Bidang Kajian Ilmu Peternakan EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENGONTROLAN JONGA-JONGA (Chromolaenaodorata) DI PADANG PENGGEMBALAAN FAKULTAS PETERNAKAN UNHAS DI MAIWA, ENREKANG EFFICACY AND EFFICIENCY OF JONGA-JONGA (Chromolaena odorata) CONTROL IN PASTURE OWN

3. Bidang Kajian Ilmu Peternakan EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI PENGONTROLAN JONGA-JONGA (Chromolaenaodorata) DI PADANG PENGGEMBALAAN FAKULTAS PETERNAKAN UNHAS DI MAIWA, ENREKANG EFFICACY AND EFFICIENCY OF JONGA-JONGA (Chromolaena odorata) CONTROL IN PASTURE OWNED BY

FACULTY OF ANIMAL HUSBANDRY HASANUDDIN UNIVERSITY AT MAIWA, ENREKANG Muhammad Rusdy, Rinaldi Sjahril, Muh. Riadi dan Budiman

Fakultas/Jurusan : Peternakan/

ABSTRAK :

Penelitian ini dilakukan denga tujuan untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pengontrolan Chromolaena secara kimia yang diintegrasikan dengan pengontrolan secara mekanik dan pengontrolan secara mekanik yang diintegrasikan dengan pengontrolan secara kultural.Pengontrolan secara kimia yang diintegrasikan denan cara mekanik adalah P1. penyemprotan Roundup pada Chromolaena yang telah dipotomg dua minggu sebelum penyemprotan, P2. penyemprotan Roundup pada Chromolaena yang tidak dipotong P3.penyemportan Triclopyr pada Chromolaena yang telah dipotong dua minggu sebelum penymeprotan dan P4. penyemprotan Triclopyr pada Chromolaena yang tidak dipotong. Pengontrolan secara mekanik yang diintegrasikan dengan cara kultural adalah T1. pemotonganChromolaena tiap bulan, T2. penggalianChromolaena

(dijadikan mulsa), T3. penggalianChromolaena yang diikuti dengan pembakaran, T4. penggalianChromolaena yang diikuti dengan pembakaran dan penanaman Centrosema pubescens dan T5. penggalianChromolaena yang diikuti dengan pembakaran dan penanaman Brachiaria decumbens. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengontrolan kimia yang diintergrasikan dengan mekanik, penyemprotan Triclopyr pada Chromolaena yang tidak dipotong merupakan metoda pengontrolan yang paling efektif sedangkan pada pengontrolan mekanik yang diintegrasikan dengan kultural, penggalian Chromolaena paling efektif untuk mengontrol pertumbuhan kembali Chromolaena tetapi tidak terhadap gulma lainnya. Diantara petak yang digali dan dibakar, penanaman dengan Brachiaria decumbens merupakan metode yang paling efektif untuk mengontrol pertumbuhan gulma. Walaupun sangat efektif, penanaman Brachiaria decumbens paling tidak efisien untuk mengontrol pertumbuhan gulma.Metode pengontrolan gulma yang paling efisien adalah penyemprotan Triclopyr pada tegakan Chromolaena yang tidak dipotong, disusul dengan penyebaran mulsa Chromolaena di dalam petak penelitian.

Kata kunci: Chromolaena odorata, efektifitas, efisiensi, pengontrolan secara kimia, mekanik dan kultural yang terintegrasi

ABSTRACT :

This experiment was conducted with the aiming of determining the efficacy and efficiency of Chromolaena control by integrated chemical and mechanical control and integrated mechanical and cultural control. The integrated chemical and mechanical controls were: P1. Spraying of Roundup to Chromolaena that already cut at 15 days before spraying, P2. spraying of Roundup to uncut Chomolaenastand, T3. spraying of Triclopyr to Chromolaena that already cut at 15 days before spraying and T4. Spraying of Triclopyr to uncut Chromolaena stand. The integrated mechanical and cultural controls were T1. cutting of Chromolaena every month, P2. digging up of Chromolaena and distributed inside the plots (mulching), P3. digging up of Chromolaena followed by burning, P4. digging out of Chromolaena followed by burning and sowing with Centrosema This experiment was conducted with the aiming of determining the efficacy and efficiency of Chromolaena control by integrated chemical and mechanical control and integrated mechanical and cultural control. The integrated chemical and mechanical controls were: P1. Spraying of Roundup to Chromolaena that already cut at 15 days before spraying, P2. spraying of Roundup to uncut Chomolaenastand, T3. spraying of Triclopyr to Chromolaena that already cut at 15 days before spraying and T4. Spraying of Triclopyr to uncut Chromolaena stand. The integrated mechanical and cultural controls were T1. cutting of Chromolaena every month, P2. digging up of Chromolaena and distributed inside the plots (mulching), P3. digging up of Chromolaena followed by burning, P4. digging out of Chromolaena followed by burning and sowing with Centrosema

Key Words: Chromolaena odorata, efficacy, efficiency, integrated chemical, mechanical and cultural control.

PREPARASI LARUTAN FOSFAT DAN UREA MINERAL MOLASES LIQUID (UMML) SEBAGAI PENYEDIA PREKURSOR BIOFERMENTASI RUMEN PREPARATION OF PHOSPHATE SOLUTION AND UREA MOLASSES MINERALS LIQUID (UMML) AS A PRECURSOR OF RUMEN BIOFERMENTATION

Syahriani Syahrir, Asmuddin Natsir, Muh Zain Mide, Rohmiyatul Islamiyati dan Ani Asrianie

Fakultas/Jurusan : Peternakan/Nutrisi & Makanan Ternak

ABSTRAK :

Urea Mineral Molases Liquid (UMML) dapat menjadi prekursor biofermentasi dalam sistem rumen. UMML dapat menyediakan nitrogen lepas lambat, mineral larut air dan readily available carbohydrate (RAC), namun memerlukan kajian khusus, terutama pada penentuan jenis dan preparasi bahan penyusunnya, khususnya penyediaan mineral fosfat larut air. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan formula UMML yang selanjutnya akan digunakan sebagai prekursor biofermentasi rumen. Beberapa perlakuan terhadap super fosfat (SP36) dilakukan untuk mendapatkan metode preparasi yang menghasilkan fosfat terlarut dengan konsentrasi yang tinggi. Preparasi yang menghasilkan kadar fosfat terlarut yang tertinggi adalah super fosfat yang di tambah asam organik dan larutan urea lalu dididihkan selama 5 menit. Urea Mineral Molases Liqiud

yang terbaik diramu dari bahan Larutan Ca(Urea) 4 Cl 2 + Larutan fosfat + Larutan NaCl jenuh + Molases .

Kata kunci: Preparasi, Larutan fosfat, Urea Mineral Molases Liquid

ABSTRACT :

Urea Molasses Minerals Liquid (UMML) may be a precursor of rumen biofermentation. UMML can provide slow-release nitrogen, minerals and readily available carbohydrate (RAC), but require special studies, especially in determining the type and preparation of constituent materials, especially the provision of water- soluble phosphate minerals. The purpose of this study is to produce a formula of UMML then be used as a precursor of rumen biofermentation. Some of the treatment of super phosphate (SP36) was performed to obtain a preparation method produces dissolved phosphate concentrations are high. Preparation that the highest levels of dissolved phosphate is mixed of super phosphate, organic acids and urea solution, then

boiled for 5 minutes. Urea Mineral Molasses liqiud best solution mixed from materials Ca(urea) 4 Cl 2 phosphate solution, saturated NaCl solution and molasses.

Key Words :

PERILAKU PETERNAK SAPI POTONG DALAM PENJUALAN SAPI BETINA PRODUKTIF (KASUS PADA SENTRA PRODUKSI SAPI BALI DI SULAWESI SELATAN) BEHAVIORAL OF BEEF CATTLE FARMERS IN SALES COW PRODUCTIVE (CASES IN SENTRA PRODUCTION OF BALI BEEF CATTLE IN SOUTH SULAWESI)

Palmarudi Mappigau, Siti Nurani Sirajuddin, Kasmiati Kasim,Veronika Lestari, dan Sitti

Rohani Fakultas/Jurusan : Peternakan/Sosek Peternakan

ABSTRAK :

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Barru dan Gowa yang merupakan sentra produksi sapi Bali di Sulawesi Selatan, yang difokuskan pada menganalisis besarnya peluang peternak sapi potong untuk berprilaku dalam penjualan sapi betina produktif serta mengidentifikasi berbagai variable dari karakteristik peternak, rumah tangga, dan usaha sapi potong yang menjadi pemicu dan penghambat perilaku tersebut. Metode penelitian ini adalah secara deskriptif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 199 peternak responden, 76,88 % yang sangat berpeluang untuk menjual sapi betina produktif, 64,31 % menyakini konsekwensi menjual sapi betina produktif serta menghindari penjualannya (sikap), 44.72 %

mempertimbangkan perlunya persetujuan dari orang-orang penting dalam memutuskan menjual sapi betina produktif (norma subyektif)) dan 70,85 % merasa bahwa mereka sangat mudah menjual sapi betina produktif (kontrol perilaku yang dirasakan). Variabel yang potensial memicu perilaku penjualan sapi betina produktif antara lain adalah rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas kewirausahaan, ketidak ketidak stabilan pendapatan rumah tangga, keterbatasan akses terhadap sumber permodalan formal, dan rendahnya kinerja reproduksi sapi potong, Sedangkan variabel yang potensial menghambat adalah motivasi peluang dari peternak dalam memulai usaha, prospek pengembangan usaha sapi potong.

Kata kunci: Sapi potong lokal, perilaku peternak, sapi betina produktif, sentra produksi sapi Bali

ABSTRACT :

The research was conducted in Barru and Gowa districts as the center of Bali beef cattle production in South Sulawesi, which focused on analyzing the potential / opportunities beef cattle farmer to act in the sale of productive cows as well as identify potential variables to be triggered farmers in such behavior. This research method is descriptive. The results of this study showed that of 199 farmer respondents, 76.88% were very likely to sell productive cows, 64.31% believed the consequences of selling productive cows and avoid sales (attitude), 44.72% judged the approval of the important people in deciding to sell productive cows (subjective norm)) and 70.85% most felt that they are very easy to sell productive cows (perceived behavioral control). The Variables are potentially as trigger for selling behavour of productive cows, e.g. low levels of education and entrepreneurship, lack of household income instability, limited access to formal sources of capital, and poor reproductive performance of beef cattle, while variables that potentially as inhibitor for the behaviour, e.g. the opportunity motivation of farmer in starting a beef cattle farm business, business development prospects for beef cattlle farming

Key Words : Local beef cattle, farmer behavior, cow productive, centers of Bali beef cattle production

TINGKAT KEMATIAN DAN PERTUMBUHAN PEDET SAPI BALI MELALUI PERBAIKAN MANAGEMEN DENGAN INTERVENSI PAKAN BERPROTEIN TINGGI BERBAHAN LOKAL MORTALITY AND GROWTH RATES OF CALF PREWEANING FOR BALI CATTLE THROUGH THE IMPROVEMENT OF MANAGEMENT BY INTERVENTION OF RATION WITH HIGH PROTEIN FROM LOCAL MATTER

Sudirman Baco, Basit Wello, Ratmawati Malaka dan Muhammad Hatta Fakultas/Jurusan : Peternakan/Produksi Ternak

ABSTRAK :

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat kematian dan pertumbuhan pedet sapi Bali sebelum penyapihan. Managemen pedet dilakukan dengan 2 sistem yaitu 1) managemen dengan intervensi pakan konsentrat berbahan lokal (intensive management) dan 2) managemen tanpa intervensi pakan konsentrat sebagai pembanding, yang pada umumnya dilakukan oleh petani ternak dimasyarakat (existing management). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan managemen pada fase pedet dapat: 1) menekan tingkat kematian pedet sampai 9,0%, 2) meningkatkan pertumbuhan secara signifikan yaitu meningkatkan bobot badan pedet sekitar 50% dan 14 – 21% dimensi tubuh dibandingkan dengan system pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa pemberian pakan tambahan pase pedet (existing management), 3) kecepatan perubahan pertumbuhan dan bagian dimensi tubuh ternak yang diberi pakan yang berkualitas pada fase pedet bervariasi antara satu bagian dengan bagian lainnya.

Kata kunci: Tingkat kematian pedet, pertumbuhan pedet, Sistem managemen, sapi Bali.

ABSTRACT :

A study was conducted to know the level of mortality and growth rate of calf pre-weaning of Bali cattle. Calf management have done with two management systems, that is, 1) calf management with concentrate ration from local materials (intensive management), and 2) management without concentrate as comparator, which in a general way done by the farmer community (existing management). The result showed that Improvement of management at the calf pre-weaning period can be able : 1) to decrease the calf mortality level upon of 9.0%, 2) to improve the growth rate significantly, that is, increasing of 50% for body weight, and

14 – 20% for body measurements in comparison with existing management, 3) the change of growth and body measurements rate in management with ration quality intervention at calf pre-weaning have variation between one character and others.

Key Words : Pre-weaning mortality, growth rate, management system, Bali cattle

PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH YANG DIBERI SILASE COMPLETE FEED BERBAHAN BAKU LIMBAH PERTANIAN

Ambo Ako, F. Maruddin, Jamila, dan S. Baba Fakultas/Jurusan : Peternakan/

ABSTRAK :

Persoalan pakan sapi perah di kabupaten Enrekang meliputi aspek kualitas, kuantitas dan kontiniutas suplai utamanya pada musim kemarau. Penanaman rumput gajah bersaing dengan sektor lainnya serta mengancam kelestarian lingkungan jika ditanam di tanah miring. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui produksi dan kualitas susu sapi perah yang diberi pakan complit dari limbah pertanian. Metode yang digunakan adalah menginventarisir semua limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Analisis proksimat dilakukan guna mengetahui nilai nutrisi bahan pakan dan menjadi dasar menyusun formulasi complete feed. Hasil formulasi complete feed diuji secara in vitro dan in vivo dan membandingkannya dengan perlakuan petani. Parameter yang diukur meliputi produksi susu (produksi per hari) dan kualitas susu (lemak, mineral, protein dan residu pestisida). Hasil penelitian menunjukkan bahwa complete feed di daerah sentra terdiri dari sumber serat berupa jerami padi dan jerami jagung, sumber protein berupa bungkil kelapa dan ampas tahu dan sumber energi berasal dari dedak dan bungkil jagung. Di daerah non sentra, sumber serat menggunakan jerami jagung, limbah kol dan wortel, dan kulit kopi. Sumber energi menggunakan dedak padi, jagung dan ubi jalar. Sumber protein menggunakan bungkil kelapa dan ampas tahu. Complete feed yang disusun tidak menghasilkan jamur, baunya asam harum, warna coklat kekuningan

sesuai warna asli bahan pakan, bakteri asam laktat 1,1-6 x 10 7 , pH 3,4-3,8 kadar protein 13,8%, Serat Kasar 31,22% dan BETN 39,65%. Secara umum complete feed yang diproduksi memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Penerapan complete feed menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal konsumsi pakan namun produksi susu, kadar laktosa, kandungan protein, Ca, dan P dari sapi yang diberi perlakuan complete feed limbah sayur dan jerami nyat lebih tinggi dibanding kontrol. Dengan demikian, pemberian complete feed dari limbah pertanian khususnya limbah sayur dan tanaman pangan lebih baik dibanding perlakuan masyarakat selama ini.

Kata kunci: Complete feed, dangke, limbah sayur, sapi perah, enrekang

KERAGAMAN GEN PITUITARY TRANSCRIPTION FACTOR (PIT-1 LOKUS PSTI) PADA POPULASI KAMBING LOKAL DI PROVINSI SULAWESI SELATAN YANG DIIDENTIFIKASI DENGAN TEKNIK PCR-RFLP (RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISMS)

M.I.A. Dagong 1,2# , L. Rahim 1# , Sri Rachma A.B 1# , K.I. Prahesti 3# dan N. Purnomo 4

Fakultas/Jurusan : Peternakan/

ABSTRAK :

Salah satu kandidat gen yang diyakini memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan ternak adalah gen pituitary transcription factor 1 (Pit-1). Ekspresi gen Pit-1 sangat penting untuk beberapa proses regulasi pertumbuhan dalam tubuh ternak seperti kemampuan survival normal, differensiasi dan perkembangan tiga tipe sel adenohypophysis yakni somatotrop, laktotrop dan thyrotrop. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen Pit-1 pada populasi kambing lokal yang ada di Sulawesi Selatan. Total 119 sampel kambing yang terbagi atas kambing Marica, Kacang dan Peranakan Ettawa (PE) yang dikoleksi dari tiga lokasi yakni Kabupaten Jeneponto, Maros dan kota Makassar. Adapun metode yang digunakan untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen Pit-1 dengan menggunakan teknik PCR-RFLP dengan enzim restriki PstI. Frekuensi gen dan alel, heterosigositas dan kesetimbangan Hardy Weinberg pada lokus Pit-1|PstI dihitung dengan menggunakan software PopGen32 ver 1.3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokus Pit-1|PstI diidentifikasi dua alel dari hasil pemotongan situs enzim restriksi PstI yang menghasilkan dua fragmen potongan DNA dengan panjang 370 pb dan 80 pb dari panjang produk PCR awal sekitar 450 pb, alel T yang tidak terpotong (450 pb), sedangkan alel C adalah fragmen produk PCR yang terpotong oleh enzim (370 dan 80 pb). Alel T merupakan alel yang paling umum dengan frekuensi di total populasi sebesar 0.76 sedangkan alel C hanya sekitar 0.24. Sebaran alel pada populasi kambing Marica yang paling umum adalah alel T (0.95) sedangkan alel C adalah alel langka dengan frekuensi (0.05), sedangkan pada populasi Kacang dan PE frekuensi alel T masing masing adalah 0.71 dan 0.67 dan alel C masing-masing 0.29 dan 0.33. Variasi genetik yang ditemukan pada gen Pit-1 lokus PstI dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya untuk mencari hubungan keragaman tersebut dengan sifat pertumbuhan dan kualitas karkas pada kambing lokal.

Kata kunci: Keragaman Genetik, Gen Pit-1, Lokus PstI, PCR-RFLP, Kambing Lokal

IDENTIFIKASI KAPASITAS PETERNAK DALAM ADOPSI TEKNOLOGI UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG YANG TERINTEGRASI DENGAN PADI

Agustina Abdullah, M.Aminawar, A.Hamid Hoddi, Hikmah M.Ali, Jasmal A.Syamsu Fakultas/Jurusan : Peternakan/

ABSTRAK :

Penelitian bertujuan untuk mengindentifikasi kapasitas peternak dalam pengembangan sapi potong yang terintegrasi dengan padi untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang ada yaitu limbah jerami padi dan kotoran ternak agar memiliki nilai tambah melalui inovasi teknologi pengolahan dan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas usaha. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan petani peternak sebagai responden secara acak yang dihitung berdasarkan Slovin (Umar, 1997), dengan jumlah responden 160 orang peternak. Data penelitian dikumpulkan dengan melakukan survey dengan menggunakan teknik pengumpulan yaitu wawancara menggunakan kuesioner, focus group discussion, serta wawancara secara mendalam (indepth study) kepada beberapa informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum petani (90% petani responden) telah mengetahui teknologi dalam pengelolaan usahatani padi yaitu teknologi pengolahan tanah, benih bermutu, penanaman, penanganan hama, pemupuan dan pascapanen. Tingginya tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi, sejalan dengan tingkat penerapan yang juga tinggi yaitu lebih dari 65% peternak yang mengetahui teknologi, melakukan penerapkan teknologi teknologi tersebut dalam pengelolaaan usaha tani padi. petani peternak lebih dari 60% dari jumlah responden membutuhkan teknologi pengolahan kotoran ternak feses dan urine menjadi biogas, pupuk cair dan pupuk kompos/kandang. Walaupun demikian, ternyata petani peternak belum mengetahui dengan baik tentang teknologi tersebut. Hal ini terlihat jumlah petani peternak yang mengetahui teknologi masih rendah yaitu teknologi biogas 28,8%, teknologi pupuk cair 30,6%, teknologi pupuk kompos 46,9%. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan dan optimalisasi penerapan teknologi pengelolaan usahatani padi dan sapi potong serta pengolahan limbah padi dan limbah ternak sapi menjadi produk pakan, pupuk dan biogas di tingkat peternakan rakyat.

Kata kunci: Kapasitas peternak, adopsi integrasi, sapi potong, padi, teknologi

GANGGUAN REPRODUKSI PADA TERNAK SAPI BALI YANG DIPELIHARA OLEH PETERNAK SKALA KECIL (A preliminary study)

Muhammad Yusuf 1 , Abd. Latief Toleng 1 , Hasbi 2 , Siti Nurlaelah 3 Fakultas/Jurusan : Peternakan/

ABSTRAK :

The objective of this study was to investigate the incidence of reproductive disorders in Bali cattle. The study was conducted in Bantaeng Regency; South Sulawesi Province. A total of 111 Bali cattle both heifers and cows from three different villages were examined in the present study. Clinical examination by palpation per rectum and vaginoscopy was conducted to determine the reproductive status. Trans-rectal palpation of the genitalia was performed to assess ovarian structures and uterine conditions. The results of this study showed that out of 111 animals, there was 36.9% became pregnant after repeated inseminations or with natural mating, and the others (63.1%) were not pregnant due to various statuses. Of the 70 animals that did not become pregnant, 13.5% were normally cyclic, and 0.9% each had normal cyclicity, however they were suffering from nymphomania and metritis, respectively. The remaining 47.7% animals were suffering from inactive ovaries. The incidences of inactive ovaries within 85 days and beyond 85 days after calving were 47.3% and 72.7%, respectively. In conclusion, high incidence of reproductive disorders was found in Bali cattle. Inactive ovaries were the major reproductive disorders in Bali cattle, and in turn, delayed the onset of estrus and subsequently reduced reproductive performance.

Kata kunci: Bali cattle, reproductive disorders, inactive ovaries, reproductive performance.