Tempat-Tempat Pemukiman Suku Bajo

agar dewa laut tidak murka dan senantiasa selalu bersahabat terhadap mereka. Untuk itu, maka terciptalah suatu puji-pujian yang ditujukan pada dewa laut beserta para penghuni laut lainnya dengan tujuan agar mereka mendapatkan kemudahan dan dijauhkan dari segala hambatan yang dapat membuat mereka menemui kesulitan. Dalam masyarakat suku Bajo di Sulawesi Tenggara, puji-pujian atau yang lebih dikenal dengan istilah mantra atau mamma sifatnya sangat tertutup. Mantra bagi mereka adalah sesuatu yang luar biasa. Pengetahuan mengenai mantra tertentu yang ditunjang dengan keahlian melaut membuat mereka tampil sebagai “raja laut”. Tidaklah mengherankan jika kemudian mantra atau mamma sangat diyakini pengaruhnya terhadap segala aktivitas yang dilakukan dalam kaitannya dengan kegiatan melaut. Mulai dari saat akan berangkat ke laut sampai kembali ke rumah, masyarakat suku Bajo memiliki mantra tersendiri untuk setiap bentuk kegiatan. Dengan dibacakannya mantra tersebut ditambah dengan persyaratan lainnya, mereka mengharapkan bisa memperoleh keselamatan dan hasil yang banyak. Salah satu contoh mantra yang digunakan dalam hubungannya dengan kegiatan melaut adalah mantra untuk mengikat pancing. Mantra tersebut dapat dilihat sebagai berikut. Bismillahirrahmanirrahim E – papu . . . Batingga niqmatnya Pasitummuanna Adam baqa Hawa Battiru pun niqmatnya Pasitummuanna umpang itu baqa dayah Uniawati, 2006: 20

2.2.1 Tempat-Tempat Pemukiman Suku Bajo

Tidak banyak orang yang paham mengenai penyebaran suku Bajo di Indonesia. Masyarakat suku Bajo adalah termasuk kategori komunitas pelaut yang tidak bisa hidup di daerah gunung. Bajo identik dengan air laut, perahu, dan permukiman di atas air laut. Oleh karena itu, penyebarannya pun terjadi disepanjang perairan di Indonesia. Brown dikutip Ahimsa, 1995: 35 mengatakan bahwa persebaran suku Bajo yang luas di perairan Indonesia terlihat dari nama-nama tempat persinggahan mereka di berbagai pulau di kawasan Indonesia yang biasanya disebut dengan Labuan Bajo. Dari kepulauan Selat Sunda di Indonesia Bagian Timur sampai Pantai Sumatera di Indonesia Bagian Barat, dapat ditemukan nama-nama seperti Labuan Bajo di Teluk Bima, Nusa Tenggara Timur, Kima Bajo, Talawan Bajo, dan Bajo Tumpaan di Manado, Mien Bajo di Sulawesi Tenggara, dan Tanjung Sibajau di Kepulauan Simeuleue, Aceh. Di berbagai tempat, masyarakat suku Bajo banyak yang akhirnya menetap, baik dengan inisiatif sendiri atau “dipaksa” pemerintah. Namun, tempat tinggalnya pun tidak pernah jauh dari laut. Banyak orang Bajo yang akhirnya menetap, sedang lainnya masih berkelana di lautan. Mereka membangun pemukiman-pemukiman baru di berbagai penjuru laut Indonesia. Ada beberapa tempat pemukiman suku Bajo yang ditulis oleh Bambang Priantono xiii , utamanya di Pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara sebagai pusat pemukimannya. Tempat- tempat itu adalah Bali Singaraja dan Denpasar, Nusa Tenggara Barat Labuhan Haji, Pulau Moyo, dan Bima di belahan timur Sumbawa, Nusa Tenggara Timur Labuhan Bajo, Lembata: Balauring, Wairiang, Waijarang, Lalaba dan Lewoleba, Pulau Adonara Meko, Sagu dan Waiwerang, Pulau Solor, Alor dan Timor terutama Timor Barat, Gorontalo Sepanjang pesisir Teluk Tomini, Sulawesi Tengah Kepulauan Togian, Tojo Una-Una, Kepulauan Banggai, Parigi Moutong dan Poso, Sulawesi Tenggara Pesisir Konawe dan Kolaka, Pulau Muna, Pulau Kabaena, Pulau Wolio, Pulau Buton, dan Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Selatan Bajoe.

2.2.2 Asal-Usul Suku Bajo di Sulawesi Tenggara