Keaslian Penulisan Metode Penelitian

Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban dalam invasi Amerika Serikat ke Irak ditinjau dari Hukum Hak Asasi Manusia. Di samping itu tentunya diharapkan dengan adanya pembahasan ini, maka penulis berharap dapat memberikan masukan dan manfaat untuk : 1. Memberikan masukan sekaligus pengetahuan kepada kita tentang hal-hal yang berhubungan perlindungan yang menjadi korban dalam invasi Amerika Serikat ke Irak ditinjau dari hukum Humaniter Internasional maupun Hukum Hak Asasi 2. Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan dimana dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan analisa- analisa yang bersifat objektif. 3. Memberikan masukan sekaligus pengetahuan kepada para pihak dalam kaitannya dengan perkembangan politik dunia global pada saat ini khususnya dalam perkembangan penerapan law enforcement terhadap hukum internasional dewasa ini.

D. Keaslian Penulisan

Pembahasan ini dengan judul : “PERLINDUNGAN TERHADAP PENDUDUK SIPIL SEBAGAI KORBAN DALAM INVASI AMERIKA SERIKAT KE IRAK DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL”, adalah judul yang sebenarnya tidak asing lagi di telinga kita, karena sebelumnya telah banyak dibahas di berbagai media, namun dalam pembahasan skripsi ini penulis khusus membahas mengenai masalah perlindungan yang menjadi korban dalam invasi Amerika Serikat ke Irak ditinjau dari hukum Humaniter Internasional maupun Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Hukum Hak Asasi. Judul ini adalah murni hasil pemikiran dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Apabila di kemudian hari terdapat kesamaan judul dan isi dengan skripsi ini, maka penulis sepenuhnya akan bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Hukum Humaniter Internasional

Isitilah hukum humaniter atau “International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict” berasal dari istilah hukum perang laws of war yang kemudian berkembang menjadi hukum persengketaan bersenjata laws of armed conflict, yang pada akhirnya saat ini biasa dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. 14 Haryomataram membagi hukum Humaniter Internasional ini menjadi 2 dua aturan pokok, yaitu : 15 Mochtar Kusumaatmadja membagi Hukum Perang menjadi 2 dua bagian, yaitu : 1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang Hukum Den HaagThe Hague Law. 2. Hukum yang mengatur perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil akibat perang Hukum JenewaThe Jenewa Laws. 16 14 GPH. Haryomataram, Op.cit, hal. 2-3. 15 Ibid, hal. 5 16 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Bina Cipta, Bandung, 1979, hal. 12. Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 1. Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata. 2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi 2 dua bagian, yaitu : a. hukum yang mengatur cara dilakukannya perang conduct of war. Bagian ini biasanya disebut The Hague Laws. b. hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws. Berdasarkan uraian di atas, maka hukum Humaniter Internasional terdiri dari dua aturan pokok, yaitu Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Seperti telah diketahui bersama, semula istilah yang digunakan adalah Hukum Perang, tetapi karena istilah Perang tidak disukai karena trauma yang disebabkan oleh Perang Dunia II yang memakan banyak korban, maka istilah Hukum Perang diganti menjadi Hukum Humaniter Internasional. 17 17 Pada Perang Dunia I terdapat lebih dari 60 juta jiwa terbunuh. Pada abad ke-18 jumlah korban mencapai 5,5 juta jiwa, abad ke-19 mencapai 16 juta jiwa. Pada Perang Dunia II korban mencapai 38 juta jiwa, sedangkan pada koflik-konflik yang terjadi sejak tahun 1949-1995 jumlah korban telah mencapai angka 24 juta jiwa, seperti dikutip oleh ICRC, Pengantar Hukum Humaniter, Miamata Print, Jakarta, 1999, hal. 6. Hukum humaniter Internasional merupakan bagian dari hukum internasional umum yang inti dan maksudnya diarahkan pada perlindungan individu, khususnya dalam siatuas tertentu, yaitu situasi perangpertikaian bersenjata serta akibatnya yaitu perlindungan terhadap korban perangpertikaian bersenjata. Dengan kata lain, hukum Humaniter Internasional mempunyai fokus sentral tentang bagaimana memperlakukan manusia secara manusiawi termasuk dalam kondisi perang. Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Sehubungan dengan arah hukum Humaniter Internasional tersebut di atas, kiranya hukum Humaniter Internasional dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan hukum yang mengatur tentang perlidnungan korban sengketa bersenjata sebagaimana diatur di dalam Konvensi Jenewa 1949 serta ketentuan Internasional lainnya yang berhubungan dengan itu. Sedangkan hukum Humaniter Internasional dalam arti luas adalah keseluruhan asas atau kaidah dan ketentuan-ketentuan Internasional lainnya baik tertulis atau tidak yang mencakup Hukum Perang dan Hak Asasi Manusia yang bertujuan menjamin penghormatan terhadap harkat martabat pribadi seseorang. Atas dasar pengertian tersebut, kiranya setiap individu tanpa memandang kedudukan, fungsi dan wewenang dalam situasi tertentu konflik diperlakukan sama di muka hukum. Jaminan perlakuan dan perlindungan yang sama untuk semua individuwarga negara yang sedang bersengketa baik militer atau sipil merupakan landasan utama pemikiran para ahli Hukum Internasional untuk menciptakan hukum Humaniter Internasional sebagai bagian dari hukum Internasional. J. Pictet lebih lanjut menjelaskan arti hukum Humaniter Internasional, yaitu : “International Humanitarian Law is wide sense, is constituted by all the International legal provisions, whether writers or customary ensuring respect for individual and his well being”. 18 Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa :“Hukum Humaniter merupakan bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan Dari definisi yang dikemukakan oleh J. Pictet ini tampak bahwa hukum Humaniter Internasional juga mencakup Hak Asasi Manusia. 18 GPH. Haryomataram, Op.cit, hal. 15. Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan melakukan perang itu sendiri”. 19 b. Human rights tidak dimasukkan karena di dalam Negara sosialis, human rights ini ditegakkan enforced oleh Negara dengan jalan menggunakan hukum nasional. Apabila diperhatikan kembali definisi dari hukum Humaniter Internasional tersebut dan dihubungkan dengan pembagiancabang hukum Humaniter Internasional, maka dapat ditarik suatu pengertian umum, bahwa hukum Humaniter Internasional dalam arti luas terdiri dari dua cabang, yaitu Hukum Perang dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai makna dan arah tidak hanya pengakuan akan adanya hak-hak asasi manusia, tetapi juga dihormati dan dilaksanakannya hak-hak asasi manusia pada waktu manusia “dikuasai” emosi, terutama pada saat-saat kritis dengan memperhatikan cara-cara conduct of war sebagaimana diatur dalam Konvensi Den Haag, sehingga diharapkan penderitaan akibat perang menjadi seminimal mungkin untuk itu dibutuhkan akan adanya kesadaran Internasional yang tinggi. Gezaherzegh memberi definisi hukum Humaniter Internasional dalam arti sempit dengan membagi hukum Humaniter Internasional pada Hukum Jenewa saja. Alasan yang dikemukakan adalah sebagaimana yang dikutip oleh Haryomataram sebagai berikut : a. Bahwa yang benar-benar dapat dikatakan mempunyai sifat Internasional dan Humaniter hanyalah apa yang disebut dengan Hukum Jenewa saja. Apabila The Hague dimasukkan, maka hal ini hanya akan mengurangi sifat humaniter yang begitu diutamakan. 19 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya di Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1980, hal. 5. Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa hukum Humaniter Internasional merupakan bagian dari Hukum Perang, khusus perlindungan korban perang. Sedangkan Hukum Perang itu sendiri mengatur cara berperang conduct of war. 20 J.G. Starke termasuk aliran tengah, menurut istilah Haryomataram, menyatakan :”…as will appear post, the appellation “laws of war” has been replaced by that of International Humanitarian Law…”. Pada hakikatnya Hukum Perang dalam arti luas sejak awal sampai akhir suatu peperangan, termasuk korban perang, idealnya dilakukan dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga segi-segi kemanusiaan tetap diperhatikan. Kalau demikian halnya, hukum Humaniter Internasional dalam arti luas tepat untuk dikembangkan dan diperhatikan terus dalam setiap pertikaiankonflik yang timbul antar dua negara. 21 Sedangkan Haryomataram berpendapat dan menyimpulkan bahwa hukum Humaniter Internasional mencakup baik Hukum Den Haag maupun Hukum Genewa dengan dua Protokol Tambahannya. Kesan yang didapat dalam hal ini adalah bahwa dengan Hukum Humaniter Internasional berperang lebih dapat dikendalikan. 22 Prinsip atau asas pembedaan Distinction Principle merupakan suatu asas penting dalam hukum Humaniter Internasional, yaitu suatu prinsip atau asas yang

2. Prinsip Pembedaan Distinction Principle dalam Hukum Humaniter Internasional

20 Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, hal. 16. 21 Ibid, hal. 17. 22 GPH. Haryomataram, Op.cit, ha.l. 25 Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 membedakan atau membagi penduduk dari suatu negara yang sedang berperang, atau sedang terlibat dalam konflik bersenjata, ke dalam dua golongan, yakni kombatan combatan dan penduduk sipil civilian. Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan hostilities, sedangkan penduduk sipil adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan. 23 Perlunya pembedaan demikian adalah untuk mengetahui mereka yang boleh turut serta dalam permusuhan, sehingga boleh dijadikan sasaran atau objek kekerasan, dan mereka yang tidak boleh turut serta dalam permusuhan sehingga tidak boleh dijadikan objek kekerasan. Ini sangat penting ditekankan karena perang, sejak ia mulai dikenal, sesungguhnya berlaku bagi anggota angkatan bersenjata dari negara- negara yang bermusuhan. Sedangkan penduduk sipil, yang tidak turut serta dalam permusuhan itu, harus dilindungi dan tindakan-tindakan peperangan itu. Keadaan ini sudah diakui sejak zaman kuno. Setiap kodifikasi hukum modern kembali menegaskan perlunya perlindungan terhadap penduduk sipil dari kekejaman atau kekerasan perang. 24 Menurut J. Pictet, prinsip pembedaan ini berasal dari asas umum yang dinamakan asas pembatasan ratione personae yang menyatakan : ”the civilian population and individual civilians shall enjoy general protection against danger arising from military operation”. Asas umum ini memerlukan penjabaran lebih jauh ke dalam sejumlah asas pelaksanaan principle of application, yakni : 25 a. Pihak-pihak yang bersengketa setiap saat, harus membedakan antara kombatan dan penduduk sipil guna menyelamatkan penduduk sipil dan objek-objek sipil. 23 Ibid,, hal. 63. 24 ICRC, Op.cit, hal. 73-74. 25 Ibid. Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 b. Penduduk sipil, demikian pula orang sipil secara perorangan, tidak boleh dijadikan objek serangan walaupun dalam hal reprisal pembalasan. c. Tindakan maupun ancaman kekekasan yang tujuan utamanya untuk menyebarkan terror terhadap penduduk sipil adalah dilarang. d. Pihak-pihak yang bersengketa harus mengambil segala langkah pencegahan yang memungkinkan untuk menyelamatkan penduduk sipil atau, setidak-tidaknya, untuk menekan kerugian atau kerusakan yang tak disengaja menjadi sekecil mungkin. e. Hanya anggota angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh. Uraian di atas menunjukkan bahwa, sebagaimana tersirat dari pernyataan J. Pictet itu, meskipun prinsip pembedaan ini lebih ditujukan sebagai upaya untuk melindungi penduduk sipil pada waktu perang atau konflik bersenjata, secara tidak langsung prinsip ini juga melindungi para kombatan atau anggota angkatan bersenjata dari pihak-pihak yang terlibat perang atau konflik bersenjata. Karena, dengan adanya prinsip pembedaan itu, akan dapat diketahui siapa yang boleh turut serta dalam permusuhan dan karenanya tidak boleh dijadikan sasaran kekerasan. Jadi, secara normative, prinsip ini dapat mengeliminasi kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh kombatan terhadap penduduk sipil. Ini berarti memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap Hukum Humaniter, khususnya ketentuan mengenai kejahatan perang, yang dilakukan oleh kombatan secara sengaja. 26 26 Ibid, hal. 75. Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian

1. SifatBentuk Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini dengan cara Library Research penelitian kepustakaan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban dalam Invasi Amerika Serikat ke Irak oleh Hukum Humaniter Internasional. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum internasional khususnya yang berkaitan penduduk sipil yang menjadi korban dalam Invasi Amerika Serikat ke Irak oleh Huku m Humaniter Internasional. 2. D a t a Data yang diteliti adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahansumber primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, kertas kerja. b. Bahansumber skunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung penulisan skripsi ini, seperti tulisan-tulisan, surat kabar, internet dan sebagainya. 3. Teknik Pengumpulan Data Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008. USU Repository © 2009 Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

G. Sistematika Penulisan.