Bidang Kajian Ilmu Kelautan dan Perikanan STUDY OF DENSITY AND COVERING SEAGRASS AT SPERMONDE ARCHIPELAGO
1. Bidang Kajian Ilmu Kelautan dan Perikanan STUDY OF DENSITY AND COVERING SEAGRASS AT SPERMONDE ARCHIPELAGO
STUDI KERAPATAN DAN PENUTUPAN JENIS LAMUN DI KEPULAUAN SPERMONDE Abdul Haris 2 dan Benny Audi Jaya Gosari 1 ,
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRACT :
Study of density and covering seagrass at Spermonde Archipelago was carried out during May 2012 until November 2012. The study included density and percentage cover. Namely 7 species of seagrasses Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis and H. minorwere collected at Spermonde Archipelago. Enhalus acoroides was recorded as the most dominant species and Syringodium isoetifolium was the limit species at Bone Batang Island in the study areas but only at Samalona Island was not found. Density varied from 185 to 830 shoots m -2 for dominant species and only 35 shoots m -2 for limit species. However the highest vegetated of seagrass occurred in Bone Batang Island with 80 per cent of coverage and the lowest vegetated of seagrass occurred in Lae-lae and Lanjukang Island with 10 per cent of coverage.
Key Word : Density, covering, seagrass,Spermonde Archipelago
PEMETAAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN CAKALANG PERIODE APRIL-JUNI 2012 DI TELUK BONE MENGGUNAKAN DATA SATELIT REMOTE SENSING: SEBUAH STUDI PENDAHULUAN MAPPING POTENTIAL FISHING ZONES FOR SKIPJACK TUNA (KATSUWONUS PELAMIS) DURING APRIL-JUNE 2012 IN BONE BAY USING SATELLITE REMOTE SENSING DATA: A PRELIMINARY STUDY
Mukti ZainuddinSt. Aisjah Farhum, Najamuddin, M.A. Ibnu Hajar Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRAK :
Satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi sistematis tentang kondisi oseanografi. Penelitian ini bertujuan memetakan zona potensial penangkapan ikan (ZPPI) cakalang di Teluk Bone selama April-Juni 2012 menggunakan citra suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a yang dikombinasikan dengan data penangkapan pole and line. ZPPI dipetakan menggunakan teknik sistem informasi geografis yang dikonstruksi dari hasil analisis fungsi distribusi kumulatif empiris dan generalized additive model (GAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama bulan April-Juni di Teluk Bone, ZPPI cenderung berada pada area 120.5-121.5° BT dan 3.5-5° LS. Lokasi dengan nilai Catch per unit effort (CPUE) yang tinggi tersebut diindikasikan dengan kondisi SPL dan konsentrasi klorofil-a masing-masing antara 28.75-31.5° C dan antara
0.10 dan 0.2 mg m -3 . Kombinasi nilai preferensi faktor oseanografis tersebut diduga kuat merefleksikan kondisi kelimpahan makanan yang cukup tinggi dimana zona tersebut pada gilirannya menjadi daerah tempat berkumpulnya gerombolan ikan cakalang dan menjadi zona target bagi penangkapan pole and line di Teluk Bone.
Key Word : Ikan cakalang, preferensi data oseanografi satelit, ZPPI, Teluk Bone
ABSTRACT :
Satellite remote sensing provides systematically important information on oceanographic conditions. Sea surface temperature (SST) and sea surface chlorophyll-a concentration (Chl-a) derived from Aqua/ Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) data together with skipjack catch data during April-June 2012 were used to map potential fishing zones for skipjack tuna in the Bone Bay. Geographic information system was then employed to map out of the potential fishing zones generated by non-linear model (Generalized Additive Model/GAM) and the empirical cumulative distribution function (ECDF) analyses. Results indicated that the highest catch per unit efforts (CPUE) mostly occurred in areas of 120.5-121.5° E dan 3.5-5° S. These areas were significantly associated with SST and chlorophyll-a concentrations ranged from 28.75- 31.5°C and 0.10 - 0.20 mg m -3 , respectively. The locations of occurrence of the preferred oceanographic factors suggested the area where feeding opportunity for skipjack schools enhanced and then provided potential fishing grounds for pole and line fishery in Bone Bay.
Key Word : Skipjack tuna, satellite remote sensing data, preferred oceanographic conditions, potential fishing zones, Bone Bay
KONDISI EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU PANNIKIANG, KABUPATEN BARRU
Muhammad Anshar Amran, Inayah Yasir, Amir Hamzah, Muhammmad Banda Selamat, Andi Niartiningsih Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRAK :
Pulau Pannikiang adalah salah satu pulau yang berada di Kabupaten Barru yang masih ditumbuhi mangrove. Ekosistem mangrove di pulau tersebut mempunyai sifat khas tertentu dibandingkan dengan ekosistem mangrove lainnya di Sulawesi Selatan, yakni menjadi tempat bersarang ribuan kelelawar. Oleh karena itu, keberadaan ekosistem mangrove di Pulau Pannikiang menjadi sangatlah penting bagi siklus bio-ekologis di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi ekosistem mangrove berdasarkan kerapatan vegetasi yang dianalisis dari citra Landsat ETM+ serta menginventarisasi jenis-jenis mangrove dan makrofauna yang hidup di Pulau Pannikiang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei menggunakan data penginderaan jauh dengan analisis digital dan survei lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerapatan pohon mangrove di Pulau Pannikiang dalam kondisi baik dan sangat padat dengan tutupan tajuk yang lebat. Luas tutupan mangrove di Pulau Pannikiang mencapai 89,01 hektar yang meliputi 87,45 % lahan di pulau tersebut. Jenis-jenis mangrove dan makrofauna yang hidup di Pulau Pannikiang sangat beragam.
Key Word : Ikan cakalang, preferensi data oseanografi satelit, ZPPI, Teluk Bone
PENGEMBANGAN METODE MULTIKRITERIA BERBASIS SIG UNTUK ZONING KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Ahmad Faizal 1) , Chair Rani 1) , Natsir Nessa 1) , Jamaluddin Jompa 1) dan Rohani Ambo-Rappe 1) Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Ilmu Kelautan
ABSTRAK :
Salah satu kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi kerusakan ekosistem di wilayah laut dan pesisir adalah dengan adanya regulasi PP No. 60 tahun 2007 dan PermenKP No 30/2010 tentang zonasi kawasan konservasi perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh setiap parameter kesesuaian Kawasan Konservasi Perairan, Menyusun bobot setiap parameter dengan menggunakan salah satu metode MCDM, dan Analisis spasial berbasis SIG dengan mengembangkan metode MCDM untuk penentuan Kawasan Konservasi Perairan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode penginderaan jauh, analisis spasial, analisis multikriteria dan survei lapangan dalam satu konsep yang integral yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh setiap parameter dalam penentuan setiap kawasan berbeda antara untuk setiap zona. Dimana bobot zona inti untuk masing- masing parameter yaitu; pemijahan 0,26; keberadaan biota endemik 0,20; Biodiversity 0,19; kealamian ekosistem 0,09; keaslian perairan 0,06; luas ekosistem 0,07; dan fungsi plasma nutfah 0,13. Bobot zona perikanan berkelanjutan untuk masing-masing parameter yaitu; Nilai konservasi 0,32; Karakteristik wilayah yang multifungsi 0,20; Biodiversity 0,22; Kondisi ekosistem 0,12; luas ekosistem 0,07 dan keterwakilan biota ekonomis 0,07 Bobot zona pemanfaatan masing-masing parameter yaitu ; Daya tarik 0,37; luas ekosistem 0,22; karakter lokasi yang mendukung pendidikan dan penelitian 0,17 dan kondisi ekosistem 0,24.
Key Word :Multikriteria, Sistem Informasi Geografis, Kawasan Konservasi Perairan, Peraitan Makassar
ABSTRACT :
Some of the policy of Indonesian Government in overcoming the damage to marine and coastal ecosystems are PP. No. 60/2007 about Marine Conservation Area (MPA) and Permen KP No. 30/2010 concerning the zoning of the MPAs. The ambitious target of Indonesian government by 2020 is to have 20 million hectares of MPAs. Ironically, policy has not been accompanied by a detailed guideline in determining zoning to achieve the target.The purpose of this study was to determine which parameter suitable for Marine Conservation Area, rank the parameter by using MCDM (Multicriteria Decision Making) methods, and analyse spatially based on GIS (Geographical Information System) to develop the MCDM method for the determination of Marine Conservation Area. A combination of remote sensing, spatial analysis, multicriteria analysis and field survey was used integratively in this study. The outputs of this study are a scientific method of development of GIS-based MCDM and a technical guidance in determination MPA, particularly in the zoning aspect. The results showed the influence of each parameter in the determination of each region was different for each zone. The weight of each parameter for the core zone were spawning 0.26; existence of endemic biota 0.20; biodiversity 0.19; ecosystem naturalness 0.09; ecosystem authenticity 0.06; the wide of ecosystem 0.07, and genetic resources function 0.13. The weight of each parameter for the zone of sustainable fisheries were conservation value 0.32; multifunctionality of the region 0.20; biodiversity 0.22; ecosystem condition 0.12; the wide of ecosystem 0.07; representativeness of economically valuable organisms 0.07. Weight of each parameter for utilisation zone were attractiveness 0.37; the wide of ecosystem 0.22; characters locations in supporting education and research 0.17; and ecosystem condition 0.24.
Key Word : Multikriceria, Geographic Information System, Marine Conservation Area, Makassar Islands
STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN IKAN TERBANG MELALUI PENDEKATAN EKOSISTEM DI SELAT MAKASSAR (SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI BARAT) ECOSYSTEM BASED MANAGEMENT STRATEGY FOR FLYING FISH OF MAKASSAR STRAIT (SOUTH AND WEST SULAWESI)
Syamsu Alam Ali 1 , Dewi Yanuarita Satari 1 , Abdul Rahim Hade 1
dan Hadiratul Kudsiah 1 Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Manajemen Sumber Daya Perairan
ABSTRAK :
Ikan terbang memiliki nilai sosial ekonomis penting terutama telurnya sebagai komoditi eksport. Ikan ini telah mengalami kemerosotan di Selat Makassar sejak tahun 1980 karena penangkapan berlebihan dan pengelolaan belum berjalan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan status keberlanjutan, merumuskan strategi pengelolaan ikan terbang. Aplikasi statistik yang digunakan adalah Rap Flying Fish modifikasi Rap-Fish (Rapid Appraisal for Fisheries Sustainability) dan AHP (analytical hierarchy process). Hasil penelitian menunjukkan indeks keberlanjutan tertinggi adalah dimensi habitat dan ekosistem 80,60 persen (sangat baik), kemudian dimensi ekonomi 60,90 persen (baik), dimensi sosial 52,95 persen (baik), dimensi kelembagaan 52,29 persen (baik), dan indeks keberlanjutan paling rendah adalah dimensi summberdaya ikan 41,43 persen (buruk) dan teknologi penangkapan 33,78 persen (buruk). Secara multi dimensi indeks keberlanjutan pengelolaan ikan terbang saat ini 49,213 persen tergolong buruk atau mendekati baik. Strategi pengelolaan yang perlu dilakukan adalah perbaikan teknologi penangkapan seperti membatasi fishing capacity dan effort, membatasi panjang jaring, mata jaring, dan jumlah bale-bale. Strategi perbaikan populasi sumberdaya ikan dengan cara pengkayaan stok penebaran rumpon untuk melindungi ikan agar ikan dapat berkembang biak dengan aman, dan mencari daerah-daerah penangkapan baru.
KeyWord : Ikan terbang, indeks keberlanjutan, status keberlanjutan, dan strategi pengelolaan.
ABSTRACT :
The eggs of flying fish have a social and economic importance as export commodity. In Makassar Strait the production of this fish has been detected to be decreasing since the 80s due to overfishing and bad management regime. Fishing is an entity of a complex system, multidimensional, faces uncertain conditions and is hard to predict hence it is necessary to be cautious when managing it. One of FAO recommendations for fisheries management approach is based on the ecosystem. The dimensions used for ecosystem-based management are: habitat and ecosystem, fisheries resources, technology, social, economy, and institution. This research aims at describing the flying fish sustainability status and formulating its management strategy. The application of statistic multi dimension scall used in this research is the modified Flying Fish Rap-Fish (Rapid Assessment Techniques for Fisheries).Results show that the highest sustainability index is for the habitat and ecosystem dimension with 80.60% (very good), followed by good categories for economic 60.90%, social 52.95% and institution 52.29%. The lowest sustainability indexes or bad categories are for fish resources 41.43% andfishing technology 33.78%. Multi-dimensionally, the present management status for the flying fish has sustainability index of 49.21% (bad to good). The two dimensions that need management intervention therefore are the fishing technology and fish resources. The strategies for improving the fishing technology are: preventing the modification of ecosystem unfriendly fishing gear, re- campaining the “pakkaja” (fish floating trap) as the hand-downed local wisdom and eco-soundly fishing trap, research on sustainable fishing techniques, limiting the fishing capacity and effort by limiting the length of
ANALISIS PENGEMBANGAN SILVOFISHERY UNTUK BUDIDAYA KEPITING BAKAU PADA KAWASAN MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN PANGKEP ANALYSIS OF SYLVOFISHERY DEVELOPMENT FOR MUD CRAB CULTURE IN THE MANGROVE REGION AT PANGKEP REGENCY COASTAL
Muh. Yusri Karim 1 , Siti Aslamyah 2 , Zainuddin 3 , Rustam 4 dan Mukhlis Syam 5 Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Perikanan
ABSTRAK :
Silvofishery adalah salah satu konsep pengelolaan sumberdaya pesisir yang mengintegrasikan konservasi mangrove dengan budidaya air payau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor bio-fisik kimia lingkungan mangrove di wilayah pesisir kabupaten Pangkep sebagai lokasi budidaya kepiting bakau pola silvofishery serta mengkaji kemungkinan pengembangannya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Nopember 2012 pada kawasan mangrove di pesisir Kabupaten Pangkep pada 5 lokasi yaitu: Tekolabbua, Pundata Baji, Kanaungan, Bawasalo dan Tamarupa. Analisis tanah dan kualitas air dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan dan Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Ada dua jenis data utama yang dikumpulkan, yaitu data primer dan sekunder. Data yang diperoleh dianalisis dengan pembobotan/skoring dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter fisika kimia air, fisika kimia tanah dan kerapatan mangrove layak sebagai lokasi budidaya kepiting bakau dan terdapat 2 lokasi di kawasan mangrove daerah pesisir Kabupaten Pangkep yang memiliki kategori sangat sesuai (S1) yakni Tekolabbua dengan nilai 79,25% dan Bawasalo 78,00%, dan 3 lokasi cukup sesuai (S2) yakni Pundata Baji dengan nilai 60,00%, Kanaungan 68,00% dan Tamarupa 66,00%.
KeyWord : Silvofishery, kepiting bakau, mangrove
ABSTRACT :
Silvofishery is one concept that integrates the management of coastal mangrove conservation with brackish water aquaculture. This study aims to analyze the factors of physical bio-chemical environment of coastal mangrove Pangkep district as mud crab farming location silvofishery patterns and examine the possibility of development. The study was conducted from July to November 2012 in the mangrove areas in coastal districts Pangkep at 5 locations namely: Tekolabbua, Pundata Baji, Kanaungan, Bawasalo and Tamarupa. Analysis of soil and water quality conducted on Water Quality Laboratory, Department of fisheries, Faculty of Marine Science and Fisheries and Soil Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Hasanuddin, Makassar. The approach used in this study is a survey method. There are two main types of data collected, namely primary and secondary data. Data were analyzed by weighting / scoring and SWOT analysis. The results showed that the physical parameters of water chemistry, physical chemistry and density of land as a viable mangrove mud crab farming location and there are 2 locations in coastal mangrove areas Pangkep District has very appropriate category (S1) that is Tekolabbua with value 79.25% and Bawasalo 78 , 00%, and 3 locations are reasonably fit (S2) ie Pundata wedge with a value of 60.00%, 68.00% and Tamarupa Kanaungan 66.00%.
Key Word : Silvofishery, mud crab, mangrove
PENGGUNAAN RANGKA KARANG KERAS PORITES LUTEA UNTUK MONITORING PENCEMARAN LOGAM BERAT PB, CD, CU DAN HG DALAM PERAIRAN LAUT USING HARD CORAL PORITES LUTEA FRAMEWORK FOR MONITORING HEAVY METAL POLLUTION OF PB,
CD, CU AND HG AT SEA WATERS Muh. Farid Samawi 1 , Shinta Werorilangi 2 , Rahmadi Tambaru 3
dan Aida A. Husain 4 Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Kelautan
ABSTRAK :
Pertumbuhan karang keras Porites lutea ditandai dengan pembentukan rangka kapur. Yangmana pada peristiwa tersebut turut mengendapkan unsur-unsur pencemar kedalam rangka kapur. Karang keras memiliki lingkaran tahunan, sehingga dapat digunakan untuk memberikan informasi kondisi pencemaran logam berat di perairan laut pada kurun waktu tertentu.. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pencemaran logam berat Pb, Cd, Cu dan Hg menggunakan rangka Porites lutea pada perairan pulau yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan dengan Porites lutea sebagai sampel. Parameter yang diukur parameter oseanografi,logam berat dalam air, lingkar tahun rangka dan akumulasi logam berat. Hasil parameter oseanografi seperti suhu, salinitas,kekeruhan, pH dan oksigen terlarut berada di bawah baku mutu, hanya TSS dan logam berat dalam air di atas baku mutu. Hasil memperlihatkan terdapat perbedaan konsentrasi logam berat pada lingkar tahun Porites lutea dalam kurun waktu 15 tahun.
KeyWord : Monitoring pencemaran laut, logam berat, Porites lutea
ABSTRACT :
Growth of hard coral Porites lutea characterized by the formation of the skeleton of lime. Which was the incident helped precipitate the contaminant elements into the skeleton of lime. Hard coral has an annual cycle, so it can be used to provide information on the condition of heavy metal pollution in marine waters at a certain time .. The purpose of this study was to determine the heavy metal pollution of Pb, Cd, Cu and Hg using the skeleton of Porites lutea at different island waters. This study uses a field survey with a sample of Porites lutea. Parameters measured oceanographic parameters, heavy metals in water, in order to ring and heavy metal accumulation. The results of oceanographic parameters such as temperature, salinity, turbidity, pH and dissolved oxygen under the quality standard, only TSS and heavy metals in the water above the standard. The results show there are different concentrations of heavy metals in the ring in Porites lutea in the past 15 years.
KeyWord : Monitoring marine pollution, heavy metals, Porites lutea
ANALISIS HASIL TANGKAPAN BAGAN TANCAP BERDASARKAN KARAKTERISTIK EKOSISTEM DISEKITARNYA DALAM MENUNJANG PERIKANAN BERTANGGUNGJAWAB FISH CATCH ANALYSIS OF FIXED-TYPED LIFTNET BASED ON THE CHARACTERISTICS OF SURROUNDING
ECOSYSTEM IN SUPPORTING RESPONSIBLE FISHERIES M.Kurnia*, A.Nelwan, Sudirman, Y.N.Indar dan M.Palo
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Perikanan
ABSTRAK :
Penelitian ini meliputi karakteristik jenis hasil tangkapan bagan tancap berdasarkan karakteristik ekosistem di sekitarnya. Dilaksanakan pada dari bulan Juli sampai Desember 2012 di Perairan Teluk Bone. Tujuannya untuk menganalisis total dan komposisi jenis hasil tangkapan berdasarkan karakteristik ekosistem di sekitarnya untuk mendukung perikanan bertanggung jawab. Pengumpulan data dilakukan setiap waktu hauling, dimana data total dan komposisi jenis hasil tangkapan yang tertangkap dilakukan penimbangan dan penyortiran setiap sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 29 spesies ikan yang tertangkap yang didominasi jenis ikan-ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan bagan tancap di sekitar ekosistem batu didominasi ketang-ketang (Scatophagus argus) 57% dan sebagian lainnya adalah ikan Gabel kalong (Platax teira) 1.7%, sedangkan di sekitar ekosistem padang lamun didominasi ikan Belanak (Mugil sp) 46,15% dnd sebagian lainnya adalah ikan teri (Spratelloides robustus) 1,54%. Hasil tangkapan untuk setiap hauling pada sekitar ekosistem padang lamun lebih baik dibanding ekosistem batu. Berdasarkan struktur ukuran, banyak hasil tangkapan yang berukuran kecil. Oleh karena itu disarankan agar ukuran mesh size diperbesar dari 0.5 cm ke
1.0 cm atau lebih. KeyWord : Monitoring pencemaran laut, logam berat, Porites lutea
ABSTRACT :
We discuss the characteristics of Fish Catch of Fixed-Typed Liftnet (Bagan Tancap) based on the characteristics of surrounding ecosystem. This research was carried out from September to December 2012 at Bone Bay waters. The objective of this research was to analysis the total and composition of fish catch based on the characteristics of surrounding ecosystem in supporting responsible fisheries. The data collection was at every hauling time, total and composition of fish catch was weighed and separated for every sampling. The result show that there where 29 fish species dominated small pelagic fishes. Fish catch in the surrounding ecosystem of stone was dominated by ketang-ketang (Scatophagus argus) 57% and partly was Gabel kalong (Platax teira) 1.7% while at the surrounding ecosystem of padang lamun was dominated by Belanak (Mugil sp) 46,15% and partly was teri (Spratelloides robustus) 1,54%. The catching results for every hauling at the surrounding ecosystem of padang lamun were better than at the surrounding ecosystem of stone. Based on the structure of size, a lot of fish catch are small. Therefore, it is suggested that the size of the mesh size increased from 0.5 cm to 1.0 cm or more.
KeyWord : Bagan Tancap, fish catch composition
PEMANFAATAN EKSTRAK RUMPUT LAUT Caulerpa racemosa SEBAGAI BIOKONTROL PENYAKIT INFEKSI PADA ORGANISME BUDIDAYA
Elmi Nurhaidah Zainuddin 1,2), Rajuddin Syamsuddin 1), Hamzah Sunusi 1), Abustang 1), Asmi Citra Malina 1), Andi
Aliah Hidayani 1) , Huyyirnah 1) Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Perikanan
ABSTRAK :
Semakin banyak permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan antibiotik sintetik membuat perlu penelitian tentang potensi rumput laut Caulerpa racemosa sebagai biokontrol (antibiotik alami) dalam pengendalian penyakit infeksi pada organisme budidaya. Metode yang digunakan terdiri dari: 1. Ekstraksi C.
racemosa secara berkesinambungan dengan pelarut n-heksana, etil asetat, metanol, dan metanol/H 2 O menggunakan stirer; 2. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak C. racemosa terhadap 7 strain bakteri patogen dengan metode difusi agar; 3. Pengujian sitotoksisitas ekstrak C. racemosa dengan brine shrimp lethality test (BSLT); 4. Penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak aktif C. racemosa dengan metode difusi agar; 5. Deteksi senyawa antibakteri ekstrak aktif C. racemosa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)- bioautografi. Hasil pengujian membuktikan bahwa hanya ekstrak n-heksana, ekstrak metanol dan ekstrak
metanol/H 2 O yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh ekstrak metanol/H 2 O terhadap strain Vibrio harveyi BPPBAP (Ø zona hambat 20,7 mm) disusul ekstrak metanol/H 2 O dan ekstrak metanol terhadap strain Vibrio harveyi FIKP dengan diameter zona hambat masing- masing 20,0 mm. Hasil uji sitotoksisitas memperlihatkan hanya ekstrak n-heksana yang bersifat toksik, namun dalam tingkatan yang rendah, dengan LC 50 = 874,3 ppm, sementara ke-3 ekstrak lainnya tidak bersifat toksik (LC 50 >1000 ppm). Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak n-heksana terhadap Vibrio harveyi BPPBAP (15,625 ppm) lebih tinggi dari nilai KHM ekstrak metanol (<15,625 ppm). Hasil deteksi senyawa antibakteri ekstrak n-heksana terhadap Vibrio harveyi FIKP memperlihatkan zona hambat pada
noda dengan R f 0,68 berwarna hijau muda baik secara visual maupun pada UV 254, dan ekstrak metanol pada noda dengan R f .0,74 (kuning kehijauan) dan R f 0,86 (hijau muda) pada UV 254 dan 366. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ekstrak Caulerpa racemosa berpotensi sebagai biokontrol (antibakteri alami) penyakit infeksi pada organisme budidaya. Agar penggunaannya di lapangan aman dan ramah lingkungan, perlu penelitian lebih lanjut secara in vitro dan in vivo di laboratorium maupun di lapangan.
KeyWord : Caulerpa racemosa, biokontrol, bakteri patogen, organisme budidaya perairan
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA CARA PENANGKAPAN, FASILITAS DAN CARA PENANGANAN IKAN DENGAN KUALITAS IKAN YANG DIHASILKAN ANALYSIS ON THE RELATIONSHIP BETWEEN FISHING TECHNIQUES, HANDLING FACILITIES AND METHODS, AND QUALITY OF THE RESULTED FISH
Metusalach, Kasmiati, Fahrul, and Ilham Jaya Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRAK :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara cara penangkapan, fasilitas penanganan, dan cara penanganan ikan dengan kualitas ikan yang dihasilkan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Takalar dan Barru menggunakan 4 jenis alat tangkap yaitu purse seine, cantrang, gillnet, dan bagan perahu. Sebanyak 5 jenis ikan tangkapan utama setiap alat/trip diukur mutunya melalui pengukuran pH daging dan penilaian organoleptik. Pengukuran dan penilaian dilaksanakan di atas kapal, di tempat pendaratan ikan (TPI) dan setelah pelelangan. Pengamatan juga dilakukan terhadap kondisi fasilitas penanganan ikan baik di kapal maupun di TPI, dan terhadap praktik penanganan ikan oleh nelayan di atas kapal dan oleh penangan ikan di TPI, lama waktu sejak ikan diangkat ke kapal sampai selesainya pelelangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH daging dan nilai organoleptik ikan menurun seiring bertambahnya waktu sejak ikan mati dan keduanya menunjukkan pola penurunan yang sama sampai pada tahap selesainya pelelangan. Lama waktu sejak ikan mati sampai selesai dilelang berkisar antara 1.45 – 8.98 jam. Namun demikian, mutu ikan masih baik sampai pada saat selesai pelelangan (pH<7 dan nilai organoleptik >7). Hampir semua ikan hasil tangkapan dalam penelitian ini tidak ditangani dengan es meskipun terdapat fasilitas yang baik untuk penanganan di atas kapal purse seine dan bagan perahu, serta di TPI. Secara sendiri-sendiri, variabel prediktor mutu yang diteliti tidak berpengaruh (p>0.05), tetapi secara komposit memberikan pengaruh signifikan (p<0.05) terhadap mutu ikan. Analisis regresi memperlihatkan bahwa 73.96% pengaruh terhadap mutu ikan dikontribusikan oleh cara penangkapan (purse seine, bagan perahu, cantrang) dan waktu transit ikan jika cara penangkapan tidak dikompositkan, sedang jika cara penangkapan dikompositkan (compounded) maka prediktor yang memberikan pengaruh sebesar 73.96% adalah cara penangkapan, cara penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI dan waktu transit ikan. Analisis PCA menunjukkan bahwa 52.52% dari kualitas ikan dipengaruhi oleh cara penangkapan dengan purse seine dan bagan perahu, fasilitas penanganan dan cara penanganan, sedangkan cara penangkapan dengan cantrang dan waktu transit ikan memberikan pengaruh sebesar 27.27% terhadap kualitas ikan.
KeyWord : Cara penangkapan, fasilitas, penanganan, ikan, kualitas, PCA
ABSTRACT :
The research was aimed at determining the relationship between fishing techniques, handling facilities, handling methods, and the quality of the fish catched. The research was carried out in the district of Takalar and Barru using four types of fishing gears, i.e. purse seine, cantrang (modified bottom trawl), gillnet and boat-liftnet with five units of each fishing gears as replicates. Five species of dominant catches from each unit of fishing gears were taken as samples for quality determination (measurement of meat pH and organoleptic evaluation). The quality of the fish was determined on-board (soon after lifted), at landing sites (soon after landed), and soon after auction. The condition of handling facilities on-board, at landing sites and auction, and the methods of fish handling applied by the fishermen and the fish handler on-board, at landing sites and auction were evaluated. Fish transit time (time lapse) between the liftings of fish on board and the auction The research was aimed at determining the relationship between fishing techniques, handling facilities, handling methods, and the quality of the fish catched. The research was carried out in the district of Takalar and Barru using four types of fishing gears, i.e. purse seine, cantrang (modified bottom trawl), gillnet and boat-liftnet with five units of each fishing gears as replicates. Five species of dominant catches from each unit of fishing gears were taken as samples for quality determination (measurement of meat pH and organoleptic evaluation). The quality of the fish was determined on-board (soon after lifted), at landing sites (soon after landed), and soon after auction. The condition of handling facilities on-board, at landing sites and auction, and the methods of fish handling applied by the fishermen and the fish handler on-board, at landing sites and auction were evaluated. Fish transit time (time lapse) between the liftings of fish on board and the auction
KeyWord : Fishing techniques, facilities, handling, fish, quality, PCA
POTENSI APLIKASI IN SITU BIOMARKER DALAM BERBAGAI TINGKAT ORGANISASI BIOLOGIS KERANG HIJAU, Perna viridis UNTUK MENDETEKSI BAHAN PENCEMAR LOGAM IN SITU POTENTIAL APPLICATION OF BIOMARKERS IN SAME LEVELS OF BIOLOGICAL ORGANIZATION OF
GREEN MURSEL, Perna viridis FOR DETECTION OF METAL POLLUTANTS Khusnul Yaqin *+ , Joeharnani Tresnati * , Bachrianto Bachtiar * , Lodewyk S. Tandipayuk * , Sri Wahyuni *
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Perikanan
ABSTRAK :
Monitoring bahan pencemar secara klasik memunyai berbagai kelemahan. Kelemahan itu dapat diatasi oleh konsep biomonitoring dengan menggunakan biomarker. Hal ini karena respon bilologis suatu organisme atau biomarker terhadap bahan pencemar akan termanifestasikan secara kontinum pada berbagai level integritas biologis. Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis biomarker yaitu biomarker pada tingkat tingkah laku (filtration rate), fisiologi (produksi bisus), morfologi (Condition Index/indeks kondisi), dan histologi. Kerang hijau, Perna viridis dikumpulkan dari perairan Mandalle, Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Setelah itu kerang ditempatkan atau ditransplantasi di beberapa lokasi di perairan Makassar, yaitu perairan Hotel Pantai Gapura, Pulau Lae-Lae, dan Pulau Samalona selama 1 minggu dengan menggunakan wadah dan botol plastiK. Kemudian kerang dibawa ke laboratorium untuk dilakukan beberapa pengukuran; laju filtrasi, produksi bisus, indeks kondisi, histologi dan kandungan logam plumbum (Pb) dan kadmium (Cd). Hasil pengukuran dan analisis statistik menjukkan bahwa laju filtrasi kerang hijau yang ditransplantasi di beberapa lokasi tidak berbeda nyata (p > 0,05). Rata-rata laju filtrasi kerang di perairan Hotel Pantai Gapura, Pulau Lae-Lae dan Samalona masing-masing yaitu 194,56, 162,65, dan 204,69 ml/individu/jam. Rata-rata produksi bisus kerang 45,74, 38,12, 40,64 cakram/individu/hari masing untuk kerang yang ditransplantasi di Hotel Pantai Gapura, Pulau Lae-Lae dan Samalona. Dari hasil analisis statistik, produksi bisus ini tidak berbeda nyata antara satu tempat dengan tempat yang lainnya (p > 0,05). Indeks kondisi kerang hijau menjukkan adanya perbedaan yang nyata (p < 0,05) antara kerang yang ditempatkan di perairan Pulau Samalona dengan kerang yang ditransplantasi di Hotel pantai Gapura dan Pulau Lae-Lae. Perbedaan ini diduga lebih disebabkan oleh faktor di luar bahan pencemar seperti ketersediaan makanan. Indeks kondisi untuk kerang dari Hotel Pantai Gapura, Pulau Lae-Lae dan Samalona masing-masing yaitu 0,059, 0,049 dan 0,040. Kerusakan histologis yang terjadi pada kerang hijau yaitu, rusaknya epitel, otot dan glandula baik pada kaki maupun mantel yang tampak relatif seragam di antara kerang yang ditransplantasi di perairan Makassar. Kerusakan ini sebagian besar mungkin disebabkan oleh kerusakan bawaan yang dialami kerang di tempat asalnya yaitu perairan Mandalle. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa biomarker yang digunakan belum menunjukkan kemampuannya dalam mendeteksi efek bahan pencemar yang terdapat di perairan Makassar, bila durasi pemaparan sentinel organism hanya 1 minggu.
KeyWord :Biomonitroing, biomarker, kerang hijau, laju filtrasi, produksi bisus, kondisi indeks, histologi
ABSTRACT :
There are some disadvantages of classical monitoring for aquatic pollutions that can be addresesed by biomonitoring using biomarkers. It is due to the ability of biomarkers provides manifestation of continuum effects of pllutants on some degress of biological integrities. This study used three levels of biomarkers such as behavior (filtration rate), physiology (byssus production), morphology (condition index) and histology level of green mussel, Perna viridis. The animals were hand-collected from Mandalle waters, Pangkajene There are some disadvantages of classical monitoring for aquatic pollutions that can be addresesed by biomonitoring using biomarkers. It is due to the ability of biomarkers provides manifestation of continuum effects of pllutants on some degress of biological integrities. This study used three levels of biomarkers such as behavior (filtration rate), physiology (byssus production), morphology (condition index) and histology level of green mussel, Perna viridis. The animals were hand-collected from Mandalle waters, Pangkajene
KeyWord : Biomonitroing, biomarker, green mussel, filtration rate, byssus production, condition indeks, histology.
ANALISIS STRUKTUR UKURAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) MENURUT MUSIM PENANGKAPAN, DAERAH PENANGKAPAN DAN METODA PENANGKAPAN DI PERAIRAN LUWU TELUK BONE SULAWESI SELATAN
SIZE STRUCTURE ANALYSIS OF SKIPJACK (KATSUWONUS PELAMIS) ACCORDING TO FISHING SEASON, FISHING GROUND, AND FISHING TECHNOLOGY AT LUWU WATERS GULF OF BONE, SOUTH SULAWESI
Achmar Mallawa, Musbir, Faisal Amir dan Assis Marimba Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Perikanan
ABSTRAK :
Ikan cakalang di perairan Teluk Bone telah dimanfaatkan oleh nelayan sejak lama dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap sehingga diduga telah terjadi pemanfaatan berlebihan dan penurunan kuantitas dan kualitas populasi. Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur ukuran ikan cakalang yang tertangkap menurut musim penangkapan, lokasi penangkapan, dan teknologi penangkapan ikan. Data yang digunakan berupa data primer seperti ukuran ikan, lokasi penangkapan, waktu penangkapan dan data skunder jenis alat tangkap yang digunakan nelayan, produksi tahunan, lokasi pendaratan ikan dan sebagainya. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan data skunder diperoleh dari instansi terkait. Data dianalisis secara deskriptif melalui perbandingan histogram dan uji t – student. Hasil penelitian menjelaskan bahwa (1) kisaran ukuran ikan yang tertangkap pada musim peralihan I, musim timur, musim peralihan II dan musim barat tidak jauh berbeda, namun ukuran ikan dominan dan panjang rata-rata ikan memperlihatkan perbedaan nyata,. (2) kisaran ukuran panjang ikan, ukuran ikan dominan dan panjang rata-rata ikan yang tertangkap di perairan pantai dan di perairan lepas pantai berbeda, di mana kisaran panjang ikan di perairan lepas pantai lebih luas dibanding kisaran panjang ikan perairan pantai, ikan- ikan dominan tertangkap di perairan pantai berukuran lebih besar dibanding ikan diperairan lepas pantai, dan panjang rata-rata ikan lebih tinggi dibanding ikan lepas pantai, (3) kisaran ukuran panjang, ukuran panjang ikan dominan tertangkap, dan panjang rata-rata ikan yang tertangkap di rumpon dan non rumpon berbeda. Ukuran ikan dominan dan panjang rata-rata ikan yang tertangkap di non rumpon lebih besar dibanding ikan yang tertangkap di rumpon, (4) kisaran ukuran panjang, ukuran panjang dominan tertangkap dan panjang rata-rata ikan ketiga alat tangkap berbeda. Ukuran ikan dominan tertangkap dan panjang rata- rata ikan tertangkap tertinggi pada pancing tonda, menyusul huhate dan payang. Ikan yang tertangkap payang ukurannya jauh lebih kecil dibanding pancing tonda dan huhate. Ukuran ikan dominan tertangkapan dan panjang rata-rata ikan tangkapan pancing tonda lebih besar dari huhate.
KeyWord : Ikan cakalang, struktur ukuran, musim, daerah dan teknologi penangkapan, Teluk Bone
TRANSPLANTASI SEBAGAI SALAH SATU METODE UNTUK RESTORASI LAMUN DAN MENINGKATKAN KETAHANAN LAMUN TERHADAP CLIMATE CHANGE
Mahatma Lanuru 1 , Amran Saru 1 , Supriadi 1 , dan Khairul Amri 1 Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Kelautan
ABSTRAK :
Salah satu ekosistem pantai utama di perairan tropis selain terumbu karang dan mangrove (hutan bakau) yang akan kena dampak besar dari perubahan iklim adalah ekosistem lamun (seagrass). Perubahan iklim diperkirakan akan menimbulkan efek negatif terhadap padang lamun karena peningkatan energi gelombang dan menyebabkan terjadinya perubahan arus yang menyebabkan terjadinya erosi sedimen pantai yang merupakan habitat lamun. Restorasi melalui transplantasi lamun merupakan salah satu strategi pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan untuk membantu pemulihan kerusakan lamun akibat perubahan iklim atau kerusakan lamun akibat gangguan lainnya. Pada penelitian ini diuji tiga metode transplantasi lamun, yaitu metode Sprig, metode Frame (TERFS) dan metode Staple pada areal penanaman (transplantasi) yang dilindungi Alat Pemecah Ombak (APO) dan tanpa APO untuk mencari mencari metode transplantasi lamun terbaik yang dapat memberikan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada kondisi gelombang dan arus yang kuat yang kemungkinan timbul akibat perubahan iklim. Lamun yang ditanam dengan menggunakan tiga metode transplantasi memperlihatkan adanya perbedaan nyata tingkat kelangsungan hidup. Metode Frame menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang paling tinggi baik pada areal yang dilindungi APO maupun pada areal tanpa perlindungan APO. Tingkat kelangsungan hidup lamun yang dilindungi dengan APO tidak berbeda nyata dengan tingkat kelangsungan hidup lamun tanpa APO pada tiga metode yang diuji. Hasil ini menunjukkan bahwa Alat Pemecah Ombak bambu yang digunakan dalam penelitian ini kurang efektif melindungi transplant (lamun yang di transplantasi).
DINAMIKA MASSA AIR LAUT PADA MUSIM BARAT PERAIRAN KOTA MAKASSAR DYNAMICS OF MASS ON SEA WEST SEASON CITY WATERS MAKASSAR
Abdul Rasyid Jalil, Nurjannah Nurdin, Andi Iqbal B, Muh. Hatta Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRAK :
Perairan Indonesia secara umum dipengaruhi oleh angin munson, bertiup pada arah yang berlawanan secara bergantian dalam satu tahun, yang dikenal dengan munson barat dan munson timur. Kota Makassar yang merupakan salah satu kawasan dari spermonde memiliki wilayah daratan dan juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau-pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau Sangkarang, atau disebut juga pulau-pulau Pabbiring, atau lebih dikenal dengan nama kepulauan Spermonde. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae, Pulau Lae-Lae kecil (gusung) dan Pulau Kayangan (terdekat). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pergerakan arus permukaan pada munson barat di perairan Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Desember 2012. Data citra yang digunakan adalah data akuisisi dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012 (2 tahun). Pengambilan data lapangan dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan September-Oktober 2012. Pola arus yang terjadi di laut lepas baik saat pasang maupun surut menunjukkan pola yang sama yakni dari utara dan terbagi menuju ke timur dan selatan. Arus ke timur terjadi di laut utara Pulau Barrang Lompo dengan kondisi arus semakin melemah menuju daratan Sulawesi dengan kecepatan 0,10 met/det. Sedangkan arus yang mengarah ke Tenggara dan Selatan dengan kecepatan 0,2 m/s dengan kondisi kecepatan arus semakin meningkat hingga di bagian selatan Pulau Langkai dengan kecepatan mencapai 0,5 m/s.
KeyWord : Pola Arus Permukaan, Munson Barat, Perairan Kota Makassar
ABSTRACT :
Indonesian waters generally are influenced by monsoon wind, blowing oppositely one by one in a year, are known by west monsoon and east monsoon. Makassar is one area of the spermonde has continent area and also islands area which can be seen along Makassar coast line. These islands are bundle of cooral reef islands as much as 12 islands, part of Sangkarang Islands Bundle or called Pabbiring Islands, or more popular are known as Spermonde Islands. These islands are Lajukang Island (Farthest), Langkai Island, Lumu-Lumu Island, Bonetambung Island, Kodingareng Lompo Island, Barrang Lompo Island, Barrang Caddi Island, Kodingareng Keke Island, Samalona Island, Lae-Lae Island, Small Lae-Lae (Gusung) and Kayangan Island (nearest). Purpose of this research was to determine the pattern of surface flow movement on West Monsoon of Makassar Waters. This research was conducted on May-December 2012. Image data which is used was from Acquisition data from Oktober 2011-Oktober 2012. The pattern of flow that occur on the open sea at high tide although low tide show the same pattern, those are from the north and divided into the east and west. The flow into the east occur on North Sea of Barrang Lompo Island with Condition of flow decreasing going into Sulawesi Continent with a speed 0,10 m/s. Whereas, the flow that move into southeast and south with a speed o,3 m/s with speed condition of flow increasing until the sotuh part of Langkai Island with a speed reach until 0,5 m/s.
KESESUAIAN EKOWISATA PANTAI ANALISIS KESESUAIAN BIOGEOFISIK UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA PANTAI DI KABUPATEN TAKALAR SUITABILITY OF THE COASTAL ECOTOURISM BIOGEOFISIK SUITABILITY ANALYSIS FOR DEVELOPMENT OF THE COASTAL ECOTOURISM AT TAKALAR
REGENCY Ambo Tuwo, Marzuki Ukkas, Ahmad Bahar, M. Rijal Idrus,
Esthe S. Manapa Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Kelautan
ABSTRAK :
Kabupaten Takalar di Sulawesi Selatan merupakan kawasan pesisir dengan potensi pariwisata berbasis keindahan alam dan kehidupan masyarakat. Pemerintah setempat telah mencanangkan pengembangan obyek wisata alam pantai dan laut sebagai salah satu program unggulan pembangunan Kabupaten Takalar (Ukkas, 2008). Salah satu obyek wisata pantai yang potensial dikembangkan adalah pantai Boe yang terletak di Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong. Kawasan Pantai Boe seluas kurang lebih 15 Ha, dengan garis pantai sepanjang 750 meter ini memiliki pemandangan indah dengan kondisi sekitar yang relatif masih alami, didominasi pasir hitam, dan ditumbuhi beragam vegetasi pantai. Agar pemanfaatan dan pengelolaan kawasan wisata ini kelak dapat dilakukan secara terarah dan berkelanjutan, dibutuhkan sejumlah data dasar sebagai rujukan untuk pembangunan wilayah ini. Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Boe dengan tujuan untuk: (1) menilai daya dukung sumberdaya kawasan wisata, (2) identifikasi awal kondisi umum sosial-budaya masyarakat sehubungan dengan pemanfaatan dan pengelolaan obyek wisata ini, dan (3) menganalisis Kesesuaian Ekowisata Pantai berdasarkan aspek Biogeofisik sesuai poin 1 di atas. Hasil penelitian ini dibutuhkan sebagai acuan pengembangan Kawasan Obyek Ekowisata yang ‘berbasis pendidikan, konservasi, partisipatif dan dapat meningkatkan perekonomiaan lokal’. Kerja lapangan dilaksanakan dari bulan Agustus hingga Desember 2012, dengan memperhatikan sejumlah parameter biogeofisik pantai, meliputi: Identifikasi keragaman tumbuhan pantai (mangrove dan non-mangrove), Tipe Pantai, Lebar Pantai, Kelandaian Pantai, Dinamika Pasang Surut, Kedalaman, Kecepatan Arus dan Kecerahan Perairan. Penghukuran dilakukan di tiga stasiun. Berdasarkan data biogeofisik pantai ini, selanjutnya dilakukan Analisis Kesesuaian Lahan, yang kemudian dilanjutkan perhitungan Indeks Kesesuaian Wisata untuk lokasi ini. Dari pengamatan keragaman flora, ditemukan adanya formasi pes-caprae, barringtonia, dan ekosistem mangrove. Keragaman flora pada stasiun I tergolong sesuai dan stasiun II dan III cukup sesuai. Keberadaan objek tumbuhan yang beragam dapat menjadi salah satu keunggulan tersendiri untuk kegiatan wisata berbasis pendidikan. Selanjutnya, perhitungan Nilai Indeks Kesesuaian Wisata pada stasiun I, II, III, masing-masing didapatkan nilai 88,10%, 88,33%, dan 88,33%. Dengan nilai ini, Pantai Boe termasuk dalam kategori S1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan tersebut sesuai untuk kegiatan wisata pantai. Secara keseluruhan masih banyak pembenahan-pembenahan yang harus dilakukan Pemerintah Daerah untuk memajukan pariwisata Pantai Boe. Sarana dan prasarana yang ada masih sangat minim, dan seringkali menjadi keluhan pengunjung. Meski demikian pantai ini mampu menarik minat wisatawan, terutama wisatawan lokal, untuk menghabiskan
ABSTRACT :
Takalar Regency in South Sulawesi has many natural beauty and breathtaking shorelines that is highly potential to
be developed as attractive coastal tourism destinations. The local government has decided to develop coastal areas and adjacent seascape as a priority economic development program (Ukkas, 2008). One of the promising potential is Boe Beach, located in Mappakalompo Village, Sub-district of Galesong. Boe Beach area is approximately 15 Ha, with 750 m of shoreline, offers amazing view and pristine nearby area. The coast is dominated by black sandy beach, and various intertidal plants. In order to have an effective management of this area in the future, a range of data is required and therefore this research was designed. This research was conducted in Boe Beach, with a series of objectives. (1) to assess the carrying capacity for tourism, (2) preliminary identification on general condition of socio-cultural in relation to the utilisation and management of this tourism object, and (3) analysing the coastal ecotourism suitability (CES) based on the biogeophysical aspect. Boe Beach is highly prospective for Ecotourism Destination which is featuring conservation, educational, participative, and is expected to contribute to local economic enhancement. Fieldwork was conducted from August to December 2012. A series of biogeophysical parameters were measured, include: identification of diversity of shoreline plants plants, beach contours, tidal dynamic, depth, velocity of the current, and water trasnparency. Measurement was conducted in three stations. Based on this seashore biogeophysical data, Suitability Analysis was conducted, which then continued for calculation of Tourism Suitability Index for this site. Plant diversity assessment recorded the formation of pes- caprae, barringtonia, and mangrove ecosystems. Plant diversity in Station I was categorized as Suitable, whereas Station II & III is considered Sufficiently Suitable. Plant diversity is important for education-based tourism destination like Boe Beach. The calculation for Tourism Suitability Index in station I, II and III were found at 88,10%, 88,33%, and 88,33% respectively. The value shows that Boe Beach in S1 category, which indicates suitability for beach tourism activities. In general, local government still need to provide infrastructure in order to develop tourism in Boe Beach. Visitors often complain for the lack of supporting facilities. Nonetheless, the beach is
a magnet to local tourists to spend quality time with their families. Further researchs are recomended, especially those of environmental parameters that will help to improve this ecotourism beach destination.
KeyWord : Ecoutourism conformity, Boe beach
STUDI PENDAHULUAN MENJADIKAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KOTA MAKASSAR SEBAGAI KAWASAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN DAN MINAWISATA INTRODUCTION STUDY MAKING COASTAL AND SMALL ISLANDS AREA MAKASSAR CITY REGION AS A INDUSTRIALIZATION FISHERIES AND MINAWISATA
Aris Baso 1) ; A. Adri Arief 2); Djumran Yusuf 3 ); Amiluddin 4); Hamzah 5)
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Sosek Perikanan
ABSTRAK :
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil di perairain Spermonde Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan melalui grand design pengelolaan integratif (ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan) untuk dapat menjadi basis kekuatan industrialisasi perikanan dan minawisata. Sebagai studi pendahuluan maka target khusus yang ingin dicapai adalah : a) Mengidentifikasi peluang ekonomi sumberdaya perikanan, kondisi sosial dan kelembagaan sebagai potensi sumberdaya di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Perairan Spermonde Makassar: b) Menganalisis tingkat aspirasi, pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; c) Menganalisis dampak perubahan ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan akibat aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang telah dilakukan selama ini di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah: menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, analisis biofisik perairan, FGD (Focus Group Disscussion) dan PRA (Partisipation Rural Aproach). Hasil yang ditemukan bahwa kondisi social kelembagaan masyarakat pulau-pulau kecil di wilayah Spermonde Makassar masih diwarnai oleh struktur berdasarkan ikatan komunal dan kelembagaan yang bersifat kultur. Sementara aktivitas ekonomi masih didominasi sebagai nelayan.Peluang ekonomi pesisir dan pulau-pulau kecil di Kota Makassar didukung oleh infrastruktur yang memadai seperti pelabuhan, galangan kapal, tempat pendaratan ikan, perusahan perikanan serta infrastruktur wisata bahari. Aktivitas pemanfaatan sumberdaya perairan yang dapat dikembangkan untuk menjadi landasan fundamental ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil seperti perikanan tangkap, budidaya laut (keramba jarring apung), budidaya air payau, budidaya terumbu karang, budidaya sea weed; serta aktivitas wisata bahari seperti wisata perairan, diving, snorkeling, pemancingan. Diperlukan peningkatan daya serap dan adopsi teknologi sebagai strategi pemberdayaan dalam peningkatan produksi dan diverisifikasi usaha melalui pendidikan, pembinaan dan pelatihan keterampilan, teknologi tepat guna dan inovatif.
KeyWord : Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Industrialisasi Perikanan, Minawisata
ABSTRACT :
This study aims to develop coastal areas and small islands in Spermonde Makassar region, South Sulawesi Province through the grand design of integrative management (ecological, social, economic and institutional) can be the basis for the industrialization of fisheries and minawisata strength. As a preliminary study of the specific targets to be achieved are: a) to identify economic opportunity fishery resources, social and institutional conditions as a potential resource in the Coastal Regions and Small Islands Water Spermonde Makassar: b) to analyze the level of aspiration, knowledge and perceptions of the management and resource use in the Coastal Regions and Small Islands; c) Analyze the impact of changes in ecological, socioeconomic This study aims to develop coastal areas and small islands in Spermonde Makassar region, South Sulawesi Province through the grand design of integrative management (ecological, social, economic and institutional) can be the basis for the industrialization of fisheries and minawisata strength. As a preliminary study of the specific targets to be achieved are: a) to identify economic opportunity fishery resources, social and institutional conditions as a potential resource in the Coastal Regions and Small Islands Water Spermonde Makassar: b) to analyze the level of aspiration, knowledge and perceptions of the management and resource use in the Coastal Regions and Small Islands; c) Analyze the impact of changes in ecological, socioeconomic
KeyWord : Coastal, Small Islands, Fisheries Industrialization, Minawisata
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN RUMPUT LAUT SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BANTAENG ANALYSIS OF THE POTENTIAL FOR SEAWEED PROCESSING ON BUSINESS HOUSE HOLDS SCALE IN BANTAENG REGENCY
Mardiana E. Fachry,Sutinah Made, YunusTamamma, Sri Suroadhawaty, Firman *) Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/Sosial Ekonomi
ABSTRAK :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pengembangan usaha pengolahan rumput laut skala rumah tangga untuk dikembangkan menjadi sentra olahan rumput laut di Kabupaten Bantaeng. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai persiapan bulan Juli sampai Desember 2012. Populasi penelitian adalah semua pengolah rumput laut skala rumah tangga yang terdapat di 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Bisappu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Pajukukang, Sampel adalah populasi sebanyak 28 pengolah. Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan menggunakan SWOT analisis yang menggambarkan kondisi dan potensi usaha untuk dikembangkan kedalam sentra. Olahan rumput laut. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dan FGD , data sekunder berasal dari DKP Provinsi dan Kabupaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Bantaeng sangat berpotensi untuk mengem bangkan sentra olahan rumput laut karena didukung oleh ketersediaan lahan, jumlah pembudidaya dan karakteristik pengolah serta adanya kebijakan pemerintah menetapkan Bantaeng sebagai salah satu sentra olahan di Indonesia.
KeyWord : Olahan rumput laut, Skala rumah tangga. Sentra industri rumput laut
ABSTRACT :
This study aims to determine the potential to developing of the seaweed processing on the household scale in Bantaeng. The research was experiment was conducted for 6 months fromJuly until December 2012. The population of study was all on the scale house hould. The location in 3 district are Bisappu, Bantaeng and pajukukan. The sample is the population of as many as 28 processors. The approach of method is Qualitative and using the SWOT analysis for describing the condition and the potential to developed of the business centre of Processed seaweed. The data Sources from primary data obtained through interviews an dFGD, secondary data from provincial and district DKP, The results showed that Bantaeng have the potential to develop seaweed processing because it is supported by the availability of the land, the number of farmers , the characteristics processor and the support from government policies to involve Bantaeng as one of the centers processed in Indonesia
KeyWord : Processed seaweed, household scale . Centre seaweed industry
ISOLASI DAN PENAPISAN BAKTERI ASAM LAKTAT DARI SALURAN PENCERNAAN IKAN SEBAGAI PROBIOTIK UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT STREPTOCOCCOSIS DAN LACTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
ISOLATION AND SCREENING LACTIC ACID BACTERIA AS PROBIOTIC FROM GASTOROINTESTINAL TRACT OF FRESHWATER FISH TO CONTROL STREPTOCOCCOSIS AND LACTOCOCCOSIS IN NILE TILAPIA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Hasni Azis, Hilal Anshary, Sriwulan, and Gunarto Latama Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRAK :
Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat yang memiliki potensi antibakteri terhadap bakteri penyebab penyakit streptococcosis/Lactococcosis dari usus ikan Lele Clarias gariepinus dan ikan gabus Ophiocephalus striatus telah dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut pada ikan nila Oreochromis niloticus. Sebanyak masing-masing 20 ekor ikan lele dan ikan gabus dibedah secara aseptic dengan mengambil bagian usus dan lambungnya dan selanjutnya usus dibedah secara aseptic dan selanjutnya meletakkannya pada cawan steril untuk digerus. Hasil
gerusan dimasukkan ke dalam larutan fisiologis dan dengan teknik pengenceran sampai 10 4 CFU/mL bakteri diisolasi pada medium MRS agar. Koloni yang tumbuh terpisah kemudian digoreskan kembali pada medium GYP+CaCO 3 , bakteri yang memperlihatkan zona bening pada medium tersebut dimurnikan dan selanjutnya diuji kemampuan daya hambat terhadap bakteri pathogen Streptococcus iniae, S. agalactiae dan Lactococcus garviae. Sebanyak 35 isolat telah diisolasi dengan kemampuan daya hambat bervariasi. Uji daya hambat dilakukan dengan metode kertas cakram (paper disk). Daya hambat terbesar sebesar 15 mm. Hasil identifikasi terhadap bakteri asam laktat menunjukkan beberapa spesies bakteri terutama dari golongan Lactobacillus sp dan Micrococcus sp. Hasil penelitian
mengendalikan penyakit streptococcosis/Lactococcosis dengan ramah lingkungan menggunakan probiotik bakteri asam laktat.
ini memberikan
KeyWord : Bakteri asam laktat, isolasi, daya hambat, Streptococcosis/Lactococcosis, ikan lele, ikan gabus
SUBSTITUSI PAKAN ALAMI DENGAN PAKAN BUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD KEPITING BAKAU (SCYLLA OLIVACEA) SUBSTITUTION OF NATURAL FOOD WITH ARTIFICIAL DIET ON THE GONAD MATURITY OF MUD CRAB (SCYLLA OLIVACEA)
Haryati, Edison Saade, Yushinta Fujaya, Dody Dh. Trijuno, Margaretha Bunga dan Badraeni Fakultas/Jurusan : Ilmu Kelautan & Perikanan/
ABSTRAK :
Percobaan dilakukan untuk menentukan substitusi pakan alami dengan pakan buatan yang menghasilkan perkembangan gonad kepiting bakau (Scylla olivacea.) terbaik . Kepiting bakau yang digunakan dalam penelitian ini dalam keadaan belum matang gonad dan berasal dari hasil tangkapan di alam. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, dengan lima perlakuan dan tiga kali ulangan.. Perlakuan pakan terdiri dari 100% pakan alami , 75% pakan alami dan 25 % pakan buatan, 50% pakan alami dan 50% pakan buatan, 25% pakan alami dan 75% pakan buatan serta 100% pakan buatan. Pakan alami terdiri dari 50% ikan layang (Decapterus sp.) dan 50% cumi-cumi (Loligo sp.). Pakan diberikan sebanyak 2 % (dalam bobot kering) biomasa per hari dengan frekuensi pemberian pakan dua kali per hari pada pukul 06.00 dan 18.00. Perkembangan gonad dievaluasi berdasarkan parameter-parameter: (1) indeks kematangan gonad (IKG), (2) persentase induk matang gonad dan (3) laju kematangan gonad. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan persentase substitusi pakan alami dengan pakan buatan memberikan respons yang sama (P≥0,05) terhadap parameter yang dievaluasi.
KeyWord : Kepiting bakau (Scylla olivacea), pakan alami, pakan buatan, perkembangan gonad, substitusi
ABSTRACT :