Pemeriksaan Penunjang Diagnosis .1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

2.10 Diagnosis 2.10.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita karsinoma nasofaring. Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan keluhan yang paling sering menyebabkan penderita karsinoma nasofaring berobat. Gejala hidung, telinga, gangguan neurologis juga sering dikeluhkan penderita karsinoma nasofaring Soetjipto, 1989; Ahmad, 2002. a. Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita dewasa yang tidak sensitif, dilakukan dengan menggunakan kaca nasofaring. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan tampak dengan mudah Ahmad, 2002. b. Rinoskopi posterior dengan menggunakan kateter Dua buah kateter dimasukkan masing-masing ke dalam rongga hidung kanan dan kiri. Setelah tampak di orofaring, ujung kateter tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar, kemudian disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya. Kedua ujung ini ditarik dengan keras agar palatum molle terangkat ke atas sehingga rongganya menjadi luas, selanjutnya dikunci dengan klem. Dengan kaca nasofaring rongga nasofaring tampak dengan jelas Lore dan Medina, 2005.

2.10.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeperkuat kecurigaan adanya tumor di daerah nasofaring, menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya. Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak dengan posisi lateral, submentovertikal, oksipitosubmental, oksipitofrontal. Foto toraks posisi PA, untuk menilai adanya metastase paru. 1. CT Scan Nasofaring, pada karsinoma nasofaring yang tumbuh secara endofitiksubmukosa dapat dideteksi dengan CT Scan. Pemeriksaan ini dapat pula mengetahui penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya yang belum terlalu Universitas Sumatera Utara luas, dan juga dapat mendeteksi erosi basis kranii dan penjalaran perineural melalui foramen ovale sebagai jalur utama perluasan ke intrakranial. 2. Magnetic Resonance Imaging, merupakan sarana pemeriksaan diagnostik terbaru dengan menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar. Berbeda dengan CT Scan, MRI lebih baik dalam memperlihatkan jaringan lunak nasofaring yang superfisial maupun profunda, dan membedakan tumor dari jaringan lunak sekitarnya. 3. Bone Scintigraphy, jika dicurigai metastase ke tulang, selajutnya diikuti dengan foto lokal pada tulang yang dicurigai pada bone scintigraph Wei dan Sham, 2005. b. Pemeriksaan serologi Adanya dugaan kuat virus Epstein Barr sebagai salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya karsinoma nasofaring menjadi dasar dari pemeriksaan serologi ini. Antibodi terhadap VEB baik IgG dan IgA penderita karsinoma nasofaring meningkat sampai 8-10 kali lebih tinggi dibandingkan penderita tumor lain atau orang yang sehat Notopuro et al, 2005. Titer imunoglobulin A IgA terhadap virus Epstein Barr spesifik untuk kapsul virus Viral capsis antigenVCA dan antigen awal early antigenEA tetapi tingkat spesifisitasnya kurang terutama pada titer yang rendah, sedankan IgA VEB anti EA sangat spesifik untuk karsinoma nasofaring tetapi kurang sensitif, dan titernya akan menurun mendekati normal pada karsinoma nasofaring stadium lanjut. Titer yang tinggi dapat merupakan indikator karsinoma nasofaring. Pemeriksaan ini juga berguna untuk tindak lanjut penderita paska pengobatan untuk mengetahui kemungkinan residif Ahmad, 2002. c. Biopsi Biopsi nasofaring mutlak dilakukan, tujuannya untuk konfirmasi dalam menentukan subtipe histopatologi. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari mulut dan dari hidung. Biopsi yang dilakukan melalui hidung disebut juga dengan blind biopsy karena dilakukan tanpa melihat dengan jelas tumornya. Cunam biopsi dimasukan ke dalam rongga hidung, lalu menyusuri konka media ke nasofaring, setelah itu cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Universitas Sumatera Utara Biopsi yang dilakukan melalui mulut dengan bantuan kateter nelaton yang dimasukan melalu hidung dan ujung dari kateter berada dalam mulut ditarik keluar lalu diklem bersama dengan ujung kateter yang berada di hidung sehingga palatum molle tertarik ke atas. Setelah itu, dengan bantuan kaca laring kita lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat kaca terserbut atau dengan bantuan nasofaringoskop yang dimasukan melalui hidung sehingga masa tumor dapat terlihat dengan jelas. Biopsi tumor dapat dilakukan dengan anastesi topikal yaitu xylocain 10 Roezin dan Adham, 2007.

2.11 Penatalaksanaan