Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
mencakup setiap bentuk tindakan yang dilakukan oleh setiap kekuatan bersenjata seperti pemberontakan atau gerombolanberandalan. Oleh karena itu, perlu diadakan
pembatasan tentang pertikaian bersenjata non-internasional tersebut. Untuk mendapatkan pembatasan tersebut, kiranya pendapat J. Pictet, dapat
digunakan sebagai pegangan. Dalam hal pembatasan pengertian itu, Pictet berpendapat bahwa pertikaian bersenjata non-internasional dalam Pasal 3 Konvensi
Kembar tersebut haruslah diartikan sebagai pertikaian bersenjata yang pihak-pihaknya bertikai dengan mempergunakan angkatan bersenjata.
97
Ringkasnya, pertikaian yang dalam banyak seginya menyerupai perang internasional, tetapi terjadi dalam satu wilayah negara. Perumusan J. Pictet ini bila
dibandingkan dengan ketentuan Pasal 3 Konvensi Jenewa tahun 1949, tampak menambah persyaratan bagi pertikaian bersenjata non-internasional yang telah
ditetapkan oleh konvensi tersebut. Pasal kembar itu kiranya hanya menetapkan satu persyaratan, yakni persyaratan wilayah. Pertikaian bersenjata yang ditetapkan itu
adalah pertikaian bersenjata yang terjadi di dalam satu wilayah negara peserta konvensi. Pictet menambahkan satu persyaratan lagi bagi pertikaian itu, yakni
persyaratan dengan menggunakan angkatan bersenjata oleh pihak-pihak yang bertikai.
98
97
J. Pictet, Commentary IV Geneva Convention, seperti dikutip oleh F. Sugeng Istanto, Perlindungan Penduduk Sipil dalam Perlawanan Rakyat Semesta dan Hukum Internasional, Andi
Offset, Yogyakarta, 1999, hal.37
98
Ibid.
Selanjutnya perlindungan penduduk sipil yang diatur di dalam Konvensi Jenewa tahun 1949 adalah perlindungan terhadap penduduk sipil yang menjadi korban
perang, yaitu :
1. Perlindungan Umum General Protection against The Effect of Hostilities.
Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
Berdasarkan Konvensi Jenewa tahun 1949, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif. Dalam hal keadaan
perang, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya. Terhadap mereka, tidak boleh diberlakukan
tindakan-tindakan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 27-34, yaitu : a. melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan.
b. melakukan tindakan yang menimbulkan pendertaan jasmani. c. menjatuhkan hukuman secara kolektif.
d. melakukan intimidasi, terorisme dan perampokan. e. melakukan pembalasan.
f. menjadikan mereka sebagai sandera. g. melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan
terhadap orang yang dilindungi. Dengan demikian besarnya perhatian yang diberikan oleh Konvensi Jenewa
1949 untuk melindungi penduduk sipil dalam sengketa bersenjata, sehingga Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan kawasan-kawasan rumah sakit dan daerah-
daerah keselamatan safety zone, dengan persetujuan bersama antara pihak-pihak yang bersangkutan.
99
99
Pasal 14 Konvensi Jenewa IV tahun 1949.
Pembentukan kawasan ini terutama ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang sipil yang rentan terhadap akibat
perang, yaitu orang yang terluka dan sakit, lemah, perempuan yang memiliki anak- anak balita, lanjut usia dan anak-anak.
Daerah keselamatan ini harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut :
Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
a. daerah-daerah kesehatan hanya boleh meliputi sebagian kecil dari wilayah yang diiperintah oleh negara yang mengadakan.
b. daerah-daerah itu harus berpenduduk relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kemungkinan-kemungkinan akomodasi yang terdapat disitu.
c. daerah-daerah itu harus jauh letakknya dan tidak ada hubungan dengan segala macam objek-objek militer atau bangunan-bangunan industri dan administrasi
yang besar. d. daerah-daerah seperti itu tidak boleh ditempatkan di wilayah-wilayah yang
menurut perkiraan dapat dijadikan areal untuk melakukan peperangan. Berkaitan dengan perlakuan terhadap orang-orang yang dilindungi, perlakuan
khusus yang harus diberikan terhadap anak-anak, para pihak yang bersangkutan diharuskan untuk memelihara anak-anak yang sudah yatim piatu atau terpisah dari
orangtua mereka. Perlakuan khusus terhadap anak-anak yang diatur dalam Pasal 77 Protokol I. Menurut Protokol I tahun 1977, anak-anak berhak atas perawatan dan
bantuan yang dibutuhkan sesuai dengan usia mereka. Mereka tidak boleh didaftarkan menjadi angkatan perang sebelum usia 15 tahun, dan jika sebelum usia tersebut
mereka terlibat langsung dalam peperangan, maka apabila tertangkap, mereka harus menerima perlakuan khusus sesuai dengan usia mereka, dan terhadap mereka yang
tertangkap sebelum usia 18 tahun, serta tidak boleh dijatuhi hukuman mati. Di antara penduduk sipil yang harus dilindungi, terdapat beberapa kelompok
orang-orang sipil yang perlu dilindungi, yaitu : 1. Orang asing di wilayah pendudukan.
Pada waktu pecah perang antara negara yang warga negaranya berdiam di dalam wilayah negara musuh, maka orang-orang asing ini merupakan warga negara
Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
musuh. Walaupun demikian, mereka tetap mendapatkan penghormatan dan perlindungan di negara mana mereka berdiam. Berdasarkan Pasal 35 Konvensi IV,
mereka harus diberi izin untuk meninggalkan negara tersebut. Jika permohonan mereka ditolak, mereka berhak meminta agar penolakan tersebut dipertimbangkan
kembali. Permintaan tersebut ditujukan kepada pengadilan atau badan administrasi yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas itu.
Hukum yang berlaku bagi mereka harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku di masa damai hukum perang orang asing. Perlindungan minimum atas hak
asasi manusia terhadap mereka harus dijamin. Oleh karena itu, mereka harus dimungkinkan untuk tetap menerima pembayaran atas pekerjaannya, menerima
bantuan, perawatan kesehatan dan sebagainya.
2. Orang yang tinggal di wilayah pendudukan. Dalam wilayah pendudukan, penduduk sipil sepenuhnya harus dilindungi.
Penguasa pendudukan occupaying power tidak boleh mengubah hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Dengan perkataan lain, hukum yang berlaku di wilayah
tersebut adalah hukum negara yang diduduki. Oleh karena itu, perundang-undangan nasional dari negara yang diduduki musuh berlaku secara de jure walaupun yang
berkuasa atas wilayah pendudukan adalah penguasa pendudukan secara de facto. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah daerah di wilayah yang diduduki, termasuk
pengadilannya harus diperbolehkan untuk melanjutkan aktivitas-aktivitas mereka seperti sedia kala.
Orang-orang sipil di wilayah ini harus dihormati hak-hak asasinya, misalnya mereka tidak boleh dipaksa bekerja untuk penguasa pendudukan, tidak boleh dipaksa
Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
untuk melakukan kegiatan-kegiatan militer. Penguasa pendudukan bertanggung jawab untuk memelihara dinas-dinas kesehatan, rumah sakit dan bangunan-bangunan
lainnya. Perhimpulan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional harus tetap diperbolehkan untuk melanjutkna tugas-tugasnya. Penguasa pendudukan juga harus
memperhatikan kesejahteraan anak-anak, serta menjamin kebutuhan makanan dan kesehatan penduduk.
100
Penduduk sipil yang dilindungi dapat diinternir. Ketentuan-ketentuan tentang perlakuan orang-orang yang diinternir diatur di dalam Seksi IV, Pasal 79-135
Konvensi Jenewa IV. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tindakan perampasan kebebasan daapt dilakukan apabila terdapat alas an keamanan yang riil dan mendesak.
Tindakan untuk menginternir penduduk sipil pada hakikatnya bukan merupakan suatu hukuman, hanya merupakan tindakan pencegahan administratif.
Apabila penguasa pendudukan tidak mampu melakukan hal tersebut, maka mereka harus mengijinkan adanya bantuan yang datang dari luar
negeri sesuai dengan Pasal 59-61 Konvensi Jenewa IV tahun 1949.
3. Interniran Sipil
101
Oleh karena itu, walalupun penduduk sipil ini diinternir, namun mereka tetap memiliki kedudukan dan
kemampuan sipil mereka dan dapat melaksanakan hak-hak sipil mereka.
102
100
Pasal 50 Konvensi Jenewa IV tahun 1949.
101
Mochtar Kusumaatmadja, Op.cit, hal. 22.
102
Pasal 80 Konvensi Jenewa IV tahun 1949.
Selanjutnya para interniran itu tidak boleh ditempatkan dalam daerah-daerah yang sangat terancam bahaya perang. Setelah permusuhan berakhir, para interniran
sipil harus dipulangkan kembali ke negara mereka.
Hendra Jusanda : Perlindungan Terhadap Penduduk Sipil Sebagai Korban Dalam Invasi Amerika Serikat Ke Irak Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, 2008.
USU Repository © 2009
2. Perlindungan Khusus