Unit Defisit Ultimate Borrowers adalah suatu unit yang memiliki fungsi dalam melakukan pinjam terhadap bursa efek ataupun perusahaan efek yang ada pada
pasar modal yang mana pasar modal akan memberikan saham atau instrumen uang kepada Unit Surplus Ultimate Lenders atau sering juga disebut unit
pemberi pinjaman yang mana dana yang dipinjamkan memiliki keuntungan bunga yang telah disepakati bersama di saat pengembalian pinjaman. Kemudian
pinjaman tersebut untuk disimpan di pasar uang untuk dijualbelikan saham dalam aset keuangan maupun instrumen uang terhadap pasar modal.
2.3.5 Kebijakan Moneter dan Pasar Modal
Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, peran pasar modal dalam pembiayaan investasi memang mengalami peningkatan yang signifikan. Krisis
perbankan yang terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia pada waktu krisis ekonomi di Asia, membuktikan bahwa ketergantungan terhadap perbankan
menyulitkan pemulihan ekonomi economic recovery negara tersebut pasca krisis. Banyak diantara negara berkembang emerging countries yang mencoba
mengurangi ketergantungan tersebut dengan mendorong pengembangan pasar modal, sehingga peran pasar modal dalam perekonomian menjadi penting. Dalam
penelitiannya, Broome and Moorley 2004 menyimpulkan bahwa harga saham menjadi salah satu leading indicator yang signifikan untuk krisis ekonomi di
negara-negara Asia tahun 1997-1998. Secara tidak langsung, temuan tersebut mengindikasikan pentingnya peran pasar modal dalam perekonomian dan
Universitas Sumatera Utara
transmisi kebijakan moneter. Banyak artikel yang membahas mengenai dampak kebijakan moneter terhadap pasar modal atau sebaliknya, respon pasar modal
terhadap kebijakan moneter. Artikel yang ditulis oleh James Tobin dan diterbitkan dalam Journal of Money, Credit and Banking pada tahun 1969 merupakan salah
satu artikel fenomenal yang banyak dirujuk oleh artikel-artikel lainnya. Di dalam artikelnya, Tobin menjelaskan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi pasar
modal melalui perubahan harga barang modal price of capital, yang kemudian dikenal dengan istilah Tobin’s Q. Notasi Q merupakan rasio dari nilai pasar
market value saham sebuah perusahaan dengan nilai asetnya assets value. Nilai dari Q akan tinggi Q1 jika harga pasar lebih tinggi dari harga aset, sehingga
perusahaan tergerak untuk menerbitkan saham untuk membiayai pendirian pabrik baru maupun pembelian barang-barang modal lainnya karena harganya relatif
lebih murah dari harga pasarnya. Investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli lebih banyak barang-barang modal dari hasil penerbitan saham
tersebut. Sebaliknya, nilai Q akan rendah Q1 jika harga pasar lebih rendah dari harga aset, sehingga biaya pembelian barang-barang modal relatif lebih mahal.
Sebagai konsekuensi, investasi akan rendah karena harga barang-barang modal relatif lebih mahal dan perusahaan lebih cenderung untuk mengakuisisi
perusahaan yang sudah ada dari pada melakukan investasi baru. Kebijakan moneter dapat mempengaruhi harga saham market value5
melalui dua jalur. Pertama, kontraksi moneter yang menyebabkan berkurangnya jumlah uang beredar akan mendorong masyarakat mengurangi pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
konsumsinya sehingga permintaan terhadap produk perusahaan menurun. Di sisi lain, kontraksi moneter yang mendorong peningkatan suku bunga menambah cost
of capital bagi perusahaan. Kedua faktor tersebut menurunkan profitabilitas perusahaan yang kemudian berdampak pada penurunan harga saham. Kedua,
peningkatan suku bunga membuat nilai imbal hasil dari deposito dan obligasi menjadi lebih menarik, sehingga banyak investor pasar modal yang mengalihkan
portofolio sahamnya. Meningkatnya aksi jual dan minimnya permintaan akan menurunkan harga saham. Dengan demikian, kontraksi moneter akanmenurunkan
harga saham market value yang selanjutnya menurunkan nilai Q dan investasi. Namun Tobin dan beberapa peneliti lainnya mengakui bahwa tidaklah mudah
mengestimasi respon dari pasar modal terhadap perubahan kebijakan moneter karena adanya permasalahan edogeinity, dimana perubahan kebijakan moneter
merupakan respon bank sentral terhadap perkembangan pasar modal. Bernanke dan Kuttner 2005 juga menyatakan bahwa sangat rumit untuk mengestimasi
respon harga saham terhadap kebijakan moneter karena pasar tidak akan bereaksi terhadap kebijakan moneter yang telah terantisipasi anticipated monetary policy.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga saham di pasar modal bereaksi negatif dan signifikan terhadap unexpected atau surprise kebijakan moneter. Peningkatan
suku bunga kebijakan moneter dalam hal ini Fed Fund Rate yang belum terantisipasi akan menurunkan harga saham sebagai akibat dari efek subtitusi
portofolio. Selain efek subtitusi, faktor ekspektasi juga sangat mempengaruhi pergerakan harga saham Gilchrist dan Leahy, 2002. Optimisme terhadap kondisi
Universitas Sumatera Utara
ekonomi ke depan akan mendorong terjadinya peningkatan harga saham. Untuk itu, kebijakan moneter akan berdampak terhadap pasar saham jika mampu
membentuk atau mempengaruhi ekspektasi para pelaku pasar modal. Kebijakan moneter yang didukung oleh data dan analisa kondisi perekonomian yang
terpercaya dan kualitas komunikasi bank sentral dalam mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada publik menjadi kunci keberhasilan dalam mengarahkan
ekspektasi masyarakat tentang kondisi perekonomian ke depan. Pengumuman kebijakan dan komunikasi hasil analisa bank sentral yang mengarah kepada
penurunan akselerasi aktivitas perekonomian akan mengarahkan ekspektasi pelaku pasar modal bahwa produksi dan konsumsi akan menurun, sehingga profit
perusahaan dan deviden yang dibagikan juga akan menurun. Ekspektasi yang pesimistis tersebut akan mendorong terjadinya penurunan harga saham. Sementara
Thorbecke 1997 menggunakan pendekatan cash flow untuk menjelaskan dampak kebijakan moneter terhadap pasar modal. Dengan menggunakan argumen
yang hampir sama dengan Bernanke dan Gertler 1995 bahwa kontraksi moneter yang mendorong terjadinya peningkatan suku bunga akan menurunkan cash flow
perusahaan. Sementara teori menyebutkan bahwa harga saham merupakan present value dari cash flow perusahaan di masa mendatang. Dari hubungan tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa kebijakan moneter yang kontraktif akan menurunkan harga saham. Pengujian empiris dengan menggunakan pendekatan vector
autoregression VAR, Thorbecke menemukan bahwa kontraksi moneter mempunyai efek negative dan signifikan terhadap stock return, baik nominal
Universitas Sumatera Utara
maupun riil. Sementara harga saham mempunyai pergerakan yang searah dengan stock return, sehingga secara tidak langsung kontraksi moneter berkorelasi negatif
dengan harga saham. Hasil kajian Kohn dan Sack 2003 secara langsung membuktikan bahwa kontraksi moneter secara signifikan berdampak pada
penurunan harga saham. Selain mempengaruhi harga saham, kebijakan moneter juga dipercayai dapat berdampak pada volatilitas di pasar saham. Volatilitas
merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh para investor dalam menentukan portofolio investasinya. Bomfim 2003 dengan menggunakan
pengumuman hasil rapat FOMC sebagai indikator policy surprise menemukan hubungan yang positif antara pre-announcement dan announcement dengan
volatilitas pasar saham. Sementara, Chen et al 1999 tidak menemukan hubungan yang signifikan ketika menggunakan discount rate sebagai proksi kebijakan
moneter.
2.3.6 Kebijakan Moneter dan Pasar Keuangan