negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia, Filipina bahkan di negara-negara maju lainnya yaitu di benua Amerika dan Eropa. Indonesia juga sudah sangat
membutuhkan adanya peraturan yang spesifik yang mengatur kegiatan e-commerce ini. Apalagi kegiatan kontrak e-commerce, sangat berdampak dalam setiap bidang
kehidupan, terlebih lagi dalam bidang ekonomi yang menjadi urat nadi pembangunan bangsa. Kegiatan perdagangan dengan memanfaatkan teknologi informasi bergerak
tanpa ada dasar atau landasan yang kuat untuk berpijak akan membawa kelemahan terhadap kelancaran kegiatan e-commerce itu sendiri, misalnya adanya penyusup
hacker yang ingin mengakses internet dan melakukan suatu transaksi jual beli dengan cara melanggar illegal. Bahkan Menteri Kehakiman pada waktu itu, Yusril
Ihza Mahendra, mengakui bahwa Indonesia belum memiliki pengaturan khusus mengenai dunia maya. Keadaan ini diakuinya karena disebabkan pengaturan
mengenai dunia maya memerlukan kajian-kajian yang cermat dan
mendalam, agar benar-benar tepat sasaran sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku kehidupan
masyarakat, sehingga tidak akan menimbulkan stagnasi di dalam implementasinya.
3
F. Metode Penelitian
Terlihat bahwa pemerintah Indonesia masih sedang berada dalam suatu proses untuk mengembangkan kerangka hukumnya, sehingga pengaturan hukum
yang jelas dan tegas terhadap masalah transaksi e-commerce sangat dibutuhkan sebagai jaminan perlindungan hukum bagi para pihak dan hukum yang
diformulasikan tersebut diharapkan mampu mengantisipasi segala bentuk pengrusakan terhadap sistem teknologi informasi.
Selain mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pengaturan hukum yang berhubungan dengan internet dan teknologinya, maka diperlukanlah adanya suatu
ketentuan hukum yang mengatur tentang mekanisme dan sistem tersebut diharapkan dapat melindungi, menjaga dan memberikan keamanan kepada setiap pihak yang
menggunakan internet sebagai suatu sarana transaksi atau menyampaikan informasi yang tergolong dalam mempengaruhi atau mendorong beberapa pihak untuk ikut
atau membeli informasi yang disampaikan dalam media elektronik tersebut.
Dalam kaitannya dengan e-commerce, tentu saja dasar hukum dari pembuatan kontrak tersebut adalah KUH Perdata, yang dalam bahasa Belanda disebut Burgerlijk
Wetboek. Kitab ini meskipun masih bersifat tradisional dan dirasa belum menggambarkan “hukum yang hidup” the living law di dalam masyarakat
perdagangan antar negara, karena didalamnya tidak diatur secara tegas tentang e- commerce, namun tetap dapat dipergunakan untuk mengisi kekosongan hukum yang
ada.
Pengaturan e-commerce yang dimaksud bukanlah hanya berorientasi pada masalah teknologinya, akan tetapi lebih dititikberatkan pada hubungan antar pelaku
dalam e-commerce itu sendiri. apalagi aktivitas bisnis ini dilakukan tanpa mengenal batas-batas territorial, batas-batang ruang dan waktu serta pihak-pihak tersebut tidak
berhadapan satu sama lain inter absentes.
3
Agus Raharjo, Cybercrime : Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 202.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memperoleh data-data atau fakta-fakta yang objektif, maka dalam tulisan ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
1. Studi kepustakaan library research yaitu studi yang dilakukan melalui
kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari sumber bahan bacaan baik berupa buku-buku bacaan, perundang-undangan dan juga catatan-catatan kuliah
yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi guna memperoleh data-data dan bahan-bahan yang diperlukan.
2. Studi Lapangan field research yaitu studi yang dilakukan dengan cara
mengadakan penelitian langsung di lapangan untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Melakukan pengamatan langsung, tanya jawab atau wawancara
dengan Unit Bisnis Cyber
F. Sistematika Penulisan