Faktor Pencetus Karsinoma Nasofaring 1. Jenis Kelamin

saraf XII menyebabkan hemiparese dan atrofi sebelah lidah, sedangkan saraf VII dan VIII jarang terkena karena letaknya lebih tinggi. Karsinoma nasofaring juga kadang-kadang menimbulkan gejala yang tidak khas berupa trismus. Gejala ini timbul bila tumor primer telah menginfiltrasi otot pterigoid sehingga menyebabkan terbatasnya pembukaan mulut. Gejala trismus sangat jarang dijumpai tetapi lebih sering terdapat sebagai efek samping radioterapi yang diberikan, sehingga menyebabkan degenerasi serat otot pterigoid dan masseter. Sakit kepala yang hebat merupakan gejala yang paling berat bagi penderita karsinoma nasofaring, biasanya merupakan stadium terminal dari karsinoma nasofaring. Hal ini disebabkan tumor mengerosi dasar tengkorak dan menekan struktur di sekitarnya Witte dan Neel, 1998; Ahmad, 2002.

2.8.3 Gejala Metastasis Jauh

Metastasis jauh dari karsinoma nasofaring dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal, dan limpa. Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang 48, paru-paru 27, hepar 11 dan kelenjar getah bening supraklavikula 10. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosis yang sangat buruk, biasanya 90 meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan Chiesa and De Paoli, 2001.

2.9 Faktor Pencetus Karsinoma Nasofaring 1. Jenis Kelamin

Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan, dengan ratio perbandingan laki-laki dengan perempuan 2:1 American Cancer Society , 2013. Di Sumatera Utara, Indonesia, di dapati bahwa pada Suku Batak jumlah pasien laki-laki dengan perempuan yang menderita karsinoma nasofaring memiliki perbandingan laki-laki 60 dan wanita 40. Kecenderungan penderita karsinoma nasofaring laki-laki lebih banyak dari perempuan dimungkinkan akibat laki-laki lebih sering beraktifitas diluar rumah sehingga lebih banyak terpapar bahan karsinogen Universitas Sumatera Utara Munir D, 2006. Sedangkan menurut Nasution 2008, kasus karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan, dan RSU Dr. Pringadi Medan didapati penderita laki-laki sebanyak 74 dan perempuan sebanyak 26. 2. Usia Sebagian besar penderita karsinoma nasofaring berusia diatas 20 tahun, dengan rentang usia terbanyak antara umur 50-70 tahun. Di Sumatera Utara, didapati bahwa kelompok usia 50-59 tahun. Umur penderita yang paling muda adalah 21 tahun sedangkan yang paling tua 77 tahun Munir D, 2007. Menurut Nasution 2008, berdasarkan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan, dan RSU Dr. Pringadi Medan, usia terbanyak adalah pada kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 28 29.2 penderita. 3. Faktor Pekerjaan Faktor yang juga ikut berpengaruh adalah pekerjaan yang banyak berhubungan dengan debu nikel, debu kayu pada industri mebel atau penggergajian kayu, atau pekerjaan pembuat sepatu. Adanya asap jenis kayu tertentu yang digunakan untuk memasak, seringnya kontak dengan zat yang dianggap karsinogen adalah antara lain: Benzopyrene , Bensoanthracene , gas kimia, dan asap industri, merupakan hal-hal yang didugan berperan penting dalam terjadinya karsinoma nasofaring. Soetjipto, 1989. Menurut penelitian Nasution 2008, pasien terbanyak di Sumatera Utara yang terkena karsinoma nasofaring yang berobat ke RSUP H Adam Malik medan dan RSUP Pringadi medan adalah petani dengan jumlah dengan jumlah 31 32.3 kasus, sedangkan guru memiliki jumlah paling sedikit dengan jumlah 1 1 kasus. Menurut Munir 2007, di Sumatera Utara, golongan pekerjaan penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah petani dengan 20 36.3 kasus, sedangkan yang paling sedikit adalah pegawai swasta dengan 11 20 kasus. 4. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga terdahulu yang pernah terkena karsinoma nasofaring akan meningkatnya faktor risiko karsinoma nasofaring. Namun masih belum di ketahui Universitas Sumatera Utara secara pasti apakah karena genetik, pola hidup yang serupa, maupun karena keduanya American Cancer Society , 2013. Bila ditinjau secara genetika, kerabat pertama, kedua, dan ketiga pasien karsinoma nasofaring memiliki risiko terkena karsinoma nasofaring. Orang yang memiliki keluarga tingat pertama karsinoma nasofaring memiliki resiko 4 hingga 10 kali terkena karsinoma nasofaring dibanding yang tidak Guo X et al , 2009. Di Sumatera Utara, Indonesia, didapati bahwa sebanyak 96.9 penderita karsinoma nasofaring memiliki keluarga yang pernah terdiagnosa kanker Nasution, 2008. 5. Suku dan Bangsa Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi di daerah Asia suku mongoloid dibandingkan di daerah Eropa. Sebagai contoh penduduk asli Cina yang berdomisili di Cina Selatan memiliki faktor risiko yang tinggi untuk menderita karsinoma nasofaring. Namun apabila mereka berpindah ke daerah dengan angka kejadian karsinoma nasofaring yang lebih rendah maka faktor risiko mereka akan turun, namun tetap lebih tinggi dibandingkan penduduk lokal tersebut. Serta generasi selanjutnya yang di lahirkan mereka di tempat dengan angka kejadian karsinoma nasofaring yang rendah akan memiliki faktor risiko yang kecil untuk terkena karsinoma nasofaring American Cancer Society , 2013. Menurut Lutan dan Zachreini dalam Munir D 2006, di RSUP H. Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara, penderita karsinoma nasofaring ditemukan pada lima kelompok suku, dimana suku yang terbanyak menderita karsinoma nasofaring ialah Suku Batak, yaitu 46.7 dari 30 kasus. Menurut Nasution 2008, suku batak menduduki urutan pertama dengan 56.3 dari kasus yang didapati di RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr. Pringadi Medan, sedangkan suku jawa merupakan suku kedua penderita karsinoma nasofaring dengan 29.2 kasus. 6. Konsumsi Ikan Asin Ikan asin diyakini sebagai salah satu sumber nitrosamin yang memicu terjadinya karsinoma nasofaring. Nitrosamin merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogenik dan merupakan mediator yang dapat mengaktifkan virus Epstein-Barr Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu penyebab karsinoma nasofaring. Pada proses pengasinan atau pengeringan ikan dengan sinar matahari terjadi reaksi biokimia berupa nitrosasi. Gugus nitrit dan nitrat yang terbentuk akan bereaksi dengan ekstrak ikan asin menjadi nitrosamin Munir D, 2006. Penduduk Asia, dan Afrika Utara, dimana merupakan daerah yang terdapat banyak kasus karsinoma nasofaring, rata-rata penduduknya mengkonsumsi makanan makanan ikan dan daging dengan kadar garam yang tinggi ikan asin. Namun, di Cina angka kejadian karsinoma nasofaring sudah mulai menurun dengan mulai maraknya makanan khas barat disana American Cancer Society , 2013. Mengkonsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 hingga 7,5 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit ini dibanding dengan yang tidak mengkonsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali dalam sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengonsumsi makanan fermentasi yang di awetkan. Banyaknya konsumsi nitrosamin dan nitrit yang biasa di dapatkan dari konsumsi daging, ikan, dan sayuran yang di awetkan selama masa kecil meningkatkan risiko karsinoma nasofaring Yang X et al , 2005. Di Sumatera Utara, Indonesia, didapati sebanyak 74.54 dari penderita memiliki kebiasaan memakan ikan asin hampir setiap hari sebelum umur 10 tahun Munir D, 2007. Menurut Nasution 2008, di Sumatera Utara didapati sebanyak 79.2 penderita karsinoma nasofaring mengkonsumsi ikan asin dibawah usia 10 tahun. 7. Merokok Merokok telah memberi gambaran sebagai faktor risiko yang cukup berarti untuk terjadinya kanker pada berbagai organ tubuh. Komponen isi rokok, termasuk nitrosamine dan formaldehyde , juga menunjukkan rokok mempunyai potensi karsinogenik. Menghisap rokok akan memberi pajanan bahan karsinogenik yang ada di dalam rokok secara langsung terhadap nasofaring. Dengan demikian hubungan antara merokok dan karsinoma nasofaring secara biologi cukup dapat diterima Nasution, 2008. Universitas Sumatera Utara Merokok merupakan faktor untuk pertumbuhan tumor, bertindak sebagai mutagen dan merusak DNA yang mengawali timbulnya tumor pada sel epitel normal. Merokok dapat menyebabkan mutasi genetik, sehingga menyebabkan transformasi sel epitel di nasofaring, suatu area berhubungan dengan senyawa yang berpotensial karsinogen pada rokok yang secara langsung melalui inhalasi. Mutasi DNA dapat mempengaruhi resistensi terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi dapat meningkatkan metsstsasis jauh yang sering menyebabkan kematian. Merokok tembakau diketahui dapat menimbulkan efek imunosupresif pada jaringan lokal melalui induksi sitokin dan kemokin pro – inflamasi dan penekanan terhadap antigen. Merokok mempengaruhi berbagai sistem kekebalan tubuh bawaan dan menyebabkan perubahan dalam produksi antibodi, khususnya dalam menanggapi antigen asing pada mukosa pernapasan. Selain itu, paparan berulang asap rokok atau nikotin menyebabkan sel T berespon, dan nikotin yang ditimbulkan oleh imunosupresi sebagai efek langsung terhadap limfosit Guo et al , 2014. Besar pajanan asap rokok bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh jumlah rokok yang dihisap dan pola penghisapan rokok tersebut. Faktor lain yang turut mempengaruhi akibat pajanan asap rokok antara lain lama merokok, dalamnya hisapan, usia mulai merokok, dan lain-lain. Berdasarkan lamanya merokok, merokok dapat dikelompokan sebagai berikut; merokok kurang 10 tahun, merokok selama 10- 20 tahun, dan merokok selama lebih dari 20 tahun. Sedangkan klasifikasi jumlah rokok yang di konsumsi perhari dapat dikelompokan sebagai berikut; ringan 1-10 batang perhari, sedang 11-20 batang perhari, dan berat diatas 20 batang perhari Solak et al , 2005. Di Sumatera Utara, Indonesia, didapati sebanyak 69.8 penderita karsinoma nasofaring memiliki riwayat merokok, dan sebanyak 51 penderita memulai merokok di usia 10-19 tahun Nasution, 2008. Universitas Sumatera Utara 2.10 Diagnosis 2.10.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik