Penggunaan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Pewarna Dalam Sediaan Maskara

(1)

LAMPIRAN


(2)

Lampiran 2. Gambar tumbuhan jambu biji (Psidium guajava L.)

Lampiran 3. Gambar daun jambu biji (Psidium guajava L.)


(3)

Lampiran 4. Gambar serbuk daun jambu biji (Pssidium guajava L.)


(4)

Lampiran 6.Gambar sediaan maskara krim

Sediaan maskara setelah selesai dibuat


(5)

(6)

(7)

(8)

Lampiran 9 (Lanjutan) Blanko merek revlon


(9)

Lampiran 9 (Lanjutan) Ekstrak 2.5%


(10)

Lampiran 9 (Lanjutan) Ekstrak 5%


(11)

Lampiran 9 (Lanjutan)


(12)

Lampiran 9 ( Lanjutan ) Ekstrak 10%


(13)

Lampiran 9 (Lanjutan) Ekstrak 12,5%


(14)

(15)

Lampiran 11. Hasil uji panjang bulu mata

Gambar bulu mata dengan penggunaan maskara ekstrak daun jambu biji konsentrasi 12,5% yang dijepit dengan objek glass.

Keterangan: a = panjang bulu mata


(16)

Lampiran 12. Hasil uji kelentikan bulu mata

Keterangan: A: Bulu mata yang belum ditambahkan maskara

B: Bulu mata yang sudah ditambahkan maskara dengan konsentrasi ekstrak daun jambu biji 12,5%.


(17)

(18)

Lampiran 14. Contoh surat pernyataan untuk uji iritasi SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi dalam penelitian Nurina Dalimunthe dengan judul “Penggunaan Ekstrak Daun Jambu Biji Sebagai pewarna dalam sediaan Maskara”dan memenuhi kriteria sebagai sukarelawan uji sebagai berikut (Ditjen POM,1985):

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. Bersedia menjadi sukarelawan

Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama uji iritasi, sukarelawan tidak akan menuntut kepada peneliti.

Demikian surat pernyataan ini dibuat, atas partisipasinya peneliti mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015

Sukarelawan Peneliti


(19)

Lampiran 15. Bagan alir pembuatan ekstrak daun jambu biji

Disortasi dan dicuci

Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

Ditimbang (sebagai berat basah)

Dikeringkan pada suhu ± 40oC Ditimbang

Dihaluskan dengan cara diblender Diperkolasi dengan cairan penyari etanol

Dipekatkan dengan rotary evaporator

pada suhu ± 40oC

Dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -40oC

Daun jambu biji segar

Daun Jambu Biji 2,5 kg

Simplisia daun jambu biji 1kg

Ekstrak kental 890 ml Perkolat 371 g


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaam Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 158-159, 162.

Dalimartha, S. (2004). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid Kedua. Jakarta: Trubus Agriwidya. Hal. 98.

Danarto, Y.C., Ajie, S.P., dan Anjas, Z.P. (2011). Pemanfaatan Tanin dari Kulit Kayu Bakau sebagai Pengganti Gugus Fenol pada Resin Fenol Formaldehid. Jurnal Teknik Kimia FT UNS. 6(2): 252-256.

Dewi, S.U., Tedjo, P.Y., Sarayana, dan Nurjannah, R.R. (2013). Ekstraksi dan Karakterisasi Zat Warna Alami Dari Daun Jambu Biji (Psidium guajavaLinn) Serta Uji Potensinya Sebagai Pewarna Tekstil. Jurnal F-MIPA UNY. 10(4): 14-15.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 3-5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 32-33.

Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 16-21.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 83-86, 208.

Harry, R.G. (1973) Harrys Cosmetology. Edisi Keenam. New York: Chemical Publishing Company Inc. Hal.439-456.

Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. Penejemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 76.

Hapsoh dan Hasanah, Y. (2011). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: USU Press. Hal. 17-18.

Haslam, E. (1989). Plant Polyphenols: Vegetable Tannins Revisited. Britania Raya: University Cambridge Press. Hal. 14.

Lestari, S. (2010). The Influnce of Weight and Contact Time to Adsorb Lead (II) by Adsorbent from Bark of Guava (Psidium guajava L.). Jurnal Kimia F-MIPA Unmul. 8(1): 7-10.


(21)

Lestiani dan Lanny. (2008). Vitamin Larut Air. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 10.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amsterdam: Elsaevier Science B.V. Hal. 13, 19 - 21.

Muliyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 193-194, 283-284, 64-65.

Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Texbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan. Eastbourne: Bailliere Tindall. Hal. 355.

Saati, E.A. (2006). Membuat Pewarna Alami. Cetakan Kesatu. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 30-33, 40-41.

Sax, I. dan Lewis, R.J. (1989).Condensed Chemical Dictionary. Edisi Kesebelas. New York: Van Nostrad Reinhold Companya. Hal. 36.

Setiawan, T. (2010). Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai SPF Krim Tabir Surya yang Mengandung Ekstrak Daun Teh Hijau (camelia sinensis L.), Otil Metoksinamat dan Titanium Dioksida. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Scott, O. P., Callahan, M.G., Faulkner, R. M., dan Jenkis, M. L. (1976). Textbook of cosmetology. London: Prentice-Hall Inc. Hal.32-33, 208-209.

Tamburi, S Moulton, L. and Cottin, P. And Lepais, M. (2009). The effect of thickeners and perfomance-enhanching powders on the application characteristic ofmascara. In: 25th Conference of the International Federation of Societis of Cosmetic Chemist, Oct 2009, Melbourne, Vic Australia.

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 81 dan 82.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. Hal. 3-5, 122-126.

Wijaya, A., Farzin, A.F., Nurul, D.A., Susilo, F.A., dan Ameliya, S. (2011). Zat Warna Alam dalam Daun Asam Jawa (Tamarindus indica L.) sebagai Pewarna Alam pada Bahan Tekstil.Skripsi.Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Metodologi penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, formulasi sediaan, pemeriksaan fisik sediaan terhadap variasi sediaan yang dibuat.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik, blender, batang pengaduk, kertas perkamen, gunting, tisu gulung,lemari pengering, perkolator, rotary evaporator,freeze dryer,hair analyzer, alat-alat gelas yang diperlukan, cawan penguap, penangas air, pH meter, dan wadah maskara.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jambu biji, parafin padat, trietanolamina, asam stearat, lilin karnauba, oleum cocos, aquades, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01).

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun jambu biji (Psidium guajava L.) Diambil dari Wilayah Kecamatan Medan Selayang kota Medan - Sumatera Utara.


(23)

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di laboratorium Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor. 3.3.3 Pengolahan sampel

Daun jambu biji yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor yang melekat, lalu dicuci dengan air sampai bersih dan ditiriskan. Bahan tumbuhan lalu dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia menjadi kering. Selanjutnya diblender menjadi serbuk dan ditimbang diperoleh sebanyak 400 g, dan sampel siap untuk diekstraksi.

3.3.4 Pembuatan ekstrak daun jambu biji

Pembuatan ekstrak daun jambu biji dilakukan secara perkolasi menggunakan penyari etanol 70%.

Cara kerja:

Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, dituangi cairan penyari sampai semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Dipindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, kemudian dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup, dibiarkan selama 24 jam. Kran perkolator dibuka, dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia (Ditjen POM., 1979). Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar pada suhu ± 70oC hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer (Saati, 2006).


(24)

3.4 Pembuatan Formula

3.4.1 Formula dasar maskara krim (Ditjen POM., 1985)

R/ Asam stearat 12 g

Lilin karnauba 6,5 g Lilin hablur halus 2,0 g Parafin padat 5,5 g

Minyak mineral 1,5 g

Akuades 49,2 g

Trietanolamina 4,8 g

Zat warna 20,0 g

3.4.2 Formula yang telah dimodifikasi

R/ Asam stearat 12 g

Lilin karnauba 6,5 g Parafin padat 5,5 g

Oleum cocos 1,5 g

Air 49,2 g

Trietanolamina 4,8 g Ekstrak daun jambu biji x%

Konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 2,5, 5, 7,5, 10, 12,5%.


(25)

3.4.3 Pembuatan sediaan maskara krim

Komposisi (g) Formula

F0 F1 F2 F3 F4 F5

Asam stearat 6 6 6 6 6 6

Lilin karnauba 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 Parafin padat 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75

Oleum cocos 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75

Trietanolamina 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4

Air 34,85 33,6 32,35 31,1 29,85 28,6

Ekstrak daun jambu biji

- 1,25 2,5 3,75 5 6,25

Jumlah 50 50 50 50 50 50

Keterangan:

Formula F0: Blanko (dasar maskara krim)

Formula f1: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 2,5% Formula F2: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 5% Formula F3: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 7,5% Formula F4: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 10% Formula F5: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 12,5% Cara pembuatan:

Ditimbang bahan-bahan yang akan diperlukan untuk membuat dasar maskara krim. Panaskan secara terpisah masing-masing A dan B pada suhu 60°, A(asam stearat, lilin karnauba, parafin padat, oleum cocos) dan B(air, trietanolamina) tambahkan B kedalam A sambil diaduk hingga homogen kemudian tambahkan zat warna (ekstrak daun jambu biji) aduk hingga homogen, lalu dimasukkan kedalam wadah.

3.5 Pemeriksaan Mutu dan Fisik sediaan 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan


(26)

Cara:Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).

3.5.2 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Cara:Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda di cuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%,yaitu ditimbang 0,5 g sediaan dan dilarutkan dalam ad 50 ml akuades, diaduk. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut.Dibiarkan alat penunjuk nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 1977).

3.5.3 Penentuan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan pada penyimpanan suhu kamar. Cara:Masing-masing formula sedíaan dimasukkan ke dalam pot plastik, ditutup bagian atasnya. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sedíaan telah selesai dibuat, penyimpanan 1, 4, 8, dan 12 minggu dilakukan pada suhu kamar, bagian yang diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sedíaan (Ansel,2008).

3.6 Uji Iritasi Uji Iritasi

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan krim maskara yang dibuat menggunakan ekstrak daun jambu biji dengan maksud untuk mengetahui bahwa krim maskara yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi


(27)

dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan atau pelekatan pada kulit (Ditjen POM., 1985).

Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu, dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi (Ditjen POM., 1985). Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama dua hari berturut-turut, kemudian diamati reaksi yang ditimbulkan pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Indeks iritasi menurut Ditjen POM., 1985adalah : 1. Tidak ada reaksi 0

2. Eritema +

3. Eritema dan papula ++ 4. Eritema, papula dan vesikula +++ 5. Edema dan vesikula ++++

Kriteria panelis uji iritasi (Ditjen POM., 1985): 1. Wanita

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Berbadan sehat jasmani dan rohani 4. Tidak memiliki riwayat penyakit alergi


(28)

3.7 Pengujian sediaan maskara

3.7.1 Uji pelekatan formula pada bulu mata

Bulu mata yang identik dibuat dilaboratorium dengan menggunakan bulu mata sintetik. Berat tiap-tiap bulu mata dicatat dan dengan menggunakan pinset dilekatkan ke objek glas, sehingga memberikan kelengkungan yang diinginkan. Produk uji diaplikasikan pada bulu mata secara berulang, kemudian bulu mata ditimbang dan dibiarkan kering. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk masing-masing sampel uji (Tamburi, dkk., 2009).

3.7.2 Waktu pengeringan bulu mata

Sejumlah kecil produk yang akan diuji ditempatkan di objek glas dan diratakan menggunakan batang aplikator. Daerah yang dibuat ditempelkan setiap sepuluh detik menggunakan jari telunjuk. Titik tack di acak dan jari telunjuk dibersihkan setelah setiap kali melakukan tes tack. Setelah tidak ada produk yang terhapus oleh jari, produk tersebut dianggap kering dan dicatat waktunya (Tamburi, dkk., 2009).

3.7.3 Pengukuran kelentikan bulu mata

Perekat double tape diaplikasikan pada salah satu tepi objek glas. Tiga bulu mata diberi perlakuan dengan formulasi yang sama dan diletakkan pada perekat dengan posisi berjajar. Piring tersebut kemudian diletakkan didepan kamera dan diambil setiap gambar pada bulu mata. Setelah dicetak foto tersebut, sudut pada foto diukur dengan menggunakan busur derajat (Tamburi, dkk., 2009).


(29)

3.7.4 Ketebalan bulu mata

Pengukuran ketebalan bulu mata menggunakan perangkat hair analyzer, lensa perbesaran 200x (normal lens) dengan sensor biru dan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan.

Prosedur pengukuran dengan alat hair analyzer terhadap ketebalan bulu mata: a. Bersihkan bulu mata yang hendak diukur dengan tisu

b. Oleskan sediaan maskara ke bagian bulu mata

c. Bersihkan bagian sensor dengan menggunakan kain lensa yang tersedia d. Tekan tombol power pada hair analyzer dan tunggu hingga menunjukkan

angka 0,00

e. Letakkan diatas permukaan bulu mata yang akan diukur, angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar ketebalan maskara dibulu mata.


(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi menerangkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian adalah daun jambu biji (Psidium guajava L.)

4.2 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan 4.2.1 Homogenitas sediaan

Hasil percobaan yang dilakukan pada sediaan maskara krim tidak diperoleh butiran-butiran, maka sediaan maskara krim dikatakan homogen.

4.2.2 Penentuan pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Cara:Alat terlebih dulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%, yaitu ditimbang 0,5 g sediaan dan dilarutkan dalam 50 ml akuades. Kemudiaan elektroda dicelupkan kedalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 1977).


(31)

Ditentukan pH sediaan dengan menggunakan pH meter. Hasil percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pengukuran pH sediaan maskara krim pada saat selesai dibuat

No Formula pH

I II III Rata-rata

1 F0 6,0 6,1 6,1 6,06

2 F1 6,0 6,1 6,1 6,07

3 F2 5,9 6,0 6,1 6,00

4 F3 5,9 6,0 6,0 5,97

5 F4 5,9 6,0 5,9 5,93

6 F5 6,0 6,0 6,1 6,03

Keterangan: Formula F0: Blanko (dasar maskara krim tanpa ekstrak) Formula F1: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 2,5% Formula F2: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 5% Formula F3: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 7,5% Formula F4: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 10% Formula F5: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 12,5%

Tabel 4.2 Hasil pH sediaan minggu ke-1 (awal) hingga penyimpanan minggu ke-12 (akhir)

pH

Formula

F0 F1 F2 F3 F4 F5

Minggu ke- 1 6,37 6,23 6,17 6,06 5,93 5,83

Minggu ke-4 6,23 6,1 6 5,9 5,86 5,76

Minggu ke- 8 6,16 6 5,96 5,86 5,73 5,63 Minggu ke- 12 6,0 5,93 5,8 5,76 5,63 5,53 Keterangan: Formula F0: Blanko (dasar maskara krim tanpa ekstrak)

Formula F1: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 2,5% Formula F2: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 5% Formula F3: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 7,5% Formula F4: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 10% Formula F5: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 12,5%


(32)

Hasil penentuan pH sediaan pada saat selesai dibuat, diperoleh bahwa pH pada formula F0: 6,37; F1: 6,23; F2: 6,17; F3: 6,06; F4: 5,93; F5:5,83. Setelah penyimpanan selama 12 minggu terjadi perubahan pH pada setiap sediaan yaitu: F0: 6,0; F1:5,93; F2: 5,8; F3: 5,76; F4: 5,63 F5: 5,53.

Perubahan pH yang terjadi pada sediaan krim yaitu seluruh sediaan mengalami penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan seperti udara selama penyimpanan, dimana oksigen dapat mempengaruhi kestabilan dari zat-zat yang mudah teroksidasi seperti hal nya minyak.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ansel(2005), bahwa oksidasi dari suatu zat obat yang rentan kebanyakan terjadi bila zat tersebut dipaparkan ke cahaya, atau dikombinasi dalam formulasi dengan zat-zat kimia lainnya tanpa melihat ke pengaruhnya terhadap oksidasi dengan tepat. Kestabilan dari obat-obat yang dapat dioksidasi dapat dipengaruhi oleh oksigen sehingga penambahan antioksidan perlu untuk menstabilkannya.Ketidakstabilan tersebut sangat berpengaruh terhadap pH sediaan.

Namun demikian, berdasarkan hasil penentuan pH tersebut dapat diketahui bahwa meskipun terjadi penurunan pH setelah penyimpanan 12 minggu tetapi masih menunjukkan kisaran pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 sehingga tidak beresiko untuk menimbulkan reaksi yang negatif pada kulit.

4.3Pengamatan stabilitas sediaan maskara krim

Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, dan tekstur dari formulasi tersebut. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika semua atau


(33)

sebagian dari cairan fase tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji evaluasi selama 3 bulan dan dianggap sebagai stabilitas minimum yang harus dimiliki oleh suatu emulsi (Ansel, 2005).

Berikut ini adalah data hasil pengamatan stabilitas sediaan maskara krim saat selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama 12 minggu.

Tabel 4.3Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan maskara krim pada saat selesai dibuat dan setelah 1, 4, 8, dan 12 minggu pada penyimpanan suhu kamar. N o Formul a Pengamatan Setelah Selesai

dibuat 1 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu X y Z x y Z x y Z x y z x y z 1 F0 - - - - - - - - - - - - - - - 2 F1 - - - - - - - - - - - - - - - 3 F2 - - - - - - - - - - - - - - - 4 F3 - - - - - - - - - - - - - - - 5 F4 - - - - - - - - - - - - - - - 6 F5 - - - - - - - - - - - - - - - Keterangan: Formula F0: Blanko (dasar maskara krim tanpa ekstrak)

Formula F1: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 2,5% Formula F2: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 5% Formula F3: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 7,5% Formula F4: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 10% Formula F5: Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 12,5%

X: Perubahan warna Y: Perubahan bau Z: Pemisahan fase -: Tidak ada perubahan

√: Terjadi perubahan

Berdasarkan hasil uji stabilitas pada sediaan selama 12 minggu, maka diperoleh hasil pada Tabel 4.4 diatas yang menunjukkan bahwa seluruh sediaan dari tiap formula tidak mengalami perubahan warna, bau, dan tidak terjadi pemisahan fase baik pada pengamatan minggu ke-1, ke-4, ke-8 dan minggu ke-12


(34)

selama penyimpanan pada suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan stabil secara fisik (Setiawan, 2010).

Berdasarkan pengujian sediaan maskara dilakukan pada bulu mata sintesis yang meliputi perlekatan maskara pada bulu mata sintesis, kecepatan waktu pengeringan, kelentikan bulu mata, dan panjang bulu mata.

Berikut ini adalah data hasil peningkatan persentase ketebalan bulu mata setelah dioleskan ke bulu mata sintesis.

Tabel 4.4Data peningkatan persentase ketebalan maskara krim

Sediaan I II III Rata-rata

Sebelum dioles 0,105 0,104 0,104 0,104

Sesudah dioles 0,131 0,129 0,124 0,128

F1 0,117 0,116 0,116 0,116

F2 0,122 0,121 0,122 0,121

F3 0,126 0,127 0,127 0,126

F4 0,133 0,129 0,130 0,130

F5 0,140 0,142 0,145 0,142

Keterangan : Sebelum diloes: Bulu mata tanpa maskara

Sesudah dioles : Bulu mata dengan maskara pembanding Formula F1 : Ekstrak daun jambu biji 2,5%

Formula F2 : Ekstrak daun jambu biji 5% Formula F3 : Ekstrak daun jambu biji 7,5% Formula F4 : Ekstrak daun jambu biji 10% Formula F5 : Ekstrak daun jambu biji 12,5%

Berdasarkan data yang diperoleh setelah pengukuran ketebalan seperti pada data diatas, terlihat bahwa terdapat peningkatan persentase ketebalan bulu mata pada tiap formula dimana persentase ketebalan semakin meningkat dan peningkatan persentase ketebalan berbeda antar formula yang satu dengan yang lainnya.


(35)

Secara umum, terlihat bahwa setiap formula menunjukkan peningkatan persentase ketebalan sebelum penggunaan dan setelah penggunaan maskara krim, dimana persentase ketebalan semakin meningkat.

4.4Pengujian Sediaan Maskara

Berdasarkan pengujian sediaan maskara dilakukan pada bulu mata sintesis yang meliputi perlekatan maskara pada bulu mata sintesis, kecepatan waktu pengeringan, kelentikan bulu mata dan panjang bulu mata. Hasil rata-rata pengujian maskara dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5Rata-rata hasil pengujian sediaan maskara pada bulu mata sintesis Konsentrasi Ekstrak 2,5% 5% 7,5% 10% 12,5% Daya lekat maskara

(mg)

0,006 0,007 0,008 0,009 0,02 Waktu kering (menit) 2,95 2,53 1,93 1,25 0,86 Kelentikan bulu mata

(°)

27 28 30 36 40

Ketebalan bulu mata (mm)

0,116 0,121 0,126 0,130 0,142 Panjang bulu mata

(mm)

0,40 0,40 0,45 0,45 0,45

Berdasarkan hasil yang diperoleh, untuk pengujian daya lekat sediaan maskara didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji maka semakin banyak sediaan maskara yang melekat. Hal ini dikarenakan semakin banyak ekstrak daun jambu biji yang ditambahkan maka konsistensi sediaan semakin padat sehingga mudah untuk melekat. Hasil pengujian waktu kering yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji maka semakin cepat waktu sediaan maskara untuk mengering, dikarenakan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji maka fase air yang digunakan semakin sedikit


(36)

sehingga sediaan maskara cepat mengering. Hasil pengujian kelentikan bulu mata yang diperoleh yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji maka bulu mata menjadi semakin lentik, dikarenakan semakin banyak ekstrak daun jambu biji yang ditambahkan maka konsistensi sediaan semakin padat sehingga sediaan cepat mengering dan bulu mata mudah untuk dilentikkan. Hasil yang diperoleh untuk pengujian ketebalan bulu mata yaitu sediaan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji maka semakin banyak sediaan maskara yang melekat dan menyebabkan ketebalan bulu mata bertambah. Hasil yang diperoleh untuk pengujian panjang bulu mata didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jambu biji maka semakin banyak sediaan maskara yang melekat sehingga bulu mata tampak lebih panjang.

4.6Uji Iritasi Uji Iritasi

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada penggunaan kosmetik adalah dengan melakukan uji kulit. Uji kulit dapat dilakukan dengan mengoleskan kosmetik di lengan bawah bagian dalam selama dua hari berturut-turut (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang dilakukan oleh 10 orang sukarelawan menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil negatif terhadap reaksi iritasi yang diamati eritema, papula, vesikula atau edema. Jadi dapat disimpulkan bahwa sediaan maskara yang dibuat aman untuk digunakan. Data hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.6.


(37)

Tabel 4.6 Data uji iritasi

Sukarelawan

Reaksi Eritema Eritema dan

Papula

Eritema, papula dan

vesikula

Edema dan vesikula

1 0 0 0 0

2 0 0 0 0

3 0 0 0 0

4 0 0 0 0

5 0 0 0 0

6 0 0 0 0

7 0 0 0 0

8 0 0 0 0

9 0 0 0 0

10 0 0 0 0

Keterangan : 1. Tidak ada reaksi 0

2. Eritema +

3. Eritema dan papula ++ 4. Eritema, papula dan vesikula +++ 5. Edema dan vesikula ++++


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap daun jambu biji

(Psidium guajava L.) diperoleh kesimpulan:

a. Ekstrak daun jambu biji (psidium guajava L.) sebagai pewarna dapat diformulasikan dalam sediaan maskara krim. Sediaan maskara pada konsentrasi 12,5%, dimana daya lekat maskara pada bulu mata sintesis sebanyak 0,010 mg, untuk waktu keringnya 0,86 menit, untuk kelentikan bulu mata 40°, untuk ketebalan bulu mata yang telah diberikan maskara 0,142 mm dan penambahan panjang bulu mata 0,50 mm.

b. Hasil penentuan mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu, dan homogenitasnya baik, pH sediaan berkisar antara 5,53-5,83.

5.2 Saran

Disarankan untuk dilakukan penelitian selanjutnya mengenai pemanfaatan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) untuk formulasi dan pembuatan maskara dalam bentuk sediaan suspensi.


(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1200 m di atas permukaan laut. Jambu bji berbunga sepanjang tahun. Sekarang tanaman ini sudah menyebar luas ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies

Psidium yang menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

2.1.1. Nama daerah

Sumatera: glima breueh (Aceh), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu krutuk, jambu krikil, jambu biji, jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk (Sunda), hambu bhender (Madura). Sotong (Bali), guawa (Flores), goihawas (Sika). Sulawesi: gayawas (Manado), dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makasar). Maluku: luhu hatu (Ambon), gayawa (Ternate, Halmahera) jambu horsik (Tapanuli Selatan) (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

2.1.2. Morfologi tumbuhan jambu biji

Tumbuhan jambu biji termasuk jenis perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 meter, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata


(40)

agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Buah tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning kecokelatan (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

2.1.3. Kandungan kimia daun jambu biji

Daun mengandung tanin, minyak atsiri (eugenol), minyak lemak, dammar, zat samak, triterpenoid, asam malat (Dalimartha, 2004).Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagaisenyawa polipenol yang mempunyai berat molekultinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan guguslainnya (seperti karboksil) sehingga dapatmembentuk kompleks dengan protein (Danarto, dkk., 2011).

Menurut teori warna, struktur tanin dengan ikatan rangkap dua yang terkonjugasi pada polifenol sebagai kromofor (pengemban warna) dan adanya gugus (OH) sebagai auksokrom (pengikat warna) dapat menyebabkan warna coklat (Wijaya, dkk., 2011). Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalamair, gliserol, alkohol, dan hidroalkohol, tetapi tidaklarut dalam petroleum eter, benzene dan eter(Sax dan Lewis, 1989).


(41)

Struktur dan kelas tanin dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: Base Unit:

Class: Non-Hydrolyzable

or

2.1.4. Kegunaan tumbuhan jambu biji

Daun jambu biji berkhasiat astringen (pengelat), antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (homeostatis) dan peluruh haid. Buah berkhasiat antioksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

2.1.5. Zat warna daun jambu biji

Hasil ekstraksi dan karakterisasi zat warna alami dari daun jambu biji

(Psidium guajava L.) menunjukkan bahwa daunnya

mengandung antosianin seperti sophoroside dan cyanidin-3-glucoside serta mengandung flavan-3,4-diols yang tergolong senyawa tanin

berupa pigmen kuning sampai coklat.

Senyawa tersebut berperan penting pada pewarnaan daun jambu biji (Dewi, dkk., 2013).


(42)

Flavan-3,4-diol mempunyai struktur kimia sebagai barikut:

Gambar 2.2 Struktur kimia flavan-3,4-diol

2.2 Kosmetik

2.2.1 Definisi kosmetik

Kosmetik berasal dari kata kosmetikos yunani yang berarti keterampilan, menghias, dan mengatur.Kosmetik adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Adapun tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan (Mitsui, 1997).

2.2.2 Tujuan penggunaan kosmetik


(43)

a. Melindungi kulit dari pengaruh-pengaruh luar yang merusak misalnya sinar matahari, perubahan cuaca.

b. Mencegah lapisan terluar kulit dari kekeringan, terutama orang-orang yang tinggal di daerah yang iklimnya dingin seperti daerah pegunungan yang selalu lembab dan diselimuti awan.

c. Mencegah kulit cepat kering dan keriput, karena kosmetik menembus ke bawah lapisan luar dan memasukkan bahan-bahan aktif ke lapisan-lapisan yang terdapat lebih dalam.

d. Melekat di atas permukaan kulit untuk mengubah warna atau rona daerah kulit tertentu.

e. Memperbaiki kondisi kulit misalnya kulit yang kering, normal, dan berminyak.

f. Menjaga kulit tetap kencang.

g. Mengubah rupa/penampilan misalnya, bila telah dipakai kosmetik yang diinginkan sehingga orang memandang kita ada perasaan berubah, bisa berubah bertambah cantik/segar.

Kosmetik dekoratif

Tujuan awal penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada (Wasiaatmadja, 1997).

Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi menjadi (Wasiaatmadja, 1997):


(44)

1. Kosmetika rias kulit (wajah) 2. Kosmetika rias bibir

3. Kosmetika rias rambut 4. Kosmetika rias mata 5. Kosmetika rias kuku

Peran zat warna dan zat pewangi sangat besar dalam kosmetika dekoratif. Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit. Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain:

a. Warna yang menarik

b. Bau yang harum menyenangkan c. Tidak lengket

d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau

e. Tidak merusak atau menganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya. Pembagian kosmetika dekoratif (Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Kosmetika dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar. Mislnya: bedak, pewarna bibir, pemerah pipi, dan lain-lain.

b. Kosmetika dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu yang lama baru luntur. Misalnya: kosmetika pemutih kulit, cat rambut, pengering rambut, dan preparat penghilang rambut.

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan


(45)

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah bahan alamiah yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM., 2000).

Perkolasi

Perkolasi adalah salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari. Setelah maserasi, massa dimasukkan ke dalam perkolator. Pemindahan dilakukan sedikit demi sedikit sambil tiap kali ditekan, kemudian cairan penyari dituangkan perlahan-lahan hingga di atas permukaan massa masih terdapat selapis cairan penyari. Setelah massa didiamkan selama 24 jam dalam perkolator, keran dibuka dan diatur kecepatan menetes 1 ml tiap menit. Untuk menentukan akhir perkolasi dapat dilakukan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, dan warna (Ditjen POM, 1986).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan terpekat didesak ke luar (Ditjen POM., 2000).


(46)

Menurut (Lestiani dan Lanny, 2008) tingkat kepolaran pelarut menentukan jenis dan jumlah senyawa yang dapat diekstraksi dari bahan. Pelarut akan mengekstrak senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran yang sama atau mirip dengan kepolaran pelarut yang digunakan.

Antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa, oleh karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya harus disimpan di tempat yang gelap. Ada enam antosianin yang umum salah satunya yaitu antosianidin. Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianin yang paling umum saat ini ialah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin, sedangkan warna lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin (Harbone, 1987).

2.4 Maskara

Selain alis, bulu mata juga menjadi bagian yang penting. Bulu mata yang lentik dan panjang akan membuat mata terlihat lebih indah dan berbinar. Bulu mata yang dianggap cantik adalah bulu mata yang panjang, lebat, dan melengkung dengan lentik. Berbagai cara bisa dilakukan untuk mempercantik bulu mata. Sayangnya, tidak semua orang memiliki bulu mata yang indah seperti itu. Tetapi pemilik bulu mata yang kurang panjang dan lentik tidak perlu merasa cemas. Ada berbagai pilihan untuk mempercantik bulu mata, yaitu menggunakan maskara, bulu mata palsu, atau memanfaatkan teknik keriting bulu mata. Namun dari


(47)

ketiga pilihan tersebut, menggunakan maskara adalah teknik yang paling populer untuk mendapatkan bulu mata yang indah, karena menggunakan maskara adalah teknik yang paling sederhana dan praktis (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Pada dasarnya, maskara adalah cat rambut yang diformulasikan khusus untuk diaplikasikan pada bulu mata. Pemakaian maskara bertujuan untuk membuat bulu mata tampak lebih tebal dan panjang hingga mata terlihat lebih besar dan indah. Selain untuk mempercantik bulu mata, maskara juga bisa digunakan untuk menebalkan alis mata. Sejarah mencatat, bahwa maskara pertama dibuat pada tahun 1913 di Chicago, Amerika Serikat. Seseorang yang bernama Thomas William membuat maskara untuk Maybel, adiknya. Maybel sering merasa rendah diri karena bentuk matanya yang kecil. Thomas membuat maskara ini dari campuran serbuk batu bara dan vaselin. Formula sederhana yang digunakan saat itu membuat maskara sangat keras, hingga tidak nyaman untuk digunakan. Maskara pertama ini diaplikasikan menggunakan kuas yang dibasahi dengan air (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Melihat maskara mampu membuat mata tampak lebih indah dalam sekejap. Sejak saat itu, maskara menjadi bagian penting dalam seluruh perlengkapan tata rias. Penggunaan maskara dalam tata rias punya peran yang tidak bisa dipandang remeh. Meskipun penggunaannya belum sepopuler eye shadow, namun maskara menjadi pilihan bagi kaum wanita dibandingkan bulu mata palsu. Mengapa demikian? Hal ini sebenarnya hanya didasarkan pada kepraktisan dan kenyamanan. Bulu mata palsu dan maskara sama –sama bertujuan untuk menonjolkan bentuk bulu mata. Namun, pada praktiknya menggunakan bulu mata palsu jauh lebih merepotkan, menghabiskan waktu, dan tidak nyaman.


(48)

Bulu mata palsu harus ditempelkan dengan rapi menggunakan lem khusus. Bila belum terbiasa, rasanya tidak mudah menempelkan bulu mata palsu. Selain itu, lem bulu mata lebih sulit untuk dibersihkan. Penggunaan bulu mata palsu yang sering juga bisa menyebabkan bulu mata asli lebih mudah rontok. Menggunakan bulu mata yang terlalu tebal membuat mata terlihat berat dan kurang natural. Sementara, menggunakan maskara lebih ringkas dan praktis. Cukup dilakukan dengan cara menyisir bulu mata menggunakan kuas maskara lalu mengoleskannya pada bulu mata (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Mata sering dianggap sebagai bagian yang penting dari penampilan seseorang. Dari mata turun ke hati, kata orang, karena mata adalah bagian yang mampu menyampaikan pesan yang tersembunyi dalam hati sekalipun. Mengapa problem-problem tersebut kerap muncul di sekitar mata? Banyak faktor seperti sinar matahari, polusi, iklim dingin atau kering, kurang tidur, terlalu lama membaca, menonton tv, bekerja di depan komputer, maupun iritasi atau alergi akibat kosmetik, kesemuanya dapat berdampak kurang menguntungkan untuk mata (Erlandari, 2013).

Lingkaran hitam di bawah mata, penyebabnya dapat genetik maupu nongenetik. Yang genetik (keturunan), umumnya mulai timbul dengan menurunnya elastisitas kulit dengan makin bertambahnya umur, atau karena kondisi “atopi” (adanya deviasi sistem imunitas tubuh yang dibawa sejak lahir). Sedangkan lingkaran hitam di bawah mata yang nongenetik, dapat timbul akibat seseorang sedang tidak sehat, kurang tidur, polusi debu, asap rokok, dan stres (Erlandari, 2013).


(49)

Merawat dan membersihkan kulit di sekitar mata jadi kewajiban yang harus dilakukan setelah menggunakan berbagai makeup mata seperti maskara, karena menggunakan kosmetik pada bagian mata bisa membuat organ mata dan area sekitarnya merasa lelah. Oleh karena itu, pastikan untuk selalu menghapus maskara setiap malam sebelum tidur. Daerah mata sangat sensitif, maka disarankan untuk menggunakan larutan penghapus make up khusus untuk mata dan bibir (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Membersihkan area di sekitar mata, sebaiknya dilakukan dengan gerakan-gerakan yang lembut. Menggosok-gosok mata dengan gerakan-gerakan yang kasar, bisa memicu munculnya keriput. Menggunakan larutan pembersih dengan formula keras juga bisa membuat mata lebih mudah berkerut (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Pembersih mata atau eye make up remover terutama dibutuhkan untuk mereka yang biasa memakai make up mata atau tata rias wajah. Krim mata yang sesuai, tabir surya yang sesuai, dan kaca mata pelindung UV (ultraviolet), sangat bermanfaat untuk dipakai sehari-hari. Jika memang diperlukan, tak ada salahnya sekali waktu menyempatkan diri untuk melakukan perawatan mata, dengan tujuan mengurangi, mencegah, dan mengatasi masalah yang ada. Untuk perawatan tersebut di atas, ada baiknya konsultasikan terlebih dahulu pada dokter spesialis kulit (Erlandari, 2013).

2.4.1 Fungsi dan Manfaat Maskara (Muliyawan dan Suriana, 2013). 1. Fungsi


(50)

- Bulu mata tampak lebih tebal dan panjang, sehingga semakin mempercantik dan mempertegas bentuk mata.

2. Manfaat

- Menggunakan maskara untuk melentikkan bulu mata membuat mata tampak lebih indah, besar, dan berbinar.

2.4.2 Jenis-Jenis Maskara

Berdasarkan bentuknya, maskara terdiri atas 4 jenis, yaitu (Muliyana dan Suriana, 2013).

a. Cake mascara

Maskara berbentuk padat ini dikemas dalam kotak kecil mirip dengan kemasan eye shadow. Maskara ini digunakan dengan cara mengoleskannya menggunakan brush berbentuk sikat kecil.

b. Cream mascara

Maskara jenis ini disebut juga maskara tahan air (waterproof). Bahan dasar maskara ini terbuat dari cairan, bukan air.

c. Cream mascara (emulsified)

Maskara ini dibuat dalam basis emulsi minyak di dalam air. d. Liquid mascara

Selain dapat dibedakan dari bentuknya, maskara juga bisa dibagi menjadi beberapa golongan sesuai fungsinya (Muliyawan dan Suriana, 2013).

a. Long lash mascara


(51)

b. Volume mascara

Bila ingin bulu mata terlihat lebih tebal, gunakanlah maskara jenis ini. Formulanya memberi kesan bulu mata menjadi lebih tebal.

c. Waterproof mascara

Ingin maskara yang awet dan tidak mudah luntur? Pilihlah waterproof mascara. Maskara jenis ini tidak luntur walaupun terkena air.

d.Color mascara

Tidak semua maskara berwarna hitam, tersedia juga maskara dalam warna lain untuk berbagai acara.

e. No color mascara

Agar bulu mata terlihat panjang dan alami, bisa menggunakan no color mascara. Maskara jenis ini berbentuk gel bening. No color mascara juga bisa digunakan setelah maskara hitam atau berwarna untuk memberi efek lapisan coating.

f. Base mascara

Base mascara digunakan sebelum mengoleskan maskara hitam agar bulu mata terlihat lebih panjang dan tebal.

g. Mascara fixer

Jenis maskara ini terbuat dari campuran base mascara dan no color mascara. Fungsinya membuat maskara lebih tahan lama. Mascara fixer bisa digunakan sebelum atau sesudah menggunakan maskara.

2.4.3 Cara Penggunaan Maskara

Salah satu kesulitan dalam penggunaan maskara terjadi saat maskara menggumpal ketika dioleskan pada bulu mata. Akibatnya, bulu mata seperti


(52)

menyatu akibat gumpalan maskara itu. Beberapa trik khusus agar maskara menempel dengan rapi dan bulu mata terlihat cantik adalah (Muliyawan dan Suriana, 2013):

1. Sebelum mengoleskan maskara, jepit bulu mata menggunakan alat khusus, sehingga bulu mata terlihat lentik dan melengkung dengan indah.

2. Mulailah mengoleskan maskara pada bagian tengah secara zig-zag, agar bulu mata terlihat banyak dan maskara tidak menggumpal.

3. Tegakkan kuas bulu mata dan oleskan pada bagian bulu mata di dekat pangkal hidung dan ujung bulu mata.

4. Oleskan maskara pada bulu mata yang berada dibagian bawah.

5. Jagalah agar mata tidak berkedip sebelum maskara kering dengan sempurna, karena sia-sia maskara yang masih basah akan menodai kulit didaerah bawah mata.

Berikut ini adalah cara-cara yang harus diperhatikan dalam penggunaan maskara (Muliyawan dan Suriana, 2013):

- Maskara sebaiknya digunakan terakhir dalam rangkaian tata rias, Hal ini dimaksudkan untuk menghindari hasil riasan yang tidak sempurna, seperti terkena taburan bedak yang mudah menempel pada maskara.

- Sebaiknya tidak memberi bedak terlalu tebal pada bagian bawah mata. - Gunakan maskara setelah menempelkan bulu mata palsu, agar bulu mata

asli dan palsu menyatu secara natural.

- Maskara bening bisa digunakan bila menginginkan riasan wajah ringan dan natural.


(53)

- Oleskan maskara dari pangkal bulu mata sampai keujung. Mengoleskan maskara hanya pada ujung bulu mata, membuat bulu mata menjadi berat dan lama-kelamaan menjadi turun.

- Bila terlalu banyak maskara yang dioleskan pada bulu mata, maka bulu mata akan terlihat menggumpal. Kurangi cairan maskara di kuas dengan cara mengoleskannya pada kapas atau tisu sebelum digunakan.

- Bersihkan gumapalan maskara yang terlanjur menempel pada bulu mata dengan cara menyisir bulu mata dengan kuas atau sisir kecil .

- Jangan panik kalau maskara menempel pada area sekitar mata. Ambillah cotton bud, lalu basahi dengan toner. Hapus maskara secara berhati-hati hingga tidak merusak keseluruhan tata rias.

- Jangan memompa maskara dengan cara mengeluar-masukkan kuas maskara, karena udara yang masuk kedalam tabung maskara akan membuat maskara cepat mengeras.

- Seperti kosmetika untuk mata lainnya, masa pakai maskara tergolong singkat. Hanya berkisar antara 3 sampai 6 bulan.

- Sebaiknya jangan gunakan maskara yang sudah mengeras atau usianya lebih dari 6 bulan. Maskara yang sudah melewati masa berlakunya, dikhawatirkan bisa membahayakan kesehatan mata.

2.5 Kulit

Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh manusia sehingga menjadi bagian yang bersentuhan langsung dengan lingkungan, fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung (Muliyawan dan Suriana, 2013).


(54)

Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

2.5.1 Sturuktur kulit

Kulit terbagi atas dua lapisan utama menurut (Tranggono dan Latifah, 2007): 1. Epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar

Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5 lapisan yaitu:

a. Lapisan tanduk (stratum corneum) sebagai lapisan yang paling atas, Terdiri atas beberapa lapisan sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, jenis protein yang tidak larut air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang sudah mati dipermukaan kulit Akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan stratum corneum dilapisi oleh suatu pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut mantel asam kulit.

b. Lapisan jernih (stratum lucidum) disebut juga “lapisan barrier”

Terletak tepat dibawah stratum corneum, merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin tipis yang disebut rein’s barrier yang tidak bisa ditembus (immpermeabel).


(55)

c. Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk polygonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Stoughton menemukan bahwa di dalam butir keratohyalin

itu terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator. c. Lapisan malphigi (stratum spinosum) yang selnya seperti berduri

Memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein, cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan malphigi ini. d. Lapisan basal(stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis

sel-sel basal

e. Adalah lapisan terbawah epidermis. Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui denrit-denritnya.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat)

Dermis adalah lapisan kulit yang berada dibawah epidermis. Lapisan ini bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit. Selain itu, lapisan dermis juga berperan menyuplai nutrisi bagi epidermis (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut. Ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).


(56)

2.5.2 Fungsi biologi kulit a. Proteksi

Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit ( Tranggono dan Latifah, 2007). b. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokontriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Persepsi sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor, rangsangan dari luar diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasikan oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007)

d. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Material yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan material yang larut dalam air (Taranggono dan Latifah, 2007).


(57)

2.5.3 Jenis kulit

Secara umum kulit terbagi menjadi 3 jenis, yaitu kulit kering, kulit normal, dan kulit berminyak. Pembagian ini didasarkan pada kandungan air dan minyak yang terdapat pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

a. Kulit normal

Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadar minyak rendah sampai normal (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh kulit normal adalah : - Tidak berminyak

- Kulit tampak segar dan cerah

- Bahan-bahan kosmetik mudah menempel di kulit - Kulit bertekstur halus

b. Kulit berminyak

Kulit berminyak yaitu kulit yang memiliki kandungan air dan minyak yang tinggi (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Secara Fisik, kulit jenis ini memiliki ciri-ciri berikut :

- Pori-pori kulit besar terutama di hidung, pipi, dagu karena di sini minyak sangat banyak menumpuk

- Kulit bertekstur kasar dan berminyak - Mudah kotor dan sangat rentan berjerawat c. Kulit Kering

Kulit kering adalah kulit yang memiliki kadar air kurang atau rendah (Muliyawan dan Suriana, 2013).


(58)

Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering yaitu: - Kulit kelihatan kusam

- Pori-pori halus, kulit muka tipis - Sangat sensitif

- Cepat menampakkan kerutan-kerutan, karena kelenjar minyak kurang menghasilkan minyak

2.6 Uji Iritasi

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen POM., 1985).

Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika toksikan diletakkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan alergen (Ditjen POM., 1985).

Iritasi umumnya agan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder (Ditjen POM., 1985).

Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia, iretema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM., 1985).

Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat


(59)

jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen POM., 1985).

Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan atas bagian dalam, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang telinga (Scott, dkk., 1976; Ditjen POM., 1985).

Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjdi uji tempel preventif, uji tempel diagnostik, dan uji tempel ramal (Ditjen POM., 1985)

Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau negatif (Ditjen POM., 1985).

Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (Ditjen POM., 1985).

Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen POM., 1985). Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor:


(60)

- Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji - Lamanya waktu pelekatan sediaan uji


(61)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kosmetik modern mulai mendominasi pasar pada awal abad keduapuluh, namun pada akhir abad keduapuluh ada usaha kembali ke alam (back to nature) dan ini juga mempengaruhi pada dunia kosmetik dengan adanya usaha untuk mempopulerkan kembali serta menggali kosmetik yang telah lama terlupakan. Namun berdasarkan pertimbangan teknis ekonomis, sebagai produsen hanya menggunakan sebagian unsur tradisional saja pada kosmetik produksinya (Wasitaatmadja, 1997).

Tujuan awal penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri, yaitu dengan usaha menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan. Kosmetik dekoratif semata-mata hanya melekat pada tubuh yang dirias, dan tidak bermaksud untuk diserap ke dalam kulit. Berdasarkan bagian tubuh yang di rias, salah satunya adalah rias mata (Wasitaatmadja, 1997).

Sediaan rias mata adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk periasan dengan daerah perlekatan pada kulit sekitar mata dalam rangkaian perhiasan wajah, dimaksudkan untuk meningkatkan penampilan yang terpusatkan pada penampakan mata, salah satu sediaan rias mata adalah sediaan maskara (Ditjen POM., 1985).

Maskara adalah kosmetik rias bulu mata yang dapat menghitamkan bulu mata, menebalkan, memanjangkan bulu mata, yang berisi pigmen warna


(62)

(Wasitaatmadja, 1997). Menurut Ditjen POM (1985), maskara umumnya dibuat dalam bentuk sediaannya seperti : kik (krayon), krim, dan suspensi.

Tanaman jambu biji merupakan salah satu spesies dari famili Myrtaceae yang mengandung zat yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna yaitu tanin. Jambu biji dimanfaatkan selain sebagai makanan buah segar maupun olahan yang memiliki zat gizi seperti vitamin A dan vitamin C. Jambu biji juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk batuk dan diare serta membantu penyembuhan penderita demam berdarah dengue. Seiring perkembangan teknologi, jambu biji (Psidium guajava L.) telah ditingkatkan pemanfaatannya sehingga memberikan nilai yang lebih tinggi. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai pewarna tekstil. Pada daun, kulit batang dan daging buah jambu biji dapat ditemukan zat tanin (Lestari, 2010).

Daunnya mengandung antosianin seperti cyanidin-3-sophoroside, dan cyanidin-3-glucoside. Daun jambu biji juga mengandung flavan-3,4-diols yang tergolong senyawa tanin berupa pigmen kuning sampai coklat.Zat tanin dan antosianin inilah yang berperan sebagai pewarna. Di Malaysia, daun jambu biji digunakan sebagai bahan pewarna sutera (Dewi, dkk., 2013).

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk meningkatkan nilai guna tanaman jambu biji dengan mengolah dan memanfaatkan daun jambu biji (Psidium guajava L.) pada formula sediaan maskara dalam bentuk sediaan krim.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:


(63)

a. Apakah ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) dapat digunakan sebagai pewarna dalam formulasi sediaan maskara?

b. Apakah sediaan maskara dengan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai pewarna dalam formulasi sediaan maskara stabil dalam penyimpanan suhu kamar?

1.3Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesa penelitian iniadalah:

a. Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai pewarna dapat diformulasikan dalam sediaan maskara.

b. Sediaan maskara dengan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai pewarna stabil dalam penyimpanan suhu kamar.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk membuat sediaan maskara dengan menggunakan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai pewarna.

b. Untuk mengetahui kestabilan sediaan maskara dengan ekstrak daun jambu biji sebagai pewarna dalam penyimpanan suhu kamar.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya guna dari daun jambu biji (Psidium guajava L.) sebagai sediaan kosmetik maskara yang mampu melentikkan, menebalkan bulu mata.


(64)

PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) SEBAGAI PEWARNA

DALAM SEDIAAN MASKARA

ABSTRAK

Latar Belakang: Pewarna Maskara adalah sediaan kosmetik dekoratif yang ditunjukkan untuk menutupi kekurangan pada bulu mata serta untuk mempertebal bulu mata. Jambu biji mengandung tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami.

Tujuan: Untuk membuat sediaan maskaraa dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Metode penelitian: Teknik pengambilan sampel daun jambu biji dilakukan secara sampling purposive dari wilayah Kecamatan Medan Selayang. Daun jambu biji diekstraksi secara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70%. Sediaan pewarna bulu mata dibuat dengan formula yang terdiri dari ekstrak daun jambu biji berbagai konsentrasi yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% masing-masing konsentrasi sediaan mengandung asam stearat, parafin cair, karnauba wax, oleum cocos, sebagai pelarut dalam formula digunakan etanol. Pewarnaan bulu mata dilakukan dengan cara mengoleskan maskara ke bulu mata. Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi uji homogenitas, uji stabilitas, uji iritasi, uji pelekatan pada bulu mata, uji kelentikan, uji pengeringan, dan uji ketebalan pada bulu mata.

Hasil: Hasil sediaan maskara pada konsentrasi 12,5% dimana daya lekat maskara 0,010 mg, waktu kering 0,86 menit, untuk kelentikan bulu mata 40°, untuk ketebalan bulu mata yang telah diberikan maskara 0,142 mm dan penambahan panjang bulu mata 0,50 mm, pH sediaan berkisar antara 5,53-5,83. Hasil mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu, tidak menunjukkan adanya perubahan bentuk, warna, dan bau, homegenitasnya baik dan tidak menimbulkan iritasi.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai pewarna dalam sediaan maskara.


(65)

USE GUAVA LEAF EXTRACT (Psidium guajava L.) AS DYES IN MASCARA PREPARATION

ABSTRACT

Background: Mascara is a decorative intended to cover the flaws of the eyelashes and thicken of it. Guava contained tannin which can be used as natural coloring agent.

Purpose: To make mascara from extract of guava leaves (Psidium guajava L.). Methods: The sampling technique guava leaves purposive sampling was done from the subdistrict of Medan Selayang. Guava leaves was extracted by percolation using ethanol 70%. Preparations dye eyelashes were made with a formula consisting of guava leaf extract, various concentrations of 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5% each concentration preparations containing stearic acid, liquid paraffin, carnauba wax, oleum cocos, As a solvent used in the formula of ethanol. Eyelash coloring was done by applying mascara to the eyelashes. Test of the preparations made covering homogeneity. Stability test. Irritation test. Sticking test. Tapered test. Dryed and thickness.

Results: The mascara preparations at a concentration of 12.5% where adhesion mascara 0.010 mg, dry time of 0.86 minutes, for tapering eyelashes 40 °, to the thickness of lashes mascara had been awarded 0.142 mm and increasing the length of eyelashes 0.50 mm, pH dosage range between 5.53-5.83. The results of the physical quality of the preparation showed that all preparations were made stable in storage for 12 weeks, did not indicate any change in shape, color, and odor,homogenitas.

Conclusion: Based on the result of the study concluded that guava leaf extract can be use as coloring in mascara preparation.


(66)

PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI

(

Psidium guajava

L.) SEBAGAI PEWARNA

DALAM SEDIAAN MASKARA

SKRIPSI

OLEH:

NURINA DALIMUNTHE

NIM 121524161

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(67)

PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI

(

Psidium guajava

L.) SEBAGAI PEWARNA

DALAM SEDIAAN MASKARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NURINA DALIMUNTHE

NIM 121524161

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(68)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI

(

Psidium guajava

L.) SEBAGAI PEWARNA

DALAM SEDIAAN MASKARA

OLEH:

NURINA DALIMUNTHE

NIM 121524161

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 25 April 2016

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt.

NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002

Medan, Mei 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001 Pembimbing I,

Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197712262008122002

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing II,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195111021977102001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001 Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197712262008122002


(69)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Penggunaan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai Pewarna dalam Sediaan Maskara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan dan Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada orang tua saya cinta kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang


(70)

tulus, serta pengorbanan baik materi maupun non materi. Adikku Siti Salamah Dalimunthe dan seluruh keluarga yang turut membantu, mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat dan para sukarelawan saya yang telah memberikan bantuan dan semangat tak terhingga Rika, Yunita, Bertha, Winda, Cia, Tia Nurul Hikmah, Aniroh, Mahyuni, Jahro, Yuni, Tia Rezky serta seluruh teman-teman ekstensi 2012, terima kasih untuk dorongan, semangat dan kebersamaannya selama ini, serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, April 2016 Penulis,

Nurina Dalimunthe NIM 121524161


(71)

PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) SEBAGAI PEWARNA

DALAM SEDIAAN MASKARA

ABSTRAK

Latar Belakang: Pewarna Maskara adalah sediaan kosmetik dekoratif yang ditunjukkan untuk menutupi kekurangan pada bulu mata serta untuk mempertebal bulu mata. Jambu biji mengandung tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami.

Tujuan: Untuk membuat sediaan maskaraa dari ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Metode penelitian: Teknik pengambilan sampel daun jambu biji dilakukan secara sampling purposive dari wilayah Kecamatan Medan Selayang. Daun jambu biji diekstraksi secara perkolasi menggunakan pelarut etanol 70%. Sediaan pewarna bulu mata dibuat dengan formula yang terdiri dari ekstrak daun jambu biji berbagai konsentrasi yaitu 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% masing-masing konsentrasi sediaan mengandung asam stearat, parafin cair, karnauba wax, oleum cocos, sebagai pelarut dalam formula digunakan etanol. Pewarnaan bulu mata dilakukan dengan cara mengoleskan maskara ke bulu mata. Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi uji homogenitas, uji stabilitas, uji iritasi, uji pelekatan pada bulu mata, uji kelentikan, uji pengeringan, dan uji ketebalan pada bulu mata.

Hasil: Hasil sediaan maskara pada konsentrasi 12,5% dimana daya lekat maskara 0,010 mg, waktu kering 0,86 menit, untuk kelentikan bulu mata 40°, untuk ketebalan bulu mata yang telah diberikan maskara 0,142 mm dan penambahan panjang bulu mata 0,50 mm, pH sediaan berkisar antara 5,53-5,83. Hasil mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu, tidak menunjukkan adanya perubahan bentuk, warna, dan bau, homegenitasnya baik dan tidak menimbulkan iritasi.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai pewarna dalam sediaan maskara.


(72)

USE GUAVA LEAF EXTRACT (Psidium guajava L.) AS DYES IN MASCARA PREPARATION

ABSTRACT

Background: Mascara is a decorative intended to cover the flaws of the eyelashes and thicken of it. Guava contained tannin which can be used as natural coloring agent.

Purpose: To make mascara from extract of guava leaves (Psidium guajava L.). Methods: The sampling technique guava leaves purposive sampling was done from the subdistrict of Medan Selayang. Guava leaves was extracted by percolation using ethanol 70%. Preparations dye eyelashes were made with a formula consisting of guava leaf extract, various concentrations of 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5% each concentration preparations containing stearic acid, liquid paraffin, carnauba wax, oleum cocos, As a solvent used in the formula of ethanol. Eyelash coloring was done by applying mascara to the eyelashes. Test of the preparations made covering homogeneity. Stability test. Irritation test. Sticking test. Tapered test. Dryed and thickness.

Results: The mascara preparations at a concentration of 12.5% where adhesion mascara 0.010 mg, dry time of 0.86 minutes, for tapering eyelashes 40 °, to the thickness of lashes mascara had been awarded 0.142 mm and increasing the length of eyelashes 0.50 mm, pH dosage range between 5.53-5.83. The results of the physical quality of the preparation showed that all preparations were made stable in storage for 12 weeks, did not indicate any change in shape, color, and odor,homogenitas.

Conclusion: Based on the result of the study concluded that guava leaf extract can be use as coloring in mascara preparation.


(73)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latarbelakang ... 1

1.2Perumusan masalah ... 2

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan penelitian ... 3

1.5Manfaat penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Uraian tumbuhan jambu biji ... 4

2.1.1 Nama daerah ... 4

2.1.2 Morfologi tumbuhan jambu biji ... 4

2.1.3 Kandungan kimia daun jambu biji ... 5


(74)

2.1.5 Zat warna daun jambu biji ... 6

2.2 Kosmetik ... 7

2.2.1 Defenisi kosmetik ... 7

2.2.2 Tujuan penggunaan kosmetik ... 7

2.3 Ekstraksi ... 9

2.4 Maskara ... 11

2.4.1 Fungsi dan manfaat maskara ... . 14

2.4.2 Jenis-jenis maskara ... . 15

2.4.3 Cara penggunaan maskara ... . 16

2.5 Kulit ... .. 18

2.5.1 Struktur kulit ... . 19

2.5.2 Fungsi biologi kulit ... 21

2.5.3 Jenis kulit ... 22

2.6 Uji iritasi ... . 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat-alat ... 25

3.2 Bahan-bahan ... 25

3.3 Prosedur kerja ... 25

3.3.1 Pengumpulan sampel... 25

3.3.2 Identifikasi sampel ... 26

3.3.3 Pengolahan sampel ... . 26

3.3.4 Pembuatan ekstrak daun jambu biji ... 26

3.4 Pembuatan formula ... ... 27


(75)

3.4.2 Formula yang telah dimodifikasi ... 27

3.4.3 Pembuatan sediaan maskara ... . 28

3.5 Pemeriksaan mutu fisik sediaan ... 28

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 28

3.5.2 Pengukuran pH sediaan ... .. 29

3.5.3 Penentuan stabilitas sediaan ... . 29

3.6 Uji iritasi ... ... 29

Uji iritasi ... 29

3.7 Pengujian sediaan maskara ... 31

3.7.1 Uji pelekatan pada bulu mata ... 31

3.7.2 Waktu pengeringan bulu mata ... 31

3.7.3 Pengukuran kelentikan bulu mata ... 31

3.7.4 Ketebalan bulu mata ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Identifikasi sampel ... 33

4.2 Hasil pemeriksaan mutu fisik sediaan ... 33

4.2.1 Homogenitas sediaan ... 33

4.2.2 Penentuan pH sediaan ... 33

4.3 Pengamatan stabilitas sediaan ... . 35

4.4 Pengujian sediaan maskara... 38

4.5 Hasil rata-rata pengujian maskara pada bulu mata ... 38

4.6 Uji iritasi ... . 39

Uji iritasi ... ... 39


(76)

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(77)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.4 Pembuatan sediaan maskara krim ... 28

Tabel 4.2 Hasil pengukuran pH saat selesai dibuat ... 34

Tabel 4.3 Hasil pH sediaan minggu ke 12 ... 34

Tabel 4.4 Data hasil terhadap kestabilan sediaan ... 36

Tabel 4.5 Data peningkata persentase ketebalan sediaan ... 37

Tabel 4.6 Rata-rata hasil pengujian sediaan ... 38


(78)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur dan kelas tanin ... 6 Gambar 2.2 Struktur kimia flavan-3,4-diol ... 7


(79)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil identifikasi daun jambu biji (Psidium guajava L.) .. 44

Lampiran 2 Gambar tumbuhan jambu biji ... 45

Lampiran 3 Gambar daun jambu biji ... 45

Lampiran 4 Gambar serbuk daun jambu biji ... 46

Lampiran 5 Gambar ekstrak daun jambu biji ... 46

Lampiran 6 Gambar sediaan maskara ... 46

Lampiran 7 Gambar alat pH meter ... 48

Lampiran 8 Gambar alat hair analyzer ... 49

Lampiran 9 Gambar hasil ketebalan sediaan ... 50

Lampiran 10 Gambar bulu mata ... 51

Lampiran 11 Gambar hasil uji panjang bulu mata ... 58

Lampiran 12 Gambar hasil uji kelentikan bulu mata... 59

Lampiran 13 Gambar alat jangka sorong ... 60

Lampiran 14 Surat contoh pernyataan uji iritasi ... 61


(1)

2.1.5 Zat warna daun jambu biji ... 6

2.2 Kosmetik ... 7

2.2.1 Defenisi kosmetik ... 7

2.2.2 Tujuan penggunaan kosmetik ... 7

2.3 Ekstraksi ... 9

2.4 Maskara ... 11

2.4.1 Fungsi dan manfaat maskara ... . 14

2.4.2 Jenis-jenis maskara ... . 15

2.4.3 Cara penggunaan maskara ... . 16

2.5 Kulit ... .. 18

2.5.1 Struktur kulit ... . 19

2.5.2 Fungsi biologi kulit ... 21

2.5.3 Jenis kulit ... 22

2.6 Uji iritasi ... . 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat-alat ... 25

3.2 Bahan-bahan ... 25

3.3 Prosedur kerja ... 25

3.3.1 Pengumpulan sampel... 25

3.3.2 Identifikasi sampel ... 26

3.3.3 Pengolahan sampel ... . 26

3.3.4 Pembuatan ekstrak daun jambu biji ... 26

3.4 Pembuatan formula ... ... 27


(2)

x

3.4.2 Formula yang telah dimodifikasi ... 27

3.4.3 Pembuatan sediaan maskara ... . 28

3.5 Pemeriksaan mutu fisik sediaan ... 28

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 28

3.5.2 Pengukuran pH sediaan ... .. 29

3.5.3 Penentuan stabilitas sediaan ... . 29

3.6 Uji iritasi ... ... 29

Uji iritasi ... 29

3.7 Pengujian sediaan maskara ... 31

3.7.1 Uji pelekatan pada bulu mata ... 31

3.7.2 Waktu pengeringan bulu mata ... 31

3.7.3 Pengukuran kelentikan bulu mata ... 31

3.7.4 Ketebalan bulu mata ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Identifikasi sampel ... 33

4.2 Hasil pemeriksaan mutu fisik sediaan ... 33

4.2.1 Homogenitas sediaan ... 33

4.2.2 Penentuan pH sediaan ... 33

4.3 Pengamatan stabilitas sediaan ... . 35

4.4 Pengujian sediaan maskara... 38

4.5 Hasil rata-rata pengujian maskara pada bulu mata ... 38

4.6 Uji iritasi ... . 39

Uji iritasi ... ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41


(3)

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(4)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.4 Pembuatan sediaan maskara krim ... 28

Tabel 4.2 Hasil pengukuran pH saat selesai dibuat ... 34

Tabel 4.3 Hasil pH sediaan minggu ke 12 ... 34

Tabel 4.4 Data hasil terhadap kestabilan sediaan ... 36

Tabel 4.5 Data peningkata persentase ketebalan sediaan ... 37

Tabel 4.6 Rata-rata hasil pengujian sediaan ... 38

Tabel 4.7 Data uji iritasi ... 40


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur dan kelas tanin ... 6 Gambar 2.2 Struktur kimia flavan-3,4-diol ... 7


(6)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil identifikasi daun jambu biji (Psidium guajava L.) .. 44

Lampiran 2 Gambar tumbuhan jambu biji ... 45

Lampiran 3 Gambar daun jambu biji ... 45

Lampiran 4 Gambar serbuk daun jambu biji ... 46

Lampiran 5 Gambar ekstrak daun jambu biji ... 46

Lampiran 6 Gambar sediaan maskara ... 46

Lampiran 7 Gambar alat pH meter ... 48

Lampiran 8 Gambar alat hair analyzer ... 49

Lampiran 9 Gambar hasil ketebalan sediaan ... 50

Lampiran 10 Gambar bulu mata ... 51

Lampiran 11 Gambar hasil uji panjang bulu mata ... 58

Lampiran 12 Gambar hasil uji kelentikan bulu mata... 59

Lampiran 13 Gambar alat jangka sorong ... 60

Lampiran 14 Surat contoh pernyataan uji iritasi ... 61

Lampiran 15 Bagan alir pembuatan ekstrak ... 62