commit to user 17
ATM mengindikasikan masih lemahnya manajemen operational risk pada perbankan Indonesia
www.eksposnews.com , 2010.
Operational risk disclosure semakin penting dengan adanya kerangka permodalan baru Basel II khususnya untuk memenuhi aspek market discipline
yang berkaitan dengan transparansi dan pengungkapan risiko suatu entitas bisnis dan memiliki potensi untuk memperkuat pengawasan, meningkatkan keselamatan
dan kesehatan bank serta sistem keuangan BCBS, 2001. Hal tersebut didukung oleh Arsitektur Perbankan Indonesia 2006 yang menyatakan bahwa Basel II
merupakan suatu kesepakatan menyeluruh yang mendorong disiplin pasar dengan mensyaratkan pengungkapan informasi yang terkait, termasuk informasi
mengenai risiko.
3. Basel II
Kebutuhan suatu harmonisasi regulasi secara internasional untuk dijadikan acuan bagi regulator masing-masing negara menjadi dasar munculnya
kesepakatan Basel Basel Accord Idroes dan Sugiarto, 2006. Idroes dan Sugiarto 2006 menyatakan bahwa komite basel dibentuk tahun 1974 di Basel,
Swiss dan diprakarsai oleh para gubernur bank sentral negara anggota the Group of Ten G-10
2
dan perwakilan dari Spanyol dan Luxembourg berfokus pada regulasi dan praktek pengawasan perbankan. Basel Accord I dikeluarkan pada
tahun 1988 dan sejalan dengan berkembangnya produk perbankan, maka Bank for International Settlement BIS mengeluarkan konsep permodalan baru yang
2
Anggota G-10 adalah
Prancis, Jerman, Belgia, Italia, Jepang, Belanda, Swedia, Inggris, Amerika Serikat, Canada, dan Swiss.
commit to user 18
dikenal sebagai Basel II pada bulan Juni 2004 Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, 2006.
Basel II diadopsi oleh Bank Indonesia mulai tahun 2008 Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, 2006. Basel II merupakan pengembangan
dari Basel I sebagai konsekuensi perkembangan instrumen di pasar keuangan. Berdasarkan informasi Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan 2006,
operational risk menurut Basel II terdiri dari tiga pilar, sebagai berikut: 1. Pilar 1 mengenai penetapan beban modal operational risk yang meliputi tiga
pendekatan, yaitu a. Basic Indicator Approach, yaitu menetapkan beban modal untuk
operational risk sebesar persentase tertentu alpha factor dari gross income yang digunakan sebagai perkiraan terhadap eksposur risiko bank.
Dalam pendekatan ini, modal yang harus dialokasikan bank terhadap kerugian yang berasal dari operational risk sama dengan persentase
tertentu dari rata-rata gross income tahunan selama periode tiga tahun. b. Standardized Approach, yaitu mempersyaratkan suatu institusi untuk
memisahkan kegiatannya menjadi delapan lini bisnis standar, sebagai contoh perbankan retail, pembiayaan korporasi, dan lain-lainnya. Beban
modal untuk setiap lini bisnis dihitung dengan mengalikan gross income untuk masing-masing lini bisnis tersebut dengan suatu angka beta yang
ditetapkan untuk masing-masing lini bisnis. Angka beta akan berbeda untuk masing-masing lini bisnis.
commit to user 19
c. Advanced Measurement Approach, yaitu perhitungan kebutuhan modal akan sama dengan pengukuran risiko yang dihasilkan dari sistem
pengukuran operational risk yang digunakan secara internal oleh bank. Bank harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif sebagaimana
ditetapkan dalam Basel II dan harus disetujui oleh pengawas. 2. Pilar 2 mengenai proses review dalam rangka pengawasan yang bertujuan
untuk memastikan bahwa bank memelihara tingkat permodalan yang sebanding dengan profil risikonya.
