48 perusahaan dan nilai perusahaan juga mempengaruhi kepemilikan manajerial.
Penelitian Eddy Suranta dan Mas’ud Machfoedz 2003 juga memberikan bukti bahwa profitabilitas perusahaan juga mempengaruhi kepemilikan manajerial
perusahaan. Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan
bahwa nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas
maka penelitian ini didasarkan pada hipotesis bahwa keputusan bisnis di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di perusahaan
tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang diambil manajer akan terlihat dari kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Sehingga
dapat juga dihipotesiskan bahwa kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di
perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
6. Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan
Dalam jangka panjang, tujuan perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan semakin sejahtera
pula pemiliknya. Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik shareholder melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan
pendanaan dan keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal, demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan.
Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai
49 perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang
menyerahkan pengelolaan
perusahaan kepada
para professional
yang bertanggungjawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer
yang diangkat oleh shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran
shareholder akan dapat tercapai. Jensen 2001 menjelaskan bahwa untuk memaksimumkan nilai
perusahaan tidak hanya nilai ekuitas saja yang harus diperhatikan, tetapi juga semua klaim keuangan seperti hutang, warran, maupun saham preferen.
Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang notabene merupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan
perusahaan seringkali menimbulkan masalah-masalah agency problem. Agency problem
dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya
mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi
nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki.
Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan
keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan Fama dan French, 1998. Penelitian tentang
keputusan keuangan sebagaimana kerangka pikir di atas pernah dilakukan oleh Sri
50 Hasnawati 2005 yang menemukan bahwa keputusan investasi, keputusan
pendanaan, dan kebijakan dividen secara parsial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kebijakan dividen secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan
dan secara tidak langsung keputusan investasi mempengaruhi nilai perusahaan melalui kebijakan dividen dan keputusan pendanaan. Agrawal 1994 meneliti
kebijakan dividen terhadap semua ekuitas perusahaan dan temuannya adalah bahwa dividen dapat dipandang sebagai subtitusi dari hutang dalam mengurangi
agency cost . Jadi, keputusan investasi berpengaruh terhadap keputusan
pendanaan, keputusan pendanaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen, dan keputusan investasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan
sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan signaling
theory . Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan di respon secara positif oleh pasar
Brigham, 1999. Peningkatan dividen dilakukan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana dari pasar modal dan perbankan.
Dividen mengandung informasi atau sebagai isyarat signal akan prospek perusahaan Roseff, 1982. Pendapat Roseff didukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Asquith dan Mullins 1983, bahwa pengumuman meningkatnya dividen telah meningkatkan return saham, dan dapat digunakan untuk menangkal
51 isu-isu yang tidak diharapkan perusahaan di masa mendatang. Keputusan
pendanaan relevan terhadap pencapaian tujuan perusahaan Modigliani Miller, 1963. Selanjutnya Masulis 1980 melakukan penelitian dalam kaitannya dengan
relevansi keputusan pendanaan, menemukan bahwa sehari sebelum dan sesudah pengumuman peningkatan proporsi hutang terdapat kenaikan abnormal returns,
demikian sebaliknya pada saat perusahaan mengumumkan penurunan proporsi hutang berpengaruh kepada penurunan abnormal returns.
Fama 1978 mengatakan bahwa nilai perusahaan semata-mata ditentukan oleh keputusan investasi. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa keputusan
investasi itu penting, karena untuk mencapai tujuan perusahaan hanya akan dihasilkan melalui kegiatan investasi perusahaan. Namun keputusan investasi
tidak dapat diamati secara langsung. Beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain oleh Myers 1977 yang
memperkenalkan IOS. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang.
Jadi prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set IOS. IOS didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki assets in place
dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif. Menurut Gaver Gaver 1993, IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnya
tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, di mana pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang
diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar. Dari pendapat ini sejalan dengan Smith Watts 1992 bahwa komponen nilai perusahaan merupakan hasil
52 dari pilihan-pilihan untuk membuat investasi di masa yang akan datang
merupakan IOS. Dari definisi diatas, terdapat dua pengertian mengenai IOS. Satu pendapat mengatakan bahwa IOS merupakan keputusan investasi yang dilakukan
perusahaan untuk menghasilkan nilai. Di lain pihak IOS didefinisikan sebagai nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui IOS. Namun secara umum dapat
disimpulkan bahwa IOS merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa yang akan datang dengan nilaireturnprospek sebagai hasil dari
keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan. Dalam studi keuangan dan akuntansi beberapa proksi IOS telah digunakan oleh Smith Watts 1992,
Gaver gaver 1993, dan Kallapur Trombley 1999 dengan membuat tiga klasifikasi sebagai proksi IOS.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaaro 2002b di Indonesia, menggunakan IOS sebagai proksi keputusan investasi, yang terdiri dari actual investment dan
investment opportunity yang dikaitkan dengan keputusan pendanaan. Kesimpulan
yang dihasilkan adalah actual investment dan investment opportunity memiliki efek positif terhadap keputusan pendanaan pada ketidakpastian yang rendah dan
negatif pada kondisi ketidakpastian yang tinggi. Keputusan pendanaan memusatkan pada sisi kanan neraca perusahaan dan
meliputi dua komponen pokok. Pertama kombinasi antara hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang yang tepat. Kedua yang tidak kalah pentingnya,
melakukan seleksi setiap sumber pendanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pendanaan yang didasarkan pada pecking order theory, menyatakan
bahwa urutan pendanaan berdasarkan pendanaan yang memiliki risiko lebih kecil
53 yaitu pertama laba ditahan, diikuti dengan hutang, dan terakhir ekuitas baru
Myers, 1984. Teori tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Fama dan French 1999, yang menemukan bahwa secara rata-rata 70 gross investment
didanai dengan dana internal laba ditahan dan penyusutan, sisanya ditutup dengan menerbitkan sekuritas baru khususnya hutang.
Bird in the hand theory dari Lintner 1962, Gordon 1963, dan
Bhattacharya 1979, memaksa perusahaan membayar dividen dalam jumlah besar. Penelitian Rozeff 1982, dan Easterbrook 1984 menunjukkan semakin
banyak dividen yang ingin dibayarkan oleh perusahaan, semakin besar kemungkinan berkurangnya laba ditahan. Akibatnya, perusahaan harus mencari
biaya eksternal untuk melakukan investasi baru. Namun biaya penerbitan sumber pembiayaan eksternal menjadi mahal karena adanya flotation cost. Akibatnya
pembayaran dividen menjadi mahal karena meningkatnya kebutuhan untuk menambah modal eksternal yang lebih mahal.
Teori keagenan Jensen Meckling 1976 berpendapat bahwa dividen akan mengurangi konflik antara agents dan principals. Sehubungan dengan
dividen dan keputusan pendanaan, Easterbrook 1984 mengatakan bahwa dividen merupakan keuntungan bagi equity holders. Oleh sebab itu, mereka akan
memaksa manajer secara tetapkonstan untuk memperoleh modal baru pada pasar persaingan. Pada perusahaan yang membagi dividen dalam jumlah besar, maka
untuk membiayai investasinya diperlukan tambahan dana melalui hutang, sehingga kebijakan dividen akan mempengaruhi hutang secara searah Emery
Finnerty 1997. Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
54 Hartono 2000 di Indonesia bahwa kebijakan dividen mempengaruhi kebijakan
leverage perusahaan dengan hubungan yang positif. Rozeff 1982 menganggap bahwa dividen nampaknya memiliki atau
mengandung informasi informational content of dividend atau sebagai isyarat akan prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran dividen,
mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Dengan demikian
manajemen enggan mengurangi dividen, apabila dianggap sebagai memburuknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
Apabila kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi.
Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan, bahkan
untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi
untuk mengatasi masalah overinvestment. Penelitian Wirjolukito et al. 2003 mengukur pemanfaatan kesempatan
investasi dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hasil penelitian Wirjolukito et al. 2003 menemukan hubungan parameter estimasi dan arah
variabel peluang investasi kepada kebijakan dividen bernilai positif. Dengan demikian, hal itu dapat memberikan sinyal bagi perusahaan untuk melaksanakan
kebijakan dividen. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia dan beberapa Negara yang menjadi sampel di dalam penelitian tentang
55 dividen cenderung menggunakan kebijakan dividen untuk memberikan sinyal atas
arus kas di masa yang akan datang dan menggunakan arus kas tersebut untuk mendanai investasi yang menguntungkan di masa yang akan datang. Di dalam
kesetimbangan, dampak pengumuman pada penerbitan baru akan bergantung pada informasi asimetri yang berasal dari aktiva yang dikuasai perusahaan atau berasal
dari peluang investasi. Sedangkan menurut Jensen 1986, manajer cenderung untuk menginvestasikan arus kas bebas ke dalam peluang investasi dan
memperbesar ukuran perusahaan meskipun tidak menguntungkan.
B. Penelitian Sebelumnya