Pembentukan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

C. Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Jasa

1. Pembentukan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Perkembangan teori dasar-dasar gugatan konsumen berjalan begitu cepat, terutama karena beberapa kelemahan hukum kontrak ditinjau dari perspektif kepentingan konsumen, yaitu: pertama, persyaratan bahwa jaminan yang diberikan oleh produsen terbatas hanya kepada konsumen dalam arti sempit, yaitu pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tergugat atau produsen. Kedua, persyaratan pemberitahuan dalam waktu yang layak, setelah pembeli mengetahui atau seharusnya mengetahui adanya pelanggaran terhadap janji dalam kontrak.Ketiga, ketentuan bahwa dalam kontrak pihak produsen dapat mengajukan pengecualian-pengecualian disclaimer. a beberapa putusan pengadilan sebagai tonggak sejarah pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak Diakui memang, bahwa pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak merupakan hasil akhir dari perkembangan hukum yang terjadi secara bertahap.Oleh karena itu, benih-benih tanggung jawab mutlak sudah muncul dalam beberapa putusan. Namun putusan yang tegas-tegas menyebutkan tanggung jawab mutlak sebelum tahun 1950-an adalah kasus Escola v. Coca Cola Bottling Co., yang kemudian diikuti dalam kasus Greenman v. Yuba Power Co., dengan hakim yang sama, yaitu Roger Traynor. 52 52 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum, 2004, hal. 87 Universitas Sumatera Utara Dalam kasus ini hakim Traynor mengemukakan beberapa pertimbangan yang kemudian menjadi dasar pembentukan teori tanggung jawab mutlak. Hakim Traynor menyatakan: 53 Traynor juga menambahkan bahwa kebijaksanaan ini akan mendorong produsen untuk tetap bertanggung jawab atas cacat produk, sehingga dapat mengurangi risiko yang akan dihadapi oleh konsumen. Dengan menempatkan tanggung jawab kepada produsen, maka risiko yang dihadapi konsumen dapat dipikul bersama, sebagai bagian dari ongkos kegiatan bisnis, termasuk berdampak pada harga produk. ”The manufacturer is in the best position to guard against defects in products. Accordingly, as a matter of public policy, responsibility for injuries from such products should be placed on manufacturers even though a few defective products will inevitability escape even the most thorough defect detection system.” 54 Pada kasus Escola, Traynor mengabaikan persyaratan hubungan kontrak dan menerapkan tanggung jawab mutlak menggantikan tanggung jawab berdasarkan kesalahan.Traynor menjelaskan bahwa hukum tanggung jawab yang ada sekarang tumbuh dari zaman lampau yang menekankan atau dilandasi oleh paham individualism dan pola hubungan yang sederhana antara produsen dan konsumen. 55 Traynor menyebutkan 3 tiga hal yang berkaitan dengan penerapan prinsip tanggung jawab mutlak untuk melindungi konsumen, yaitu: Pola hubungan tersebut, lanjut Traynor, sudah berubah ke suatu pola hubungan yang lebih rumit dan saling ketergantungan, sehingga produsen mempunyai kewajiban kepada pengguna produk. 56 “pertama, para hakim kurang menyadari bahwa dengan semakin rumitnya teknologi di bidang pembuatan produk, standar tanggung jawab berdasarkan kesalahan atau kelalaian akan mempersulit konsumen dalam memperoleh ganti kerugian. Kedua, tanggung jawab mutlak mencegah produsen membuat 53 Ibid 54 Ibid 55 Ibid, hal. 88 56 Ibid Universitas Sumatera Utara produk-produk yang tidak aman,karena tanggung jawab mutlak memberikan kepastian perlindungan terhadap hak konsumen untuk memperoleh ganti kerugian. Ketiga, tanggung jawab mutlak lebih adil bagi pihak yang ditimpa kecelakaan akibat produk yang cacat, karena produsen berada pada posisi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak konsumen. Singkatnya, Traynor cenderung kepada The risk-spreading atau loss distribution theory yang pada saat itu masih belum diterima secara tegas oleh dunia pengadilan” b pertimbangan-pertimbangan hakim dalam pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak Strict product liability menerapkan tanggung jawab kepada penjual produk yang cacat tanpa adanya beban bagi konsumen atau pihak yang dirugikan membuktikan kesalahan. Strict product liability juga memiliki arti yaitu suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dengan jalan membebaskan konsumen dari beban untuk membuktikan bahwa kerugian konsumen timbul akibat kesalahan dalam proses produksi dan sekaligus melahirkan tanggung jawab produsen untuk memberikan ganti rugi. 57 Pemikiran yang berkaitan dengan pembuktian kesalahan, dikatakan bahwa konsumen yang mengajukan tuntutan ganti kerugian tidak harus dibebani tanggung Gugatan berdasarkan negligence, sebagai contoh, pihak yang dirugikan harus menunjukkan bahwa penjual atau pembuat barang gagal melakukan upaya yang terbaik dalam menghasilkan dan memasarkan barangnya atau produknya, yang tentunya suatu hal yang sangat berat.Demikian pula apabila konsumen harus membuktikan beberapa unsur penting dalam suatu perjanjian yaitu hubungan kontrak privity, reliance itikad baik, dan pemberitahuan untuk mendapatkan penggantian kepada seorang penjual produk-produk yang cacat.Tanggung jawab mutlak mengurangi atau menghilangkan tuntutan pembuktian atas hal-hal tersebut. 57 Siahaan NHT, Perilndungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Panta Rei, 2009, hal 15 Universitas Sumatera Utara jawab untuk membuktikan unsur kelalaian produsen. Dikatakan pula bahwa risiko atas hilangnya atau kerugian pada konsumen haruslah ditanggung oleh supplier, karena mereka berada pada posisi yang dapat menanggung biaya-biaya atau ongkos- ongkos dengan mendistribusikannya pada harga-harga produk, sebagai bagian dari ongkos kegiatan bisnis. Jika harga produk direduksi ke dalam ongkos dari produk, maka konsumen hanya akan memberikan kontribusi untuk mendanai perlindungan terhadap dirinya sendiri. Dikatakan pula bahwa tanggung jawab atas risiko produk dibebankan kepada pihak pembuat produk tanpa pembuktian kelalaian dan hubungan kontrak, karena produsen yang lebih efektif dan mempunyai kemampuan untuk mencegah atau menghindari hal-hal yang membahayakan kehidupan dan kesehatan manusia, dan menanggung biaya-biaya tersebut, walaupun kemudian dibebankan kembali kepada konsumen. Produsen memiliki kemampuan yang memadai untuk melindungi dirinya dari risiko cidera.Teori yang melatarbelakangi penerapan tanggung jawab mutlak adalah bahwa kerugian keuangan secara langsung dibebankan kepada pihak yang menyebabkan munculnya kerugian tersebut. 58 Secara rinci beberapa rumusan tujuan penerapan tanggung jawab mutlak adalah: Tujuan penerapan tanggung jawab mutlak ditemukan bervariasi dalam beberapa putusan awal pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak, yaitu: dengan tujuan utama adalah agar ada jaminan bagi biaya atau ongkos dari cidera yang diderita oleh konsumen akibat produk cacat yang dipasarkan oleh produsen ditanggung oleh produsen, bukan oleh konsumen yang berada dalam posisi tidak berdaya atau tidak mampu powerless untuk melindungi dirinya. 59 58 Inosentius Samsul, Op.Cit, hal. 96 59 Ibid, hal. 101 Universitas Sumatera Utara Pertama, memberikan jaminan secara hukum bahwa biaya kecelakaan yang diakibatkan oleh produk yang cacat ditanguung oleh orang yang menghasilkan dan mengedarkan produk tersebut ke pasar, bukan oleh pembeli atau konsumen yang tidak mempunyai kemampuan powerless untuk melindungi diri.Kedua, perancang doktrin strickliability, berpendapat bahwa tujuan penerapan justifikasi doktrin ini adalah penjual dengan memasarkan produk untuk digunakan atau keperluan konsumen, telah menyadari dan sudah siap dengan tanggung jawab terhadap masyarakat umum yang akan mengalami cidera akibat mengkonsumsi barang yang ditawarkan atau yang dijualnya, dan sebaliknya masyarakat juga memiliki hak dan harapan untuk terpenuhinya hak tersebut. Berdasarkan tuntutan kebijakan public beban dari kecelakaan akibat produk yang cacat harus ditanggung oleh orang yang memasarkannya. Biaya tersebut akan diperlakukan sebagai ongkos produksi yang dapat dimasukkan dalam asuransi tanggung jawab produk, sehingga konsumen dilindungi. Ketiga, untuk menjamin kecelakaan akibat produk yang cacat, tanpa harus membuktikan kelalaian si produsen.Keempat, agar risiko dari kerugian akibat produk yang cacat harus ditanggung oleh supplier, karena mereka berada pada posisi yang dapat memasukkan kerugian sebagai biaya dalam kegiatan bisnis.Kelima, sebagai instrument kebijakan social dan jaminan bagi keselamatan publik. Keenam, tanggung jawab khusus untuk keselamatan masyarakat oleh seseorang yang mensuplai produk yang dapat membahayakan keselamatan orang dan harta benda. Pihak yang mempunyai dasar hukum untuk mengajukan gugatan adalah konsumen yang menderita kerugian. Dengan melihat perkembangan pemikiran tentang alasan, maksud dan tujuan dari penerapan prinsip tanggung jawab mutlak, maka dapat disimpulkan bahwa factor pendorong dari pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak adalah secara eksternal dipengaruhi pergeseran paham individualism ke kolektivitasme yang menjadi inti dari konsep Negara antara produsen dan konsumen. c pengintegrasian prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum tertulis Prinsip tanggung jawab mutlak yang semula dikembangkan melalui pengadilan, kemudian mendapat pengakuan yang kuat setelah dituangkan dalam hukum tertulis.Di Amerika Serikat misalnya, pengakuan atau pengintegrasian prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum tertulis dituangkan dalam Pasal 402 A Restatement Second of Torts.Pencantumannya dalam Pasal 402A menjadi puncak Universitas Sumatera Utara dari perkembangan teori tanggung jawab produk menuju pembentukan prinsip tanggung jawab mutlak di Amerika Serikat. Pasal 402A Restatement Second of Torts merumuskan prinsip tanggung jawab mutlak sebagai berikut: 60 “1 One who sells my product in a defetctive condition unreasonably dangerous to the user or consumer or to his property is subject to liability for physical harm thereby caused to the ultimate user or consumer, or to his property. If the seller is enganged in the business of selling such a product, and it is excepted and does reach the user or consumer without substantial change in the condition in which is sold. 2 the rule stated in Subsection 1 applies although a the seller has exercised all possible care in the preparation ang sale of his product, and b the user or consumer has not bought the product from entered into a contractual relation with the seller. Prinsip tanggung jawab mutlak dinilai lebih responsive terhadap kepentingan konsumen dibandingkan dengan prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian dan wanprestasi. 60 Ibid. hal, 103 Universitas Sumatera Utara BAB IV HAPUSNYA PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA JASA TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH KONSUMEN

A. Teori Hapusnya Pertanggungjawaban

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

8 157 125

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

4 97 96

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Tinjauan Terhadap Perjanjian Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen Jasa Layanan Kesehatan Dalam Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen

0 51 104

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Kerugian Konsumen Akibat Paket Penghematan Pulsa Excelcomindo(Studiputusan PN No.206/Pdt/2006)

0 67 98

Bentuk-Bentuk Kekerasan Yang Dialami Oleh Caddy Golf (Studi Kasus Terhadap 5(lima) Caddy Yang Bekerja Di Lapangan Golf Graha Metropolitan)

5 117 81

Hapusnya PertanggungJawaban Pelaku Usaha Jasa Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Konsumen (Studi Kasus Putusan MA No: 769/K/Pdt.Sus/2011)

4 50 95

Upaya Hukum Pemilik Barang Terhadap Pelaku Usaha Ekspedisi Muatan Kapal Laut Atas Kerugian Yang Dialami Akibat Tenggelamnya Kapal Pengirim Barang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 45 103

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9