3. Pilar 3 mengenai pengungkapan informasi yang meliputi cakupan risiko, modal, eksposur risiko, proses pengukuran risiko, dan kecukupan modal yang
mencukupi bagi pelaku pasar untuk memahami risiko. Persiapan Indonesia dalam menghadapi Basel II dimulai tahun 2006
dengan adanya Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 832KEP.GBI2006 tentang Pembentukan Tim Khusus dalam Rangka Persiapan Implementasi
Kerangka Permodalan Bank Sesuai Basel II di Indonesia dan arahan Gubernur Bank Indonesia yang menyatakan bahwa Basel II mulai diterapkan pada tahun
2008. Selanjutnya, perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko ATMR untuk operational risk dengan menggunakan Pendekatan Indikator Dasar PID sesuai
Basel II mulai diterapkan tahun 2010. Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 113DPNP2009. Perbandingan ruang lingkup operational
risk disclosure berdasarkan Basel II dan Lampiran SE Bank Indonesia No.521DPNP sebagai berikut:
commit to user 20
Tabel 2.2 Perbandingan Ruang Lingkup Operational Risk Disclosure
Basel
3
II Surat Edaran Bank Indonesia No.521DPNP
tanggal 29 September 2003. Kecukupan
Modal- Pengungkapan
Kuantitatif Pendekatan yang digunakan
oleh bank
dalam menghitung
kecukupan modal
operational risk,
antara lain: a.
Basic Indicator Approach b.
Standardized Approach c. Advanced
Measurement Approach
Di Indonesia untuk Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko ATMR untuk Operational risk
dengan menggunakan Pendekatan Indikator Dasar PID akan dilakukan mulai tahun 2010. Hal
tersebut sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia No. 113DPNP tahun 2009. Tahapan
perhitungan ATMR sebagai berikut:
a. 1 Januari-30 Juni 2010: 5 dari rata-rata pendapatan bruto positif tahunan selama tiga
tahun terakhir. b. 1Juli-31 Desember 2010: 10 dari rata-rata
pendapatan bruto positif tahunan selama tiga tahun terakhir.
c. Sejak 1 Januari 2011: 15 dari rata-rata pendapatan bruto positif tahunan selama tiga
tahun terakhir. Pengungkapan
operational risk
dalam penelitian ini melibatkan aspek ruang lingkup
definisi operational
risk, yaitu
1 ketidakcukupankerugian, 2 proses internal, 3
kesalahan manusia, 4 kesalahan sistem, 5 problem eksternal.
Pengungkapan Kualitatif
Deskripsi manajemen risiko dan kebijakan :
· Strategi dan Proses · Struktur dan Manajemen
risiko · Ruang lingkup pelaporan
risiko danatau sistem pengukuran
· Kebijakan untuk hedging danatau mitigasi risiko
dan strategi. · Memonitor
efektivitas mitigasi risiko
Ruang lingkup manajemen operational risk, sebagai berikut:
· Pengawasan aktif dewan direksi dan
komisaris ·
Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit ·
Identifikasi risiko ·
Pengukuran risiko ·
Pemantauan risiko ·
Sistem informasi manajemen operational risk
· Pengendalian operational risk
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.521DPNP2003 dan Basel Committee on Banking Supervision 2003
Pelaksanaan corporate governance yang efektif dapat meningkatkan operational risk disclosure. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Solomon,
3
Nama sebuah kota di Swiss yang dijadikan nama untuk hasil kesepakatan yang diselenggarakan di kota tersebut.
commit to user 21
Solomon, Norton, dan Joseph 2000 yang menyatakan bahwa pengungkapan risiko merepresentasikan perbaikan praktik corporate governance. Prinsip dasar
corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI,
2001, yaitu
pertanggungjawaban responsibility,
transparansi transparency, akuntabilitas accountability, kesetaraan dan kewajaran
fairness, dan independensi independency. Salah satu aspek penting dalam tata kelola perusahaan corporate governance adalah adanya board of directors
FCGI, 2001. Fama dan Jensen 1983 menyatakan bahwa board of directors merupakan
mekanisme penting dalam memonitor kinerja manajemen dan melindungi kepentingan pemegang saham. Hal ini berarti board of directors memiliki peran
penting dalam pengungkapan risiko yaitu memonitor pengungkapan risiko untuk melindungi kepentingan stakeholders. Che Haat, Rahman, dan Mahenthiran
2008 menyatakan bahwa dewan komisaris memiliki kekuatan untuk memantau keputusan manajemen dan keputusan penting lainnya.
4. Dewan Komisaris Board of Directors