Perjudian dalam pendangan hukum pidana Islam dan KUHP (kajian dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh : NASORI 105045101494

KONSENTRASI PIDANA ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian D. Metode Penelitian

E. Telaah Studi Terdahulu F. Sistematika Penulisan BAB II Perjudian Secara Umum

A. Pengertian Perjudian

B. Sejarah, Macam-Macam dan Dampak Negatif Perjudian

BAB III Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif Tentang Perjudian A. Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan

Hukum Positif

B. Dasar Hukum Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

C. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan Hukum Positif


(3)

B. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Perjudian

C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

BAB V Penutup

A. Kesimpulan B. Saran-saran


(4)

(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 02 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.

Jakarta, 15 September 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua Majelis II : Dr. Asmawi, M.Ag (………)

NIP. 197210101997031008

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (………)

NIP. 197102151997032002

3. Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag (………)

NIP. 197210101997031008

4. Penguji I : Prof. Dr. HM. Abduh Malik (………)


(5)

(6)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) Pada Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh:

Nasori 105045101494 Di Bawah Bimbingan,

Pembimbing,

Dr. Asmawi, M.Ag NIP. 197210101997031008

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H / 2010 M


(7)

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan ari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 September 2010


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan taufik dan Nya kepada kita semua, serta berkat limpahan taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. sebagai pelengkap syarat guna mencapai gelar sarjana pada Fakultas Syari`ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah kebenaran, serta kepada keluarganya, dan para Tabi`in dan kita semua sebagai umatnya yang selalu senantiasa mengharapkan syafaatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaiakan skripsi ini tidak sedikit hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan dan ketabahan hati serta kerja keras dan berdoa serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung sehingga hal-hal yang demikian rumit dapat penulis atasi dengan sebik-baiknya. Untuk itu penulis sangat berterimakasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A M.M., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., sebagai ketua dan

Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang selalu memberikan dorongan


(9)

sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dengan penuh kesabaran dan motifasi yang tinggi, serta telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan perhatiannya selama membimbing penulis.

4. Dan kepada seluruh dosen Fakutas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarata, yang telah banyak memberikan ilmunya dengan ikhlas kepada penulis, dan seluruh anggota staf perpustakaan yang telah meminjamkan buku-buku guna menunjang kegiatan perkuliahan hingga selesai.

5. Ayah H. Ma’sum (Alm) dan Ibu Hj. Fatimah, kakak-kakaku tersayang (H. Romadlon, Saefudin Zuhri, Ru’yat, Atikah, Julaikhah, Latifah, Hasanuddin) dan Adikku (Umi Saroh dan Mudrikah) serta seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan do’a serta dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga dalam menyelasaikan skripsi ini.

6. Kepala Madrasah beserta Dewan Guru Tarbiyatus Shibyan, dan santriwan/i. Yang selalu memberi do’a dan dukungan hingga selesainnya skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan PI (Pidana Islam 2005) : Sayidi, Deni, Zeze, Yazid, Asharyanto, Usep, Nendi, Anwar, Lukman, Trezal, Raizak, Zaki, Pipit, Liala, Laili, Amin Indah, Wiwit, Rina, Ivada. Terima kasih atas kesetian di


(10)

langsung kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini penulis ucapkan beribu-ribu terima kasih.

Akhirnya kepada Allah SWT, jualah penulis serahkan, agar semua bantuan dari berbagai pihak tersebut diberikan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumya. Terima Kasih.

Jakarta, 15 September 2010


(11)

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ………...……… i

DAFTAR ISI ……… iv

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 4

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ……… 5

D. Metode Penelitian ………. 6

E. Telaah Studi Terdahulu ………. 8

F. Sistematika Penulisan ……….. 10

BAB II PERJUDIAN SECARA UMUM ……… 11

A. Pengertian Perjudian ……… 11

B. Sejarah, Macam-Macam dan Dampak Negatif Perjudian ……... 15

BAB III TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG PERJUDIAN..………... 22

A. Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif ……… 22


(12)

Hukum Islam dan Hukum Positif ………. 41

BAB IV ANALISATERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERJUDIAN ………... 62

A. Deskripsi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan…. 62 B. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Perjudian ………. 65

C. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam ………... 68

BAB V PENUTUP ………... 78

A. Kesimpulan ………. 78

B. Saran-saran ………. 81

DAFTAR PUSTAKA ………. 82 LAMPIRAN


(13)

(14)

Sebagai makhluk sosial (zoon politicon), manusia dalam berinteraksi satu sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan kepentingan di antara mereka, konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian, karena biasanya disertai dengan pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu ke pihak yang lain. Konflik-konflik seperti itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya. Dalam keadaan seperti itulah hukum sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Seperti ungkapan “dimana ada masyarakat, maka di situ perlu hukum”. Eksistensi hukum sangat diperlukan dalam mengatur kehidupan manusia, tanpa adanya hukum, kehidupan manusia akan liar. Siapa yang kuat dialah yang menang.1

Dalam kehidupan ini, manusia diatur oleh sebuah norma-norma hukum. Adanya norma hukum tersebut agar terciptanya kehidupan yang aman, tenteram dan damai, salah satu aturan hukum yang dikenal adalah hukum pidana positif dan hukum pidana Islam. Di dalam dua aturan hukum tersebut, banyak aturan-aturan yang harus dilaksanakan dan aturan-aturan dilarang dikerjakan manusia sebagai objek hukum. Salah satu aturan hukum yang harus dijauhi adalah tindak pidana perjudian.

1

Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 2


(15)

Masalah perjudian sudah dikenal sejak lama sepanjang sejarah ditengah-tengah masyarakat. Sejak zaman dahulu, masalah perjudian merupakan suatu kenyataan atau gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup dan cara permainanya.2

Kehidupan masyarakat yang mempunyai tata aturan kehidupan, dengan arti dan tujuan tertentu berusaha menanggulangi permasalahan ini. Usaha prefentif dan refresif oleh pemerintah pun telah dilakukan, namun dewasa ini, berbagai macam dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan sebagian masyarakat sudah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar, sehingga tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sehingga yang terjadi di berbagai tempat sekarang ini banyak dibuka agen-agen judi togel dan judi-judi lainnya yang sebenarnya telah menyedot dana masyarakat dalam jumlah yang cukup besar. Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih memprihatinkan, beberapa tempat perjudian disinyalir mempunyai becking dari oknum aparat keamanan.3

Karena bagaimanapun kenyataan di masyarakat, perjudian dapat menimbulkan akibat negatif yang membahayakan dan meresahkan masyarakat,

2

A. Hadyana Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989) jilid ke-7, h. 474

3

Bambang Sutiyoso, Perjudian dalam Perspektif Hukum, artikel diakses pada hari selasa, 08 Desember 2009 http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/10/17/perjudian-dalam-perspektif-hukum


(16)

seperti: seringnya terjadi pencurian, perkelahian, rusaknya moral generasi muda (pemarah dan emosional) serta identik dengan penjualan minuman keras dan pelacuran.

Pada hakekatnya, perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai dampak yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda. Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang menunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi kegenerasi ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya dan terhindarnya dampak-dampak negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian.

Keadaan demikian ini merupakan dilema sosial yang harus dihadapi dan dihentikan. Pada hakikatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.4 Padahal menurut hukum, penjudi yang tertangkap dapat dihadapkan ke meja hijau berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa “semua bentuk perjudian dikatagorikan sebagai tindak

4

H. Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, (Banda Aceh, Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD, 2005), h. 265


(17)

kejahatan”, dan ini dipertegas lagi oleh intruksi presiden No. 7 Tahun 1981 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1981 bahwa “ segala bentuk perjudian dilarang di Indonesia

Berangkat dari permasalahan diatas, penulis memandang perlu memperhatikan serta membahas lebih jauh mengenai permasalahan tersebut, serta dapat dijadikan sebagai skripsi dengan judul “PERJUDIAN DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM DAN KUHP“ (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah a. Pembatasan Masalah

Salah satu aspek yang paling penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah aspek hukum, dimana ujung pangkal dari hukum itu adalah penjatuhan hukuman atau pidana bagi setiap pelaku tindak pidana. Yang mana hal tersebut diatas tidak dapat dilepaskan dari pemenuhan rasa keadilan bagi setiap pihak yang dirugikan.

Berdasarkan hal diatas, maka penulis membatasi penulisan skripsi pada hal-hal sebagai berikut:

a. Sanksi bagi pelaku perjudian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif


(18)

b. Analisa terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara tindak pidana perjudian dalam hukum Pidana Islam

b. Perumusan Masalah

Dengan mengacu pada pembatasan masalah diatas, untuk mendapatkan hasil yang baik, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Pandangan Hukum Pidana Islam terhadap perjudian ? b. Bagaimanakah pandangan Hukum Pidana Positif terhadap perjudian ?

c. Bagaimanakah pandangan Hukum Pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No:1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel. tentang perjudian ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dari paparan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Pidana Islam terhadap perjudian

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Pidana Positif tentang perjudian

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No:1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel. tentang perjudian


(19)

2. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapan mendapat manfaat bagi pembangunan pengetahuan ilmiah di bidang hukum, baik hukum pidana Islam pada khususnya maupun hukum pidana positif pada umumnya. Selain itu diharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana perjudian menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana positif kepada masyarakat luas, dan khususnya kepada umat Islam, begitu juga sebagai masukan kepada pihak-pihak yang berwenang dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan agar dapat dilakukan perbaikan yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang hukum, khususnya hukum mengenai perjudian.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang data-datanya diungkapkan melalui kata-kata, norma atau aturan-aturan, dengan kata lain, penelitian ini memanfaatkan data kualitatif.5

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif doktriner, yaitu penelitian yang mengkaji asas-asas dan norma-norma hukum. Penulis mencoba menelaah dan menjelaskan aspek-aspek yang berkenaan dengan permasalahan ini6.

5

Lexi J. Moelong, Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. ke-5, h. 6

6

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-8, h. 13


(20)

Penelitian ini digunakan karena untuk menegtahui dan menjelaskan asas-asas dan norma-norma hukum yang menjadi landasan hukum yang berkenaan dengan penelitian ini.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan menjelaskan satu variabel.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data sekunder, yang terdiri dari :

a. Bahan primer yaitu : Perundang-undangan yakni dokumentasi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dal Al-Hadits, serta ketentuan-ketentuan Fiqh yang mengatur masalah perjudian.

b. Bahan hukum sekunder yaitu : buku-buku hukum yang ada kaitannya dengan materi yang ada kaitannya dengan materi yang menjadi pokok masalah yang akan dibahas.

c. Bahan hukum tersier yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumenter yaitu dengan cara memanfaatkan dokumen, buku-buku tertentu atau arsip yang ada di


(21)

lembaga pemerintahan setempat sebagai objek penelitian serta data-data yang diperoleh dari literature dan referensi yang berhubungan dan berkenaan dengan judul skripsi ini.

4. Tehnik Analisa Data

Dalam menganalisa data, digunakan tehnik analisis isi secara kualitatif, karena menggunakan data kualitatif. Dengan tehnik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan bahan-bahan yang telah diperoleh dan disusun, kemudian melakukan interpretasi dan formulasi, yang mana, penulis menggambarjan objek pembahasan dengan apa adanya untuk kemudian dicermati secara mendalam.

Adapun tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, cetakan ke-1 yang diterbitkan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Telaah Studi Terdahulu

Sejumlah penelitian yang memaparkan tentang masalah yang dikaji dalam skripsi ini secara spesifik belum ada. Hanya penjelasan secara umum yang banyak ditemukan pada buku-buku. Adapun buku-buku yang menjelaskan secara rinci jumlahnya sangat sedikit. Berikut ini paparan secara umum atas sebagian buku-buku tersebut.

Buku pertama merupakan buku yang paling lengkap sebagai referensi untuk masalah hukum pidana Islam. Buku tersebut adalah karya dari Ahmad Hanafi, yang


(22)

berjudul “Asas-Asas Hukum Pidana Islam”. Dalam buku ini menjelaskan tentang macam-macam jarimah yang ada di dalam hukum Islam, baik itu jarimah hudud,qishash diyat, maupun ta’zir, akan tetapi untuk permasalahan “Tindak Pidana Perjudian” tidak ditemukan pembahasannya.

Buku yang kedua adalah buku yang berjudul “Hukum Pidana Islam” karya Zaenuddin Ali. Di dalam buku ini masih menjelaskan masalah hukum dalam koridor hukum Islam, yang mana pembidangannya dari pidana Islam (jinayah) membahas tentang jarimah-jarimah hudud, qishash diyat, dan ta’zir. Untuk itu dipandang perlu mengangkat permasalahan mengenai “Tindak Pidana Perjudian” ynag dibahas dalam buku-buku ini khususnya dan umumnya secara koridor hukum pidana Islam.

Buku lain yang membahas tentang perjudian adalah buku yang ditulis oleh P.A.F. Lamintang dengan judul Delik-Delik Khusus, Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, buku karya Leden Marpaung dengan judul Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya,dan buku Adami Chazawi dengan judul Tindak Pidana Mengenai Kesopanan buku-buku ini membahas tentang tidak pidana kesopanan dan kesusilaan yang di dalamnya membahas tentang tindak pidana perjudian, walaupun dalam buku ini dirasa cukup dalam menjelaskan masalah perjudian, namun menurut hemat penulis tidak ada salahnya lebih mengeksplor lagi dengan mengkomparasikan dengan dua tipe hukum ( Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif)


(23)

F. Sistematika Penulisan

Dalam upaya memudahkan penyusunan skripsi ini serta agar lebih terarah, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Metode Penelitian,Telaah Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.

Bab II Bagian ini akan menerangkan tentang Pengertian Perjudian, Sejarah, Macam-Macam Perjudian dan Dampak Negatif dari Perjudian BabIII Bagian ini akan menerangkan tentang Tinjauan Hukum Islam dan

Hukum Positif Tentang Perjudian, Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif, Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan Hukum Positif, Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

BAB IV Bagian ini akan menerangkan tentang Analisa terhadap Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Tindak Pidana Perjudian, Deskripsi Kasus Perjudian, Putusan Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Perjudian, Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif


(24)

Kata al-maisir atau judi dalam bahasa mempunyai arti sebagai berikut :

Al-maisir/judi dalam bahasa Arab mempunyai beberapa pengertian

diantaranya adalah: lunak, tunduk, keharusan, mudah, gampang, kaya, membagi-bagi.

Ada yang mengatakan kata al-maisir berasal dari kata yasara (

ﺮﺳ

) yang artinya keharusan. Makna ini mengingatkan kita kepada adanya keharusan bagi siapa yang

kalah dalam bermain al-maisir/judi untuk menyerahkan sesuatu yang dipertaruhkan

kepada pihak yang menang. Ada yang mengatakan kata al-maisir berasal dari kata

yusrun (

ﺮﺳ

) yang artinya mudah, dengan analisa bahasa karena al-maisir/judi merupakan upaya dan cara untuk mendapatkan rizki dengan mudah, tanpa susah

payah. Ada lagi yang mengatakan bahwa kata al-maisir berasal dari kata yasârun (

ر

ﺎﺳ

) yang artinya kaya, dengan analisa bahasa karena dengan permainan itu akan menyebabkan pemenangnya menjadi kaya. Adapula yang yang berpendapat bahwa

kata al-maisir berasal dari kata yusrun (

ﺮﺳ

) yang artinya membagi-bagikan daging onta. Hal ini sesuai dengan sifat al-maisir/judi yang ada pada masa jahiliyah yang

karenanya ayat Al-Qur’an itu diturunkan, di mana mereka membagi-bagi daging onta


(25)

Menurut bahasa Indonesia judi adalah permainan dengan menggunakan uang

sebagai taruhan, seperti main dadu, kartu dan lain-lain.2

Menurut pendapat Muhammad Ali as-Sayis adalah Al-maisir asalnya dari kata

taisîr yang berarti yang memudahkan, yaitu suatu cara pembagian yang didasarkan

atas kesepakatan sebagaimana yang dilakukan pembagian dalam judi.3

Perjudian adalah taruhan, suatu bentuk permainan untung-untungan dalam

masalah harta benda yang dapat menimbulkan kerugian dan kerusakan pada semua

pihak.4

Adapun arti judi menurut istilah ada beberapa pendapat, diantaranya :

Tafsir al-Shawiy juz I hal. 90 :

⌧☺

Al-maisir adalah qimar, yaitu alat-alat permainan yang dipermainkan untuk mendapatkan imbalan uang

Tafsir Rawâi’ul Bayan juz I hal 279

Setiap permainan yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain adalah termasuk maisir/judi yang diharamkan

1

Ibrahim Hosen, Apa itu Judi ?, (Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an, 1986), cet.1, h.25

2

Anton M. Moeliono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke 1, h. 367

3

Muhammad Ali as-Sayis, Tafsir Ayat Ahkam, (Misra: Ali Assabais, 1953), jilid ke-2, h. 207

4

M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. 1, h. 142


(26)

Tafsir Mahasinut Ta’wil juz III hal 552

Mujahid berkata, setiap permainan yang didalamnya mengandung taruhan adalah termasuk maisir; termasuk permainan anak-anak kecil dengan kelereng

Yusuf Qardlawy dalam kitabnya Al-Halal wal-Haram Fil-Islam:

Setiap Permainan yang mengandung taruhan adalah haram. Qimar/judi adalah setiap permainan yang pemainnya bisa untug dan bisa rugi (untung-untungan)

Sayyid Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjani dalam kitabnya At-Ta’arifat

halaman 179

Judi adalah permainan di mana seseorang mengambil dari kawannya sedikit demi sedikit dalam suatu permainan

Al-maisir/judi adalah suatu permainan yang mengandung unsur taruhan yang

dilakukan secara berhadap-hadapan/langsung antara dua orang atau lebih.5

Hasby ash-Shidieqy mengartikan judi dengan : “ segala bentuk permainan

yang ada wujud kalah menangnya ; pihak yang kalah memberikan sejumlah uang atau

barang yang disepakati sebagai taruhan kepada pihak yang menang”. Lebih lanjut

5


(27)

dikatakannya, segala permainan yang mengandung untung-untungan termasuk judi,

dilarang syara.6

Menurut Hamka judi yaitu segala permainan yang menghilangkan tempo dan

melalaikan waktu dari membawa pertaruhan.7

Menurut Rasyid Ridha, maisir sama dengan qimar, yaitu permainan yang

mensyaratkan bahwa orang yang menang menerima seluruh taruhan yang ditentukan

dalam permainan itu8

Menurut KUHP Pasal 303 ayat (3) adalah: Permainan dimana pada umumnya

kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, dan juga karena

pemainannya terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang

kepetusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara

mereka yang turut berlomba atau bermain, begitu juga segala segala pertaruhan yang

lainnya.9

Dari rumusan Pasal 303 ayat (3) di atas sebenarnya ada dua pengertian

perjudian, yakni sebagai berikut:10

1. Suatu permainan yang kemungkinan mendapat untung bergantung pada

peruntungan belaka. Pada macam perjudian ini, menang atau kalah dalam arti

6

Abdul Aziz Dahlan,dkk, Ensiklopedi Islam 1 (Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 297

7

Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983), h. 39

8

M. Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, (Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2003) cet. 1, h. 306

9

R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) Ed. 5, h. 182

10

Adami Chazawi, Tndak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 166 - 167


(28)

mendapat untung atau rugi hanyalah bergantung pada keberuntungan saja,

atau secara kebetulan. Misalnya dalam permainan judi dalam menggunakan

alat dadu.

2. Permainan yang kemungkinan mendapat untung atau kemenangan sedikit atau

banyak bergantung pada kemahiran atau keterlatihan si pembuat. Misalnya

melempar bola, permainan dengan memanah, bermain bridge, atau domino.

Dua pengertian perjudian di atas, diperluas juga pada dua macam pertaruhan,

yaitu :

1. Segala bentuk pertaruhan tentang keputusan perlombaan lainnya yang tidak

diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain. Misalnya dua orang

bertaruh tentang suatu pertandingan sepak bola antara dua kesebelasan, di

mana yang satu bertaruh dengan menebak satu kesebelasan sebagai

pemenangnya dan yang satu pada kesebelasan lainnya.

2. Segala bentuk pertaruhan lainnya yang tidak ditentukan, maka segala bentuk

pertaruhan dengan cara bagaimana pun dan dalam segala hal mana pun adalah

termasuk perjudian. Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan

hadiah yang ditayangkan pada televise termasuk juga pengertian perjudian

menurut Pasal ini. Tetapi perminan kuis itu tidak termasuk permainan judi

yang dilarang, apabila terlebih dulu telah mendapat izin dari instansi atau


(29)

B. Sejarah, Macam-Macam dan Dampak Negatif Perjudian

Judi telah dikenal sejak lam sepanjang sejarah. Sejak zaman dahulu, masalah

perjudian merupakan suatu gejala sosial, yang berbeda hanyalah pandangan hidup

dan ragam permainannya saja. Hal ini dibuktikan oleh peninggalan arkeolog di Mesir,

ditemukan sejenis permainan yang diduga berasal dari tahun 3.500 Sebelum Masehi.

Pada lukisan makan dan gambar keramik terlihat orang yang sedang melempar

astragali (tulang kecil dibawah tumit domba atau anjing, yang disebut pula tulang

buku kaki) dan papan pencatat untuk menghitung nilai pemain. Tulang ini memiliki

empat sisi yang tidak rata, setiap sisi diduga memiliki nilai tersendiri. Astragali juga

dimainkan oleh penduduk Yunani dan Romawi, yang membuat tiruannya dari batu

dan logam. Orang kuno juga berjudi dengan menggunakan sebatang tongkat kecil.

Dadu sudah ada sejak zaman tarikh Masehi. Ada dadu yang dibuat dari tulang,

namun lebih banyak lagi yang dibuat dari tembikar atau kayu. Dadu tertua, yang

dibuat tahun 3.000 Sebelum Masehi, berasal dari Irak dan India. Ada kemungkinan,

astragali, dadu dan tongkat, selain untuk berjudi, juga digunakan untuk mencari

jawaban suatu masalah atau mengakhiri suatu sengketa. Ketika bangsa Arya

menyerbu India sekitar 200 tahun Sebelum Masehi, mereka membawa permainan

dadu dengan menggunakan sejenis biji.

Mitologi Yunani dan Romawi menceritakan dewa bermain judi. Cerita judi

paling banyak di temukan pada kebudayaan Asia, termasuk Asia Tenggara, Jepang,


(30)

manusia, dan antara manusia dan dewa. Taruhannya berupa harta, kaum wanita

(isteri, saudara perempuan, anak perempuan), bagian tubuh, atau bahkan jiwa. Dalam

karya sastera India yang terkenal. Mahabarata, dikisahkan kesengsaraan Pandawa

akibat kalah berjudi dengan Kurawa.11

Pada masa Jahiliyah dikenal dua bentuk al-maisir, yaitu al-Mukhatarah dan

at-Tajzi’ah. Dalam bentuk al-Mukhatarah dua orang laki-laki atau lebih

menempatkan harta dan isteri mereka masing-masing sebagai taruhan dalam suatu

permainan. Orang yang memenangkan permainan ini berhak mengambil harta dan

isteri dari pihak yang kalah. Harta dan isteri yang sudah menjadi milik pemenang itu

dapat diperlakukannya sekehendak hatinya.

Dalam bentuk at-Tajzi’ah, seperti dikemukakan oleh al-Qurtubi, sebanyak

sepuluh orang laki-laki bermain kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu.

Kartu yang disebut al-Azlam atau al-Aqlam itu berjumlah sepuluh buah, yaitu al-Faz

berisi satu bagian, at-Tau’am dua bagian, ar-Raqib tiga bagian, al-Halis empat

bagian, an-Nafis lima bagian, al-Musbil enam bagian , dan al- Mu’alli berisi tujih

bagian, yang merupakan bagian terbanyak. Sedangkan kartu as-Safih, al-Manih, dan

al-Wagd merupakan kartu kosong. Jadi jumlah keseluruhan dari sepuluh nama kartu

tersebut adalah dua puluh delapan buah. Kemudian seekor unta dipotong menjadi dua

puluh delapan sesuai dengan jumlah isi kartu tersebut. Selanjutnya kartu dengan

nama-nama sebanyak sepuluh itu di masukkan ke dalam sebuah karung dan

11

A. Hadyana Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989) jilid ke-7, h. 474


(31)

diserahkan kepada seseorang yang dipercaya kemudian dikocok dan dikeluarkan satu

persatu hingga habis. Setiap peserta mengambil bagian dari daging unta itu sesuai

dengan isi atau bagian yang tercantum dalam kartu tersebut. Mereka yang mendapat

kartu kosong, dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan merekalah yang harus

membayar unta tersebut. Sedangkan mereka yang menang, sedikitpun tidak

mengambil daging unta hasil kemenangan itu, melainkan seluruhnya dibagi-bagikan

kepada orang-orang miskin. Mereka yang menang saling membanggakan diri dan

membawa-bawa serta melibatkan pula suku atau kabilah mereka masing-masing.

Disamping itu, mereka juga mengejek dan menghina pihak yang kalah dengan

menyebut-nyebut dan melibatkan pula kabilah mereka. Tindakan mereka itu selalu

berakhir dengan perselisihan, percekcokan, bahkan saling membunuh dan

peperangan.12

Di Indonesia judi telah dikenal sejak dulu, ini terbukti dengan beberapa relief

di candi Borobudur yang menggambarkan sejenis permainan judi. Dan pada

umumnya masyarakat Indonesia dulu, permainan judi biasanya dilaksanakan pada

acara-acara besar adapt, seperti sabung ayam pada masyarakat Bugis Makasar

dilakukan saat kematian kerabat raja, perkawinan dan penobatan, dan pada

masyarakat Bali dulu dilakukan pada hari raya Galungan dan Kuningan.

Ini menjadi bukti sejarah bahwa judi, baik di Indonesia maupun di seluruh

dunia telah dikenal dan dipermainkan sejak dulu, hanya dengan bergulirnya

12

Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1997), jilid ke-3, h. 1053


(32)

perkembangan budaya, bentuk permainan dan ragam judi ini pun semakin banyak dan

berkembang sesuai dengan banyaknya kreasi manusia.

Mengenai macam-macam judi yang banyak dipermainkan orang sekarang ini,

baik di dalam dan di luar negeri, penulis membagi ke dalam dua kelompok, yaitu judi

non elektronik dan judi elektronik. Yang termasuk judi non elktronik diantaranya

adalah adalah : lotre, togel, wewe dan kim (semacam kupon undian berhadiah), kartu

ceki, kartu samgong, kiu-kiu, mahyong, capjiki, capsa, maciok, coco dan domino

(macam-macam permainan kartu), tuwo, ting, togar dan jampale (permainan dengan

melempar mata uang), bola gelinding, dadu, sabung ayam, rolet dari Perancis,

Jackpot dan baccarat yang terkenal di Inggris, blackjack dari Amerika, kartu Perancis,

trente et quarante yang terkenal di kasino Monto Corle, dan segala macam

tebak-tebakan apa saja yang di dalamnya terdapat unsure taruhan. Dan yang termasuk judi

elektronik adalah permainan judi yang menggunakan alat elektronik ataupun

teknologi canggih, seperti : mickey mouse, dingdong (ketangkasan), MGM mirage

dan Park palace (lewat internet), dan lain sebagainya. 13

Adapun dampak dari perjudian tidaklah lebih kecil daripada khamar.

Seseorang yang baik dapat menjadi jahat, seseorang yang taat dan giat dapat menjadi

jahil, malas bekerja, malas mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat

Allah. Dia jadi orang pemalas, pemarah, matanya merah, badannya lemas dan lesu

dan hanya berangan-angan kosong. Dan lebih jauh kalau orang yang asyik dengan

13

A. Hadyan Pudjaatmaka, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989) jilid ke-7, h. 474


(33)

hidangan meja hijau menurut istilah yang mereka pergunakan itu akan berani menjual

agamanya, harga dirinya dan tanah airnya, demi permainan judi. Kecintaannya

terhadap hidangan ini akan mencabut kecintaannya terhadap barang lain, atau nilai

apapun. Hidangan ini dapat menaburkan benih permainan judi dengan segala macam

cara. Sampai pun tentang harga dirinya, keyakinannya dan bangsanya, akan rela

dikorbankan demi terlaksananya pekerjaan yang sia-sia ini.14 Dan dengan sendirinya

akhlaknya rusa, tidak mau bekerja mencari rizki dengan jalan yang baik, selalu

mengharap kalau-kalau mendapat kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada

orang yang kaya karena berjudi, malah sebaliknya yang terjadi, banyak orang yang

kaya jatuh miskin karena judi.15 Judi juga dapat menimbulkan permusuhan dan

kemarahan antara partner sepermainan, dan tidak jarang juga menimbulkan

pembunuhan, menghalangi dzikrullah dan shalat, merusak masyarakat dengan

membiasakan hidup menganggur dan bermalas-malasan, menunggu hasil yang besar

tanpa jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak rumah tangga, seberapa banyak

rumah tangga menjadi porak-poranda yang dahulunya hidup dalam kesenangan dan

kebahagiaan yang disebabkan oleh judi, sehingga kadang-kadang berakibat sangat

menyedihkan sekali, pelakunya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau rela

hidup dengan kemiskinan dan kehinaan.16

14

http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/40349.html ,diakses pada hari sabtu, 21 November 2009

15

Zaini Dahlan, dkk, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) jilid. 1 h.386

16

Mu’ammal Hamidy, dkk, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni , (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985) jilid I, cet. I, h. 228


(34)

Perjudian adalah musuh bagi orang yang selalu memenangi perjudian itu. Ia

akan terus menerus mengharap orang lain celaka atau jatuh dalam bahaya. Dan, ini

adalah yang terjadi di dunia. Banyak dari apa yang kita dengar bahwa seseorang tega

membunuh temannya sendiri akibat dari kekalahannya dalam perjudian.

Dalam perjudian, bisa jadi kekayaan seseorang semakin melimpah. Tapi, bisa

jadi ia tertimpa dua hal, berubah dari kaya menjadi miskin, atau menyakiti diri

sendiridemi menghilangkan rasa kesusahan dalam kehidupannya. Dan kenyataannya

kita melihat bahwa banyak dari kejadian bunuh diri diakibatkan oleh kemiskinan

akibat dari kekalahan dalam perjudian.

Seorang penjudi terkadang melakukan profesi berjudinya secara bebas tanpa

kendali, dari berjudi ini, dia bisa meraup keuntungan tertentu. Selain itu, seorang

penjudi terkadang juga memiliki keluarga, dan dalam keluarga itu dia merupakan

orang yang bertanggung jawab menafkahi keluarganya. Seorang penjudi lebih sering

menderita kerugian/kekalahan dari pada keuntungan. Ketika ia jatuh rugi dan

bangkrut, dia bisa berbuat apa saja, termasuk merusak peraturan rumah tangganya

sendiri.

Seorang penjudi yang jatuh bangkrut, namun jiwa penjudinya sudah mendarah

daging, ia akan bisa melakukan tindakan amoral, yang diantaranya adalahmencuri,


(35)

mencopet, berkhianat, melakukan pemalsuan-pemalsuan dan mencari celah-celah

untuk mendapatkan uang yang jelas tidak halal.17

17

Syekh Ali Ahmad al-Jarjani, Indahnya Syariat Islam,(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), cet. I, hal 443


(36)

A. Tindak Pidana Perjudian dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif

Agama Islam membolehkan berbagai macam hiburan dan permainan bagi

setiap pemeluknya, tetapi Islam mengharamkan setiap permainan yang dicampuri

dengan unsur perjudian, yaitu suatu permainan yang mengandung unsur taruhan, baik

itu berupa uang, barang, kehormatan dan orang yang menang itu berhak mendapat

taruhannya tersebut.

Judi merupakan praktek untung-untungan yang membuat orang bermain

berharap akan mendapat keuntungan dengan mudah.

Khusus mengenai judi, sebagaimana minuman khamar, Allah melarang main

judi sebab bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Bahaya main judi tidak

kurang dari bahaya minum khamar. Judi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan

kemarahan, dan tiadk jarang juga menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah

terbukti sejak dulu sampai sekarang. Bilamana disuatu tempat sudah berjangkit

perjudian, maka di tempat itu selalu terjadi perselisihan, permusuhan maupun

pembunuhan. Ini disebabkan hilangnya rasa persahabatan dan solidaritas sesama

teman karena rasa dendam dan culas untuk saling mengalahkan di dalam berjudi.

Judi adalah perbuatan berbahaya, karena dampaknya, seseorang yang baik dapat


(37)

mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi orang

pemalas, pemarah, matanya merah, badannya lemas dan lesu dan hanya

berangan-angan kosong. Dan dengan sendirinya akhlaknya rusak, tidak mau bekerja mencari

rizki dengan jalan yang baik, selalu mengharap-harap kalau-kalau mendapat

kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang kaya karena berjudi. Malah

sebaliknya yang terjadi, banyak orang yang kaya tiba-tiba jatuh miskin karena judi,

banyak pula rumah tangga yang aman dan bahagia tiba-tiba hancur karena judi.1

Di dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 91, Allah menyebutkan alasan

mengapa khamar dan judi di haramkan bagi orang-orang muslim. Alasan yang

disebutkan dalam ayat ini ada dua macam yaitu:

Pertama : karena dengan kedua perbuatan itu syaitan ingin menimbulkan

permusuhan dan rasa saling benci di antara sesama manusia.

Kedua : karena perbuatan itu akan melalaikan mereka dari mengingat Allah.

Pada ayat lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan

perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan. Artinya syaitanlah yang

membujuk-bujuk manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling benci di

antara mereka.

Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang yang suka meminum khamar

dan judi tak dapat diingkari lagi. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam

itu cukup menjadi bukti. Khususnya bagi orang-orang yang suka bermain judi,

1

Zaini Dahlan, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) jilid. 1, hal. 386


(38)

mereka selalu berharap akan memperoleh kemenangan, oleh sebab itu mereka tidak

pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang

dipertaruhkannya. Dan pada saat ia kehabisan uang atau barang, ia akan berusaha

untuk menambil milik orang lain dengan jalan yang tidak sah.

Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi,

maka Allah SWT. dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin :

Maka maukah kalian berhenti (menjalankan perbuatan itu) ?. maksudnya adalah

setelah mereka diberitahu tentang bahaya yang demikian besar dari

perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah menghentikan dengan segera. Apabila mereka tidak

mau menghentikannya setelah diberi tahu bahaya-bahayanya, maka mereka sendirilah

yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.2

Begitulah Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mengambil manfaat yang

lebih besar dan menolak kerusakan, sebagaimana dirumuskan dalam kaidah fiqhiyah :

.

3

Artinya : Menolak kerusakan lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatan. Dan apabila berlawanan antara mafsadat dan maslahat, didahulikan menolak yang mafsadat.

2

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1983) jilid 3 h. 20-22

3


(39)

Walaupun dalam khamar dan judi terdapat kemaslahatan, tetapi kemaslahatanya

lebih kecil dibandingkan dengan mafsadatnya. Demikianlah Allah mengharamkan

judi, sebab akan membawa kesengsaraan dan kedurhakaan kepada Allah.

Bahaya judi tidaklah lebih kecil daripada bahaya khamar. Ia dapat menimbulkan

permusuhan dan kemarahan di antara partner sepermainan, menghalangi dzikrullah

dan shalat, merusak masyarakat dengan membiasakan hidup menganggur dan malas,

menunggu hasil yang besar tanpa jerih payah dan bersungguh-sungguh, merusak

rumah tangga. 4Firman Allah:

Artinya: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).(QS. Al-Maidah :91).

Dengan demikian seorang muslim tidak boleh menjadikan permainan judi

sebagai sarana hiburan dan mengisi waktu luang, sebagaimana ia juga tidak boleh

menjadikannya sebagai sarana mencari nafkah dalam situasi bagaimanapun.

4

Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam, terj. Mu’ammal Hamidy, dkk. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985), cet. I, h. 228


(40)

Yusuf Qardhawi menjelaskan beberapa hikmah dan tujuan dibalik

pengharaman judi diantaranya :5

1. Hendaknya seorang muslim mengikuti sunnatullah dalam bekerja mencari

uang, dan mencarinya dengan dimulai dari pendahuluan-pendahuluannya.

Masukilah rumah dari pintu-pintunya; dan tunggulah hasil (musabbab) dari

sebab-sebabnya. Sedang judi yang di dalamnya termasuk undian dapat

menjadikan manusia hanya bergantung kepada pembagian, sedekah dan

angan-angan kosong; bukan bergantung kepada usaha, aktivitas dan

menghargai cara-cara yang telah ditentukan Allah, serta perintah-perintahNya

yang harus diturut.

2. Islam menjadikan harta manusia sebagai barang berharga yang dilindungi.

Oleh karena itu tidak boleh diambilnya begitu saja, kecuali dengan cara

tukar-menukar sebagai yang telah disyariatkan, atau dengan jalan hibah dan

sedekah. Adapun mengambilnya dengan jalan judi, adalah termasuk makan

harta orang lain dengan cara yang batil.

3. Tidak mengherankan, kalau perjudian itu dapat menimbulkan permusuhan

dan pertentangan antara pemain-pemain itu sendiri, kendati nampak dari

mulutnya bahwa mereka telah saling merelakan. Sebab bagaimanapun akan

selalu ada pihak yang menang dan yang kalah, yang dirampas dan yang

merampas. Sedang yang kalah apabila diam, maka diamnya itu penuh

5

Yusuf Qaradhawi, al-Halal wal- Haram fil- Islam, terj. Abu Hana Zulkarnain, dkk., Halal Haram dalam Islam, (Jakarta: Media Eka Sarana, 2004),cet. 1, h. 378-379


(41)

kebencian dan mendongkol. Dia marah karena angan-angannya tidak dapat

tercapai. Dia mendongkol karena taruhannya itu sial. Kalau dia ngomel, maka

ia ngomeli dirinya sendiri karena derita yang dialami dan tangannya yang

menaruhkan taruhannya dengan membabi-buta.

4. Kerugiannya itu mendorong pihak yang kalah untuk mengulangi lagi,

barangkali dengan ulangan yang kedua itu dapat menutup kerugiannya yang

pertama. Sedang yang menang, karena didorong oleh lezatnya menang, maka

ia tertarik untuk mengulangi lagi. Kemenangannya yang sedikit itu mengajak

untuk dapat lebih banyak. Samasekali dia tidak ada keinginan untuk berhenti.

Dan makin berkurang pendapatannya, makin dimabuk oleh kemenangan

sehingga dia beralih dari kemegahan kepada suatu kesusahan yang

mendebarkan. Begitulah berkaitnya putaran dalam permainan judi, sehingga

hampir kedua putaran ini tidak pernah berpisah. Dan inilah rahasia terjadinya

pertumpahan darah antara pemain-pemain judi.

5. Oleh karena itu hobby ini merupakan bahaya yang mengancam masyarakat

dan pribadi. Hobby ini merusak waktu dan aktivitas hidup dan menyebabkan

si pemain-pemainnya menjadi manusia yang tamak, mereka mau mengambil

hak milik orang tetapi tidak mau memberi, menghabiskan barang tetapi tidak


(42)

Selamanya pemain judi sibuk dengan permainannya, sehingga lupa akan

kewajibannya kepada Tuhan, kewajibannya akan diri, kewajibannya akan keluarga

dan kewajibannya akan ummat.

Tidak terlalu jauh kalau orang yang suka hidangan meja hijau menurut istilah

yang mereka pergunakan itu akan berani menjual agamanya, harga dirinya dan tanah

airnya, demi permainan judi. Kecintaannya terhadap hidangan ini akan mencabut

kecintaannya terhadap barang lain, atau nilai apapun. Hidangan ini dapat menaburkan

benih permainan judi dengan segala macam cara. Sampai pun tentang harga dirinya,

keyakinannya dan bangsanya, akan rela dikorbankan demi terlaksananya pekerjaan

yang sia-sia ini.

Betapa benarnya dan indahnya susunan al-Quran yang mengkaitkan arak dan

judi ini dalam satu rangkaian ayat dan hukumnya, sebab bahayanya terhadap pribadi,

keluarga, tanah air dan moral adalah sama. Pencandu judi sama dengan pencandu

arak, bahkan jarang sekali didapat salah satunya saja sedang yang lain tidak.

Betapa benarnya al-Qur’an yang telah menjelaskan kepada kita, bahwa arak

dan judi adalah salah satu daripada perbuatan syaitan; dan kemudian diikutinya

dengan menyebut berhala dan azlam serta ditetapkannya kedua hal tersebut sebagai


(43)

Dalam perspektif hukum positif, perjudian merupakan salah satu tindak

pidana (delict) yang meresahkan masyarakat. Masalah perjudian ini dimasukkan

dalam tindak pidana kesopanan6, dan diatur dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303

bis KUHP jo. Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.

Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian dinyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.

Dalam KUHP masalah perjudian diatur dalam Pasal 303 yang berbunyi :7

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda

paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat izin.

1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan

sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.

2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak

umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam

perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan

kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.

3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

6

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, ( Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 157

7

R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2006), edisi 5, h. 182


(44)

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian

itu.

(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana pada

umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung kepada peruntungan

belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ

termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan

lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau

bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan

perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata masih

mengandung beberapa kelemahan. Adapun beberapa kelemahannya adalah:

1. Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata

pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan

sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang

memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana

2. Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman,

tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam

praktek peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan


(45)

3. Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang

bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai

pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya.

Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti

adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang

berwenang.

B. Dasar Hukum Tindak Pidana Perjudian Menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif

Dasar hukum dilarangnya perjudian dalam hukum pidana Islam adalah

berdasar Al-Qur’an dan hadits Nabi :

Surat Al-Baqarah ayat 219 :

⌧ ⌧

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.


(46)

Adapun sebab turunnya ayat tersebut, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad

dari Abi Hurairah sebagai berikut :

Ketika Rasulullah SAW. telah bersabda di Madinah di dapati para sahabat ada

yang meminum khamar dan berjudi, seba hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka

sejak nenek moyang mereka. Kemudian para sahabat bertanya kepada Rasulullah

SAW. mengenai hukumnya. Maka turunlah ayat ini. Mereka memahami dari ayat ini

bahwa khamar dan judi itu tidak diharamkan oleh agama Islam, hanya dikatakan

bahwa bahayanya lebih besar.

Sesudah itu maka turunlah ayat yang lebih tegas yang menyuruh mereka

berhenti sama sekali dari meminum khamar dan berjudi, yaitu surat Al-Maidah ayat

90-91

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)


(47)

khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Sesudah selesai turunnya ayat yang lebih tegas ini mereka berkata : “Ya Tuhan

kami , kami pasti berhenti meminum khamar dan berjudi”8

Dalam riwayat lain, sebab turunnya ayat tersebut diatas karena Umar bin

Khattab berdo’a:

Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Umar bin Khattab,

bahwa ia pernah berdo’a: “Ya Allah terangkanlah kepada kami, tentang (hukum)

khamar dengan keterangan yang jelas, karena itu telah membinasakan harta dan

merusak akal”, kemudian turun ayat “mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan

judi”, lalu Umar dipanggil dan dibacakan ayat tersebut, lalu ia berdo’a (lagi): “ya

Allah, terangkanlah kepada kami, tentang khamar dengan keterangan yang jelas !

Maka turunlah ayat dalam surat An-Nisa, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah

kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk” (QS. 4:43). Maka juru panggil

Rasulullah apabila shalat hendak didirikan memanggil dengan “ hendaklah sekali-kali

orang yang mabuk tidak mengerjakan shalat”, lalu Umar dipanggil, kemudian

dibacakan ayat dari surat tadi An-Nisa tadi, kemudian ia berdoa (lagi): “ Ya Allah

terangkanlah kepada kami tentang khamar dengan keterangan yang jelas”, kemudian

turun ayat dalam surat al-Maidah, lalu Umar dipanggil dan dibacakan surat tersebut,

8

Zaini Dahlan, Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) jilid. 1, hal. 366


(48)

maka tatkala sampai pada ayat “ maukah kalian berhenti ?” (QS. 5 : 91). Umar

berkata : “kami berhenti, kami berhenti.9

Dalam mengharamkan khamar dan judi Allah tidak mengharamkan sekaligus

tetapi dengan proses berangsur-angsur, karena minuman khamar dan berjudi itu bagi

orang Arab sudah menjadi adapt dan kebiasaan yang telah mengakar dan mendarah

daging semenjak zaman jahiliyah. Seandainya Allah melarangnya sekaligus

dikhawatirkan akan sangat memberatkan bagi mereka dan mungkin mereka akan

menolak larangan tersebut.

Khusus mengenai judi, sebagaimana minuman khamar, Allah melarang main

judi sebab bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya. Bahaya main judi tidak

kurang dari bahaya minum khamar. Judi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan

kemarahan, dan tiak jarang juga menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah

terbukti sejak dulu sampai sekarang. Bilamana disuatu tempat sudah berjangkit

perjudian, maka di tempat itu selalu terjadi perselisihan, permusuhan maupun

pembunuhan. Ini disebabkan hilangnya rasa persahabatan dan solidaritas sesama

teman karena rasa dendam dan culas untuk saling mengalahkan di dalam berjudi.

Judi adalah perbuatan berbahaya, karena dampaknya, seseorang yang baik dapat

menjadi jahat, seseorang yang giat dan taat dapat menjadi jahil, malas bekerja, malas

mengerjakan ibadah, dan terjauh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi orang

pemalas, pemarah, matanya merah, badannya lemas dan lesu dan hanya

9

Muhammad Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat al-Ahkam,(Surabaya : PT. Bina Ilmu 1985), cet. 1, alih bahasa, Muhammad Hamidy dan Imron A. Manan, h. 216


(49)

angan kosong. Dan dengan sendirinya akhlaknya rusak, tidak mau bekerja mencari

rizki dengan jalan yang baik, selalu mengharap-harap kalau-kalau mendapat

kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang kayak arena berjudi. Malah

sebaliknya yang terjadi, banyak orang yang kaya tiba-tiba jatuh miskin karena judi,

banyak pula rumah tangga yang aman dan bahagia tiba-tiba hancur karena judi.10

Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang yang suka meminum khamar

dan judi tak dapat diinkari lagi. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam

itu cukup menjadi bukti. Khususnya bagi orang-orang yang suka bermain judi,

mereka selalu berharap akan memperoleh kemenangan, oleh sebab itu mereka tidak

pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang

dipertaruhkannya. Dan pada saat ia kehabisan uang atau barang, ia akan berusaha

untuk menambil milik orang lain dengan jalan yang tidak sah.

Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi,

maka Allah SWT. dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin :

Maka maukah kalian berhenti (menjalankan perbuatan itu) ?. maksudnya adalah

setelah mereka diberitahu tentang bahaya yang demikian besar dari

perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah menghentikan dengan segera. Apabila mereka tidak

10

Zaini Dahlan, dkk, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995) jilid. 1, hal. 386


(50)

mau menghentikannya setelah diberi tahu bahaya-bahayanya, maka mereka sendirilah

yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat.11

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu musa al-Asy’ari berikut ini:

:

(

)

Artinya: Dari Abi Musa, dari Nabi Saw. bersabda : siapa bermain dadu, maka sungguh berarti dia itu durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam Malik dalam al-Muwaththa’).

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah :

:

(

)

Artinya : Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., beliau bersabda : Siapa bersumpah yang dalam sumpahnya itu mengatakan “ demi berhala Latta dan ‘Uzza “, maka hendaklah dia (susul dengan) mengucapkan kalimat “ la ilaaha illallaah “, dan siapa yang mengajak kawannya “ mari bermain judi “, maka hendaklah dia (tebus dengan) bersedekah. (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

11

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1983) jilid 3 h. 20-22


(51)

Perkataan “maka hendaklah dia (tebus dengan) bersedekah” itu, menunjukan

dilarangnya bermain judi. Karena sedekah yang diperintahkan itu sebagai tebusan

untuk suatu perbuatan dosa.

Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Buraidhah :

:

12

(

)

Artinya: Dari Buraidhah, bahwa Nabi Saw. bersabda: Siapa bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya ke dalam (adonan) daging babi dan darahnya. (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

Dasar hukum dilarangnya perjudian dalam hukum pidana Positif adalah

Ordonansi tanggal 7 Maret1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230) yang telah

beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 31 Oktober

1935 (Staatsblad Tahun 1935 Nomor 526), KitabUndang-Undang Hukum Pidana

Kitab (KUHP) Pasal 303 ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 542 ayat (1) dan (2), dan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian.

Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda

paling banyak enam ribu rupiah. (berdasarkan UU No. 7 Tahun 1974 jumlah

12

Mu’amal Hamidi, dkk, Terjemah Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits hukum, jilid 6, (Surabaya, P.T. Bina Ilmu, 2005), h. 2988-2989.


(52)

pidana tel diubah mnjadi sepuluh tahun atau denda menjadi dua puluh lima

juta rupaiah), barangsiapa tanpa mendapat izin

1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk

permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan

sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.

2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak

umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam

perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan

kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.

Dalam rumusan kejahatan di atas, ada lima macam kejahatan mengenai

perjudian, dimuat dalam ayat (1) yaitu :

Pertama, kejahatan yang melarang orang tanpa izin dengan sengaja

menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi dan menjadikannya

sebagai mata pencaharian. kejahatan ini, terdiri dari unsur-unsur objektif dan

subjektif. Unsur objektif : (a) Perbuatannya yaitu menawarkan kesempatan dan

memberikan kesempatan. (b) objeknya adalah untuk bermain judi tanpa izin dan

dijadikan sebagai mata pencaharian. Adapun unsur subjektifnya adalah dengan

sengaja

Kedua, kejahatan melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta


(53)

perbuatannya : turut serta. (b) objek : dalam suatu kegiatan usaha permainan judi

tanpa izin. Unsur subjektifnya adalah dengan sengaja

Ketiga, melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau

memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Dengan demikian

terdiri dari unsur-unsur unsur-unsur objektif : (a) perbuatannya yaitu menawarkan

dan memberikan kesempatan, objeknya adalah kepada khalayak umum dan untuk

bermain judi. Unsur subjektifnya adalah dengan sengaja

Keempat, larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan

usaha perjudian tanpai izin. Unsur-unsurnya adalah unsur objektif : (a) perbuatannya :

turut serta , (b) Objek : dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin. Unsur

subjektifnya adalah dengan sengaja

Kelima, melarang orang yang melakukan perebuatan turut serta dalam

permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian.

Unsur-unsurnya adalah Perbuatannya : turut serta, Objeknya : dalam permainan judi tanpa

izin, sebagai mata pencaharian.13

Pasal 303 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.

13

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta : PT. Raja Garfindo Persada, 2005) h. 158-165


(54)

Pada ayat (2) dikatan diancam pidana pencabutan hak menjalankan pencarian

barang siapa yang melakukan lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut di

atas dalam menjalankan pencahariannya.

Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada

umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung kepada peruntungan

belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ

termasuk segala pertaruhan tentang keputusan tentang perlombaan atau

permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut

berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Pada ayat (3) diterangkan tentang arti perjudian, yakni : “Tiap-tiap

permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung

kepada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih

mahir.”14

Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan hadiah yang ditayangkan

pada televise termasuk juga pengertian perjudian menurut Pasal ini. Tetapi perminan

kuis itu tidak termasuk permainan judi yang dilarang, apabila terlebih dulu telah

mendapat izin dari instansi atau pejabat terkait

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 bis.

14

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta : PT. Raja Garfindo Persada, 2005) h. 166


(55)

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana

denda paling banyak sepuluh juta rupiah.

1. Barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan

melanggar pasal 303;

2. Barang siapa ikut main judi di jalan umum atau dipinggir jalan umum atau

ditempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari

penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan

perjudian itu.

Mengenai kejahatan perjudian dimuat dalam ayat (1), sedangkan pada ayat (2)

pengulangannya yang merupakan dasar pemberatan pidana. Kejahatan dalam ayat (1)

ada dua bentuk sebagaiman dirumuskan pada butir 1 dan 2, yaitu pada bentuk

pertama ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut: perbuatannya : bermain judidan

dengan menggunakan kesempatan yang diadakan dengan melanggar Pasal 303.

Kejahatan memberi kesempatan seperti pada Pasal 303, bisa dilakukan oleh

satu orang, karena si pembuat bukanlah orang yang bermain judi. Akan tetapi, pada

kejahatan menurut Pasal 303 bis, tidaklah dapat dilakukan oleh satu orang, karena

perbutan bermain judi tidak mungkin terwujud tanpa hadirnya minimal dua orang.

Kejahatan ini termasuk penyertaan mutlak. Penyertaan mutlak adalah suatu tindak

pidana yang karena sifatnya untuk terjadinya mutlak diperlukan dua orang. Dalam

kejahatan permainan judi ini, kedua-duanya dipertanggungjawabkan dan dipidana


(56)

Ikut serta bermain judi, tempatnya yaitu di jalan umum, di pinggir jalan, di tempat

yang dapat dikunjungi umum, dan perjudian itu tanpa mendapat izin dari penguasa

yang berwenang

C. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

Sanksi pidana atau hukuman dalam bahasa Arab disebut “uqubah”, lafaz

uqubah menurut bahasa berasal dari lafaz uqubah berasal dari kata

yang sinonimnya

ءاﻮﺳ

اﺰ

artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukan.15 Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qodir

Audah adalah:

عرﺎ ا

ﺮ أ

نﺎﻴ

ﺔ ﺎ ا

رّﺮﻘ

ءاﺰ ا

ه

ﺔ ﻮﻘ ا

Artinya: Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.16

Sedangkan pengertian jarimah sebagaimana dikemukakan oleh Imam

Al-Mawardi adalah sebagai berikut:

ارﻮﻈ

اﺮ ا

ه

ﺔ ﺮ ا

ت

ﺮ ﺰ ﺗ

وأ

ﺎﻬ

ﻰ ﺎ ﺗ

ﷲا

ﺮ ز

ﺔّﻴ ﺮ

Artinya: Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.17

15

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005 ), h.144-146

16

Abdul Qodir Al-Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, (Bairut: Dar Al-Kitab, t.th), Juz 1h, 609


(57)

Tindak pidana yang dikenakan hukuman-hukuman tertentu dalam syari’at

Islam dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan aspek yang

ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi tindak pidana berdasarkan aspek

berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh qur’an atau

al-hadist. atas dasar ini, mereka membaginya menjadi tiga macam.18

1. Sanksi Tindak Pidana Hudud

Hudud secara bahasa berarti larangan, sedangkan secara istilah tindak pidana

hudûd adalah tindak pidana yang diancam dengan hukuman had, pengertian had

sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah, hukuman had adalah

hukuman yang ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah Subhanahu Wa

ta’ala.19

Adapun makna hudud yakni “hukuman yang sudah ditentukan”. Artinya

syara’ sudah menentukan jenis dan membatasi kadarnya, tidak membiarkan pilihan

atau kadar hukuman kepada penguasa atau hakim. Maksud hukuman yang telah

ditentukan Allah SWT adalah bahwa hukuman had tidak memiliki batasan minimal

(terendah), ataupun batasan maksimal (tertinggi). Maksud hak Allah SWT ialah

17

Abdul Qodir Al-Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, (Bairut: Dar Al-Kitab, t.th), Juz 1h, 12

18

Ibid, h. 99

19


(58)

hukuman tersebut tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (individu) atau

masyarakat.20

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas dari tindak pidana

hudud yaitu sebagai berikut:

1. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut telah

ditentukan oleh syara dan tidak ada batas minimal dan maksimal.

2. hukuman hudud tersebut merupakan hak Allah SWT semata-mata atau kalau

ada hak manusia di samping hak Allah, maka hak Allah SWT yang lebih

dominan.21

Dalam hubungannya dengan hukuman tindak pidana had maka pengertian hak

Allah di sini adalah bahwa hukuman tersabut tidak bisa dihapuskan oleh

perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarga) atau oleh masyarakat yang

diwakili oleh Negara22.

Jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain sebagai berikut :

1. Jarimah Zina

Hukuman untuk jarimah zina adalah:

a. Dera (jilid);

b. Pengasingan (taghrib);

20

Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj. Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1, h. 99-100

21

Ibid, h. 99

22

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. 1, h. 18


(59)

c. Rajam

Hukuman dera sebanyak seratus kali dan pengasingan selama satu tahun

ditetapkan untuk pelaku zina ghairu muhshan, sedangkan rajam ditetapkan untuk

pelaku zina muhshan.

Hukuman ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surat Al-Nûr ayat 2

dan hadits Nabi SAW. dari Ubadah ibn Shamit :

Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.(QS. Al-Nur : 2)

Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ubadah ibn Shamit :

(

)……

……

.

Artinya : ………..Jejaka dan gadis hukumannya jilid seratus kali dan pengasingan selama satu tahun……… (HR. Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i)

(

)……

……

Artinya:……… dan janda dengan duda huykumannya jilid seratus kali dan rajam (HR. Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i)


(60)

2. Jarimah Qadzaf ( Menuduh Zina)

Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua, yaitu :

1. Hukuman pokok, yaitu jilid sebanyak delapan puluh kali

2. Hukuman tambahan, yaitu pencabutan hak sebagai saksi.

Ketentuan ini berdasarkan firman Allah SWT. dalam surat Al-Nûr ayat 4

Artinya : Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Nûr:4)

3. Syurbul Khamr (Minum Minuman Keras)

Hukuman untuk jarimah ini adalah delapan puluh kali jilid. Menurut Imam

Syafi’i hukumannya adalah empat puluh kali dera sebagai hukuman had, sedangkan

empat puluh kali cambukan lainnya tidak termasuk had melainkan ta’zir.

Larangan untuk meminum minuman keras ini terdapat dalam Al-Qur’an surat

Al-Maidah ayat 90


(61)

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)

4. Jarimah Pencurian

Jarimah pencurian diancam dengan potong tangan berdasarkan dengan firman

Allah dalam surat Al-Maidah ayat 38

Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah :38)

5. Jarimah Hirabah (Perampokan)

Hukuman untuk jarimah hirabah ada empat macam yaitu sebagai berikut:

a. Hukuman Mati

Hukuman mati dijatuhkan kepada perampok (pengganggu keamanan) apabila

mereka melakukan pembunuhan.

b. Hukuman Mati Disalib

Hukuman ini di jatuhkan apabila perampok melakukan pembunuhan dan

perampasan harta benda.


(62)

Hukuman ini dijatuhkan apabila perampok hanya mengambil harta tanpa

melakukan pembunuhan.

d. Hukuman Pengasingan

Hukuman ini dijatuhkan apabila perampok hanya menakut-nakuti orang yang

lewat di jalan, tetapi tidak mengambil harta benda dan tidak pula membunuh.

6. Jarimah Riddah ( Murtad)

Jarimah ini diancam dengan dua jenis hukuman yaitu :

a. Hukuman pokok, yaitu hukuman mati

Hukuman mati bagi orang murtad didasarkan kepada sabda Nabi SAW.

:

:

(

)

Artinya : Dari Ibnu ‘Abbas ra. ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW. : barang siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah ia. (HR. Al-Bukhari)

b. Hukuman Penyitaan Harta.

Hukuman ini merupakan hukuman tambahan. Mengenai realisasi hukuman ini

para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Maliki, Syafi’i, dan pendapat yang

kuat dalam mazhab Hambali, semua harta yang dimiliki oleh orang yang murtad

disita oleh Negara. Menurut Imam Abu Hanifah dan para pengikiutnya, harta yang

disita oleh Negara hanyalah harta yang diperoleh setelah ia murtad.23

2. Sanksi Tindak Pidana Qishash Diyat

23

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cet. 1, h. 146


(63)

Di dalam Syari’at Islam tindak pidana qishash dan diyat adalah tindak pidana

yang diancam dengan hukuman qishash dan diyat. Arti qishash adalah setimpal.

Artinya, membalas pelaku sesuai dengan apa yang dilakukannya, atau menyamakan,

maksudnya membalas pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya yang sama

dalam hal pelaksanaannya.24

Sedangkan pengertian diyat menurut bahasa adalah membayar tebusan dengan

sejumlah harta benda karena perbutan. Keduanya merupakan hak individu yang kadar

jumlahnya telah ditentukan, yakni tidak memiliki batasan minimal dan maksimal.

Maksud hak individu disini adalah sang korban boleh membatalkan hukuman tersebut

dengan memaafkan sipelaku jika ia menghendakinya. Tindak pidana qisâs meliputi:

tindak pidana pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, penganiayaan

sengaja, dan penganiayaan tersalah.25

Jarimah Qishash diyat ini hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan

penganiayaan. Namun apabila diperluas jumlahnya ada 4 macam yaitu :

1. Pembunuhan Sengaja

Hukuman untuk pembunuhan sengaja itu ada lima macam yaitu :

a. Qishash

Pembunuhan sengaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qadir

Audah adalah:

24

Ibid, h. 100

25


(64)

“Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana perbuatan yang

mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh

korban”.26

Dasar hukuman qishash dalam hukum Islam disyari’atkan berdasarkan

al-Qur’an dan al-Hadits. Dasar hukuman dari al-al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat,

diantaranya yaitu surat Al-Baqarah ayat 178-179.

)

ةﺮﻘ ا

/

-(

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedi. (179)Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-BAqarah :178-179)

26

.Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld 1 h. 180


(65)

b. Hukuman Kifarat

Kifarat adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat untuk

menebus dosa akibat melakukan perbuatan tersebut. Hukuman kifarat pada dasarnya

adalah salah satu bentuk ibadah, karena berupa pembebasan hamba, memberi makan

fakir miskin, atau berpuasa. Jika dikenakan terhadap perbuatan maksiat, kifarat

adalah hukuman pidana murni atau bisa hukuman yang bersifat ibadah. Tindak

pidana yang terkena hukuman kifarat adalah terbatas pada: perusakan puasa,

perusakan ihram, pelanggaran sumpah, bersenggama dengan isteri yang sedang haid,

bersenggama dengan isteri yang telah dizihar, dan membunuh.27

Hukuman kifarat sebagai hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan

sengaja, merupakan hukuman yang diperselisihkan oleh para fuqoha, menurut jumhur

fuqoha yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah dalam salah satu

riwayatnya, hukuman kifarat tidak wajib dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja.

Dalam hal ini karena kifarat, merupakan hukuman yang ditetapkan oleh syara’ untuk

pembunuhan karena kesalahan, sehingga tidak bisa disamakan dengan pembunuhan

sengaja. Adapun menurut Syafi’iah, diwajibkan kifarat bagi pembunuhan yang

dilakukan dengan sengaja, semi sengaja ataupun karena tersalah. Alasannya adalah

bahwa maksud disyari’atkannya kifarat itu adalah menghapus dosa.28

c. Hukuman Diyat

27

Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. jld III, h.83

28

, Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ al-jina’i al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy, Terj.Ahsin Sakho Muhammad, dkk., Ensiklopedi Hukum Pidana Islam.. jld III h.84


(1)

4. Saran-saran.

Dari permasalahan yang dikemukakan, maka penulis menyarankan kepada aparat penegak hukum dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana tersebut maka :

1. Perlunya pembinaan kesadaran hukum dikalangan masyarakat dan pemerintah, agar dapat terciptanya ketertiban, ketentraman dan masyarkat yang taat akan hukum.

2. Untuk para penegak hukum diharapkan lebih objektif dalam menyelesaika suatu tinddak pidana, dan lebih khusus kepada para Hakim dalam menjatuhkan suatu pidana lebih mempertimbangkan lagi pemidanaan apa yang cocok untuk diri pelaku, agar suatu pemidanaan sejalan dengan tujuan pemidanaan sebagai pendidikan yang tentunya tanpa mengurangi hak dari si korban sebagai pemenuhan rasa keadilan.

3. Pada dasarnya masalah tindak pidana perjudian merupakan suatu permasalahan yang rumit untuk diambil solusinya. Kita tidak bisa menganggap enteng suatu persoalan yang biasa-biasa saja, karena pada prakteknya membutuhkan suatu penanganan yang sangat serius terutama yang dilakukan oleh aparat dan praktisi hukum dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang hukum kepada masyarakat luas.

4. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para penegak hukum dalam menentukan sanksi pidana terhadap pelaku perjudian menurut aturan pidana Islam.


(2)

82


(3)

Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, ed. 3, (Banda Aceh, Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD, 2005.

A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), cet. II, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997.

A. Pudjaatmaka, Hadyana, dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 7, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989.

___________________, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1997

Al-Audah, Abdul Qodir, At-Tasyri Al-Jinaiy Al- Islami, Juz 1 Bairut: Dar Al-Kitab, t.th.

___________________, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Cet II Penerjemah Tim Tsalisah Bogor.T.tp.,PT Kharisma Ilmu, T.th.

al-Jarjani, Syekh Ali Ahmad, Indahnya Syariat Islam, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

as-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, cet. 1, Surabaya : PT. Bina Ilmu 1985.

Aziz Dahlan, Abdul, dkk, Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1999.

Chazawi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, ed. 1, Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 2005.

Dahlan, Zaini, dkk, UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid. 1, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.


(4)

83

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsir, jilid 3, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1983.

Diana Hati dan Ahmad Syaufi, Kajian Terhadap Putusan Perkara No.

508/Pid.B/2006/PN.Bjm, Tentang Tindakan Kesewenang-wenangan Aparat Penegak Hukum

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983.

Hamidi, Mu’ammal, dkk, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni , jilid I, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985.

Hamidi, Mu’amal, dkk, Terjemah Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits hukum, jilid 6, Surabaya, P.T. Bina Ilmu, 2005.

Hanafi, Ahmad Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 2005 Hosen, Ibrahim, Apa itu Judi ?, cet.1, Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an, 1986

http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/40349.html ,diakses pada hari sabtu, 21 November 2009

http://jodisantoso.blogspot.com/2009/01/uu-nomor-7-tahun-1974-tentang.html. diakses pada hari, senin tanggal 14 Juni 2010

Imam Hafiz Abi Daud Sulaiman ibn Asy’ab Sajastany, Sunan Abi Daud, Bairut: Dar A’lam, 2003.

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian hukum Normatif, Malang: Bayumedia, 2005.

Lexi J. Moelong, Penelitian Kualitatif, Cet. 5, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005. M. Ali as-Sayis, Muhammad, Tafsir Ayat Ahkam, jilid 2, Misra: Ali Assabais, 1953. M. Moeliono, Anton dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 1, Jakarta: Balai

Pustaka, 1988.

_____________, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Mertokusumo, Soedikno Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty,

1985.


(5)

Mujib, Abdul, al-Qawaid al-Fiqhiyah, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980.

Mujieb, M. Abdul, dkk, Kamus Istilah Fiqih, cet. 1, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994.

Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah), cet. 1 Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

__________________, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Pudjaatmaka, A. Hadyana dkk, Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid ke-7

Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1989.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatran, No. 1169/Pid/B/2009/PN.Jkt.Sel. Qardhawi, Yusuf, Halal Haram dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2000.

Rasyid, M. Hamdan, Fiqih Indonesia, Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, cet. 1, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2003.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Cet. 8, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Soerodibroto, R. Soenarto, KUHP dan KUHAP, edisi. 5, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, 2006.

______________, Perjudian dalam Perspektif Hukum, artikel diakses pada hari selasa, 08 Desember 2009


(6)

85