Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi

Hingga saat di masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri menggantikan pemerintahan Abdurrahman Wahid yang diberhentikan secara konstitusional oleh MPR tahun 2001, belum juga terlihat langkah nyata dalam upaya perbaikan stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi. Adapun keberhasilan pemerintahan Megawati adalah dapat menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung, dan demokratis. Sejak jatuhnya Soeharto dari jabatan presiden tahun 1998 sebagian besar rakyat Indonesia beranggapan bahwa pemilu perlu diadakan secepatnya untuk memecahkan semua persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Keinginan itu kemudian dikukuhkan oleh MPR dalam SI MPR Nopember 1998 meskipun begitu, semua orang paham mengadakan pemilu bukanlah hal mudah, karena banyak hambatan dan tantangan yang akan dihadapi. Kita merasa bersyukur bahwa bangsa Indonesia telah mampu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu 7 Juni 1999, kendati ditengah berbagai kekurangan dan ketidak senpurnaan. 56

B. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi

Masa pasca Orde Baru atau yang dikenal dengan masa Reformasi merupakan anti klimaks dari akumulasi berbagai persoalan krisis ekonomi hingga persoalan krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang tidak kunjung juga menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Krisis kepercayaan terhadap pemerintah kemudian terefleksi dengan munculnya gejolak aksi massa seperti demo-demo 56 Maswadi Rauf, Agenda Masalah Pasca Pemilu, Bandung : Ralawali Press, 1999., h. 15. yang dilakukan oleh mahasiswa yang akhirnya memaksa presiden Soeharto untuk meletakkan jabatan kepresidenannya, yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan sumpah jabatan oleh BJ. Habibie dan kabinet reformasinya mewarisi keadaan ekonomi yang benar-benar terpuruk sebagai akibat krisis ekonomi yang bermula pada masa Orde Baru. Dr. Mochtar Pabottingi dalam talk show di AN teve Kamis siang 21 Mei 1998 mengatakan, gerakan reformasi pada hakikatnya menuntut perubahan total rezim Orde Baru. Baik sistem Politik, ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Pendeknya, reformasi yang membuat segalanya lebih baik disbanding sebelumnya. Berawal dari krisis moneter yang melanda Indonesia, Juli 1997, istilah reformasi mulai digelindingkan terutama dalam kaitannya dengan kebangkitan kembali Indonesia dari krisis moneter. Krisis itu dipicu oleh jatuhnya Baht Thailand terhadap nilai tukar US , sehingga pada 21 Juli 1997 nilai tukar Rupiah yang semula Rp 2500 per US merosot menjadi Rp 2650, untuk seterusnya semakin melemah hingga mencapai Rp 15.000 per US Krisis seperti tak ingin berhenti. Pada 16 September 1997, pemerintah terpaksa mengumumkan menunda mega proyek senilai Rp. 39 triliun didalam upaya mengencangkan ikat pinggang. Meskipun demikian, laju US makin tak terbendung. Kehabisan akal mengatasi krisis itu, akhirnya pemerintah secara berani memutuskan meminta bantuan IMF. Tak lama harus menuggu, IMF memberi persetujuan membantu Indonesia keluar dari kemelut ekonomi dengan paket bantuannya senilai US 43 miliar yang akan dicairkan secara bertahap. Paket IMF ternyata menuntut korban. Pada 1 Nopember 1997, pemerintah mengumumkan likuidasi pencabutan izin usaha operasi 16 Bank swasta yang dinilai tidak sehat. Inilah titik awal lahirnya krisis kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan nasional. Ketika diumumkan pengunduran diri presiden Sooeharto dari jabatannya, kurs tengah rupiah terhadap US langsung membaik dari Rp. 12.250 menjadi Rp.10.000, walaupun demikian pada minggu terakhir bulan Mei 1998 kurs Rupiah tetap berada pada kisaran Rp.10.500 - Rp.10.700 untuk 1 US . 57 Pada awal tahun 1998 tingkat inflasi mencapai angka 20 persen, kenaikan inflasi kelompok makanan menunjukkan kenaikan tertinggi yang pernah dialami Indonesia sejak Pelita I, yakni lebih dari 15 pertahun. Hasil estimasi dampak krisis terhadap perekonomian makro yang terpenting adalah : pertama pertumbuhan GDP riil dalam tahun ini antara –4,46 hingga –6.05, dan dalam jangka panjang Repelita VII antara 2,53 hingga 3,82 pertahun. Kedua konsumsi riil dalam jangka panjang akan membaik dan menurun dalam jangka pendek yang mengakibatkan membaiknya kesejahteraan masyarakat. Ketiga pengeluaran pemerintah secara riel turun drastis yaitu antara –14 hingga –15 dalam jangka pendek dn belum bisa pulih dalam jangka panjang. Dan keempat 57 Sjahrir, Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Padi dan Kapas, 1998, Cet. I, h. 52-53 akibat krisis moneter rupiah terdepresi sekitar 30 hingga 40 dari awal tahun 1998. 58 Yang jadi permasalahan utama dalam lemahnya perekonomian di Indonesia adalah masalah fundamental ekonomi Indonesia yang masih belum kuat. Pada sisi makro, persoalan yang mendasar adalah adanya ketidakseimbangan internal maupun eksternal yang menjadi fundamental ekonomi Indonesia, ekonomi biaya tinggi, manajemen “setan” dari lembaga keuangan perbankan, kelemahan daya asing pengusaha domestik dan tidak transparannya manajemen pemerintahan merupakan permasalahan fundamental ekonomi Indonesia. 59 Pokok-pokok permasalahan tersebut diagendakan dalam beberapa paket Reformasi ekonomi dengan tujuan memperkuat fundamental ekonomi Indonesia yang diaplikasikan baik dalam skala makro ataupun mikro. Pada skala makro agenda reformasi ekonomi meliputi kebijakan fiskal, moneter dan neraca pembayaran. Sedangkan disektor mikro mencangkup aspek-aspek perbankan, dunia perbankan dan seterusnya. Indonesia dalam pembangunan ekonominya, tidak pernah lepas dari bantuan berbagai pihak internsional, bantuan tersebut selain berasal dari negara-negra sahabat juga berasal dari lembaga internasional yang berkompeten dalam hal penyediaan bantuan bagi Indonesia seperti penamaan modal asing, penyediaan porto folio investasi maupun berupa hutang luar negeri yang berbentuk pinjaman hutang lunak atau hibah. 58 Ibid., h. 241 59 Ibid., h. 236 Selama masa Orde Lama – dikarenakan oleh kepentingan politik – usaha untuk mendapat pinjaman luar megeri khususnya negera-negara barat selalu dibatasi, hal ini disebaakan pembangunan politik pada saat itu dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan yang utama. 60 Adapun pada masa Orde Baru telah terjadi pergeseran paradigma pembangunan, yang semula lebih terkonsentrasi pada keberhasilan pembangunan politik sebagai tolak ukur, kini lebih menjadikan keberhasilan pembangunan ekonomi sebagai tolak ukur. Perubahan tolak ukur ini jelas memiliki konsekwensi yang berbeda dengan masa pembangunan Orde Lama. Kebalikan pada masa orde lama, maka pada masa Orde Baru pinjaman luar negeri dan pemasokan modal asing menjadi prioritas dalam kebijaksanaan nasional, bahkan sejak awal Repelita I pinjaman luar negeri telah dipandang sebagai faktor pendorong pembangunan yang sangat penting, keyakinan pemerintah mengenai penting dan efektifnya peran bentuan luar negeri dapat dilihat dari terus meningkatnya jumlah bantuan untuk Indonesia sejak dimuainya Orde Baru 1969-1970. Pada saat itu penerimaan dana pembangunan yang berasal dari pinjaman luar negeri adalah sebesar Rp. 9 milyar, yang pada tahun berikutnya 1970-1971 meningkat menjadi Rp. 119 milyar. Pada tahun 19911992 angka pinjaman tersebut mencapai puncaknya yaitu sebesar 10, 409 triliun. Sedangkan puncak dominasi bantuan luar negeri ini terjadi pada tahun 60 M. Dawam Raharjo,. Op.Cit., h. 18 anggaran 19881989, yaitu mencapai 81,52 dari total anggaran pembangunan negara. 61 Terus meningkatnya bantuan pembangunan Indonesia, yang pada tahun 1992 mencapai US 66,5 milyar atau sekitar Rp. 139,65 triliun menjadi US 118 milyar pada akhir september 1997, yang terdiri atas hutang pemerintah sebesar US 52 milyar dan swasta sebesar US 65,6 milyar. 62 hal ini menunjukan gejala bahwa pemerintah sebagai motor penggerak pembanunan nasional begitu tergantung anggarannya kepada bantuan luar negeri. Kebutuhan akan pinjaman dan hibah dari luar negeri secara pasti sangat besar, khususnya dalam upaya mengatasai masalah kemiskinan, pembiayaan prasarana daerah-derah tertinggal, dan infrastruktur dasar yang tidak mungkin dibiayai oleh swasta untuk menutupinya. Dalam hal ini pemerintah Indonesia banyak menerima pinjaman dan hibah yang termasuk dalam kategori pinjaman lunak dari lambaga-lembaga keuangan internasional seperti IBRD bank dunia, IDB, ADB dan IDA. Lembaga-lembaga keuangan internasional di atas ditambah dengan negara- negara donor untuk Indonesia bergabung dalam Consultative Group on Indonesia CGI sejak tahun 1992, yaitu sebagai sebuah kumpulan dari negara-negara yang memberi bantuan ekonomi kepada Indonesia yang dikoordinasi oleh Bank Dunia sudah dibubarkannya Inter Government Group on Indonesia IGGI sebagai suatu lembaga serupa. 61 M. Dawan raharjo, Ibid., h. 19-20 62 Dewi Gunherani, Tinjauan Terhadap Lembaga Keuangan Internasional Slam Pembiayaan Pembangunan Nasional, Sarana kajian Informasi Perbankan, edisi Jan-Feb 691998, IBI, h. 54

C. Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada