Hubungan Stabilitas Politik Dan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia pada Masa Reformasi

(1)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI” telah diujikan dalam sidang Munaqosyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 20 Juli 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah.

Jakarta, 20 Juli 2006 Disahkan oleh, Dekan,

Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. Afifi Fauzi Abbas, M.A ( )

NIP. 150 210 421

Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, SH. M.Hum ( )

NIP. 150 274 761

Pembimbing : Drs. H. Anwar Abbas, MM, M.Ag ( )

NIP. 131 273 007

Pembimbing : Asmawi, M.Ag ( )

NIP. 150 282 394

Penguji I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkani Putra ( )

NIP. 080 0030 109

Penguji II : Euis Amalia, M.Ag ( )


(2)

HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

OLEH :

SYAHRUL ROMADHON

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8

D. Metode Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PERSFEKTIF TEORITIS HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN EKONOMI ... 12

A. Pengertian Stabilitas Politik ... 12

B. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi... 17

1. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi ... 19

C. Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi ... 30

BAB III SISTEM POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA ... 35

A. Sekilas Tentang Indonesia ... 35

B. Sistem Politik Indonesia ... 37

C. Sistem Ekonomi Indonesia ... 42

BAB IV HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI ... 49


(4)

B. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi ... 54

C. Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi pada Masa Reformasi ... 59

BAB V PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran – Saran ... 73


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini masyarakat luas khususnya penduduk yang hidupnya dibawah garis kemiskinan absolut, sedang bergulat untuk mendapatkan sembako dengan harga yang murah, air bersih yang makin sulit diperoleh, dan ongkos transportasi yang makin melambung tinggi. Sementara perpolitikan di negara ini juga makin bengis sebagai akibat dari kemorosotan perekonomian di Indonesia.

Dalam kondisi yang buruk, kita bisa merasakan bahwa perlu dilakukan sesuatu yang luar biasa. Apapun bentuk sesuatu yang luar biasa itu, jelas kebutuhan terbesar saat ini adalah pemikiran yang visioner, yang harus muncul dari bangsa Indonesia sendiri. Tidaklah pantas mengharapkan atau menganggap bahwa pikiran-pikiran visioner muncul dari badan dunia seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, ataupun dari berbagai lembaga kajian strategis di manca negara. Seharusnya Indonesia mempunyai pikiran-pikiran visioner tersebut.1

Dengan lengser dan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, terdapat munculnya visi baru untuk Indonesia dalam proses reformasi, yang mana disitu terdapat beberapa masalah pokok yang harus segera dibenahi dan diperbaiki.

Bisa dipastikan bahwa demokratisasi bukanlah suatu hal yang bisa ditunda-tunda dengan berbagai alasan seperti perlunya pemerintahan yang kuat,

1

Sjahrir, Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), cet. II, h.11


(6)

kemapanan ekonomi, mesti dilaksanakannya UUD 1945 dan Pancasila secara konsekwen, yang semuanya adalah dalih dari kekuasaan untuk melanjutkan penindasan serta kekerasan politik dan ekonomi yang hanya mempunyai satu arah, yaitu kelanggengan kekuasaan itu sendiri yang disertai dengan akumulasi kekayaan yang sangat tinggi.2

Apa yang disebut dengan globalisasi merupakan faktor yang amat penting dan menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan politik dan ekonomi yang sekarang sedang kita alami. Dalam hal ini pengamatan sosial dan penglihatan akan proses politik suka atau tidak suka tak terhindarkan, karena memang sangat mempengaruhi kondisi ekonomi.

Ilmu politik merupakan salah satu cabang filsafat praktis yang membahas tentang tujuan, maksud hidup, pola dan lembaga hidup bermasyarakat dipandang dari segi pembentukan negara. Dengan kata lain ilmu politik juga berhubungan dengan hukum, negara, sejarah, masyarakat, filsafat, sosiologi, etnologi dan juga ekonomi.3 Adapun makna dari ekonomi politik dalam penulisan ini adalah konsep ekonomi untuk memahami masalah-masalah politik, yang dapat digunakan untuk melihat proses politik atau meletakkan dasar-dasar politik untuk pembangunan sebagai akibat adanya tuntutan-tuntutan politik yang harus dipenuhi agar pembangunan ekonomi dapat berlangsung. Dan analisis kebijakan dengan

2

Ibid., h. 12

3


(7)

menekan faktor-faktor ekonomi dan politik itu menunjukkan adanya saling mempengaruhi antara fenomena politik dan ekonomi.4

Sejak Orde Baru terdapat garis pemisah antara ekonomi dan politik. Pemisahan tersebut didukung oleh pembagian pekerjaan antara ahli ekonomi di satu pihak dan angkatan bersenjata dipihak lain. Pemisahan antara keduanya telah pula menimbulkan perkembangan intelektual yang kurang jujur dikalangan ahli ekonomi. Namun dalam perkembangannya semakin santer terdengar seruan agar diperhatikan juga faktor-faktor non-ekonomis, termasuk juga dalam hal ini adalah faktor politik

Pada tahun 1974, setelah peristiwa Malari (bulan Januari) Indonesia memperdebatkan tentang perlunya diperhatikan “faktor-faktor non-ekonomis”. Perdebatan itu sesungguhnya sudah sejak 1968, pada waktu pertama kalinya dalam sejarah Orde Baru yang membicarakan masalah korupsi di Indonesia. Secara beruntun media massa dan dunia akademis gencar membahas akibat-akibat non-ekonomis dari kebijaksanaan ekonomi terbuka yang dinilai pada tahun 1966-1967. Krisis Pertamina, Bulog, Palapa dan yang lainnya menandakan bahwa masalah ini hangat dibicarakan sepanjang tahun 1970-an. Akhirnya, menjelang tahun 1980 Presiden Soeharto menyampaikan amanat agar dalam tahun-tahun mendatang bangsa Indonesia melaksanakan lebih sungguh-sungguh “demokrasi ekonomi” dan “demokrasi politik”.5 Oleh karena itu secara sadar memang telah

4

Ibid., h. 174

5

Prof.Dr. Juwono Sudarsono, Politik, Ekonomi dan Strategi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 206


(8)

ditanamkan pemisahan antara “dunia ekonomi” dan “dunia politik”. Sesungguhnya pemisahan itu merupakan bagian dari reaksi terhadap permainan politik yang berlebihan pada masa Orde Lama.

Sedikitnya ada dua alasan untuk membuktikan bahwa bagaimanapun juga pembangunan ekonomi pada hakikatnya bergantung dan ditentukan oleh struktur dan proses politik yang ada. Pertama paham bahwa politik adalah panglima (dilontarkan oleh para ahli Antropologi yang mengutamakan prinsip kesinambungan budaya, cultural continuity). Dalam masyarakat yang sedang berkembang, pertukaran barang dan jasa dilakukan pertama-tama atas dasar hubungan kekuasaan. Sebab dunia politik yang menentukan stratifikasi sosial. Kegiatan ekonomi diarahkan untuk meraih kekuasan dan membina kewenangan politik. Sekalipun kegiatan perekonomian modern menembus dan merombak struktur masyarakat, tekanan yang diberikan kepada kewenangan politik mempengaruhi konsep-konsep perencanaan modern dibidang ekonomi.6

Kedua bahwa politik adalah panglima terbukti pula dari kebutuhan-kebutuhan situasional (situational necessity). Perencanaan pembangunan dan intervensi pemerintah di negara-negara yang sedang berkembang amat dipengaruhi oleh nilai-nilai nasionalisme. Nilai-nilai tersebut ingin memberi isi pada makna “kedaulatan rakyat” di bidang ekonomi.7

Jika mencermati dan memperhatikan situasi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini, dapat dilihat secara umum bahwa tingkat ketidak-pastian (rate of

6

Ibid., h. 208

7


(9)

uncertainty) ekonomi Indonesia yang masih sangat tinggi. Walaupun beberapa indikator ekonomi seperti ekspor, transaksi berjalan, inflasi, perkembangan konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka yang menggembirakan, namun tidak ada yang berani menjamin bahwa indikator-indikator tersebut akan terus berlanjut.8

Dengan situasi dan kondisi yang seperti ini, beberapa indikator positif dalam perekonomian tersebut dapat dipastikan akan terganggu ketika pecah konflik frontal, diantara elit politik yang mengimbas arus bawah ke pendukungnya, yang pada akhirnya mengancam stabilitas keamanan yang sejak beberapa waktu belakangan ini menunjukkan ketidakberdayaan otoritas keamanan hukum dalam upaya mencegah dan menanggulanginya.

Adanya “statement war” diantara elit politik dan diikuti oleh penggunaan “hak-hak politik” anggota legislatif dengan target tertentu, telah membuat nilai tukar rupiah dan indeks harga saham dipasar modal Indonesia, yang merupakan salah satu variabel menentukan dalam perekonomian terus melemah dan merosot.9

Namun dengan adanya faktor non-ekonomi yang menyebabkan buruknya perekonomian saat ini tidak sepenuhnya dijadikan alasan untuk mengkambing-hitamkan aspek politik, hukum dan keamanan saja atas buruknya beberapa kinerja ekonomi kita. Dalam perspektif jangka pendek dan hanya melihat fluktuasi

8

Edy Suandi Hamid, Sistem Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan Isyu-Isyu Ekonomi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Ekonesia FEUI, 2001), h. 2

9


(10)

ekonomi yang terjadi sekarang memang tidak bisa dihindari bahwa variabel politik sangat dominan mempengaruhi perekonomian saat ini. Dan jika dilihat secara stuktural dan dari indikator yang ada dalam struktur bisnis dan ekonomi di Indonesia, maka telihat jelas bahwa secara struktural dalam perekonomian kita sangat lemah. Maka dari itu tidak benar jika faktor ketidak-nyamanan politik hukum ataupun keamanan dijadikan pelindung untuk menutupi penyebab krisis ekonomi yang melanda bangsa indonesia.

Ditengah krisis ekonomi dan keterbukaan politik saat ini menjadi terlihat semakin jelas berbagai kekacauan dalam perekonomian nasional. Dalam situasi seperti ini sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi yang menyeluruh dalam perekonomian nasional, reformasi dari sisi ekonomi pada hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan produktifitas semua produksi yang ada. Reformasi ini termasuk dalam lembaga-lembaga ekonomi yang ada di Indonesia saat ini sangat buruk kinerjanya, seperti BUMN yang didukung dengan berbagai fasilitas ternyata malah mengalami kerugian. Lembaga swasta yang merajai perekonomiannya ternyata hanya semu perkembangannya, dan banyak mengandalkan fasilitas negara.

Masalah internal yang pernah mencuat adalah kaitannya dengan signal kembali maraknya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid. Upaya-upaya pemerintah untuk melaksanakan Reformasi ekonomi dan pemberantasan KKN kini kembali dipertanyakan. Keraguan masyarakat atas tekad untuk melaksanakan clean


(11)

government dan good government kini kembali mencuat, yang berarti mengurangi kredibilitas pemerintah yang lahir pada masa reformasi.10

Dari persoalan struktur ekonomi yang tidak juga stabil, solusi tidak hanya didapat dengan menstimulasi faktor-faktor teknis perekonomian semata, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan perbaikan struktur politik dan kekuasaan. Dengan itu maka penulis memandang perlu untuk mengulas lebih jauh dan meneliti seakurat mungkin berkenaan dengan kesetabilan politik dan ekonomi, dalam sebuah skripsi yang berjudul "Hubungan Stabilitas Politik dan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Pada Masa Reformasi". Dan diharapkan dapat memberikan gambaran secara luas hubungan ekonomi dan politik dalam pembentukan suatu negara khususnya Indonesia, didukung dengan data-data yang akurat.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis akan membatasi kajian skripsi ini pada hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada masa Reformasi atau pada Mei 1998 – September 1999.

Maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan :

1. Bagaimanakah gambaran teoritis tentang hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi?

2. Bagaimanakah gambaran sistem politik dan ekonomi di Indonesia ?

10


(12)

3. Bagaimanakah hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi pada masa reformasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis berharap akan mendapatkan beberapa jawaban dari paparan diatas tentang beberapa pertanyaan dengan rumusan-rumusan sebagi berikut :

1. Memperoleh gambaran teoritis tentang hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi

2. Mengetahui gambaran sistem politik dan ekonomi di Indonesia

3. Memperoleh gambaran tentang jalinan hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi pada masa reformasi

Adapun manfa’at dari penelitian ini adalah :

Pertama, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para peminat studi politik dan ekonomi yang ingin mengkaji lebih jauh tentang kajian politik dan ekonomi. Kedua, penulis berusaha agar penelitian ini dapat diterima secara akademis oleh mahasiswa sendiri, untuk kemudian dapat menjadi bahan penelitian lebih lanjut bagi akademisi dan dapat diterima oleh masyarakat luas demi kepentingan bersama.

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian pada penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu : mengkaji data-data dan literatur-literatur yang berkaitan dengan judul yang diangkat.


(13)

Dan dari segi tujuan, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yang bertujuan menggambarkan keadaan atau fakta sementara dengan memaparkan hasil-hasil penelitian yang bersumber dari data-data yang ada.

Untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Sumber Data

Adapun penulisan skripsi ini menggunakan sumber data sekunder, jadi pengambilan data yang dilakukan ialah dengan cara mengumpulkan berbagai literatur serta mempergunakan bahan-bahan dokumen, dengan mengambil sumber-sumber yang relevan dan sesuai dengan pokok-pokok permasalahan, yaitu seperti buku-buku, artikel, jurnal, dan majalah yang berkaitan erat dengan materi skripsi ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumenter : yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, dan sumber lain yang relevan dan sesuai dengan sumber di atas. Yang lebih difokuskan terhadap hubungan stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia pada masa Reformasi, penulis juga mengumpulkan data-data dari dokumen-dokumen yang memuat tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah di atas. 3. Analisis Data

Tehnik analisis yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teknik analisis kualitatif atau biasa disebut analisis isi (Content analisis), yaitu


(14)

penguraian data melalui kategorisasi, perbandingan dan pencarian sebab akibat (Asimetrik) baik menggunakan analisis induktif (usaha penemuan jawaban dengan menganalisa berbagai data untuk diambil kesimpulan), maupun metode analisa deduktif (berangkat dari ungkapan umum kemudian dihubungkan dengan pertanyaan yang lebih sempit), dan selanjutnya dicari dan ditetapkan permasalahannya.

Adapun untuk mempermudah dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan kedalam lima bab, masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-topik dengan sistematika berikut:

Bab I, merupakan Pendahuluan yang menggambarkan secara umum latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

Bab Kedua membahas tentang Persfektif Teoritis Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi meliputi : pengertian Stabilitas Politik dan pengertian Pertumbuhan Ekonomi dan hubungan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi.


(15)

Bab III membahas tentang Sistem Politik dan Ekonomi Indonesia meliputi : sekilas tentang Indonesia, sistem politik ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru dan sistem politik dan ekonomi Indonesia pada masa Reformasi

Bab IV membahas tentang Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia pada Masa Reformasi meliputi : Stabilitas Politik Indonesia Pada Masa Reformasi, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi dan Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi

Bab V, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan keseluruhan penulisan skripsi ini, saran-saran diakhiri dengan daftar pustaka.


(16)

BAB II

PERSPEKTIF TEORITIS HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN

PERTUMBUHAN EKONOMI

A. Pengertian Stabilitas Politik

Stabilitas adalah suatu kondisi dari sebuah sistem yang komponennya cenderung ke dalam, atau kembali kepada suatu hubungan yang sudah mantap. Stabilitas sama dengan tiadanya perubahan yang mendasar atau kacau di dalam suatu sistem politik, atau perubahan yang terjadi pada batas-batas yang telah disepakati atau telah ditentukan.11

11


(17)

Sedangkan kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani/Latin yaitu politicus dan politicos ‘relating to citizen’.12 Politik juga berasal dari kata polis (Negara Kota). Dari kata ini muncul beberapa kata seperti polities (Negara Kota), politikos (Kewarganegaraan), politike tehne (Kemahiran Politik), politike episteme (Ilmu Politik). secara terminoligis banyak para ahli yang memberi arti politik dalam bahasa yang berbeda, sehingga ada banyak arti yang melekat pada kata politik, seperti power (Kekuasaan), Justice (Keadilan), order (Tatanan Masyarakat). Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut dalam pemahaman arti politik bisa ditinjau dari dua segi. Pertama kepentingan umum. Kedua kebijakan. Segi pertama politik mengandung pengertian media individu atau kelompok untuk melakukan segala macam aktifitas, yang masing-masing individu atau kelompok memiliki kepentingan sendiri dan ide sendiri. Sedangkan politik dari sudut pandang kedua mengandung pengertian penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin bisa dilaksanakannya satu usaha, cita-cita keinginan bersama dan bukan kepentingan individu, perorangan atau kelompok.

Politik kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia dengan tiga arti yaitu : “Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain, tipu muslihat atau kelicikan

12


(18)

dan juga dipergunakan sebagai nama suatu disiplin ilmu pengetahuan yaitu ilmu politik.”13

Menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, politik adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, lembaga-lembaga dan proses-proses politik, kelompok-kelompok kepentingan (pressure groups), hubungan-hubungan internasional dan tata pemerintahan yang semuanya merupakan kegiatan perorangan atau kelompok, dalam kaitan hubungan kemanusiaan secara mendasar.14

Politik atau (politics) dapat diartikan juga sebagai kegiatan manusia yang berkenaan dengan pengambilan pelaksanaan keputusan-keputusan. Politik juga mengandung makna kegiatan atau proses ‘sistem politik’ secara tidak langsung menunjukkan eksistensi tatanan atau pola-pola hubungan. Politik biasanya disamakan dengan penggunaan pengaruh, perjuangan kekuasaan, dan persaingan diantara individu dan kelompok sosial seperti pengambilan keputusan, pencarian kekuasaan, pengalokasian nilai, cakupan tujuan, pengendalian sosial, dan kegiatan yang menggunakan pengaruh. Tetapi dalam banyak percakapan dan pembicaraan, politik lebih mengacu dalam kebijakan-kebijakan umum dan alokasi.

Dari berbagai definisi yang ada ditemukan dua kecenderungan pendefinisian politik, pertama : pandangan yang mengaitkan politik dengan negara, kedua: pandangan yang mengaitkan dengan kekuasaan, otoritas, atau dengan konflik.

13

Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an, Disertasi, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2000), h. 45, t.d

14

Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nasional (LPKN), Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,


(19)

Perbedaan kecenderungan ini erat kaitannya dengan pendekatan yang dipergunakan, yaitu pendekatan tradisional, pendekatan institusional, dan pendekatan prilaku. Pendekatan tradisional meliputi beberapa pendekatan, misalnya menekankan pembahasannya pada perkembangan partai-partai politik, perkembangan hubungan politik dengan luar negeri, dan pendekatan legalistik yang menekankan pembahasannya pada konstitusi dan perundang-undangan sebuah negara, dan pada pendekatan institusional yang mendekatkan pembahasannya pada masalah-masalah institusi politik seperti lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sedangkan pendekatan prilaku menekankan perhatiannya pada prilaku aktor politik, kegiatan ini terdapat disekitar institusi politik yang dimanifestasikan oleh aktor-aktor politik seperti tokoh-tokoh pemerintahan dan wakil-wakil rakyat.15

Meskipun para pemikir dan ilmuan politik tidak memiliki kesepahaman dan kesepakatan mengenai definisi politik namun, unsur-unsur seperti lembaga yang menjalankan aktivitas pemerintah, dan masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan, kebijaksanaan dan hukum-hukum yang menjadi sarana pengaturan masyarakat, dapat ditemukan secara parsial ataupun implisit dalam definisi yang mereka kemukakan.16

Pada dasarnya politik adalah power (kekuasaan). Proses politik adalah rentetan peristiwa yang hubungannya satu sama lain didasarkan atas kekuasaan,

15

Op.Cit., h. 25-26

16


(20)

dimana politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan.17

Stabilitas politik dapat dipahami sebagai kondisi dimana tidak ada timbulnya perubahan mendasar atau apa yang revolusioner dalam sistem politik (pemerintah), atau perubahan yang terjadi pada batas-batas yang telah ditentukan.18

Menurut Harold Crouch, stabilitas politik di tandai dengan dua hal, Pertama, adanya pemerintahan yang stabil dalam arti dapat memerintah bertahun-tahun atau dapat menjalankan programnya sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan. Kedua, sistem pemerintahan stabil, dalam arti sistem tersebut mampu menerima perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dengan tidak merubah sistem pemerintahan yang ada.19

Sedangkan menurut Arbi Sanit, secara teoritis Stabilitas politik ditentukan oleh tiga variabel yang saling berkaitan, yaitu perkembangan ekonomi yang memadai, perkembangan pelembagaan baik struktur maupun proses politik dan partisipasi politik. Perkembangan ekonomi meliputi adanya tingkat pertumbuhan yang cukup dalam masyarakat. Sedangkan pelembagaan politik mengarah pada pengertian tidak timbulnya konflik antara kekuatan-keuatan politik. Dan

17

F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung : Bina Cipta, 1986), cet. VII, h. 42

18

Jack A. Plano, Kamus Analisa Politik, terj. : Edi S. Siregar, Jakarta : Rajawali Press, 1985. hal 49.

19

Harold Crouch, Perkembangan Ekonomi & Modernisasi, (Jakarta : Yayasan Pengkhidmatan, 1982). hal 88-89


(21)

partisipasi politik lebih mengacu pada konsep partisipasi menurut pola pemerintahan dalam mana bentuk partisipasi lebih bersifat ‘mobilized’. 20

Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan stabilitas politik adalah : Pola sikap dan tingkah laku segenap komponen sistem politik yang membangun kelestarian susunan struktur dan hubungan kekuasaan sehingga menjamin efektivitas pemerintahan.21

Diagram 2.1

Variabel Stabilitas Politik

B. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan adalah perubahan atau pertambahan secara alami dalam ukuran organisme, hidup dalam perjalanan peralihan masa atau waktu.22 Kata ekonomi diambil dari bahasa Yunani Kuno (Greek), yang maknanya adalah mengatur urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang mampu ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga yang ada turut menikmati apa yang mereka peroleh,

20

Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia; Kestabilan Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan, Jakarta : Rajawali Press, 1982. hal 2.

21

Arbi Sanit, Ormas Dan Politik, (Jakarta : LSIP, 1995), cet. I, h. 57

22

Sudarsono, Kamus Filsafat dn Psikologi, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), Cet. I, h. 50

Pemb. Ekonomi


(22)

kemudian populasinya semakin banyak dalam rumah-rumah lalu menjadi suatu kelompok (Community) yang diperintah oleh suatu negara.23

Sedangkan kata ekonomi berasal dari bahasa yunani yaitu oikos dan nomos yang berarti aturan-aturan dalam rumah tangga.24 Pada dasarnya ia menerangkan tentang prinsip-prinsip yang ada dalam menggunakan pendapatan rumah tangga sehingga dapat menciptakan kepuasan yang maksimum dalam rumah tangga. Dalam hal ini kata rumah tangga dapat dipahami sebagai suatu kesatuan mikro maupun makro. Mikro berarti suatu kesatuan yang terkecil dalam hal ini berarti rumah tangga itu sendiri yang lazimnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan makro berarti kesatuan yang besar atau lebih besar dan terkadang diidentikkan dengan suatu negara.

Sedangkan secara definitif Adam Smith mendefinisikan ekonomi sebagai “ilmu kekayaan” atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus terhadap sebab-sebab material dari kemakmuran, seperti hasil-hasil industri pertanian dan lain sebagainya.25

Prof. P.A. Samuelson salah seorang ahli ekonomi yang terkemuka di dunia – penerima hadiah Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1970-an memberikan definisi yang lebih komprehensif tentang ekonomi sebagai suatu studi mengenai

23

Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi; Alternatif Persfektif Islam, (Terj.),

Maqhfur Wachid, (Surabaya : Risalah Gusti, 19196), Cet. II, h. 47

24

Sadono sakiro, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta : UI Press, 1985), Cet. I, h. 23

25

Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Abd Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, (Terj), Imam Saefuddin, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), Cet. I, h. 10


(23)

individu dan masyarakat dalam membuat pilihan dengan atau tanpa menggunakan uang, dengan menggunakan sumber-sumber data yang terbatas tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk kepentingan konsumsi, sekarang dan dimasa yang akan datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat.26

Dengan demikian jika melihat kedua pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah : meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDB pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduknya, dan berkurangnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, dan tercapainya keseimbangan antara bidang pertanian dan industri serta terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, seperti sandang, pangan, papan (pakaian, makanan dan perumahan).27

Sedangkan menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah : kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.28

Sebagian para ahli ekonomi biasanya membedakan tentang pengertian pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di definisikan sebagai kenaikan PDB riil, diartikan sebagai kenaikan PDB tanpa memandang kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk.

26

Sadono Sakiro, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. II, h. 10

27

Kansil, Hidup Berbangsa dan Bernegara (Jakarta : Erlangga, 1999), Cet. III, h. 208

28

Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000), Cet I. h. 117


(24)

Sedangkan pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapat perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang. Berdasarkan masing-masing definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi akan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi. Dan sebagian para ahli ekonomi membedakan kedua pengertian tersebut sebagai berikut :29

Pembangunan Ekonomi

a. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDB pada suatu tahun tertentu melebihi tingkat pertumbuhan penduduknya. b. Perkembangan PDB yang berlaku dalam suatu masyarakat diikuti oleh

perubahan dan modernisasi untuk struktur ekonomi yang pada umumnya masih bercorak tradisional.

Pertumbuhan Ekonomi

a. Kenaikan PDB, tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduknya.

b. Perubahan menaik pada tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Misalnya, terjadi penambahan jumlah pasar, prasarana transportasi, waduk, dan saluran irigasi.

Pada umumnya, para ahli ekonomi memberikan pengertian yang sama pada ke dua istilah tersebut. Mereka mengartikan pembangunan dan pertumbuhan sebagai kenaikan dalam PDB. Pembangunan yang lebih umum dari istilah pertumbuhan ekonomi, biasanya untuk menyatakan perkembangan ekonomi di Negara maju,

29

M.T. Sidik Sunarto, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Jakarta : LPFEUI, 1998), Cet. I, h. 151


(25)

sedangkan istilah pembangunan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.30

Adapun pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Soemitro Djojohadikusumo 31 adalah : salah satu bagian dari proses pembangunan ekonomi, kalau pada pertumbuhan ekonomi hanya terkandung pengertian adanya proses peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, maka dalam pembangunan ekonomi terjadi proses kualitatif atau terjadi proses transformasi yang ditandai oleh proses perubahan struktural. Tiga hal yang terjadi dalam proses transformasi tersebut : a. Peralihan Kegiatan di Sektor Primer, b. Terjadi pergeseran dalam kesempatan untuk kerja, dan c. Perubahan pada pola serta arah perdagangan dan pembayaran luar negeri.

Sedangkan beberapa faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi dari setiap Negara32 :

a. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang di tanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia.

b. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja.

c. Kemajuan teknologi.

30

Ibid., h. 153-154

31

Sumitro Djojohadikusumo, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar-dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. (Jakarta : LP3ES, 1994) hal. 1-3 dan 91-92

32


(26)

C. Hubungan Stabilitas Politik Dan Pertumbuhan Ekonomi

Pada masa silam, ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan suatu bidang ilmu tersendiri, yang dikenal dengan ekonomi politik, yaitu pemikiran dan analisa kebijaksanaan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan kesejahteraan Negara Inggris dalam menghadapi saingan-saingannya, seperti Portugis, Spanyol, Prancis, Jerman, dan sebagainya, pada abad XVIII dan XIX.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tersebt kemudian memisahkan diri menjadi dua lapangan yang mengkhususkanperhatian terhadap tingkah laku manusia yang berbeda-beda: ilmu politik (political science) dan ilmu ekonomi (economics).

Ilmu ekonomi modern dewasa ini sudah menjadi salah satu cabang ilmu sosial yang memiliki teori, rung lingkup serta metodologi yang relatif ketat dan terperinci. Oleh karena sifat-sifatnya yang relative ketat ini ilmu ekonomi termasuk ilmu sosial yang sering digunakan untuk menyusun perhitungan-perhitungan kemuka. Para sarjana ekonomi dikatakan sepakat akan penggunaan istilah-istilah serta pengertian-pengertian dasar yang diperlukan untuk mencapai keseragaman analisa, hal mana memudahkan mereka bertukar pikiran tentang tujuan umum ilmu ekonomi, yaitu usaha manusia mengembangkan serta membagi sumber-sumber yang langka untuk kelangsungan hidup mereka.

Pemikiran yang berpangkal tolak pada faktor kelangkaan menyebabkan ilmu ekonomi berorientasi kuat terhadap kebijaksanaan yang rasionil, khususnya penentuan hubungan antara tujuan dan cara mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu ilmu ekonomi dikenal sebagai ilmu sosial yang sangat


(27)

planning orientied, pengaruh mana meluas pada ilmu politik sebagaimana pengertian pembangunan ekonomi telah mempengaruhi pengertian pembagunan politik. Oleh karena pilihan-pilihan tentang kebijaksanaan yang harus ditampung seringkali terbatas adanya, maka ilmu ekonomi dikenal juga dengan istilah choice oriented, hal mana telah berpengaruh pada pengkhususan penelitian mengenai decision making dalam ilmu politik modern. Akhirnya pemikiran yang berpangkal tolak pada faktor kelangkaan telah memaksa ilmu ekonomi untuk lebih banyak berikhtiar kearah ramalan berdasarkan pada hitungan yang seksama, sehingga ilmu ekonomi modern jarang sekali bersifat spekulatif. Ikhtiar menyusun ramalan ini berpengaruh pada swebagian sarjana ilmu politik untuk mendasarkan teori dan metodologinya pada suatu pendekatan yang lebih ilmiah, yang terkenal dengan pendekatan tingkah laku.

Dalam mengajukan kebijaksanaan atau siasat ekonomi tertentu, seorang sarjana ekonomi dapat bertanya kepada seorang sarjana ilmu politik tentang politik manakah kiranya yang paling baik disusun guna mencapai tujuan ekonomi tertentu. Dalam mengajukan kebijaksanaan untuk memperbesar produksi nasional, misalnya, sarjana ilmu politik dapat ditanya tentang cara-cara menghalaukan atau mengurangi hambatan-hambatan politis yang mengganggu usaha-usaha kearah tujuan itu; pembangunan lima tahun di Indonesia sebaiknya memperhitungkan pula perkembangan sosial dan politik yang mungkin terjadi akibat pergeseran-pergeseran ekonomis yang timbil dari berhasil dan gagalnya kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Sebaliknya seorang sarjana ilmu politik dapat meminta bantuan seorang sarjana ilmu ekonomi tentang syarat-syarat


(28)

ekonomis yang harus dipenuhi guna memperoleh tujuan-tujuan politis tertentu, khususnya yang menyangkut pembinaan kehidupan demokrasi.

Kerjasama antara ilmu politik dan ilmu ekonomi makin dibituhkan untuk menganalisa siasat-siasat pembangunan nasional. Seorang sarjana ilmu politik tidak dapat lagi mengabaikan pengaruh dan peranan perdagangan luar negeri, bantuan luar negeri serta hubungan ekonomi luar negeri pada umumnya terhadap usaha-usaha pembangunan dalam negeri.33

Untuk lebih memperjelas paling tidak terdapat tiga teori yang kiranya dapat menjelaskan mengenai hubungan politik dan ekonomi 34:

1. Asimetry

Ekonomi Politik mencoba menjelaskan tentang ketidakseimbangan atau ketimpangan yang terjadi antara bangsa-bangsa dan masyarakat dan juga penempatan pola-pola yang menjaga atau memelihara atau mengubah ketimpangan ini.

2. Interplay

Ekonomi politik mencoba menjelaskan tentang saling pengaruh-mempengaruhi antara ekonomi dan politik. Model ini menganggap bidang politik dan bidang ekonomi sebagai sesuatu yang secara fungsional dapat dibedakan, tetapi mempunyai pengaruh resiprokal.

3. Deterministik

33

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama), Cet IXX, hal. 23

34

Haryadi, “Ekonomi Politik Pembangunan : Sebuah Ragangan Teoritik” dalam Jurnal Ilmu Politik No. 8 (Jakarta : AIPI, 1991) hal. 18


(29)

Ekonomi Politik mencoba menjelaskan tentang bagaimana politik menentukan aspek-aspek ekonomi dan bagaimana institusi-institusi ekonomi menentukan proses-proses politik. Model ini memberikan gambaran yang pasti mengenai permasalahan yang ada serta menunjukan dengan jelas apa yang harus dilakukan atau diubah.


(30)

BAB III

SISTEM POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA A. Sekilas Tentang Indonesia

Republik Indonesia ialah negara kepulauan dengan panjang 5.120 km terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara, melintang di Khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). 35

Negara yang baru merdeka dari penjajahan pada tahun 1945, di bawah Ir. Soekarno dan Moh. Hatta Indonesia sebagai proklamator kemerdekaan.

Belanda sebagai salah satu negara yang menjajah Indonesia baru menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutamanya Amerika Serikat. Soekarno menjadi presiden pertama Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintah Soekarno mulai mengikuti gerakan non-blok pada awalnya dan kemudian dengan blok sosialis, misalnya Tiongkok dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"), dan ketidak puasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965

35


(31)

timbullah pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berniat mengganti ideologi nasional berdasarkan paham Sosialis Komunis.

Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme terhadap Soekarno yang kini sendiri makin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh dan keluarganya diusir ke luar negeri. 32 tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, dibandingkan dengan masa pemerintahan Soekarno yang disebut Orde Lama.

Soeharto berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata, di Indonesia. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekomomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom-ekonom lulusan departemen ekonomi University of California at Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley". Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.

Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga Presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun 2004 pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah sedang


(32)

berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, yaitu Aceh dan Papua. Timor Timur mendapatkan kemerdekaan pada tahun 2002 setelah 24 tahun dikuasai Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB.

B. Sistem Politik Indonesia

Istilah sistem politik, pertama kali dikemukakan oleh David Easton dalam bukunya The Political Sistem, seperti dinyatakan, setiap negara dengan dipengaruhi oleh latar belakangya sendiri-sendiri, telah menerapkan sistem politik yang berbeda-beda. Hal yang sama juga berlaku bagi sistem pemerintahan; yang dibandingkan dengan sistem politik pada hakekatnya mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit dan seringkali diakui sebagai subsistem dari sistem politik itu sendiri.36

Secara umum, sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang di dalamnya melibatkan, elemen-elemen, bagian-bagian yang terikat dalam satu unit yang satu sama lain berbeda dalam keadaan kait mengait dan fungsional. Diantara berbagai elemen, ataupun bagian tersebut harus mempunyai sifat keterikatan dan kohesivitas sehingga bentuk totalitas unit tersebut terjaga. Sifat keterikatan dalam sistem tersebut bisa di katakan mutlak. Dengan kata lain, sebagai unit kesatuan maka setiap unsur ataupun bagian haruslah bekerja sebagaimana mestinya. Sebagai satu kesatuan, maka jika satu unsur tidak berfungsi, sistem tersebut mengalami kesulitan untuk bisa bekerja sesuai dengan fungsinya.

36

Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia (Bandung : PT Tribisana Karya, 1995, h. 103


(33)

Dalam membicarakan sistem politik, seseorang dengan tanpa disadari terperosok untuk membicarakan salah satu bidang yang sangat dekat dengan sistem politik, yaitu sistem pemerintahan. Seringkali antara keduanya dikaburkan atau diidentikan. Kendatipun sulit untuk memisahkan antara keduanya, yang jelas ruang lingkup sistem pemerintahan jauh lebih sempit dibandingkan sistem politik, bahkan sebagaimana dikatakan di atas, bahwa sistem pemerintahan merupakan sub sistem dari sistem politik.37

Dari paparan di atas, barang kali sudah dapat satu pengertian umum, bahwa yang dimaksud dengan sistem politik adalah suatu mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungannya satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang ajeg, yang mengandung dimensi waktu, yaitu masa lampau, kini, dan mendatang. Bisa ditambahkan di sini, bahwa yang disebut proses dalam ilmu politik biasanya dipersepsikan sebagai segenap faktor sosio-politis yang mempengaruhi dan memberi corak pada negara dan pemerintah.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa yang menjadi titik berat suatu sistem politik adalah dalam aspek dinamikanya, dimana dinamika poltik disandarkan pada negara dalam keadaannya yang bergerak sebagai suatu lembaga atau asosiasi yang mempengaruhi kehidupan politik. Selain dari itu aspek dinamika inipun melihat adanya pengaruh kekuatan-kekuatan sosio-politik dan ekonomi yang domoninan dalam kehidupan politik masyarakat.

37


(34)

Lebih dari tiga dasawarsa sejak proklamasi kemerdekaan-nya, Indonesia telah menerapkan suatu tata kehidupan politik dalam satu kerangka demokrasi. Namun demikian selama lebih dari tiga dasawarsa pula Indonesia telah berulang kali menyelenggrakan dan menjalankan sistem politik yang bervariasai. Bervariasinya sistem poltik tersebut, berpokok pangkal pada perbedaan wawasan tentang bagaimana sistem politik demokrasi itu disusun sehingga mampu menciptakan kepemimpinan dan pemerintahan yang cukup tangguh untuk melaksanakan pembangunan dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya praktek diktatorial.38

Tinjauan kesejarahan terhadap penyelenggaraan demokrasi berdasar pada politik yang berlaku di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menunjukan adanya tiga model pelaksanaan yang mempunyai warna tersendiri.

Pertama, bisa disebut dengan masa republik Indonesia I. dalam kurun waktu ini praktek demokrasi konstitusional sangat menonjolkan peranan perlemen serta partai-partai politik. Praktek demokrasi semacam ini seringkali disebut dengan praktek demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Masa ini berlangsung dari tahun 1945 sampai tahun 1959 dengan tiga model undang-undang dasar sebagai dasar berpijak bagi praktek demokrasinya.

Kedua, bisa disebut dengan masa republik Indonesia II, yaitu masa pelaksanaan demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah dianggap menyimpang dari jiwa demokrasi konstitusional, walaupun secara formal diakui

38


(35)

sebagai landasannya. Pelaksanaan demokrasi semacam ini menunjukan pula beberapa segi demokrasi rakyat. Masa ini berlangsung antara tahun 1959 sampai tahun 1965.

Ketiga, yaitu masa pelaksanaan demokrasi pancasila yang berlandaskan jiwa demokrasi konstitusional yang lebih menonjolkan sistem presidensial. Dan masa ini berlangsung antara tahun 1965 sampai dengan sekarang.39 Yaitu sebuah sistem pemerintahan dengan lembaga kepresidenan, institusi atau organisasi jabatan yang dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 45 berisi dua jabatan yaitu presiden dan wakil presiden, adapun dalam sistem parlementer, jabatan presiden biasanya dikaitkan dengan statusnya sebagai kepala negara, sedangkan kedudukan kepala pemerintahan biasanya dipegang oleh jabatan lain yang lazimnya disebut sebagai perdana menteri. Berbeda dari sistem parlementer tersebut maka dalam sistem presidensiil, kedudukan sebagai kepala negara dengan kepala pemerintahan itu menyatu dalam jabatan presiden dan wakil presiden. Karena itu, sistem presidensiil tidak mengenal pembedaan, apalagi pemisahan antara kedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Yang ada hanya presaiden dan wakil presiden, dimana masing-masing ditentukan tugas dan wewenangannya dalam konstitusi ataupun dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Beberapa ciri-ciri yang penting dari sistem ini adalah :

a. Masa jabatan tertentu, misalnya 4 tahun, 5 tahun, 6 tahun atau 7 tahun, sehingga presiden dan juga wakil presiden tidak dapat diberhentikan di tengah

39

Cheppy Haricahyono, Ilmu Politik dan Perspektifnya. (Yokjakarta : Tiara Wacana dan YP2LPM, 1986), Cet I., h. 120-121


(36)

masa jabatannya karena alasan politik. Di beberapa Negara, periode masa jabatan ini biasanya dibatasi dengan tegas, misalnya, 1 kali masa jabatan atau hanya 2 kali masa jabatan berturut-turut.

b. Presiden dan wakil presiden tidak bertanggung jawab kepada lembaga politik tertentu yang biasa di kenal sebagai parlemen, melainkan lansung bertanggung jawab kepada rakyat. Presiden dan wakil presiden hanya dapat diberhentikan dari jabatannya karena alasan pelanggaran hukum yang biasanya dibatasai pada kasus-kasus tindak pidana tertentu, yang jika dibiarkan tanpa pertanggung jawaban dapat menimbulkan masalah hukum yang serius seperti misalnya pengkhianatan pada Negara, pelanggaran yang nyata terhadap konstitusi, dan sebagainya.

c. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat ataupun melalui mekanisme perantara tertentu yang tidak bersifat perwakilan permanent sebagaimana hakikat lembaga parlemen.

d. Dalam hubungannya dengan lembaga parlemen, presiden tidak tunduk kepada parlemen, tidak dapat membubarkan parlemen, dan sebaliknya parlemen juga tidak dapat menjatuhkan presiden dan membubarkan kabinet sebagaimana dalam praktek sistem parlementer.

e. Dalam sistem ini, tidak dikenal adanya pembedaan antara fungsi kepala Negara dengan kepala pemerintahan.

f. Tanggung jawab pemerintahan berada di pundak presiden, dan oleh karena itu presidenlah pada prinsipnya yang berwenang membentuk pemerintahan, menyusun kabinet, mengangkat dan memberhentikan para menteri serta


(37)

pejabat publik-publik yang lain, secara politik presiden bertanggung jawab kepada rakyat, sedangkan secara hukum ia bertanggung jawab kepada konstitusi.40

C. Sistem Ekonomi Indonesia

Secara umum pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi nasional lain yang dipandang lebih baik ; atau kemajuan yang mantap dan terus menerus menuju kepada perbaikan kondisi kehidupan manusia.41

Pembangunan itu merupakan proses perubahan sosial terencana ( a planned sociental change), yang bersifat multidimensional menyangkut dimensi politik, ekonomi, sosial, kultur, dan sebagainya. Namun paradigma yang berkembang cenderung memandang pembangunan nasional sebagai suatu yang identik dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, dimana tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya.

Mengenai pembangunan ekonomi itu sendiri, telah terjadi perubahan besar di dalamnya, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun kebujaksanaan pembangunan. Semula pembangunan dan pertumbuhan ekonomi diartikan semata-mata sebagai peningkatan kapasitas ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional perjiwa penduduk.42 Implikasi pengertian ini selanjutnya melahirkan kebijakan untuk menumbuhkan keperluan dalam upaya menyalurkan

40

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta : Konstitusi Press, 2005). Cet. I. h. 204

41

Moeljanto Tjokrowinoto, Pembangunan Dilema dan Tantangan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), Cet. Ke-I, h. 90.

42

Kamaluddin Rustian, Beberapa Aspek Pembangunan Nasional dan Daerah, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983), h. 28.


(38)

sebayak mungkin dana dan sumber alam kepada upaya untuk meningkatkan pendapatan nasional. Namun dalam perkembangan selanjutnya pembangunan perlu ditanggapi sebagai proses yang multi dimensional mencakup perombakan struktural, sikap kelakuan dan kelembagaan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan kemiskinan.

Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia sebagai mana digariskan dalam GBHN, pelaksanaan strategi pembangunan ekonomi nasional diarahkan untuk mencapai trilogi pembangunan nasional.43 Adapun tujuan-tujuan pembangunan ekonomi nasional (trilogi pembangunan ekonomi nasional) yang mengacu pada trilogi pembangunan yakni : pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan pendapatan, serta stabilitas ekonomi yang mantap dan dinamis.

Program-program pembangunan nasional yang dirumuskan pemerintahan Indonesia selama beberpa orde pemerintahan pada dasarnya semuanya ditujukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaiti\u mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material spiritual berdasarkan Pancasila.44 Sebagai bagian yang paling urgen dari pembangunan nasional, jelaslah bahwa proses pembangunan ekonomi Indonesia-pun mengarah kepada

43

Sularso Sopater dan Jacod T, Mengembangkan Strategi Ekonomi, ( Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998), Cet. I, h. 3.

44

Thee Kian Wie, Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan : Beberapa Pendekatan Alternatif, (Jakarta : LP3ES, 1983), Cet. 2, h. 22.


(39)

perwujudan cita-cita dan nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 45.

Dalam penjelasan dari pasal 33 UUD 45 dan GBHN tertuang bahwasanya pembangunan ekonomi Indonesia di dasarkan kepada sistem demokrasi ekonomi dengan tujuan " kemakmuran bagi semua". Penjelasannya adalah bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran perorangan.

Tujuan lain yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi adalah mengentaskan masalah kemiskinan yang merupakan salah satu faktor penghambat pembangunan, yaitu bagaiman upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kearah yang lebih baik. Karena kemiskinan biasanya diukur dengan pendapatan perkapita penduduk. Maka tujuan terpenting dari pembangunan yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan adalah meningkatkan secepat mungkin pendapatan perkapita di atas rata-rata, dalam rangka mengurangi ketimpangan pendapatan dan ketimpangan social. Untuk itu diperlukan pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi menurut proposinya selain juga perlu diadakannya pembinaan dan penggalian potensi sumber daya manusia agar mampu memberdayakan ekonominya secara mandiri dan mampu bersaing dalam peta perekonomian nasional bahkan internasional.

Apabila kita melihat sejarah pembangunan Indonesia, proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 dapat dikatakan sebagai titik tolak bagi dimulainya babak awal pembangunan nasional Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat untuk menentukan nasib sendiri. Saat itu, Indonesia dibawah pemerintahan presiden pertama Ir. Soekarno mulai mengadakan pembenahan


(40)

berbagai sektor kehidupan bangsa setelah sekian lama, kurang lebih 350 tahun berada dalam belenggu penjajahan.

Selama Orde Lama, Indonesia melalui dua periode sistem politik dan pemerintahan yang juga berpengaruh terhadap sistem perekonomian yang diterapkan. Pertama sistem demokrasi Liberal, kedua sistem demokrasi terpimpin.

Periode demokrasi liberal dimulai sejak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No X tertanggal 3 November 1945. dengan dianutnya demokrasi liberal secara otomatis dalam bidang ekonomi kita memakai sistem ekonomi liberal. Dengan pemberlakuan sistem ekonomi liberal ini dimungkinkan adanya penguasaan sumber-sumber perekonomian oleh segolongan masyarakat tertentu. Selain itu adanya UU No. I tahun 1957 yang memberi otonomi seluas-luasnya menimbulkan keinginan pada daerah untuk menguasai sumber-sumber ekonomi tanpa campur tangan pemerintah telah menimbulkan tidak meratanya pembangunan ekonomi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainya di Indonesia.

Selain hal-hal di atas, sistem ekonomi liberal juga telah menyebabkan konglomerasi, dimana pada saat itu wajah-wajah ekonomi di kuasai oleh pengusaha-pengusaha nonpribumi khususnya Cina, yang memonopoli perekonomian Indonesia, sementara pengusaha-pengusaha pribumi tenggelam dalam persaingan dengan golongan Cina.

Periode selanjutnya adalah periode demokrasi terpimpin yang ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. pada saat itu, sejalan


(41)

dengan arus politik lahirlah Sosialisme ala Indonesia dimana titik berat perekonomian negara dibebankan pada perusahaan-perusahaan negara.

Berbeda dengan sistem ekonomi liberal, dalam ekonomi terpimpin sangat terasa adanya campur tangan pemerintah dalam aktifitas perekonomian, yang pelaksanaannya merujuk pada pasal 33 UUD 1945 yang berisi sistem perekonomian Indonesia, di mana ekonomi rakyat adalah usaha bersama yang dikerjakan secara kekeluargaan. Menurut Bung Hatta yang merupakan seorang ekonom sekaligus Founding Father dan perumus Pasal 33 UUD 45, bahwa yang dimaksud dengan usaha bersama atas kekeluargaan adalah koperasi.45 Walaupun pada kenyataannya pada saat itu masih nampak tersendat-sendat, namun koperasi telah berperan cukup independen dari intervensi pemerintah.

Masa Orde Baru ditandai dengan berpindahnya kepemimpinan Soekarno sebagai presiden Indonesia pertama ketangan presiden Soeharto yang diikuti dengan pergeseran orientasi pembangunan ke arah pembangunan ekonomi. Pada awal Orde Baru memang tidak ada alternatif lain bagi pemerintah kecuali melakukan tindakan-tindakan rehabilitasi dan konsolidasi terhadap sektor ekonomi yang selama masa Orde Lama diabaikan. Dari sinilah liberalisasi ekonomi mulai tampak, pada waktu itu tindakan liberalisasi dilakukan sebagai langkah antitesis terhadap etatisme yang dominan dimasa ekonomi terpimpin. Sejak saat itulah mulai terjadi pergeseran dalam sistem perekonomian Indonesia, dari corak sosialis yang etatis pada masa ekonomi terpimpin kearah ekonomi

45

M. Rusli Karim dan Fauzi Ridjal (ed), Dinamika Ekonomi dan IPTEK dalam Pembangunan,(Yogyakarta : PT. Tiara Wacana, 1992), Cet. I, h. 27.


(42)

kapitalis. Mula-mula liberalisasi dilakukan dalam bidang perdagangan, yaitu dengan cara membuka impor barang-barang konsumsi, lalu sebagai rangkaiannya adalah pemerintah mengeluarkan kebijakan menurunkan harga sebagai langkah awal kearah stabilisasi ekonomi, terutama dengan mengendalikan inflasi46.

Kejadian menjelang 30 september 1965 memang mencekam, keadaan stabilitas ekonomi sangat buruk, ini dapat dilihat pada keterangan dibawah ini 47:

Pendapatan nasional pada harga konstan 1960 dari Rp. 390,5 milyar (1960) menjadi Rp. 429,7 milyar (1965) dengan rata-rata 2,2 persen setahun, sedangkan pertambahan penduduk naik dengan 2,3 persen setahun sehingga pendapatan perkapita turun.

Ekspor turun dari 620 US $ (1960) menjadi 462,7 juta US $ (1965). Utang luar negeri naik dari 900 juta US S (1961) menjadi 2.250 US $ (juli 1968) naik dengan 250 persen. Dan debt service ratio tak terpenuhi, sehingga pemerintah secara sepihak “mengemplang utang”. Defisit neraca pembayaran adalah 57 juta US $ (1965)

Inflasi mengganas sehingga indeks biaya hidup naik dengan 438 kali (juli 1966 terhadap 1960); harga beras naik 824 kali (juli 1966 terhadap 1968);, harga tekstil naik dengan 717 kaki (juli 1966 terhadap 1960) dan nilai Rupiah turun dari Rp. 160 (1960) menjadi Rp. 120.000 (juli 1966);

46

St. Sularto (ed), Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia,

(Jakarta PT. Kompas Media Nusantara, 2000), Cet. I, h. 21

47 Ibid.


(43)

Defisit anggaran belanja negara naik dari 6,9 juta (1960) menjadi Rp. 5.237,7 juta (juli 1966) atau kenaikan 759 kali.

Semua ini mengakibatkan pengangguran dan ketegangan sosial dalam masyarakat. Pergulatan kekuasaan yang terjadi di tingkat tinggi lebih bertitik berat pada penggusuran PKI dan penggantiannya oleh kekuatan anti PKI yang didukung oleh ABRI. Periode Oktober 1965- maret 1966 adalah periode penuh ketidakpastian. Disatu pihak pemerintahan Soekarno masih enggan menggusur PKI, dilain pihak mahasiswa dan kekuatan politik lainnya semakin gencar menuntut pembubaran PKI yang kemudian meluas menjadi penggantian presiden Soekarno.

Dalam masa ini pemasyarakatan pemikiran ekonomi semakin ditingkatkan dengan mengisi surat-surat kabar, seperti harian angkatan bersenjata, kami dan Indonesian observer, diskusi lebih intensif kini juga mencangkup kelompok-kelompok mahasiswa.48

Berbeda dengan masa Orde Lama yang menganggap pinjaman luar negeri bukan merupakan hal yang penting, pada masa Orde Baru pinjaman luar negeri dan pemasukan modal asing adalah merupakan prioritas dan primadona dalam kebijakan nasional, bahkan dapat dikatakan pemerintah sangat tergantung anggarannya pada bantuan luar negeri. Karena itulah langkah lain yang dilakukan pemerintah adalah liberalisasi dibidang penamaan modal asing dengan mengeluarkan undang-undang penanaman modal asing no. 1/1967 dan UU

48 Ibid


(44)

PMDN no. 1/ 1968 pada awal Repelita I (1969/70-1973/74). dengan kebijakan ini, swasta diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis hampir disegala bidang, selain itu swasta ditempatkan sebagai motor penggerak (engine) dalam pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi telah berhasil meningkatkan struktur ekonomi bangsa Indonesia yang cukup tinggi. Akan tetapi pada dimensi sosial, pembangunan menghasilkan kesenjangan-kesenjangan disana-sini, timbulmya konglomerasi dan munculnya kapitalisme baru yang bertentangan dengan UUD ’45.

Selama Orde Baru yang berlangsung kurang lebih 33 tahun, Indonesia telah memasuki dua tahapan pembangunan jangka panjang (PJP) 25 tahun, yang masing-masing ditempuh melalui tahapan-tahapan pembangunan lima tahun (pelita), sebagaimana diatur dalam GBHN sampai akhir masa pemerintahan Orde Baru telah memasuki PJP II.

PJPT I yang berlangsung sejak tahun 1969 sampai tahun 1994 dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi yang sasarannya diletakkan pada terlaksananya percepatan pertumuhan ekonomi yag tinggi sebagai penggerak utama, yang selanjutnya secara bertahap akan diimbangi oleh pertumbuhan dibidang lain.49

Sasaran PJPT I, sebagaimana terdapat dalam GBHN 1983 adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri, sedangkan strategi yang diterapkan didasarkan pada trilogi

49

Tim KAHMI jaya (ed), Indonesia di Samping Jalan, (Bandung : Mizan, 1998), Cet. II, h. 274


(45)

pembangunan yaitu pemeratan pembangunan menuju keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sudah mulai sehat dan dinamis, yang meliputi delapan jalur pemerataan sebagai program untuk menunjang pertumbuhan yang ditujukan kepada mobilisasi dana, peningkatan produksi, perubahan struktur perekonomian kearah yang lebih seimbang, tetap terpeliharanya stabilitas yang sehat dan dinamis.50

Tahapan selanjutnya adalah pembangunan jangka panjang II (1994-1998), penekanannya pada pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia, sebagaimana terdapat dalam rumusan GBHN:

“Titik berat PJP II diletakkan pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak utama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling memperuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilakukan seiring, selaras, dan serasi dengan keberhasilan pembangunan bidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan nasional. ”

Kondisi ekonomi Indonesia yang terlihat stabil dengan rata-rata pertumbuhan 6,9 % - 7,1 % selama tiga dekade Orde Baru tiba-tiba mendapat goncangan dengan munculnya krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter dan krisis mata uang pada semester kedua tahun 1997 tepatnya tanggal 21 juli 1997, dimana rupiah menurun 6% terhadap dollar AS dalam satu hari. 51

50

Ibid., h. 276

51


(46)

Ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang diterapkan selama pemerintahan Orde Baru berakibat pada maraknya praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di kalangan birokrasi berdampak negatif terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Merosotnya daya beli masyarakat akibat melonjaknya harga-harga dipasaran, tidak stabilnya kondisi perusahaan dalam kegiatan usahanya yang berimplikasi pada meningkatnya jumlah pengangguran akibat PHK, tingginya angka inflasi, hingga dilakukannya likuidasi terhadap terhadap bank-bank yang tidak sehat, bahkan rupiah sempat menyentuh angka Rp. 12.250 per US $ 1 pada pertengahan Mei 1998 menjelang berakhirnya pemerintahan Orde Baru.

Masa pasca Orde Baru atau yang dikenal dengan masa Reformasi merupakan antiklimaks dari akumulasi berbagai persoalan yang terjadi pada masa Orde Baru, mulai dari persoalan krisis ekonomi hingga persoalan krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang tidak kunjung juga menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.


(47)

BAB IV

HUBUNGAN STABILITAS POLITIK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

A. Stabilitas Politik Indonesia Pada Masa Reformasi

Reformasi tiba-tiba menjadi populer di negara Indonesia. Bahkan yel-yel dimana-mana meneriakan perlunya segera kata itu di implementasikan.

Istilah "Reformasi" berasal dari kata inggris, Reform (Latin: reformare) yang berarti : perbaikan, pembaruan, pemulihan kembali. Dalam kontek Reformasi yang dituntut dan dilakukan oleh mahasiswa dan sebagian besar masyarakat Indonesia, maka Reformasi adalah pembaruan.52

Tentu saja segera muncul pertanyaan : Reformasi hendak memperbaharui apa dan menjadi bagaimana?

Tahun 1998 menjadi saksi runtuhnya struktur negara dan akhir dari represi ideologi serta hegemoni rezim Soeharto. Kekacauan ekonomi di Indonesia diikuti dengan krisis politik yang menyebabkan berkurangnya kekuasaan dan pada akhirnya pengunduran diri presiden Soeharto, setelah tiga dasawarsa memerintah Indonesia dengan cara 'kekeluargaan'. Pendekatan-pendekatan 'konsesur nasional', 'kontak sosial', dan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan rezim Soeharto dipertanyakan secara mendasar. Legitimasi negara diragukan, karena itu ada kebutuhan akan adanya pemerintahan baru yang dipercaya oleh rakyat.

52


(48)

Ada beberapa kemiripan yang nyata antara Reformasi Indonesia saat ini dengan percobaan selama dasawarsa Demokrasi Liberal pada tahun 1950-an. Ekonomi begitu mudah bergejolak, angkatan bersenjata menjadi kekuatan politik potensial, parlemen dan eksekutif terjebak dalam permainan saling menjatuhkan yang menyebabkan ketidakstabilan, konstitusi tidak cukup jelas dalam menyatakan pertan dan hubungan-hubungan antara pemegang kekuasaan dan lembaga-lembaga negara, dan kekacauan regional mengancam kesatuan dasar dari negara.

Mundurnya Soeharto dan dilantiknya pemerintahan sementara Habibie Membuka kesempatan bagi berlangsungnya Reformasi demokratis di Indonesia. Untuk membangun momentum demokratis, beberapa perubahan mendasar pada sistem politik telah dimulai melalui beberpa langkah yang bersifat sementara, langkah-langkah ini termasuk membuat amandemen UUD untuk memperkuat peran parlemen, mengesahkan peraturan baru tentang otonomi daerah yang telah diperluas baik ruang lingkupnya dan juga tingkat partisipasi poltik di tingkat daerah, lokal, dan pembatasan masa jabatan presiden.

Ada yang layak dipuji dari pemerintahan Habibie, untuk usahanya mencabut undang-undang anti Subversif (UU No. 11/PNPS/1963 dan Undang-undang korupsi (UU No. 3/1971) yaitu diganti dengan UU No. 31/1999). Selama pemerintahan Habibie (22 mei 1998 sampai dengan 14 Oktober 1999), telah dikeluarkan 67 Undang-undang, 3 peraturan pemerintah, 263 Keputusan presiden dan 31 Intruksi presiden. Keseluruhan itu dimaksudkan sebagai bagian dari solusi untuk mengatasai problem yang berlangsung dalam situasai krisis yang terjadi


(49)

saat itu. Disadari atau tidak, banyak kemajuan yang telah dicapai, sehingga pada waktu terjadinya peralihan kekuasaan dari presiden Habibie kepada presiden Abdurrahman Wahid (Oktober 1999), kondisi politik dan pemulihan ekonomi berlangsung dengan baik.53

Ketika KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati soekarno Putri, dilantik masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 1999-2004, sisa-sisa persoalan warisan Soeharto sebelumnya dan pemerintahan Habibie sesudahnya, belum semua tertangani dengan baik, ditambah sejumlah persoalan yang semula seolah-olah sudah selesai, namun agenda persoalan terlihat semakin rumit dan banyak, seperti kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), pemulihan ekonomi, disintegrasi bangsa, lemahnya hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM), semua itu ibarat benang kusut, dan untuk memecahkannya harus diurai satu persatu.54

Dari sisi dimensi rasionalitas yang terpenting tentu saja supremasi hukum. Maka jika kita mengatakan tak satupun demokrasi yang mampu jalan tanpa supremasi hukum, itu sekaligus berarti bahwa berjalan tidaknya demokrasi oleh rasionalitas dan prediktibilitas keenam lembaga demokrasi.

Tidak kalah pentingnya juga ada faktor kelemahan bawahan duet Abdurrahman-Megawati itu sendiri. Kelemahan bawahan ini mencakup tempramen atau tingkat intelektualitas maupun ketajaman modal Reformasi

53

Muladi, Demokratisasi, Hak asasi Manusia, dan Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta : The Habibie Center, 2002), Cet. I, h. 31

54

ST. Sularto (ed), Menyelamatkan Masa Depan Indonesia, Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Gus Dur-Mega, (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2000), h. 81


(50)

mereka, baik lantaran visi maupun paktek buruk rezim-rezim sebelumnya. Pada kompromi dan rekonsiliasi dalam penyusunan kabinet Persatuan Nasional yang lebih cenderung menafikan tuntutan Reformasi dan jelas mengabaikan tuntutan urgensi penyelesaian atau beban kriris multidimensi yang terus mendera bangsa kita. Gabungan kelemahan itulah yang hingga kini terus menyulitkan tercapainya supremasi hukum di negara kita. Itulah sebabnya pemerintahan Gus Dur belum mampu mencatat kemajuan yang berarti, baik di bidang politik, ekonomi dan hukum.

Keberhasilan yang dicapai pemerintah Abdurrahman-Megawati adalah menahan laju pemburukan krisis multidimensi, termasuk didalamnya proses disintegrasi bangsa. Prestasinya baru sampai pada menahan keterjerumusan lebih lanjut. Meskipun demikian, pemerintahan keduanya memiliki beberapa kelebihan seperti di utarakan, memiliki legitimasi yang kuat, yaitu bahwa kedua pimpinanya terpilih melalui prosedur demokrasi yang kuat. Pemerintahan ini jelas memenuhi apa yang di sebut sebagai keabsahan prosedural pemerintahan.55

Keberhasilan pertama pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah bertahan dalam format politik yang di buat pemerintahan Habibie. Kegagalan Gus Dur untuk membangun suatu pemerintahan yang efisien dengan administrasi yang tegas mungkin dapat dianggap sebagai kegagalan yang paling besar terutama bila kita membandingkannya dengan pemerintahan Soeharto.

55


(51)

Hingga saat di masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri menggantikan pemerintahan Abdurrahman Wahid yang diberhentikan secara konstitusional oleh MPR tahun 2001, belum juga terlihat langkah nyata dalam upaya perbaikan stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi. Adapun keberhasilan pemerintahan Megawati adalah dapat menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung, dan demokratis.

Sejak jatuhnya Soeharto dari jabatan presiden tahun 1998 sebagian besar rakyat Indonesia beranggapan bahwa pemilu perlu diadakan secepatnya untuk memecahkan semua persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Keinginan itu kemudian dikukuhkan oleh MPR dalam SI MPR Nopember 1998 meskipun begitu, semua orang paham mengadakan pemilu bukanlah hal mudah, karena banyak hambatan dan tantangan yang akan dihadapi. Kita merasa bersyukur bahwa bangsa Indonesia telah mampu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu 7 Juni 1999, kendati ditengah berbagai kekurangan dan ketidak senpurnaan.56

B. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada Masa Reformasi

Masa pasca Orde Baru atau yang dikenal dengan masa Reformasi merupakan anti klimaks dari akumulasi berbagai persoalan krisis ekonomi hingga persoalan krisis kepercayaan terhadap pemerintah yang tidak kunjung juga menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa. Krisis kepercayaan terhadap pemerintah kemudian terefleksi dengan munculnya gejolak aksi massa seperti demo-demo

56


(52)

yang dilakukan oleh mahasiswa yang akhirnya memaksa presiden Soeharto untuk meletakkan jabatan kepresidenannya, yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan sumpah jabatan oleh BJ. Habibie dan kabinet reformasinya mewarisi keadaan ekonomi yang benar-benar terpuruk sebagai akibat krisis ekonomi yang bermula pada masa Orde Baru.

Dr. Mochtar Pabottingi dalam talk show di AN teve Kamis siang 21 Mei 1998 mengatakan, gerakan reformasi pada hakikatnya menuntut perubahan total rezim Orde Baru. Baik sistem Politik, ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Pendeknya, reformasi yang membuat segalanya lebih baik disbanding sebelumnya.

Berawal dari krisis moneter yang melanda Indonesia, Juli 1997, istilah reformasi mulai digelindingkan terutama dalam kaitannya dengan kebangkitan kembali Indonesia dari krisis moneter. Krisis itu dipicu oleh jatuhnya Baht Thailand terhadap nilai tukar US $, sehingga pada 21 Juli 1997 nilai tukar Rupiah yang semula Rp 2500 per US $ merosot menjadi Rp 2650, untuk seterusnya semakin melemah hingga mencapai Rp 15.000 per US $

Krisis seperti tak ingin berhenti. Pada 16 September 1997, pemerintah terpaksa mengumumkan menunda mega proyek senilai Rp. 39 triliun didalam upaya "mengencangkan ikat pinggang". Meskipun demikian, laju US $ makin tak terbendung.

Kehabisan akal mengatasi krisis itu, akhirnya pemerintah secara berani memutuskan meminta bantuan IMF. Tak lama harus menuggu, IMF memberi


(53)

persetujuan membantu Indonesia keluar dari kemelut ekonomi dengan paket bantuannya senilai US $ 43 miliar yang akan dicairkan secara bertahap.

Paket IMF ternyata menuntut korban. Pada 1 Nopember 1997, pemerintah mengumumkan likuidasi (pencabutan izin usaha operasi) 16 Bank swasta yang dinilai tidak sehat. Inilah titik awal lahirnya krisis kepercayaan masyarakat pada lembaga keuangan nasional.

Ketika diumumkan pengunduran diri presiden Sooeharto dari jabatannya, kurs tengah rupiah terhadap US $ langsung membaik dari Rp. 12.250 menjadi Rp.10.000, walaupun demikian pada minggu terakhir bulan Mei 1998 kurs Rupiah tetap berada pada kisaran Rp.10.500 - Rp.10.700 untuk 1 US $ .57

Pada awal tahun 1998 tingkat inflasi mencapai angka 20 persen, kenaikan inflasi kelompok makanan menunjukkan kenaikan tertinggi yang pernah dialami Indonesia sejak Pelita I, yakni lebih dari 15 % pertahun. Hasil estimasi dampak krisis terhadap perekonomian makro yang terpenting adalah : pertama pertumbuhan GDP riil dalam tahun ini antara –4,46% hingga –6.05%, dan dalam jangka panjang (Repelita VII) antara 2,53 % hingga 3,82% pertahun. Kedua konsumsi riil dalam jangka panjang akan membaik dan menurun dalam jangka pendek yang mengakibatkan membaiknya kesejahteraan masyarakat. Ketiga pengeluaran pemerintah secara riel turun drastis yaitu antara –14 % hingga –15% dalam jangka pendek dn belum bisa pulih dalam jangka panjang. Dan keempat

57

Sjahrir, Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Padi dan Kapas, 1998), Cet. I, h. 52-53


(54)

akibat krisis moneter rupiah terdepresi sekitar 30 % hingga 40% dari awal tahun 1998.58

Yang jadi permasalahan utama dalam lemahnya perekonomian di Indonesia adalah masalah fundamental ekonomi Indonesia yang masih belum kuat. Pada sisi makro, persoalan yang mendasar adalah adanya ketidakseimbangan internal maupun eksternal yang menjadi fundamental ekonomi Indonesia, ekonomi biaya tinggi, manajemen “setan” dari lembaga keuangan perbankan, kelemahan daya asing pengusaha domestik dan tidak transparannya manajemen pemerintahan merupakan permasalahan fundamental ekonomi Indonesia.59

Pokok-pokok permasalahan tersebut diagendakan dalam beberapa paket Reformasi ekonomi dengan tujuan memperkuat fundamental ekonomi Indonesia yang diaplikasikan baik dalam skala makro ataupun mikro. Pada skala makro agenda reformasi ekonomi meliputi kebijakan fiskal, moneter dan neraca pembayaran. Sedangkan disektor mikro mencangkup aspek-aspek perbankan, dunia perbankan dan seterusnya.

Indonesia dalam pembangunan ekonominya, tidak pernah lepas dari bantuan berbagai pihak internsional, bantuan tersebut selain berasal dari negara-negra sahabat juga berasal dari lembaga internasional yang berkompeten dalam hal penyediaan bantuan bagi Indonesia seperti penamaan modal asing, penyediaan porto folio investasi maupun berupa hutang luar negeri yang berbentuk pinjaman hutang lunak atau hibah.

58

Ibid., h. 241

59


(55)

Selama masa Orde Lama – dikarenakan oleh kepentingan politik – usaha untuk mendapat pinjaman luar megeri khususnya negera-negara barat selalu dibatasi, hal ini disebaakan pembangunan politik pada saat itu dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan yang utama.60

Adapun pada masa Orde Baru telah terjadi pergeseran paradigma pembangunan, yang semula lebih terkonsentrasi pada keberhasilan pembangunan politik sebagai tolak ukur, kini lebih menjadikan keberhasilan pembangunan ekonomi sebagai tolak ukur. Perubahan tolak ukur ini jelas memiliki konsekwensi yang berbeda dengan masa pembangunan Orde Lama.

Kebalikan pada masa orde lama, maka pada masa Orde Baru pinjaman luar negeri dan pemasokan modal asing menjadi prioritas dalam kebijaksanaan nasional, bahkan sejak awal Repelita I pinjaman luar negeri telah dipandang sebagai faktor pendorong pembangunan yang sangat penting, keyakinan pemerintah mengenai penting dan efektifnya peran bentuan luar negeri dapat dilihat dari terus meningkatnya jumlah bantuan untuk Indonesia sejak dimuainya Orde Baru (1969-1970). Pada saat itu penerimaan dana pembangunan yang berasal dari pinjaman luar negeri adalah sebesar Rp. 9 milyar, yang pada tahun berikutnya (1970-1971) meningkat menjadi Rp. 119 milyar. Pada tahun 1991/1992 angka pinjaman tersebut mencapai puncaknya yaitu sebesar 10, 409 triliun. Sedangkan puncak dominasi bantuan luar negeri ini terjadi pada tahun

60


(56)

anggaran 1988/1989, yaitu mencapai 81,52 % dari total anggaran pembangunan negara.61

Terus meningkatnya bantuan pembangunan Indonesia, yang pada tahun 1992 mencapai US $ 66,5 milyar atau sekitar Rp. 139,65 triliun menjadi US $ 118 milyar pada akhir september 1997, yang terdiri atas hutang pemerintah sebesar US $ 52 milyar dan swasta sebesar US $ 65,6 milyar.62 hal ini menunjukan gejala bahwa pemerintah sebagai motor penggerak pembanunan nasional begitu tergantung anggarannya kepada bantuan luar negeri. Kebutuhan akan pinjaman dan hibah dari luar negeri secara pasti sangat besar, khususnya dalam upaya mengatasai masalah kemiskinan, pembiayaan prasarana daerah-derah tertinggal, dan infrastruktur dasar yang tidak mungkin dibiayai oleh swasta untuk menutupinya. Dalam hal ini pemerintah Indonesia banyak menerima pinjaman dan hibah yang termasuk dalam kategori pinjaman lunak dari lambaga-lembaga keuangan internasional seperti IBRD (bank dunia), IDB, ADB dan IDA.

Lembaga-lembaga keuangan internasional di atas ditambah dengan negara-negara donor untuk Indonesia bergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI) sejak tahun 1992, yaitu sebagai sebuah kumpulan dari negara-negara yang memberi bantuan ekonomi kepada Indonesia yang dikoordinasi oleh Bank Dunia sudah dibubarkannya Inter Government Group on Indonesia (IGGI) sebagai suatu lembaga serupa.

61

M. Dawan raharjo, Ibid., h. 19-20

62

Dewi Gunherani, Tinjauan Terhadap Lembaga Keuangan Internasional Slam Pembiayaan Pembangunan Nasional, Sarana kajian Informasi Perbankan, edisi Jan-Feb 69/1998, IBI, h. 54


(57)

C. Hubungan Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada masa Reformasi

Selama Orde Reformasi Indonesia masih mengalami berbagai keterpurukan hampir disegala bidang dan sendi kehidupan. Kebebasan di berbagai bidang memang cukup dinikmati masyarakat. Termasuk kebebasan melakukan dan menyebarkan berbagai kemaksiatan melalui media massa. Utang Indonesia pun bukannya mengecil, masih sekitar Rp 1300 trilyun. Pemberantasan korupsi masih menjadi perbincangan ideal, dan bahkan semakin menyebar, merata, ke pelosok-pelosok, sejalan dengan program otonomi daerah. tingkat pengangguran masih tinggi dan melangit. Angka kemiskinanpun masih cukup tinggi.

Konon, menurut Departemen Sosial, sebanyak 15,8 juta penduduk Indonesia tergolong fakir miskin pada tahun 2003. Jumlah tersebut sekitar 42,4 persen dari seluruh populasi penduduk miskin 37,3 juta jiwa tahun 2003 63.

Presentase tersebut menunjukan secara rata-rata dari setiap 100 orang penduduk miskin, 42 orang diantaranya, masih tergolong fakir miskin. Dijelaskan fakir miskin adalah mereka yang pendapatannya masih dibawah normal, yaitu kurang dari 1 US $ perhari. Sedangkan, pendapatan antara 1-2 US $ perhari tergolong sebagai penduduk miskin. Sedangkan yang dikatakan sejahtera, bila mereka sudah berpenghasilan diatas 2 US $ tiap harinya.

Angka-angka ini tentu masih perlu dipertanyakan, mengingat standar kemiskinan yang diterapkan. Jika seorang berpenghasilan 2 US $ (sekitar Rp

63


(58)

17,000) perhari dikatakan sejahtera, maka angka ini tentu sangat rendah untuk dearah Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Bagaimana jika ia mempunyai tanggungan keluarga, dan sebagainya. Kenyataannya, masih begitu banyak penduduk yang merasakan berbagai kesulitan memenenuhi kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

Liberalisasi di bidang ekonomi, dengan alasan privatisasi, ternyata dimanfaatkan dengan baik untuk melakukan penjualan aset-aset strategis milik negara, seperti BCA, Indosat, dan sebagainya. Program liberalisasi ekonomi ala IMF, menurut pememang hadiah Nobel, Joseph Stiglitz, dikenal dengan Four-Step Program. Pertama, privatisasi aset-aset negara; kedua, liberalisasi pasar modal; ketiga, penerapan harga berdasarkan pasar; dan keempat, adalah penetapan perdagangan bebas. Program-program itulah yang dikritiknya habis-habisan. Untuk Indonesia, ujung-ujungnya adalah begitu banyak aset-aset strategis milik negara dijual, angka kemiskinan bertambah, dan juga semakin banyak kebanjiran barang impor.64

Hal tersebut terjadi karena pembangunan politik yang dijalankan Orde Baru bukanlah sebagai upaya transformasi politik (melalui desentralisasi dan demokratisasi), melainkan merupakan bentuk “rekayasa politik” melalui negaranisasi (sentralisasi, birokratisasi, korporatisasi, regimentasi, depolitisasi dan represi) untuk mengendalikan masyarakat dan mencipta-kan stabilitas politik. Sejak awal pemerintah, melalui doktrin Trilogi Pembangunan (stabilitas,

64


(59)

pertumbuhan dan pemerataan), selalu menegaskan bahwa stabilitas politik merupakan prasyarat pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan pemerataan.

Ada anggapan, sebagian besar kelemahan telah timbul karena selama Orde Baru hampir seluruh kekuasaan yang efektif ada di tangan eksekutif. Partisipasi rakyat dalam politik dipangkas melalui kebijakan massa mengambang, jumlah partai politik amat dibatasi, sedangkan independensi anggota DPR selalu terancam risiko recall. Seluruh mesin pemerintahan dijalankan melalui birokrasi yang meluas dan menghunjamkan akarnya hingga ke pemerintahan tingkat desa. Segala sesuatu diatur secara sentral dari Jakarta, inisiatif dari bawah tersingkir oleh manajemen yang bergerak dari atas ke bawah seperti garis komando militer, sementara itu reaksi sosial-politik dari kelompok-kelompok masyarakat dihadapi dengan kekuatan aparat keamanan dan bukannya melalui dialog dan negosiasi politik.

Semua keadaan itu dianggap sebagai "biaya" yang harus dibayar untuk mendapatkan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Tetapi lambat laun ketahuan juga. Pertumbuhan ekonomi tidak membawa manfaat langsung untuk masyarakat luas, karena sumber daya ekonomi dikuasai secara terkonsentrasi pada beberapa kalangan yang dekat kekuasaan Soeharto, melalui lisensi khusus atau hak monopoli. Stabilitas politik lambat laun terasa sebagai rumah besar yang bersih dan lengang karena penghuninya dilarang berbicara keras atau tertawa lepas.

Dari ketiga teori hubungan politik dan ekonomi yang dijelaskan oleh Arbi Sanit, teori yang ketigalah yang paling sesuai dengan kondisi Indonesia pada


(60)

masa Reformasi, yaitu teori deterministik, bagaiman ekonomi mempengaruhi politik dan stabilitas politik pun tentunya amat berpengaruh terhadap meningkatnya dan tercapainya pertumbuhan ekonomi.

BAB V PENUTUP

Kesimpulan

1. Dengan melihat bahwa sering dari kebanyakan orang mengatakan bahwa ekonomi mempengaruhi politik dan atau politik yang mempengaruhi ekonomi, seandainya apabila kita beranjak dari sesuatu yang lebih sederhana dan kurang pretensius, barangkali sudah saatnya kita mencoba melihat masalah dengan tidak membuat kavling-kavling ekonomi dan politik, dan mencoba melihatnya secara lebih membumi. Sedikitnya ada dua alasan untuk membuktikan hubungan antara politik dan ekonomi bahwa bagaimanapun juga pembangunan ekonomi pada hakikatnya bergantung dan ditentukan oleh struktur dan proses politik yang ada.

2. Sistem politik indonesia di bagi menjadi : Pertama, bisa disebut dengan masa Republik Indonesia I. dalam kurun waktu ini praktek demokrasi konstitusional sangat menonjolkan peranan perlemen serta partai-partai politik. Praktek


(1)

Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia; Kestabilan Peta Kekuatan Politik dan Pembangunan, Jakarta : Rajawali Press, 1982

---, Ormas Dan Politik, Jakarta : LSIP, 1995, cet. I

Sakiro, Sadono, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Jakarta : UI Press, 1985, Cet. I

Sunarto, Drs. M.T. Sidik, MM, MBA., Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jakarta : LPFEUI, 1998, Cet. I

Salim, Abd. Muin, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Qur’an, Disertasi, Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2000

Sularso Sopater dan Jacod T, Mengembangkan Strategi Ekonomi, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cet. I

ST. Sularto (ed), Menyelamatkan Masa Depan Indonesia, Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Gus Dur-Mega, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2000

---, Menggugat Masa Lalu, Menggagas Masa Depan Ekonomi Indonesia, Jakarta PT. Kompas Media Nusantara, 2000, Cet. I

Taher, M. Moeslim, Sistem Pemerintahan Pancasila Jakarta : Nusa Bangsa, 1978

Tim KAHMI jaya (ed), Indonesia di Samping Jalan, Bandung : Mizan, 1998, Cet. II

Todaro, Michael P., Pembangunan Ekonom, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000, Cet. I

Tjokrowinoto, Moeljanto, Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996, Cet. I


(2)

Wie, Thee Kian, Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan : Beberapa Pendekatan Alternatif, Jakarta : LP3ES, 1983, Cet. 2

Kompas, 17 Oktober 1997

www.bps.go.id


(3)

Pe r t u m buh a n Ek onom i Tu j u h N e ga r a I ndu st r i Ut a m a da n Be be r a pa N e ga r a Asia

Econom ic Gr ow t h of Th e Se ve n M a j or I n du st r ia l Coun t r ie s a n d Se ve r a l Asia n Coun t r ie s

(Persen per tahun/Percent per annum)

I n don e sia 1 ) / I n don e sia 1 )

Periode Nilai

1997

Mar. 8.46

Jun. 6.7

Sep. 3.3

Dec. 2.4

1998

Mar. -4.49

Jun. -13.34

Sep. -16

Dec. -18.26

1999

Mar. -6.13

Jun. 1.79

Sep. 2.85

Dec. 5.36

2000

Mar. 3.64

Jun. 4.98

Sep. 4.08

Dec. 6.91

2001

Mar. 4.8

Jun. 3.79

Sep. 3.15

Dec. 1.6

2002

Mar. 2.5

Jun. 3.5

Sep. 3.9

Dec. 3.8

2003


(4)

Jun. 3.8

Sep. 3.9

Dec. 4.4

2004

Mar. 4.5

Jun. 4.3

Sep. 5

Dec. 6.7

2005

Mar. 6.4

Jun. 5.5

Sep. 5.3

Dec. 4.9

2006

La j u I nfla si Tu j u h N e ga r a I ndu st r i Ut a m a da n Be be r a pa N e ga r a Asia I n fla t ion Ra t e of Th e Se ve n M a j or I ndu st r ia l Cou n t r ie s a nd Se ve r a l

Asia n Coun t r ie s

(Persen per tahun/Percent per annum)

I n don e sia 1 ) / I n don e sia 1 )

Time Series Graphics

Periode Nilai

1997

Mar. 1.96

Jun. 2.54

Sep. 5.37

Dec. 11.05

1998

Mar. 25.13

Jun. 46.55

Sep. 75.47

Dec. 77.63

1999

Mar. 4.08

Jun. 2.73

Sep. 0.02

Dec. 2.01


(5)

Mar. -1.1

Jun. 2.1

Sep. 6.8

Dec. 9.4

2001

Mar. 10.6

Jun. 12.11

Sep. 13.01

Dec. 12.55

2002

Mar. 14.08

Jun. 11.48

Sep. 10.1

Dec. 10

2003

Mar. 7.1

Jun. 6.6

Sep. 6.2

Dec. 5.1

2004

Mar. 5.1

Jun. 6.8

Sep. 6.3

Dec. 6.4

2005

Mar. 8.8

Jun. 7.8

Sep. 9.1

Dec. 17.1

2006

Pr oduk D om e st ik Br ut o M e nu r ut La pa n ga n Usa ha At a s D a sa r H a r ga Be r la k u

Gr oss D om e st ic Pr odu ct by Se ct or a t Cu r r e n t Pr ice s

(Miliar Rp/Billions of Rp)

Pr odu k D om e st ik Br u t o - Ta n pa M iga s - Pe r t u m bu h a n ( % ) / Gr oss D om e st ic Pr odu ct - N on Oil/ Ga s - Gr ow t h ( % )


(6)

Time Series Graphics

Periode Nilai

2000

Mar. 0

Jun. 0

Sep. 0

Dec. 0

2001

Mar. 22.51

Jun. 25.8

Sep. 23.99

Dec. 22.06

2002

Mar. 17

Jun. 13.38

Sep. 14.46

Dec. 12.75

2003

Mar. 11.6

Jun. 10.18

Sep. 9.3

Dec. 9.45

2004

Mar. 8.87

Jun. 12.29

Sep. 12.76

Dec. 16.19

2005

Mar. 16.57

Jun. 15.23

Sep. 16.26

Dec. 20.45

2006