan Bank Indonesia Nomor: 814PBI2006 tentang commit to user 55 Pelaksanaan Corporate Governance Bagi Bank Umum, pasal 5, yang menyatakan “paling kurang 50,000 lima puluh perseratus dari jumlah anggota dewan komisaris adalah komisaris independen”. Komposisi komisaris independen paling rendah dimiliki oleh Bank Tabungan Pensiunan Nasional 2008, yaitu sebesar 33,000. Hal ini mencerminkan bahwa tidak semua perbankan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Komposisi komisaris independen tertinggi, yaitu sebesar 100,000 dimiliki oleh Bank Kesawan 2009 karena semua anggota dewan komisaris merupakan komisaris independen. Selain variabel komposisi komisaris independen, penelitian ini juga melibatkan komposisi komisaris wanita sebagai variabel independen. Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa rerata komposisi komisaris wanita sebesar 8,480, sebanyak 30 sampel tidak memiliki komisaris wanita. Komisaris wanita terbanyak hanya 2 orang dan hanya terdapat di Bank Victoria Internasional 2008 dan 2009 dan ICB Bumiputera 2009. Hasil ini menunjukkan bahwa masih sedikit perbankan yang memiliki komisaris wanita. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 814PBI2006 tentang Pelaksanaan Corporate Governance Bagi Bank Umum Pasal 15 Ayat 1 rapat dewan komisaris wajib diselenggarakan secara berkala paling kurang 4 empat kali dalam setahun. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata frekuensi rapat di Indonesia sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebanyak 15 kali dalam setahun. Namun, terdapat tiga perbankan yang menyelenggarakan rapat dibawah ketentuan yang berlaku, yaitu Bank CIMB Niaga 2008, Bank Kesawan 2008 dan 2009, dan Bank Agroniaga 2009 yang hanya melakukan rapat 3 kali commit to user 56 dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran akan ketentuan yang telah ditetapkan. Rerata profitabilitas yang diukur dengan ROA sebesar 1,109. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari aset perbankan untuk menghasilkan laba bersih sebesar 1,109. Profitabilitas tertinggi dimiliki oleh Bank Tabungan Pensiunan Nasional tahun 2008, yaitu sebesar 2,770, sedangkan untuk profitabilitas terendah didapat oleh Bank Internasional Indonesia tahun 2009, yaitu sebesar -0,070. Semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan, maka dana yang tersedia lebih banyak untuk mengumpulkan, mengelompokkan dan mengolah informasi menjadi lebih bermanfaat serta dapat menyajikan pengungkapan yang lebih komprehensif termasuk operational risk disclosure Hertanti, 2005. Tingkat profitabilitas perbankan Indonesia selama tahun 2008 dan 2009 lebih baik daripada rerata profitabilitas bank di tingkat regional dan memiliki kinerja yang relatif stabil www.tempointeraktif.com , 2010. Berdasarkan PBI Nomor: 84PBI2006, keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen. Rerata komposisi komite audit independen perbankan di Indonesia sebesar 93,130. Komposisi komite audit independen terendah sebesar 60,000 dimiliki oleh Bank Tabungan Pensiunan Nasional 2009 dan komposisi tertinggi, yaitu sebesar 100,000 dimiliki oleh sebagian besar perbankan. Hal ini commit to user 57 menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia memiliki komposisi komite audit independen yang tinggi. Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas, rerata operational risk disclosure sebesar 76,270; rerata ukuran dewan komisaris sebesar 5,065; komposisi komisaris independen sebesar 58,740; rerata komposisi komisaris wanita sebesar 8,480; rerata frekuensi rapat dewan komisaris sebanyak 15 kali; rerata profitabilitas sebesar 1,109; dan rerata komposisi komite audit independen sebesar 93,130.

B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan