Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum

Ikut serta bermain judi, tempatnya yaitu di jalan umum, di pinggir jalan, di tempat yang dapat dikunjungi umum, dan perjudian itu tanpa mendapat izin dari penguasa yang berwenang

C. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum

Islam dan Hukum Positif Sanksi pidana atau hukuman dalam bahasa Arab disebut “uqubah”, lafaz uqubah menurut bahasa berasal dari lafaz uqubah berasal dari kata ﻘ yang sinonimnya ﻓ ﺎ ءاﻮﺳ اﺰ artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukan. 15 Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah: عرﺎ ا ﺮ أ نﺎﻴ ﻰ ﺔ ﺎ ا ﺔ رّﺮﻘ ءاﺰ ا ه ﺔ ﻮﻘ ا Artinya: Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara. 16 Sedangkan pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al- Mawardi adalah sebagai berikut: ارﻮﻈ اﺮ ا ه ﺔ ﺮ ا ت ﺮ ﺰ ﺗ وأ ﺪ ﺎﻬ ﻰ ﺎ ﺗ ﷲا ﺮ ز ﺔّﻴ ﺮ Artinya: Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir. 17 15 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005 , h.144-146 16 Abdul Qodir Al-Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, Bairut: Dar Al-Kitab, t.th, Juz 1h, 609 Tindak pidana yang dikenakan hukuman-hukuman tertentu dalam syari’at Islam dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi tindak pidana berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-qur’an atau al- hadist. atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam. 18 1. Sanksi Tindak Pidana Hudud Hudud secara bahasa berarti larangan, sedangkan secara istilah tindak pidana hudûd adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman had, pengertian had sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah, hukuman had adalah hukuman yang ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah Subhanahu Wa ta’ala. 19 Adapun makna hudud yakni “hukuman yang sudah ditentukan”. Artinya syara’ sudah menentukan jenis dan membatasi kadarnya, tidak membiarkan pilihan atau kadar hukuman kepada penguasa atau hakim. Maksud hukuman yang telah ditentukan Allah SWT adalah bahwa hukuman had tidak memiliki batasan minimal terendah, ataupun batasan maksimal tertinggi. Maksud hak Allah SWT ialah 17 Abdul Qodir Al-Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, Bairut: Dar Al-Kitab, t.th, Juz 1h, 12 18 Ibid, h. 99 19 Ibid, h. 100 hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan individu atau masyarakat. 20 Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas dari tindak pidana hudud yaitu sebagai berikut: 1. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah ditentukan oleh syara dan tidak ada batas minimal dan maksimal. 2. hukuman hudud tersebut merupakan hak Allah SWT semata-mata atau kalau ada hak manusia di samping hak Allah, maka hak Allah SWT yang lebih dominan. 21 Dalam hubungannya dengan hukuman tindak pidana had maka pengertian hak Allah di sini adalah bahwa hukuman tersabut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan orang yang menjadi korban atau keluarga atau oleh masyarakat yang diwakili oleh Negara 22 . Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain sebagai berikut : 1. Jarimah Zina Hukuman untuk jarimah zina adalah: a. Dera jilid; b. Pengasingan taghrib; 20 Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj. Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1, h. 99-100 21 Ibid, h. 99 22 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet. 1, h. 18 c. Rajam Hukuman dera sebanyak seratus kali dan pengasingan selama satu tahun ditetapkan untuk pelaku zina ghairu muhshan, sedangkan rajam ditetapkan untuk pelaku zina muhshan. Hukuman ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surat Al-Nûr ayat 2 dan hadits Nabi SAW. dari Ubadah ibn Shamit : ☺ ☺ ☺ ⌧ ⌧ ☺ Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap- tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman . QS. Al-Nur : 2 Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ubadah ibn Shamit : ☺ …… …… . Artinya : ………..Jejaka dan gadis hukumannya jilid seratus kali dan pengasingan selama satu tahun……… HR. Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i ☺ …… ☯ ☯ …… Artinya:……… dan janda dengan duda huykumannya jilid seratus kali dan rajam HR. Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i 2. Jarimah Qadzaf Menuduh Zina Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua, yaitu : 1. Hukuman pokok, yaitu jilid sebanyak delapan puluh kali 2. Hukuman tambahan, yaitu pencabutan hak sebagai saksi. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat Al-Nûr ayat 4 ☺ ⌧ Artinya : Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka yang menuduh itu delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. QS. Al- Nûr:4 3. Syurbul Khamr Minum Minuman Keras Hukuman untuk jarimah ini adalah delapan puluh kali jilid. Menurut Imam Syafi’i hukumannya adalah empat puluh kali dera sebagai hukuman had, sedangkan empat puluh kali cambukan lainnya tidak termasuk had melainkan ta’zir. Larangan untuk meminum minuman keras ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90 ☺ ☺ ☺ ☺ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan . QS. Al-Maidah : 90 4. Jarimah Pencurian Jarimah pencurian diancam dengan potong tangan berdasarkan dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 38 ☺ ☺ ⌧ ⌧ Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana . QS. Al-Maidah :38 5. Jarimah Hirabah Perampokan Hukuman untuk jarimah hirabah ada empat macam yaitu sebagai berikut: a. Hukuman Mati Hukuman mati dijatuhkan kepada perampok pengganggu keamanan apabila mereka melakukan pembunuhan. b. Hukuman Mati Disalib Hukuman ini di jatuhkan apabila perampok melakukan pembunuhan dan perampasan harta benda. c. Hukuman Potong Tangan dan Kaki Hukuman ini dijatuhkan apabila perampok hanya mengambil harta tanpa melakukan pembunuhan. d. Hukuman Pengasingan Hukuman ini dijatuhkan apabila perampok hanya menakut-nakuti orang yang lewat di jalan, tetapi tidak mengambil harta benda dan tidak pula membunuh. 6. Jarimah Riddah Murtad Jarimah ini diancam dengan dua jenis hukuman yaitu : a. Hukuman pokok, yaitu hukuman mati Hukuman mati bagi orang murtad didasarkan kepada sabda Nabi SAW. : : Artinya : Dari Ibnu ‘Abbas ra. ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW. : barang siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia. HR. Al-Bukhari b. Hukuman Penyitaan Harta. Hukuman ini merupakan hukuman tambahan. Mengenai realisasi hukuman ini para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Maliki, Syafi’i, dan pendapat yang kuat dalam mazhab Hambali, semua harta yang dimiliki oleh orang yang murtad disita oleh Negara. Menurut Imam Abu Hanifah dan para pengikiutnya, harta yang disita oleh Negara hanyalah harta yang diperoleh setelah ia murtad. 23 2. Sanksi Tindak Pidana Qishash Diyat 23 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet. 1, h. 146 Di dalam Syari’at Islam tindak pidana qishash dan diyat adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman qishash dan diyat. Arti qishash adalah setimpal. Artinya, membalas pelaku sesuai dengan apa yang dilakukannya, atau menyamakan, maksudnya membalas pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya yang sama dalam hal pelaksanaannya. 24 Sedangkan pengertian diyat menurut bahasa adalah membayar tebusan dengan sejumlah harta benda karena perbutan. Keduanya merupakan hak individu yang kadar jumlahnya telah ditentukan, yakni tidak memiliki batasan minimal dan maksimal. Maksud hak individu disini adalah sang korban boleh membatalkan hukuman tersebut dengan memaafkan sipelaku jika ia menghendakinya. Tindak pidana qisâs meliputi: tindak pidana pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, penganiayaan sengaja, dan penganiayaan tersalah. 25 Jarimah Qishash diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila diperluas jumlahnya ada 4 macam yaitu : 1. Pembunuhan Sengaja Hukuman untuk pembunuhan sengaja itu ada lima macam yaitu : a. Qishash Pembunuhan sengaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah: 24 Ibid, h. 100 25 Ibid, h.100 “Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh korban”. 26 Dasar hukuman qishash dalam hukum Islam disyari’atkan berdasarkan al- Qur’an dan al-Hadits. Dasar hukuman dari al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat, diantaranya yaitu surat Al-Baqarah ayat 178-179. ☺ ⌦ ⌧ ☺ ☺ ☺ ⌧ ةﺮﻘ ا - - Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedi. 179Dan dalam qishaash itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. QS. Al-BAqarah :178-179 26 . Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1 h. 180 b. Hukuman Kifarat Kifarat adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat untuk menebus dosa akibat melakukan perbuatan tersebut. Hukuman kifarat pada dasarnya adalah salah satu bentuk ibadah, karena berupa pembebasan hamba, memberi makan fakir miskin, atau berpuasa. Jika dikenakan terhadap perbuatan maksiat, kifarat adalah hukuman pidana murni atau bisa hukuman yang bersifat ibadah. Tindak pidana yang terkena hukuman kifarat adalah terbatas pada: perusakan puasa, perusakan ihram, pelanggaran sumpah, bersenggama dengan isteri yang sedang haid, bersenggama dengan isteri yang telah dizihar, dan membunuh. 27 Hukuman kifarat sebagai hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan sengaja, merupakan hukuman yang diperselisihkan oleh para fuqoha, menurut jumhur fuqoha yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya, hukuman kifarat tidak wajib dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja. Dalam hal ini karena kifarat, merupakan hukuman yang ditetapkan oleh syara’ untuk pembunuhan karena kesalahan, sehingga tidak bisa disamakan dengan pembunuhan sengaja. Adapun menurut Syafi’iah, diwajibkan kifarat bagi pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, semi sengaja ataupun karena tersalah. Alasannya adalah bahwa maksud disyari’atkannya kifarat itu adalah menghapus dosa. 28 c. Hukuman Diyat 27 Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld III, h.83 28 , Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam.. jld III h.84 Hukuman qishash dan kifarat untuk pembunuhan sengaja merupakan hukuman pokok. Apabila hukuman tersebut tidak bisa dilaksanakan karena sebab- sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukuman penggantinya adalah hukuman diyat untuk hukuman qishash dan puasa untuk kifarat. Adapun dalam hal jenis-jenis dan kadarnya, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jenis diyat. Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i dalam qaul qadîm, diyat dapat dibayar dengan salah satu dari tiga jenis, yaitu: unta, emas, dan perak. 29 2. Pembunuhan Semi Sengaja Pembunuhan semi sengaja dalam hukum pidana Islam, diancam dengan beberapa hukuman. Sebagian hukuman pokok dan pengganti, dan sebagian lagi hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan semi sengaja adalah hukuman diyat dan kifarat. Hukuman diyat pembunuhan semi sengaja tidak diancam dengan hukuman qishash, melainkan dengan hukuman diyat. 30 Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibn Majah dari Abdullah bin Umr Ibn Ash, bahwa Rasulullah telah bersabda: د ّنا ﻻا ﺔﻴ ﻂ ا ﺄ ﺎهدﻻوا ﺎﻬ ﻮﻄ ﻓ نﻮ را ﺎﻬ ﻹا ﺔ ﺪ ا و ﺎ او دواد ﻮ ا ﺮ ا ٸ و نﺎّ ا و ﺎ ا Arinya: Ingatlah sesungguhnya diyat kekeliruan dan semi sengaja yaitu pembunuhan dengan cambuk dan tongkat adalah 100 ekor unta diantaranya 40 ekor diadalam perutnya ada anaknya sedang bunting. 31 29 Ibid.jld III h.327 30 Ibid, h. 329 31 Imam Hafiz Abi Daud Sulaiman ibn Asy’ab Sajastany, Sunan Abi Daud. Bairut: Dar A’lam, 2003, h.749 Diyat untuk pembunuhan semi sengaja sama dengan diyat pembunuhan sengaja, baik dalam kadar, jenis maupun beratnya. Selai itu pembunuhan semi sengaja juga dikenakan hukuman kifarat. Selain daripada itu pula, ada hukuman pengganti bagi pembunuhan semi sengaja pula dikenakan hukuman ta’zir. Apabila hukuman diyat gugur karena sebab pengampunan atau lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman ta’zir. 32 3. Pembunuhan Karena Kesalahan Hukuman untuk pembunuhan karena kesalahan ini sama dengan hukuman untuk pembunuhan semi sengaja yaitu hukuman pokoknya diyat dan kifarat. Adapun hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana pembunuhan tersalah ini yaitu penghapusan hak waris dan wasiat. 4. Tindak Pidana Atas Selain Jiwa Hukuman untuk tindak pidana atas selian jiwa tergantung kepada akibat yang ditimbulkan atas jenis tindak pidana tersebut, baik perbuatannya dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Hukuman pokok untuk tindak pidana atas selain jiwa dengan sengaja maka hukumannya adalah qishash, sedangkan untuk menyerupai sengaja hukuman pokoknya adalah diyat. 33 3. Sanksi Tindak pidana ta’zir Tindak pidana ta’zir dalam hukum Islam adalah hukuman atas tindak pidana yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’ tetapi sepenuhnya diserahkan atau 32 Ibid, jld III h, 348 33 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, cet. 1, h.185 ditentukan oleh Hakim Ulil Amri. 34 Yang dimaksud dengan ta’zir ialah ta’dib, yaitu memberi pedidikan pendisiplinan. Hukum Islam tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap-tiap tindak pidana ta’zir, tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Tindak pidana ta’zir meliputi tindak pidana hudud, qishash, diyah yang syubhat, atau tidak memenuhi syarat tetapi sudah merupakan maksiat. Kemudian tindak pidana yang ditentukan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya. Selanjutnya tindak pidana yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umat. Hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman-hukuman yang sesuai dengan macam tindak pidana ta’zir serta keadaan sipelaku. Singkatnya, hukuman- hukuman tindak pidan ta’zir tidak mempunyai batasan-batasan tertentu. Meskipun demikian, hukum Islam tidak memberi wewenang kepada penguasa atau hakim untuk menentukan tindak pidana setengah hati, tetapi harus sesuai dengan kepentingan- kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nas-nas ketentuan serta prinsip umum hukum Islam. Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa tidak ada satu kejahatanpun yang tidak dikenakan sanksi atau hukuman. 35 Dari penjelasan singkat diatas, penulis tidak menguaraikan tiap-tiap hukuman yang akan dijatuhkan pada setiap tindak pidana, tetapi penulis hanya membatasi pada hukuman yang berkenaan dengan tindak pidana perjudian. Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian perjudian atau al-maisir, macam-macam 34 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005 , h.249 35 Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1, h.100 perjudian. Maka dalam poin ini penulis akan membahas mengenai hukuman perjudian, dan bagaimana sanksi hukuman bagi pelaku perjudian dalam hukum Islam. Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk jarimah ta’zir, bentuk dan macamnya sudah ditentukan oleh nash, tetapi hukumannya diserahkan kepada manusia penguasa, dan jarimah ta’zir ini tidak berubah dan harus dipandang sebagai jarimah untuk selama-lamanya. Oleh karena itu hukum ta’zir boleh dan harus ditetapkan dengan tuntutan kemaslahatan. Adapun bentuk-bentuk hukuman ta’zir sebagaiman dijelaskan oleh Ahmad Hanafi yaitu 36 : 1. Hukuman Mati Pada dasarnya menurut syari’at Islam hukum ta’zir adalah untuk memberikan pengajaran Al-ta’dib dan tidak sampai membinasakan, oleh karena itu dalam hukuman ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa, akan tetapi kebanyakan fuqahamembuat suatu pengeculian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkannya hukuman tersebut jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau jika pemberantasan kejahatan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya; seperti mata-mata, pembuat fitnah, dan residivis yang berbahaya. Oleh karena hukuman mati suatu pengecualian hukuman ta’zir, maka hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau diserahkan kepada hakim seperti halnya 36 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 2005, h. 299- 316 hukuman-hukuman ta’zir yang lain, dan penguasa harus menentukan macamnya jarimah yang dijatuhkan hukuman mati tersebut. 2. Hukuman Cambuk Hukuman cambuk merupakan hukuman yang pokok dalam syari’at Islam, diman untuk jarimah-jarimah hudud sudah tertentu jumlahnya misalnya seratus kali untuk jarimah zina dan delapan puluh kali untuk qadzaf, sedang untuk jarimah- jarimah ta’zir yang berbahaya hukuman cambuk lebih diutamakan. Sebab-sebab diutamakannya hukuman tersebut dikarenakan: Pertama , Lebih banyak berhasil dalam memberantas orang-orang penjahat yang biasa melakukan jarimah. Kedua , Hukuman cambuk mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah dimana hakim bisa memilih jumlah cambukan yang terletak antara keduanya yang lebih sesuai dengan keadaan pembuat. Ketiga, dari segi pembiayaan pelaksanaannya tidak merepotkan keuangan Negara dan tidak pula menghentikan daya usaha pembuat ataupun menyebabkan keluarganya terlantar, sebab hukuman cambuk bisa dilaksanakan seketika dan sesudah itu pembuat bisa bebas. Keempat , dengan hukuman cambuk pembuat bisa terhindar dari akibat-akibat buruk penjara. Adapun batasan tertinggi hukuman cambuk adalah: Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama-ulama Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa, karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas berat ringan jarimah. Berdasarkan fikiran ini maka Imam Malik memperbolehkan penjatuhan lebih dari seratus kali cambukan. Ulama-ulama Hanafiah, yaitu Imam Abu Hanifah dan Muhammad, mengatakan bahwa batas tertinggi hukuman cambuk dalam jarimah ta’zir adalah tiga puluh sembilan kali, sedang menurut Abu Yusuf adalah tujuh puluh lima kali. Perbedaan pendapat tersebut berpangkal pada hadits Rasulullah SAW.: “Barang siapa mencapai had batas tertinggi bukan pada jarimah hudud, maka ia termasuk orang yang salah” Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, kata-kata “had”batas tertinggi pada hadits tersebut ialahsetiap “batas tertinggi” apa saja, sedangkan empat puluh cambukkan merupakan batas tertinggi bagi seorang hamba yang melakukan jarimah ghazaf memfitnah. Kalau jumlah tersebut dikurangi satu maka akan menjadi batas tertinggi hukuman ta’zir, yaitu tiga puluh sembilan kali. Bagi Abu Yusuf kata-kata “had” ialah batas tertinggi bagi orang-orang merdeka, dan sedikit-sedikitnya adalah delapan puluh kali cambuk. Seharusnya batas tertinggi jarimah ta’zir adalah tujuh puluh sembilan cambuk, dan mengurangi satu kali. Akan tetapi, Abu Yusuf memegangi tindakan Ali bin Abi Thalib r.a. yang menjadikan batas tertinggi hukuman ta’zir adalah tujuh puluh lima kali, dengan dikurangi lima kali cambukan dari batas terendah orang merdeka. Di kalangan mazhab Syafi’iyah ada tiga pendapat. Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad, dan pendapat kedua sama dengan pendapat Abu Yusuf. Pendapat ketiga mengatakan hukuman cambuk dalam ta’zir boleh lebih dari tujuh puluh lima kali, tetapi tidak sampai seratus kali. Dengan syarat bahwa ta’zir yang hampir sejenis dengan jarimah hudud yang dijatuhi hukuman hududu. Jadi misalnya jarimah bermain-main dengan orang-orang perempuan tidak dijatuhi hukuman seperti perbuatan zina, yaitu seratus, melainkan harus kurang. 3. Hukuman Penjara Terbatas Kawalan Terbatas Ada dua Macam hukuman kawalan dalam Islam yaitu : a. Hukuman kawalan terbatas, batas terendah bagi hukuman ini adalah satu hari, sedang batas setinggi-tingginya tidak menjadi kesepakatan. Ulama Syafi’iyah menetapkan batas tertinggi satu tahun, karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Kalau jarimah had. Fuqaha-fuqaha lainnya menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada kepala Negara. b. Hukuman kawalan tak terbatas, sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati atau bertaubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman tersebut ialah orang yang berbahaya atau orang-orang yang berulang kali melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya, atau orang- orang yang tidak jera dijatuhi hukuman-hukuman biasa, yang biasa melakukan jarimah pembunuhan, penganiayaan atau pencurian. 4. Hukuman Ancaman, Teguran, dan Peringatan a. Hukuman Ancaman tahdid juga salah satu hukuman ta’zir, dengan syarat akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Antara lain dengan ancaman akan dicambuk atau dipenjarakan atau dijatuhi hukuman yang lebih berat, jika pembuat mengulangi perbuatannya. b. Teguran tanbih, hukuman tersebut pernah dijatuhkan oleh Rasulullah SAW. terhadap sahabat Abu Zarr yang memaki-maki orang lain, kemudian dihinakan dengan menyebut-nyebut ibunya, maka bersabda Rasulullah SAW : “Wahai Abu Zarr, adalah engkau menghina dengan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat-sifat masa jahiliyah”. c. Hukuman Peringatan Al-wa’zu juga ditetapkan dalam syari’at Islam dengan jalan memberi nasihat. Hukuman ini tercantum dalam Al-Qur’an, sebagai hukuman terhadap istri, yaitu: “Istri-istri yang kamu khawatirkan akan membangkang, maka berilah dia peringatkan” QS. Al-Nisa: 34 d. Hukuman Denda Al-gharamah ditetapkan juga oleh syari’at Islam, antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung di pohonnya dan didenda dengan dua kali lipat harga buah tersebut, disamping dengan hukuman yang lain sesuai untuk perbuatan pencurian tersebut. Ketentuan-ketentuan pidana perjudian menurut hukum positif tercantum di dalam KUHP Pasal 303 yang selengkapnya adalah sebagi berikut : 1 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak enam ribu rupiah. berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974 jumlah pidana tel diubah mnjadi sepuluh tahun atau denda menjadi dua puluh lima juta rupaiah, barangsiapa tanpa mendapat izin: 1. Orang yang dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan berjudi, sebagai mata pencaharian, tanpa mendapat izin Kejahatan ini terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: unsur-unsur objektif Perbuatannya : a menawarkan kesempatan, dan memberikan kesempatan, b objeknya : untuk bermain judi tanpa izin, dan dijadikannya sebagai mata pencaharian. Adapun unsur subjektifnya adalah dengan sengaja. Dalam kejahatan ini, si pembuat tidak melakukan bermain judi. Di sini tidak ada larangan judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah a menawarkan kesempatan bermain judi, dan b memberi kesempatan main judi. Arti “menawarkan kesempatan” bermain judi ialah si pembuat melakukan perbuatan dengan cara apa pun untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi, ialah si pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi, misalnya menyediakan atau menyewakan rumah atau kamar untuk orang-orang yang bermain judi. Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi dan atau memberi kesempatan bermain judi haruslah dijadikannyasebagai pencaharian. Artinya perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan berlangsung lama dan dari perbuatan si pembuat demikian dia mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya. Pula perbuatan itu baru bersifat melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi atau pejabat pemerintah yang berwenag. Arti “dengan sengaja” si pembuat memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi. Si pembuat sadar bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah orang-orang yang akan bermain judi, dan disadarinya bahwa perbuatnnya itu dijadikannya sebagai pencaharian, artinya dia sadar bahwa dari perbuatannya itu dia mendapatkan uang untuk biaya hidupnya 2. Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada khalayak umum atau dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian dengan atau tanpa izin, atau cara dalam hal memakai kesempatan tanpa izin. Khalayak umum arrtinya kepada siapa pun, tidak ditujukan kepada orang- perorangan atau orang tertentu. Siapa pun juga dapat menggunakan kesempatan bermain judi. Kegiatan usaha perjudian adalah kegiatan dalam melakukan perbuatan melakukan perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi kepada khalayak umum. 37 3. Orang yang menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi dan sebagai mata pencaharian, seperti diterangkan diatas diancam menurut pasal ini yaitu ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, sedang yang turut main judi diancam menurut pasal 303 bis, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda sepuluh juta rupiah. 38 37 Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2005, ed. 1, h.159-161 38 R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2006, edisi 5, h. 184

BAB IV ANALISA TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI