Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
C. Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pada penelitian ini peneliti menerapkan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), diterapkan secara umum yang terdiri dari lima tahap, yaitu tahap orientasi siswa pada masalah, tahap mengorganisasi siswa untuk belajar, tahap membimbing penyelidikan individual dan kelompok, tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta tahap menganalisa dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah (Nurhadi, dkk 2004:60). Selama proses pembelajaran berlangsung, guru dibantu oleh dua orang observer untuk mengamati proses pembelajaran serta mengobservasi kemampuan berpikir kritis siswa.
Pada tahap pengorientasian siswa pada suatu masalah, tujuan dari pembelajaran harus dijelaskan kepada siswa agar mengerti kemana arah dari proses pembelajaran, selain itu motivasi siswa harus dibangkitkan. Pada tahap ini siswa juga diajak terlibat dalam suatu pemecahan masalah. Dalam tahap pengorganisasian, siswa didorong oleh guru agar dapat mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan materi dan permasalahan yang diberikan oleh guru. Pada tahap pembimbingan penyelidikan individual dan kelompok, siswa dengan dibantu oleh guru mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen agar siswa mendapatkan penjelasan dan alternatif pemecahan masalah. Dalam tahap mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru membantu siswa dalam hal menyiapkan hasil karya yang sesuai. Hasil karya tersebut bisa berupa laporan, video, dan model. Pada tahap ini bisa membantu siswa untuk berbagi tugas dengan teman kelompoknya. Dalam tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru membantu siswa dalam melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka, dan proses-proses yang mereka gunakan. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah ini, diharapkan siswa mampu menerima materi pelajaran dengan sebaik-baiknya, dengan tidak menghapal, tetapi mampu mendalami materi dan mengatasi permasalahan yang diberikan oleh
guru dalam kegiatan belajar mengajar dan menerapkannya di kehidupan sehari- hari.
Pada siklus I banyak siswa yang masih kesulitan dalam menganalisa permasalahan yang diberikan, terlihat dari banyaknya siswa yang bertanya kepada guru mengenai tugas yang harus mereka kerjakan. Hal yang paling banyak ditanyakan oleh siswa adalah mengenai rumusan masalah serta menyusun dugaan sementara atas permasalahan yang diberikan. Kegiatan diskusi kelompok pada siklus I juga berjalan kurang kondusif, karena sebagian siswa masih terlihat tidak melakukan diskusi dan hanya bicara dengan temannya. Kondisi ini karena kurangnya tanggung jawab yang dimiliki siswa serta tidak adanya pembagian tugas antara sesama anggota kelompok. Sehingga membuat pemecahan masalah oleh siswa pada saat diskusi siklus I masih sangat sederhana dan tidak berhubungan dengan materi. Hal ini dikarenakan pada siklus I guru kurang menjelaskan prosedur pembelajaran serta materi terlebih dahulu, sehingga siswa tidak mengerti tentang materi.
Selama observasi siklus I, ditemukan bahwa semua aspek yang tercantum dalam lembar observasi tahapan pembelajaran teramati selama proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi kegiatan guru pada siklus I diperoleh presentase keberhasilan sebesar 83,33. Hal ini dikarenakan beberapa aspek dalam tahapan pembelajaran masih kurang optimal dilakukan oleh guru, seperti pada tahap mengorientasi siswa pada masalah. Pada tahap tersebut, guru hanya mengulang dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya. Selain itu guru juga kurang menjelaskan prosedur pembelajaran berbasis masalah secara rinci kepada siswa, sehingga banyak siswa yang masih belum mengerti langkah-langkah yang
harus dikerjakan dalam pembelajaran berbasis masalah dan banyak siswa yang kurang mengerti mengenai tugas yang harus dikerjakan terutama dalam membuat rumusan masalah serta hipotesis. Hal lain yang belum dilakukan guru pada siklus
I adalah kurang memberdayakan pertanyaan provokatif untuk melihat kemampuan siswa dan memotivasi siswa untuk aktif dalam kelas. Selain itu, siswa juga belum terbiasa dengan model pembelajaran berbasis masalah. Hasil pengamatan yang dilakukan juga belum maksimal karena keterbatasan waktu yang diberikan oleh guru. Meskipun waktu yang dirancang untuk pembelajaran tersedia 90 menit, tapi tetap saja waktu yang tersedia masih kurang. Dengan demikian, hendaknya guru benar-benar mengatur waktu untuk pembelajaran model ini.
Proses pembelajaran berbasis masalah pada siklus I dan siklus II menggunakan kasus atau permaslahan dunia nyata, namun permasalahan yang diberikan disesuaikan dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Setelah permasalahan diberikan maka siswa diminta untuk menganalisis dan mencari alternatif pemecahan atas masalah tersebut. Hal ini berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis siswa. Kecepatan dan ketepatan masing-masing siswa dalam menganalisis kasus tergantung pada kebiasaan dalam menanggapi permasalahan dalam kehidupan dan tanggung jawab dari masing-masing siswa.
Berdasarkan hasil refleksi tindakan pada siklus I, maka dilakukan tindakan perbaikan pada siklus II. Hal ini dilakukan agar guru mendapatkan hasil yang lebih baik dari siklu I. Pada siklus II, proses pembelajaran berlangsung lebih baik dari siklus I. Hal ini dikarenakan siklus II adalah penyempurnaan dari siklus I. Keadaan kelas pada saat proses pembelajaran pada siklus II menjadi kondusif dan terkendali pada saat proses pembelajaran. Pada awal pelajaran guru terlebih
dahulu memberikan penjelasan tentang inti materi dan prosedur pembelajran. Perencanaan waktu yang dilakukan oleh guru juga sesuai yang direncanakan. Dalam berdiskusi, siswa menjadi semakin aktif dan sudah terbiasa dengan pembagian tugas dengan teman sekelompoknya, sehingga masing-masing siswa memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri dan diskusi menjadi merata karena tidak hanya sebagian siswa yang aktif. Pada saat berdiskusi, siswa mampu merumuskan dan mencari alternatif permasalahan yang diberikan oleh guru.
Adapun presentase keberhasilan dari proses pembelajaran pada siklus II adalah sebesar 90,91. Dengan demikian terjadi peningkatan dari siklus I sebesar 7,58.