Biaya Penempatan dan Dokumen yang Berlebihan ( O ve rc h a r g i n g )

H. Biaya Penempatan dan Dokumen yang Berlebihan ( O ve rc h a r g i n g )

Penempatan dan perlindungan bagi buruh migran Indonesia merupakan hal yang saling terkait satu sama lain. Sejak dulu salah satu permasalahan terbesar yang dialami oleh buruh migran Indonesia adalah beban biaya

penempatan yang terbilang cukup inggi. Hal ini sangat merugikan bagi calon buruh migran Indonesia, mengingat biaya penempatan yang

dibebankan seringkali berada di luar ketentuan yang telah diatur oleh Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini telah diatur dan ditetapkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) berdasarkan

Peraturan/Keputusan Menakertrans melalui Undang-Undang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN). Regulasi terkait dengan penempatan TKI di dalam UU PPTKILN ini pun masih belum

dapat mengakomodir kebutuhan para calon buruh migran Indonesia,

31 Ibid, hlm. 8. 32 Internaional Organizaion for Migraion (IOM), op.cit., hlm. 17.

Kasus Pemulangan TKI ABK Tanggal 18 Februari 2014, terdapat sekitar 74 TKI Anak Buah Kapal (ABK) Pelaut

Perikanan yang bekerja di perusahaan kapal Taiwan dipulangkan ke Indonesia. Mereka yang direkrut oleh 9 perusahaan dari berbagai daerah, sebelumnya kurang lebih iga bulan ditelantarkan di Pelabuhan Capetown karena surat kapal idak lengkap. Para ABK ini kemudian digiring ke Penjara Imigrasi selama 2,5 bulan di Lindela Johanesburgh, Afrika Selatan. TKI ABK Pelaut Perikanan tersebut padahal sudah bekerja selama 1 tahun hingga 5 tahun. Hampir semua TKI ABK idak dibayar gajinya, sementara PT. Seva Jaya Bahari dan perusahaan perekrut TKI ABK lainnya idak mau bertanggung jawab atas pemenuhan gaji TKI ABK.

Dalam proses perekrutan, perusahaan perekrut TKI ABK diduga banyak melakukan pelanggaran penempatan yang diatur dalam UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI, dan atas pelanggaran tersebut diduga kuat melakukan indak pidana perdagangan orang.

Beberapa pelanggaran tersebut antara lain:

• Tidak memiliki Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI (SIPPTKI) yang diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Dari 104 perusahaan perekrut ABK idak ada satupun yang memiliki izin perekrutan TKI

• Menjanjikan gaji besar dan kerja enak. Faktanya mereka bekerja lebih dari 19 jam per

hari dan idak digaji • Tidak melaih calon TKI ABK • Tidak memiliki penampungan yang layak dan mempekerjakan calon TKI ABK • Diduga melakukan pemalsuan penerbitan Buku Pelaut (Seaman Book) • Melanggar perjanjian kerja. TKI ABK dipekerjakan pada perusahaan yang disebutkan

dalam Perjanjian Kerja • Tidak mengikutsertakan dalam program asuransi TKI (Permen 7/2010 Asuransi TKI) • Tidak bertanggung jawab atas hak gaji TKI ABK • Tidak memberikan informasi struk gaji dari Agency rekanan perekrut TKI ABK

Sumber: buruhmigran.or.id 31

karena sifatnya yang sejauh ini lebih banyak bertujuan untuk pengaturan penempatan saja.

Tujuan dari penempatan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud di dalam UU No. 39 Tahun 2004 adalah untuk: (I) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara opimal dan manusiawi, (ii) menjamin

dan melindungi calon TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan hingga kembali ke tempat asal di Indonesia, (iii) meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Skema penempatan dan perlindungan yang terbangun, menjadikan program penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, menjadi program yang sangat mahal bagi TKI. Di beberapa negara tujuan, seperi Taiwan, Hong Kong, Singapura dan Malaysia, biaya penempatan TKI masih dirasakan sangat mahal.

Awal Februari 2016, DPR telah membentuk Paniia Kerja Rancangan Undang- Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (Panja RUU PPILN).

Panja ini disarankan oleh sejumlah organisasi buruh migran lainnya dan Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) bahwa RUU PPILN juga

Overcharging Penempatan TKI ke Taiwan Sekitar 30% BMI sektor formal dari total 200 ribu BMI yang bekerja di Taiwan mengalami

biaya penempatan berlebih. Sekitar 60 ribu BMI sektor formal di Taiwan rata-rata menjadi korban overcharging karena harus membayar biaya penempatn sekitar Rp 50 jutaan lebih. Rinciannya, bayar di muka Rp 25 juta, lalu selama 10 bulan gaji dipotong sebesar 8.500 NT atau sekitar Rp 3.145.000,- per bulan sehingga total Rp 30 juta lebih untuk potongan 10 bulan. Jadi, jika di jumlah totalnya sekitar Rp 55 juta.

Padahal merujuk Keputusan Menakertrans No. 158 Tahun 2005 tentang Komponen dan Besarnya Biaya Penempatan TKI ke Taiwan sektor formal jumlah total hanya sebesar Rp

13 juta saja. Dengan begitu seiap TKI telah mengalami overcharging biaya penempatan rata-rata sebesar Rp 42 juta atau sekurang-kurangnya Rp 25 juta per orang. Jika BMI sektor formal ada sekitar 60 ribu orang, maka berari kerugian TKI mencapai Rp 25 juta x

60 ribu = Rp 1.5 trilyun per tahun.

Sumber: Buruh Migran 32 33

disarankan agar berpedoman pada UU tentang Desa, UU tentang Pemerintah Daerah, UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Konvensi ILO yang terkait dengan ketenagakerjaan sebagai bahan perimbangan dalam pengesahan RUU PPILN menjadi UU PPTKILN agar

idak terjadinya tumpang indih. 34 RUU PPILN ini sangat diharapkan agar dapat mengakomodir perlindungan bagi TKI, serta memaksimalkan peran desa, Pemerintah daerah, dan instansi pemerintah yang terkait dengan TKI dapat melaksanakan tugasnya dalam upaya melindungi warga negaranya

yang menjadi TKI untuk kedepannya.