HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode analisis data product moment, yang bertujuan untuk melihat ada atau tidak hubungan antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse. Karenanya diperlukan pengujian validitas dan reliabilitas dari item-item hasil penelitian.

Uji normalitas penelitian dan uji linieritas hubungan pola asuh otoriter dengan emotional abuse harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian terhadap korelasi antar variabel.

1. Uji Normalitas

Data dari variabel penelitian diuji normalitas sebarannya dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows Release 13.0 yaitu uji Kolmogorov Smornov-Z. Bila nilai K-S-Z lebih dari 0,05 maka data tersebut normal tetapi apabila nilai K-S-Z kurang dari 0,05 maka data tersebut dikategorikan sebagai data tidak normal (Santoso, 2002, h. 169)

Pada variabel emotional abuse nilai K-S-Z sebesar 1,292 (p>0,05). Uji normalitas pada variabel pola asuh otoriter menghasilkan K-S-Z sebesar 1,172 (p>0,05). Dari hasil tiap-tiap variabel dapat disimpulkan bahwa kedua data normal. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada lampiran E-1.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas untuk melihat hubungan pada variabel pola asuh otoriter dengan emotional abuse, dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows Release 13.0 yaitu diuji dengan Curve Estimation.

Uji linieritas ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel yang ada, yaitu variabel pola asuh otoriter dan variabel emotional abuse memiliki F lin sebesar 77,979 (p>0,05) yang berarti hubungan antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse adalah hubungan linier. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran E-2.

B. UJI HIPOTESIS

Setelah terbukti bahwa sebaran data yang diperoleh normal dan diantara kedua variabel terdapat hubungan linier, maka dilaksanakan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan korelasi Product Moment.

Hasil uji korelasi product moment yang menguji hubungan pola asuh otoriter dengan emotional abuse menghasilkan r = 0,666 dengan p<0,01. Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse dalam hubungan berpacaran. Jadi semakin besar tingkat pola asuh otoriter maka semakin besar pula perilaku emotional abuse-nya. Kemudian, semakin rendah pola asuh otoriter semakin rendah pula perilaku emotional abuse dalam hubungan berpacaran.

C. PEMBAHASAN

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse dalam hubungan berpacaran dipilih dalam penelitian ini dan hipotesis penelitian yang berbunyi apakah ada hubungan positif antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse dalam hubungan berpacaran, diterima. Setelah pengambilan data dengan memberikan kuesioner kepada 100 subjek yang kemudian dilakukan proses pengolahan data, diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut.

Berdasarkan uji analisis, koefisien korelasi antara variabel pola asuh otoriter dengan variabel emotional abuse sebesar r= 0,666 dengan p<0,01 menunjukkan ada hubungan positif antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse dalam hubungan berpacaran. Hasil menunjukan semakin orang tua menggunakan pola asuh yang sangat otoriter maka anak akan melakukan emotional abuse dalam hubungan berpacaran. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Zahra (2005, h. 11), penelitian yang dilakukan oleh Busbly dkk (dalam Knox & Schact, 2009, h. 430), Shapiro (1998, h. 273), Roberts dkk (2009, h. 371), Adinda (2008, h. xviii), dan Engel (dalam Dinastuti, 2008) dimana kesamaan dari penelitian ini menunjukan bahwa pola asuh sangat mempengaruhi perilaku emotional abuse.

Penelitian Shapiro mengatakan mengajari anak memahami dan mengkomunikasikan emosinya akan mempengaruhi banyak aspek dalam perkembangan dan keberhasilan hidupnya. Sebaliknya, gagal mengajari anak memahami dan mengkomunikasikan emosinya dapat membuat mereka rentan Penelitian Shapiro mengatakan mengajari anak memahami dan mengkomunikasikan emosinya akan mempengaruhi banyak aspek dalam perkembangan dan keberhasilan hidupnya. Sebaliknya, gagal mengajari anak memahami dan mengkomunikasikan emosinya dapat membuat mereka rentan

Ada beberapa kategorisasi yang dihasilkan oleh subjek dalam penelitian ini. Hasil pengkategorian dilakukan dengan cara membandingkan mean Hipotetik (MH) dan mean Empirik (ME). Pola asuh otoriter dalam penelitian ini menjadi variabel bebas, menunjukkan nilai Mean Empirik (ME) adalah 41,50 . Nilai Mean Hipotetik (MH) adalah 55, maka Mean Empirik (ME) berada di posisi tingkat rendah. Emotional abuse dalam hubungan berpacaran dalam penelitian ini menjadi variabel tergantung, menunjukan nilai Mean Empirik (ME) adalah 70,61 . Nilai dari Mean Hipotetik (MH) adalah 97,5 maka mean empirik berada di posisi tingkat rendah.

Dalam penelitian ini emotional abuse dalam hubungan berpacaran yang dialami mahasiswa Universitas Katolik Soegijapranata berada di tingkat rendah, hal ini disebabkan karena sebagian besar dari mereka tidak ingin mengontrol pasangannya. Hal ini bukan berarti emotional abuse dalam hubungan berpacaran tidak pernah dilakukan, tetapi upaya untuk mengontrol pasangan ini tidak sampai membuat pasangan berpacaran menjadi tidak nyaman.

Penelitian ini terbukti ada hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh otoriter dengan emotional abuse dalam hubungan berpacaran.

Sumbangan efektif dari pola asuh otoriter yaitu 44,4 % (r²= 0,444) yang mempengaruhi emotional abuse dalam hubungan berpacaran. sebanyak 44,4 % emotional abuse dalam hubungan berpacaran dipengaruhi oleh pola asuh otoriter. Sedangkan sisanya sebesar 55,6 % dipengaruhi variabel lain di luar variabel dalam penelitian ini. Selain faktor pola asuh yang otoriter, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi emotional abuse dalam hubungan berpacaran yaitu pengalaman masa lalu, lingkungan sekolah, pengaruh media massa, tidak menyadari akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan, atau faktor menjaga citra diri didepan orang lain.

Pada penelitian ini, emotional abuse dan pola asuh otoriter terbukti memiliki hubungan yang positif. Emotional abuse dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Berkowitz (1995, h. 225) yang menyatakan bahwa orang tua yang keras dan suka menghukum cenderung menghasilkan anak-anak yang agresif dan antisosial. Orang tua sebagai lingkungan pertama yang dapat menunjuang perkembangan emosi anak, harus dapat membantu dalam menciptakan suasana yang mendukung tercapainya perkembangan emosi anak.

Sejalan dengan hal diatas, emotional abuse dalam hubungan berpacaran dapat terjadi karena pola asuh tertentu dari orang tua. Jika anak diasuh dalam rumah tangga dengan kekerasan, maka anak akan melakukan hal yang keliru

yaitu perilaku ini diterima (Murray, 2000, h. 161). Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter seperti itu akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka yaitu perilaku ini diterima (Murray, 2000, h. 161). Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter seperti itu akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka

Peran orang tua sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Dengan pola asuh yang tepat dan mampu mengajarkan anak memahami dan menyalurkan emosi yang tepat maka anak akan terhindar dari akibat buruk pola asuh yang salah. Temperamen orang tua, terutama dari ayah, yang sifatnya meledak-ledak, disertai tindakan sewenang-wenang dan kriminil itu tidak hanya memberikan sifat tempramentnya tetapi juga menimbulkan iklim demoralisasi psikis pada lingkungannya. Selain itu juga merangsang reaksi-reaksi emosional yang sangat impulsif pada anak. Pengaruh ini makin memperburuk jiwa anak sehingga berakibat mudah membangkitkan pola kriminil pada anak (dalam Kartono, 1986, h. 225). Anak akan melakukan apa yang dia pelajari dari orang tua. Jika orang tua menggunakan pola asuh otoriter akibatnya anak akan berperilaku emotional abuse pada lingkungan sosialnya termasuk dalam hubungan berpacaran.

Pada penelitian ini tidak terlepas dari beberapa kelemahan-kelemahan yang dapat mempengaruhi hasil dari penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian ini menggunakan try out terpakai, sehingga memungkinkan terjadinya hal-hal yang mencemari hasil penelitian. Hal ini menyebabkan subjek masih dihadapkan pada skala yang belum dibersihkan dari item- item gugur.

2. Jumlah item yang banyak memungkinkan subjek merasa bosan dalam mengerjakannya, terbukti dari ekspresi yang terlihat pada subjek yang 2. Jumlah item yang banyak memungkinkan subjek merasa bosan dalam mengerjakannya, terbukti dari ekspresi yang terlihat pada subjek yang

3. Penelitian ini tidak memperhitungkan apakah subjek tinggal di kost atau tinggal bersama orang tua. Hal ini berpengaruh terhadap pengisian skala karena variabel yang diukur (pola asuh otoriter) berkaitan dengan kehadiran atau ketidak hadiran orang tua.

4. Penelitian ini tidak memperhitungkan lama subjek berpacaran. Hal ini diperkirakan berpengaruh terhadap pengisian skala variabel emotional abuse yang berkaitan dengan berapa lama menjalin hubungan berpacaran.