Interaksi Antar Institusi Pasar Keuangan

penjualan di harga rendah dan rugi atau bisa juga melakukan pembelian ulang bila ada informasi akurat harga saham bisa naik di masa depan.

2. Sideways, yaitu keadaan dimana harga saham stabil. Dikatakan stabil

karena harga saham bergerak naik atau turun sehingga membentuk grafik mendatar dari waktu ke waktu.

3. Bullish, yaitu dimana harga saham naik terus-menerus dari waktu ke

waktu. Hal ini bisa terjadi karena berbagi macam sebab, bisa dikarenakan keadaan finansial secara global atau kebijakan manajemen perusahaan.

2.4.2 Interaksi Antar Institusi Pasar Keuangan

Dampak kebijakan moneter terhadap institusi di pasar keuangan tidak hanya berupa hubungan searah seperti dijelaskan dalam sub bab di atas. Kebijakan moneter juga akan memicu terjadinya interaksi antar institusi di pasar keuangan. Efek subtitusi antar portofolio pasar keuangan merupakan salah satu bentuk interaksi yang lazim. Kontraksi moneter yang mendorong terjadinya kenaikan suku bunga akan membuat nilai imbal hasil surat berharga bank sentral, obligasi maupun simpanan khususnya deposito menjadi lebih atraktif. Kondisi ini mendorong investor untuk mengalihkan investasinya dari pasar modal ke perbankan atau pasar obligasi. Dari sisi ekspektasi, kontraksi moneter akan mengurangi konsumsi yang pada gilirannya akan mengurangi produksi dan keuntungan perusahaan sehingga deviden yang diberikan akan turun. Selain itu, kontraksi moneter juga meningkatkan kewajiban dan memperburuk cash flow Universitas Sumatera Utara perusahaan. Kedua alasan tersebut akan menurunkan gairah di pasar modal sehingga harga saham terpangkas. Dari interaksi tersebut terlihat bahwa pasar modal menjadi kompetitor investasi dari perbankan dan pasar obligasi karena simpanan bank dan obligasi secara teori akan bergerak searah. Dari interaksi tersebut, pasar keuangan akan mencapai titik keseimbangan barunya. Nilai imbal hasil return bukan satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan pelaku di pasar keuangan untuk melakukan penyesuaian portofolio investasinya. Faktor informasi juga menjadi salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan mengingat masalah asymmetric information dan moral hazard menjadi problem di pasar keuangan Both dan Thakor, 1997. Pelaku pasar keuangan tidak dapat secara langsung menyepadankan nilai imbal hasil dari risk free assets seperti surat berharga bank sentral dan obligasi pemerintah dengan saham atau obligasi swasta. Untuk itu informasi dari lembaga pemeringkat atau rating sangat bermanfaat dan membantu untuk menilai kualitas dari suatu portofolio saham atau obligasi swasta. Rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti Standard Poor, Moody’s, Fitch atau pefindo untuk Indonesia, memberikan informasi tentang kondisi fundamental suatu emiten yang secara tersirat juga memuat default risks. Motif dan karakteristik para investor yang bertransaksi di pasar keuangan juga sangat berpengaruh. Motif investor dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu investasi dan transaksi trading. Motif investasi bersifat jangka Universitas Sumatera Utara panjang, sedangkan motif transaksi bersifat jangka pendek. Pada investasi jangka panjang, investor mengharapkan nilai imbal hasil dari deviden untuk saham dan kupondiskon untuk obligasi. Sementara dari investasi jangka pendek, investor mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli. Dari segi karakteristik, pasar obligasi pada umumnya lebih didominasi oleh investor besar yang bersifat kelembagaan, sementara pemain di pasar modal lebih bersifat investor individu Gebhardt et al, 2005. Investor kelembagaan yang mengelola dana jangka panjang masyarakat seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun cenderung memegang obligasi hingga jatuh waktu sehingga volume perdagangannya relatif kecil, sementara investor di pasar saham lebih bersifat jangka pendek. Untuk itu, sangat wajar bila transaksi di pasar modal lebih semarak dibanding pasar obligasi dan harganya pun lebih berfluktuasi. Di beberapa negara, perbankan yang secara umum mendominasi pasar keuangan diperbolehkan berinvestasi di pasar modal, sehingga terdapat peluang terjadinya subtitusi aset investasi bank antara kredit, surat berharga, pasar uang dan saham. Untuk kasus Indonesia, perbankan dilarang berinvestasi di pasar modal, sehingga menutup peluang tersebut dan subtitusi aset investasi bank hanya terjadi antara kredit, surat berharga, dan pasar uang. Zulverdi et al 2006 telah membuktikan terjadinya subtitusi antara kredit dan surat berharga. Namun belum terdapat bukti empiris yang konsisten terjadinya subtitusi subtitusi dengan pasar uang. Hal ini disebabkan karena perbedaan jangka waktu maturity, relatif Universitas Sumatera Utara kecilnya volume transaksi pasar uang antar bank PUAB, dan kecenderungan tersegmentasinya pasar uang.

2.4.3 Analisis Harga Saham