Model /konsep penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah oleh perusahaan asuransi syariah.

5.3 Model /konsep penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah oleh perusahaan asuransi syariah.

Berdasarkan regulasi dan kebijakan yang berlaku bagi institusi keuangan , termasuk perusahaan asuransi syariah, penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip syariah dapat dilakukan secara berjenjang

5.3.1 Pusat pengaduan nasabah sebagai langkah hukum perlindungan bagi nasabah asuransi syariah.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh OJK, jumlah pengaduan nasabah hingga Juli 2014, jumlah pengaduan nasabah setidaknya berjumlah 18.030 laporan. Karakteristik pengaduan meliputi permintaan informasi, klarifikasi dan pengaduan. Pada tahun 2013, jumlah pengaduan tentang jasa keuangan non bank di dominasi pengaduan tentang perusahaan asuransi, dengan substansi pengaduan berupa pembayaran klaim asuransi yang berbeda persepsi. Berdasarkan sudut pandang konsumen, mereka berhak atas klaim asuransi, namun menurut perusahaan , mereka tidak berhak atas klaim.

Berdasarkan UU No : 21 Tahun 2011, setiap institusi keuangan wajib menyediakan pusat pengaduan nasabah untuk menerima pengaduan nasabah. Dalam hal pengaduan nasabah pada institusi keuangan tidak dapat menyelesaikan sengketa, OJK telah menyediakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan. Pengaduan nasabah ke OJK dilatarbelakangi oeh kendala penyelesaian pengaduan nasabah melalui pusat pengaduan nasabah pada jasa keuangan yang bersangkutan, baik perbankan maupun institusi keuangan non bank lainnya. Latar belakang ini juga menjadi bahan pertimbangan bagi OJK Berdasarkan UU No : 21 Tahun 2011, setiap institusi keuangan wajib menyediakan pusat pengaduan nasabah untuk menerima pengaduan nasabah. Dalam hal pengaduan nasabah pada institusi keuangan tidak dapat menyelesaikan sengketa, OJK telah menyediakan lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan. Pengaduan nasabah ke OJK dilatarbelakangi oeh kendala penyelesaian pengaduan nasabah melalui pusat pengaduan nasabah pada jasa keuangan yang bersangkutan, baik perbankan maupun institusi keuangan non bank lainnya. Latar belakang ini juga menjadi bahan pertimbangan bagi OJK

Khusus perbankan, penyelesaian sengketa nasabah masih difasilitasi oleh BI melalui mediasi perbankan, sedangkan untuk pengaduan nasabah terhadap perusahaan asuransi, akan dikembalikan kepada perusahaan asuransi. Selebihnya akan diarahkan kepada penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui alternatif penyelesaian sengketa.

Sejalan dengan fasilitas pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dan arbitrase, OJK memperkuat perlindungan konsumen melalui pengawasan market conduct. Dimaksudkan dengan pengawasan market conduct adalah bagian dari aturan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan yang fokus pada prilaku penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam penyertaan informasi yang bertujuan untuk memastikan bahwa lembaga keuangan memberikan pelayanan yang baik, dan jujur kepada konsumen. Dalam melaksanakan market conduct di Indonesia, OJK memperhatikan dua sisi yakini supply side (lembaga keuangan) dan demand side

(konsumen). OJK mendorong pimpinan lembaga keuangan untuk menumbuhkembangkan kultur untuk meningkatkan aspek perlindungan konsumen sebagai suatu etika bisnis dengan menerapkan market conduct di

institusi masing-masing. 9 Pengawasan Market conduct ini didorong oleh praktik insternasional, khususnya G20 Consumer Protection Principles 2011 yang

mengedepankan perlindungan konsumen sebagai komponen esensial untuk pasar keuangan yang berjalan baik, yang dapat meciptakan stabilitas keuangan, pertumbuhan dan efisiensi dan inovasi dalam waktu panjang. Selain melalui G-20, eksposur perlindungan konsumen juga dapat dilihat dengan terbentuknya komite baru pada International Organization of Securities Commissions (IOSCO) yang berfokus pada investor ritel. Di masa depan model pengawasan market conduct ini dapat menjadi bagian dari regulasi atau etika yang masuk dalam pedoman yang dapat diberlakukan kepada pelaku usaha asuransi syariah.

5.3.2 Pengawasan internal penyelenggaraan asuransi syariah oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Pengawasan pertama dalam aktivitas perusahaan asuransi syariah , termasuk kepatuhan akad dan produk asuransi syariah terhadap prinsip syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Berdasarkan Peraturan Bapepam-Lk No : Per-08/BL/2011 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada Perusahaan Asuransi Atau Peursahaan Reasuransi yang menyelenggarakan Seluruh atau Sebagian Usahanya

9 OJK Perkuat perlindungan Konsumen melalui pengawasan market conduct, Siaran Pers OJK, No.SP‐25/DKNS/OJK/9/2014.

dengan Prinsip Syariah, maka Pengawasan internal terhadap perusahaan asuransi syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah sebagai bagian dari organ Perusahaan yang melakukan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraar usaha asuransi dan reasuransi sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan peraturan ini, DPS mempunyai kewajiban sebagai berikut :

1) menyusun laporan tahunan hasil pengawasan terhadap penerapan prinsip dasar syariah.

2) Laporan DPS dibuat sesuai dengan Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Pengawasan DPS.

3) Laporan DPS memuat pernyataan DPS mengenai kesesuaian penyelenggaraan perusahaan yang diawasinya dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi dengan prinsip syariah, Fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang terkait dengan prinsip syariah selama periode laporan (1 januari -31 Desember).

4) Pernyataan DPS disajikan berdasarkan pada salah satu kategori di bawah ini :

5) sesuai, dalam hal penyelenggaraan Perusahaan yang diawasi telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang terkait dengan penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah.

6) Belum sesuai, dalam hal penyelenggaraan Perusahaan yang diawasi belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang terkait dengan penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, namun praktik penyelenggaraan perusahaan yang belum sesuai dengan prinsip syariah tersebut terjadi atau dilakukan karena situasi dan kondisi yang bersifat darurat dan sementara, atau dengan pengertian selama jangka waktu kurang dari satu periode yang dilaporkan dan tidak berulang kali terjadi di periode –periode berikutnya.

7) Tidak sesuai, dalam hal penyelenggaraan Perusahaan yang diawasi belum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, Fatwa-fatwa DSN-MUI dan ketentuan lain yang terkait dengan penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, atau

8) Tidak memberikan pendapat, dalam hal perusahaan yang tidak memberikan akses yang memadai kepada anggota DPS untuk memperoleh dokumen dan/atau informasi yang diperlukan dalam rangka melakukan pengawasan. Ketiadaan atau ketidakcukupan dokumen dan/atau informasi tersebut mengakibatkan DPS tidak dapat menilai kesesuaian penyelenggaraan perusahaan yang diawasi dengan ketentuan perundang- undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi 8) Tidak memberikan pendapat, dalam hal perusahaan yang tidak memberikan akses yang memadai kepada anggota DPS untuk memperoleh dokumen dan/atau informasi yang diperlukan dalam rangka melakukan pengawasan. Ketiadaan atau ketidakcukupan dokumen dan/atau informasi tersebut mengakibatkan DPS tidak dapat menilai kesesuaian penyelenggaraan perusahaan yang diawasi dengan ketentuan perundang- undangan yang mengatur prinsip dasar penyelenggaraan usaha asuransi

9) Dalam memberikan pernyataannya, DPS tidak menggunakan prinsip materialitas, dengan pengertian bahwa setiap praktik penyelenggaraan perusahaan yang diawasi belum sesuai atau tidak sesuai terhadap ketentuan yang mengatur, sekecil apapun , dinyatakan sebagai bentuk ketidaksusaian dalam penyelenggaraannya.

Berdasarkan ketentuan Bapepam-LK di atas, maka polis yang berisi akad antara perusahaan asuransi dan peserta sudah merupakan bagian dari pengawasan internal yang dilakukan oleh DPS asuransi syariah yang bersangkutan. Kewenangan DPS hanyalah melaporkan hasil pengawasan, dan tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap prinsip syariah, yang berwenang menjatuhkan sanksi adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur IKNB, masih ditemukan ketidaksesuaian penyelenggaraan asuransi syariah sebesar 10 %, berupa investasi Berdasarkan ketentuan Bapepam-LK di atas, maka polis yang berisi akad antara perusahaan asuransi dan peserta sudah merupakan bagian dari pengawasan internal yang dilakukan oleh DPS asuransi syariah yang bersangkutan. Kewenangan DPS hanyalah melaporkan hasil pengawasan, dan tidak memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap prinsip syariah, yang berwenang menjatuhkan sanksi adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur IKNB, masih ditemukan ketidaksesuaian penyelenggaraan asuransi syariah sebesar 10 %, berupa investasi

administratif berupa peringatan tertulis. 10

Berikut adalah aspek-aspek yang diwasi oleh DPS asuransi syariah:

Tabel 2.1. Aspek pengawasan penyelenggaraan asuransi syariah oleh DPS

Aspek

Ruang lingkup

Sumber data dan informasi

1 Pengelolaan

Sistem akuntansi atau kekayaan dan

Dana tabarru; Dana

prosedur operasi standar kewajiban

perusahaan; Dana inestasi

Peserta; sistem dan prosedur

yang terkait dengan

pencatatan; praktik pencatatan

pengelolaan kekayaan dan penyajian seluruh kekayaan dan kewajiban dan kewajiban

Akta –akta atau kontrak perusahaan;praktik penanganan yang terkait dengan data dan dokumen

pengelolaan kekayaan

pendukungnya.

dan investasi Bukti kepemilikan atas kekayaan dan investasi; dan atau sumber lain

Sistem dan prosedur dipasarkan

2 Produk yang

Objek yang akan

dipertanggungkan; akad yang

terkait dengan

akan digunakan untuk setiap

perancangan,

produk; penetapan ujrah

penerbitanan,pelaksanaan

(imbalan) dan nisbah (bagi

dan pemantauan proudk;

hasil) yang wajar (fair);

Penyusunan dan

prosedur pelaksanaan

pelaksanaan polis dan

underwriting dan pembagian

surat permohonan

surplus underwriting.

permintaan asuransi (SPPA) Penetapan dan pembebanan ujrah Pemungutan atau pembebanan biaya selain yang telah disepakati. Pelaksanaan prosedur underwriting untuk setiap produk dilakukan secara adil, wajar Dalam hal pengelolaan investasi Dana Tabrru

10 Hasil wawancara dengan Direktur IKNB Syariah, Bapak Muchlasin pada tangal 13 Mei 2014.

menggunakan akad wakalah bil ujrah, perusahaan tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi.

3 Praktik pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan

Pelaksanaan prinsip syariah oleh seluruh tenaga pemasar dalam interaksinya memasarkan produk dan memberikan pelayanan kepada peserta, misalnya tidak memberikan riswah/suap dan informasi yang mengandung unsur ketidakbenaran/kebohongan. Perumusan kontrak yang dilakukan perusahaan dalam rangka pemasaran dengan pihak lain, misal perjanjian kerjasama pemasaran memperlakukan ke dua pihak secara adil bagi ke dua belah pihak

Kewajiban tenaga pemasar menjelaskan dengan ebnar, akurat dan lengkap mengenai akad dalam polis, hak dan kewajiban masing- masing pihak. Polis yang harus dilengkapi dengan surat permohonan permintaan asuransi yang telah diisi dan ditandatangani Perjanjian dengan rekan bisnis perusahaan Pencegahan dan pendeteksian terhadap praktik pemasaran yang tidak sesuai dengan prinisp syariah Pemberian komisi secara wajar, proporsional dan adil kepada pihak terkaiy terkait dengan perolehan bisnis dan/atau penutupan polis.

4 Kegiatan lainnya Selain ketiga aspek tersebut di

yang menurut DPS perlu diawasi dan dilaporkan. Contohnya perusahaan melakukan kegiatan –kegiatan yang belum diatur dalam peraturan di bidang asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah, termasuk Fatwa DSN-MUI.

Mengacu pada fungsi DPS sebagai pengawas internal penyelenggaraan asuransi syariah, maka dapat dikatakan bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah

(sharia compliance) bergantung pada kinerja DPS. Keberadaan DPS dalam perusahaan yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah sudah diamanatkan oleh UU No : 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lebih lanjut, Perseroan Terbatas yang menyelenggarakan usaha asuransi syariah, kewajiban memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) ditegaskan kembali dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No : 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian. Dengan demikian, Optimalisasi pengawasan internal ini pun bergantung pada sumber daya manusia yang mengisi Dewan Pengawas Syariah. Berdasarkan Pasal 40 Angka (3) Peraturan OJK No : 2/P.05OJK/2014, Dewan Pengawas Syariah harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. dinyatakan lulus penilaian kemampuan dan kepatutan;

b. mampu untuk bertindak dengan itikad baik, jujur dan profesional.

c. Mampu bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dan pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang berhak memperoeh manfaat dari pada kepentingan pribadi;

d. Mendahulukan kepentingan perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dan pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat dari pada kepentingan pribadi;

e. Mampu mengambil keputusan berdasarkan penilaian independen dan objektif untuk kepentingan perusahaan asuransi atau perusahaan e. Mampu mengambil keputusan berdasarkan penilaian independen dan objektif untuk kepentingan perusahaan asuransi atau perusahaan

f. Mampu menghindarkan penyalahgunaan kewenangannya untuk mendapatkan keunntungan pribadi yang tidak semestinya atau menyebabkan kerugian bagi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi.

Berdasarkan kriteria di atas, secara teoritis dapat diasumsikan bahwa pengawasan internal akan berjalan dengan baik. Belum ditemukan permasalahan dilapangan tentang kinerja DPS dan permasalahan yang ditimbulkan dalam menjalankan fungsi pengawasan. Selain berdasarkan kriteria, peraturan OJK memastikan bahwa DPS wajib menjamin pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat serta dapat bertindak secara independen, tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugas secara mandiri dan kritis. Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemberian nasihat dan saran dilakukan terhadap :

a. kegiatan perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban, baik dana tabarru’, dana perusahaan maupun dana investasi peserta;

b. produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan oleh perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi;

c. praktik pemasaran produk asuransi syariah yang dilakukan oleh perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi.

Berkenaan dengan standarisasi polis, maka sertifikasi polis berupa standar polis ini akan memudahkan DPS untuk melakukan pengawasan, karena seluruh komponen atau unsur yang akan diawasi akan termuat dalam polis dan seragam. Kepatuhan terhadap prinsip syariah diharapkan akan berjalan dengan baik apabila polis sudah distandarisasi. DPS dapat memfokuskan pengawasan pada aspek implemetasi, yakni kegiatan perusahaan dan praktik pemasaran produk.

Berdasarkan penelitian lapangan, DPS menjadi mitra OJK dalam menemukan pelanggaran prinsip syariah dalam penyelenggaraan asuransi syariah dan reasuransi syariah.

5.3.3 Penegakan hukum melalui lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan, termasuk perusahaan

asuransi syariah dapat diselesaikan melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa, apabila telah melalui proses penyelesaian sengketa Pengaduan oleh Lembaga Jasa Keuangan.

5.3.4 Penegakan Hukum dan Penjatuhan Sanksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penegakan hukum terhadap implementasi prinsip syariah dalam penyelenggaraan asuransi syariah bermuara pada ototitas jasa keuangan. Berdasarkan Undang-undang No : 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan , OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan,

termasuk kegiatan jasa keuangan di bidang perasuransian. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, berdasarkan Pasal 8 UU No : 21 Tahun 2011, untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK diberi kewenangan antara lain menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, dan juga menetapkan peraturan mengenai pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Berkaitan dengan tugas pengawasan, berdasarkan Pasal 9 UU No : 21 tahun 2011, OJK mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Selanjutnya, Pasal 9 huruf g menetapkan sanksi adminstratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan-undangan di sektor jasa keuangan.

Mengacu pada fungsi dan kewenangan OJK, maka penegakan hukum dalam penyelenggaraan asuransi syariah yang menjadi lingkup kewenangan OJK meliputi :

1) Penegakan hukum terhadap pelanggaran adminstratif sebagaimana ditentukan dalam UU OJK dan ketentuan perasuransian;

2) Penegakan hukum terhadap pelanggaran pidana dalam penyelenggaraan asuransi syariah. Kewenangan OJK terkait penegakan hukum di bidang pidana ini hanya pada tahap penyidikan, sedangkan penuntutan dan penjatuhan sanksi tetaplah 2) Penegakan hukum terhadap pelanggaran pidana dalam penyelenggaraan asuransi syariah. Kewenangan OJK terkait penegakan hukum di bidang pidana ini hanya pada tahap penyidikan, sedangkan penuntutan dan penjatuhan sanksi tetaplah

3) Selain ke dua jenis pelanggaran di atas, dapat disimpulkanbahwa OJK juga mempunyai kewenangan menjalankan penegakan hukum terhadap pelanggaran perdata yang terjadi dalam penyelenggaraan asuransi syariah. Hal ini implisit terkandung dari kewenangan melakukan perlindungan konsumen. Hubungan antara perusahaan dan konsumen merupakan hubungan keperdataan, yang dapat menimbulkan kerugian bagi ke dua belah pihak, yang berujung pada tanggung jawab mengganti kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum atau kelalain melakukan kewajiban dalam perjanjian atau akad.

Penegakan hukum dalam penyelenggaraan asuransi syariah, khususnya pelanggaran terhadap kepatuhan prinsip syariah dapat disimpulkan dalam tabel di bawah ini

Tabel 5.3. Penegakan hukum dalam penyelenggaraan asuransi syariah

keterangan Pelanggaran

Jenis Institusi yang

sanksi

berwenang

Administratif Otoritas Jasa

Dalam ketentuan yang Keuangan

Pencabutan :

1. izin usaha,

terkait dengan jasa

2. Izin orang

Keuangan, termasuk

perseorangan;

Perasuransian, sanksi

dimungkinkan dalam

pendaftaran

bentuk denda

Pencabutan:

adminstratif.

persetujuan dan pengesahan Sanksi lain yang ditentukan peraturan persetujuan dan pengesahan Sanksi lain yang ditentukan peraturan

Pidana

1. penyidikan :

Perkembangan politik Otoritas jasa

Sanksi pidana :

hukum pidana di Keuangan

1. denda

2. kurungan

bidang jasa keuangan

2. penuntutan : mengarah pada Kejaksaan

restorative justice

3. penjatuhan approach sanksi : Pengadilan

Perdata

1. Litigasi : Ganti rugi keperdataan OJK telah Pengadilan

menerbitkan Peraturan

2. Non litigasi : OJK No : Alternatif

1/POJK.07/2014 Penyelesaian

tentang Lembaga Sengketa dan

Alternatif Arbitrase

Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.

Berdasarkan analisa terhadap permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini menghasilkan temuan tentang urgensi sertifikasi kelembagaan asuransi syariah, khususnya standarisasi polis sebagai upaya perlindungan nasabah. Pada tahun ke dua ini sertifikasi kelembagaan ditujukan kepada urgensi standarisasi polis sebagai cara optimalisasi kepatuhan terhadap prinsip syariah (sharia compliance), yang bersifat komprehensif sesuai dengan pendekatan hukum, yakni meliputi kaidah-kaidah, kelembagaan dan prose penegakan hukum. Berikut tabel urgensi sertifikasi kelembagaan asuransi syariah sebagai upaya perlindungan nasabah.

Tabel 5.3. Tabel komponen sertifikasi dan standarisasi sebagai upaya perlindungan peserta

No komponen

rincian

keterangan

1 Regulasi sertifikasi Peraturan OJK yang memuat Saat ini regulasi dan

standarisasi kewajiban sertifikasi dan sertifikasi masih polis

standarisasi polis yang bersifat bersifat voluntary

memaksa (obligatory rules)

rules

dan

Pedoman

dan standarisasi polis standarisasi yang dikeluarkan belum berada dalam oleh AASI bekerja sama kerangka

sertifikasi

hukum dengan asosiasi independen sebagai

a. OJK berwenang untuk Selain OJK dan OJK dan AASI