37
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1.Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Lampiran II, III dimana hasil uji regresi berganda yang menunjukkan model regresi yang tidak
linier dan tidak melewati uji asumsi klasik model regresi terkena gejala
Multikolinieritas. Selanjutnya untuk mendapatkan model yang layak blues unbiased linier
maka kebijakan yang diambil adalah dengan mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi
dan identifikasikan variabel independen lainnya untuk membantu prediksi Ghozali, 2005 : 95. Berdasarkan dari beberapa proses regresi ulang
menunjukkan variabel yang berkorelasi kuat adalah Indeks DowJones, FTSE, dan Hanseng. Dengan demikian yang digunakan sebagai variabel independen adalah
Kurs, Indeks Nasdag, Taiex, Nikkei dan Kospi. Dengan menggunakan variabel tersebut peneliti tidak perlu melakukan proses transformasi kembali karena
berdasarkan hasil pengujian menunjukkan merupakan model yang telah melewati uji asumsi klasik dan dianggap model yang fit. Hal tersebut terdapat pada
Lampiran2.
38
Statistik deskriptif untuk setiap variabel dependen dan indeprenden yang dianalisis disajikan pada Tabel 5.1. Variabel dependennya adalah IHSG Y.
Variabel independen yang digunakan dalam analisis ini sebanyak 5 lima variabel, yaitu Kurs X1, Indeks Nasdag X2, Taiex X3, Indeks Nikkei X4
dan Indeks Kospi X5. Hal tersebut terdapat pada Tabel 5.1 sebagai berikut :
Tabel 5.1 Deskriptif Statistik
N Minimum
Maximum Mean
Std. Deviation
IHSG_Y 96
358.00 2745.00
1126.6146 717.02979
Kurs_X1 96
7872.00 11768.00
9280.0208 746.22631
Nasdaq_X2 96
1172.00 2859.00
2035.7812 379.99887
Taiex_X3 96
3636.00 9711.00
6225.3854 1382.82609 Nikkei_X4
96 7831.00
18138.00 12566.5208 2864.91049 Kospi_X5
96 479.00
2064.00 1068.6458
428.12821 Valid N
listwise 96
Indeks Harga Saham GabunganIHSG Y merupakan indikator pergerakan harga saham di BEI, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh
saham biasa dan saham preferen. Dari sampel yang diperoleh diketahui bahwa secara umum rata-rata tingkat IHSG tahun 2001-2008 adalah sebesar 1126,61,
dengan tingkat IHSG tertinggi sebesar 2745 dan yang terendah 358. Tingkat penyimpangan standar standard deviation dari rata-rata sebesar 717.03.
39
Kurs X1 nilai tukar mata uang rupiah terhadap Dollar. Berdasarkan Tabel 5.1. terlihat bahwa rata-rata Kurs terhadap Dollar dalam kurun waktu 2001-
2008 adalah sebesar Rp.9280 dengan kurs tertinggi sebesar Rp.11.768 dan Kurs terendah sebesar Rp. 7872.- dengan standard deviasi dari rata – rata sebesar
Rp.746, 23.-. Indeks Nasdaq X2 adalah indeks harga saham amerika dalam kurun
waktu 2001–2007 besarnya nilai indeks saham Nasdaq rata-rata sebesar 2035.78. Nilai indeks saham Nasdaq tertinggi sebesar 2.859 dengan indeks saham Nasdaq
terendah sebesar 1172. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Nasdaq sebesar 379.99.
Indeks Taiex X3 adalah indeks harga saham Taiwan dalam kurun waktu 2001–2008 besarnya nilai indeks saham Taiex rata-rata sebesar 6225,38. Nilai
indeks saham Taiex tertinggi sebesar 9.711 dengan indeks saham Taiex terendah sebesar 3636. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Taiex sebesar
1382.83. Indeks Nikkei X4 adalah indeks harga saham Jepang. Dalam kurun
waktu 2001–2008 besarnya nilai indeks saham Nikkei rata-rata sebesar 12.566,52. Nilai indeks saham Nikkei tertinggi sebesar 18.138 dengan indeks
saham Nikkei terendah sebesar 7831. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Nikkei sebesar 2864.91.
40
Indeks Kospi X5 adalah indeks harga saham Korea. Dalam kurun waktu 2001–2008 besarnya nilai indeks saham Korea rata-rata sebesar 1068,65. Nilai
indeks saham Kospi tertinggi sebesar 2064 dengan indeks saham Kospi terendah sebesar 479. Dengan standar deviasi dari rata-rata indeks saham Nikkei sebesar
428.13.
5.1.2.Uji Asumsi Klasik
Menurut Ghozali 2005 untuk menghasilkan suatu analisis data yang akurat, suatu persamaan regresi sebaiknya terbebas dari asumsi-asumsi klasik
yang harus dipenuhi antara lain uji autokorelasi, normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
5.1.2.1.Uji normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Untuk itu dilakukan uji
one sample Kolmogorov Smirnov Test . Adapun hasil pengujian terdapat pada
Tabel 5.2 berikut :
41
Tabel 5.2 : Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 96
Normal Parameters
a
Mean .0000000
Std. Deviation 1.55475999E2
Most Extreme Differences Absolute
.051 Positive
.030 Negative
-.051 Kolmogorov-Smirnov Z
.502 Asymp. Sig. 2-tailed
.963
Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 5.2 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov
adalah 0.502 dan signifikan pada 0.963. Hal ini berarti H ditolak yang berarti data residual berdistribusi normal.
5.1.2.2.Uji multikolinearitas Multikolinearitas merupakan fenomena adanya korelasi yang sempurna
antara satu variabel independen dengan variable independen lain. Jika terjadi multikolinearitas, akan mengakibatkan timbulnya kesalahan standard penaksir dan
probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah semakin besar. Menurut Ghozali 2005 salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas adalah
dengan melakukan uji VIF Variance Inflation Factor yaitu jika VIF tidak lebih
42
dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas. Berdasarkan hasil pengolahan SPSS atas data yang
diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 : Hasil Uji Multikolinearitas Model
Collinearity Statistics Constant
Tolerance VIF
Kurs_X1 .920
1.087 Nasdaq_X2
.174 5.733
Taiex_X3 .125
7.988 Nikkei_X4
.240 4.165
Kospi_X5 .181
5.531
Dependent Variabel : IHSG_Y
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk masing- masing variabel adalah 10 dan Tolerance tidak kurang dari 0,1. Hal ini
membuktikan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat gejala multikolinearitas homoskedastisitas
. 5.1.2.3.Uji autokorelasi
Gejala autokorelasi diditeksi dengan menggunakan uji Durbin - Watson DW. Menurut Santoso 2005 : 241, untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi
maka dilakukan pengujian Durbin - Watson DW.
43
Nilai d tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai d
tabel
dengan tingkat signifikansi 5 dengan df = n-k-1. Dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai DW
sebesar 0,713, berarti data tidak terkena autokorelasi.
Tabel 5.4 : Nilai Durbin-Watson
Model R
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .976
a
159.73640 .713
a. Predictors: Constant, Kospi_X5, Kurs_X1, Nikkei_X4, Nasdaq_X2, b. Dependent Variable: IHSG_Y
Berdasarkan Tabel 5.4 diatas, untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson, dengan kriteria dari tabel Durbin-Watson terlihat
Nilai DW sebesar 0,713 Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson
, dengan kriteria menurut Santoso 2000 : 219 dengan cara melihat besaran Durbin-Watson sebagai berikut :
1.Angka D-W di bawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2.Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
3.Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif. Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin-
Watson D-W sebesar 0,713. Oleh karena itu, nilai DW dalam rentang nilai -2 dan lebih kecil dari 2 -2 0,713 2 maka disimpulkan bahwa tidak terjadi
autokorelasi baik positif maupun negatif.
44
5.1.2.4.Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadinya
heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel
terikat dengan residualnya. Jika ada pola tertentu, seperti titik – titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 5.1 : Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar di atas tidak terlihat ada pola tertentu, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
45
Selain itu untuk melihat apakah dari model regresi terjadi ketidaksamaan varians
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain dapat dilakukan dengan Uji Glesjer yang terdapat pada Tabel 5.5 berikut :
Tabel 5.5 : Uji Glesjer
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
Constant 31.426
126.327 .249
.804 Kurs_X1
.000 .013
-.006 -.062
.951 Nasdaq_X2
.005 .058
.021 .088
.930 Taiex_X3
.001 .019
.021 .073
.942 Nikkei_X4
.003 .007
.091 .445
.657 Kospi_X5
.042 .050
.198 .839
.404
Berdasarkan Tabel 5.5 diatas, tidak terdapat tingkat signifikansi variabel independen terhadap absolut residualnya lebih kecil dari alpha 5 baik pada
variabel Kurs X1, Nasdaq X2, Taiex X3, Nikkei X4 dan Kospi X5. Dengan demikian tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain atau dengan kata lain tidak terjadi gejala Heteroskedastisitas
varians dari residual Homoskedastisitas.
46
5.1.3.Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil pengujian hipotesis yang menyatakan nilai tukar mata uang Kurs dan indeks bursa global Nasdaq, Taiex, Nikkei dan Kospi berpengaruh secara
signifikan terhadap pergerakan IHSG secara simultan dan parsial. Pengujian goodness of fit dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu
model regresi, karena variabel penelitian lebih dari dua variabel maka kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square.
Nilai Adjusted R Square yang diperoleh dari hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 5.6 di bawah ini :
Model R
R Square Adjusted
R Square Durbin-
Watson
1 .976
a
.953 .950
.713
Nilai Adjusted R Square pada Tabel 5.6 diatas sebesar 0,950. Hal ini menunjukkan bahwa 95 variabel IHSG_Y dapat dijelaskan oleh nilai tukar
mata uang Kurs dan indeks bursa global Nasdaq, Taiex, Nikkei dan Kospi.
Sisanya sebesar 5 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh
model penelitian ini. Untuk menguji apakah parameter koefesien Adjusted R
2
signifikan atau tidak maka dilakukan pengujian dengan bantuan alat uji statistik metode Fisher
Uji F dengan tingkat keyakinan confident level sebesar 95 . Kriteria
Tabel 5.6. Pengujian Goodness Of Fit
47
pengujian yang digunakan adalah apabila F
hitung
F
tabel
maka Ho ditolak; dan apabila F
hitung
≤ F
tabel
maka Ho dapat diterima. Atas hal tersebut berdasarkan pada ikhtisar pengujian terdapat dalam Tabel
5.7 berikut ini
Tabel 5.7: Uji F Model
Sum of Squares
Df Mean
Squared F
Sig.
Regression 4.655
5 9309219.606 364.843
.000 Residual
2296414.709 90
25515.719 Total
4.884 95
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai F
hitung
adalah 364.843 dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan F
tabel
pada tingkat kepercayaan 95 α=0,05
adalah 4.42. Oleh karena pada kedua perhitungan F
hitung
Ft
abel
364.843 4.42. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen nilai tukar mata uang
Kurs dan indeks bursa global Nasdaq, Taiex, Nikkei dan Kospi berpengaruh terhadap IHSG baik secara simultan dapat diterima secara keseluruhan. Secara
parsial variabel yang berpengaruh signifikan yaitu Kurs X1, Nasdaq X2, Nikkei X4 dan Kospi X5.
48
Tabel 5.8 : Uji t Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error
Beta
Constant -1374.751
225.274 -6.103
.000 Kurs_X1
.088 .023
.092 3.856
.000 Nasdaq_X2
.266 .103
.141 2.575
.012 Taiex_X3
.012 .033
.024 .373
.710 Nikkei_X4
-.062 .012
-.246 -5.282
.000 Kospi_X5
1.720 .090
1.027 19.103
.000
Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa 1.
Variabel Kurs_X
1
sebesar 3.856 sedangkan t
tabel
pada tingkat keyakinan 95 adalah 1.980 3.8561.980. Karena t
hitung
t
tabel
maka H ditolak.
Dengan demikian daerah penerimaan hipotesis berada diluar daerah penerimaan H
. 2.
Variabel Nasdaq_X
2
sebesar 2.575 sedangkan t
tabel
pada tingkat keyakinan 95 adalah 1.980 2.5751.980. Karena t
hitung
t
tabel
maka H ditolak.
Dengan demikian daerah penerimaan hipotesis berada diluar daerah penerimaan H
. 3.
Variabel Taiex_X
3
sebesar 0.373 sedangkan t
tabel
pada tingkat keyakinan 95 adalah 1.980 0.3731.980. Karena t
hitung
t
tabel
maka H diterima.
49
Dengan demikian daerah penerimaan hipotesis berada didalam daerah penerimaan H
. 4.
Variabel Nikkei_X
4
sebesar -5.282 sedangkan t
tabel
pada tingkat keyakinan 95 adalah 1.980 5.2821.980. Karena t
hitung
t
tabel
maka H ditolak.
Dengan demikian daerah penerimaan hipotesis berada diluar daerah penerimaan H
. 5.
Variabel Kospi_X
5
sebesar 19.103 sedangkan t
tabel
pada tingkat keyakinan 95 adalah 1.980 19.1031.980. Karena t
hitung
t
tabel
maka H ditolak.
Dengan demikian daerah penerimaan hipotesis berada diluar daerah penerimaan H
. Dari tabel coefficient di atas maka model regresi yang dapat dibentuk :
Y = -1374.751 + 0.088X
1
+ 0.266X
2
+0.012X
3
- 0.062X
4
+1.720X
5
+ i
1. Nilai konstanta sebesar -1374.751 artinya apabila nilai variabel independen Kurs X1, Nasdaq X2, Taiex X3, Nikkei X4 dan Kospi X5 bernilai nol,
maka nilai IHSG akan sebesar -1374.751. 2. Koefisien regresi variabel Kurs X1 sebesar 0.088 bermakna jika variabel
Kurs X
1
meningkat 1 poin, maka akan menurunkan satu satuan IHSG Y sebesar 0.088 poin dengan arah yang berlawanan.
50
3. Koefisien regresi Nasdaq X2 sebesar 0.266 memberikan pengertian bahwa perubahan Nasdaq X2 sebanyak 1 poin akan memberikan kenaikan nilai
IHSG sebesar 0.266 poin. 4. Koefisien regresi Taiex X
3
sebesar 0.012 memberikan pengertian bahwa perubahan variabel Taiex X
3
sebanyak poin akan memberikan kenaikan IHSG sebesar 0.012 poin.
5. Koefisien regresi Nikkei X4 sebesar -0.062 memberikan pengertian bahwa perubahan Nikkei X4 sebanyak 1 poin akan memberikan penurunan IHSG
Y sebesar 0.062 poin. 6. Koefisien regresi Kospi X5 sebesar 1.720 memberikan pengertian bahwa
perubahan variabel Kospi X5 sebanyak 1 poin akan memberikan kenaikan IHSG Y sebesar 1.720 poin
5.2. Pembahasan
Pengujian yang dilakukan diatas terhadap model menunjukkan bahwa model yang diajukan secara signifikan membuktikan adanya pengaruh secara
simultan variabel nilai tukar mata uang dan indeks harga saham global Nasdaq, Taiex, Nikkei, Kospi terhadap pergerakan Indeks harga Saham Gabungan
IHSG. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu di pasar modal bahwa ada hubungan yang kuat antara nilai tukar mata uang dengan indeks
harga saham gabungan. Sedangkan variabel indeks harga saham global yang
51
dalam beberapa peneltian terdahulu hasilnya tidak konsisten menggambarkan bahwa tidak ada pola yang kuat terkait masalah ini karena banyak faktor yang
mempengaruhi investor dalam menanggapi informasi dari bursa asing. Secara parsial variabel nilai tukar mata uang X1 memberikan pengaruh
secara signifikan terhadap IHSG Y yang berarti hal ini mendukung penelitian Azzam 2002 yang berkesimpulan ada kausalitas hubungan dua arah antara
antara kurs terhadap stock price, dan penelitian ini ikut menguatkan kesimpulan bahwa memang nilai tukar mata uang berpengaruh terhadap IHSG. Koefisien
regresi variabel Kurs X1 sebesar 0,088 bermakna jika variabel Kurs X
1
meningkat 1 poin, maka akan menurunkan satu satuan IHSG Y sebesar 0.088 poin, dengan kata lain bila ada penguatan nilai tukar rupiah sebesar 1 ditandai
dengan mengecilnya nominal angka maka berpengaruh secara langsung terhadap IHSG meningkat 0,088. Keadaan ini memudahkan investor menggunakan
informasi nilai tukar mata uang dalam membuat keputusan investasi karena adanya pola yang kuat antara kedua vaiabel tersebut saling mempengaruhi yang
juga sejalan dengan literatur yang dikembangkan oeh Krugman 1979 dan Flood Garber 1984.
Analisa terhadap variabel indeks Nasdaq memberikan kesimpulan yang mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah
dimana nasdaq sebagai salah satu indeks saham Amerika yang merupakan suatu negara yang memiliki keunggulan dalam setiap transaksi perekonomian akan
52
menjadikan setiap informasi pergerakan pasar saham di Amerika langsung berpengaruh ke pasar lokal. Koefisien regresi Nasdaq X2 sebesar 0.266
memberikan pengertian bahwa perubahan Nasdaq X2 sebanyak 1 poin akan memberikan dampak nilai IHSG sebesar 0.266 poin dengan kenaikan yang
searah, hal ini berarti bila indek Nasdaq mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan ikut naik sebesar 0.266 poin.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Amerika berakibat baik terhadap bursa Indonesia. Hal ini
diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar yang lebih dominan, karena dengan kekuatan pasar dan perekonomian yang menjadi tolak ukur bagi
negara lain maka setiap informasi dari bursa Amerika akan selalu direspons oleh investor lokal, hal ini juga berarti bahwa tren masuknya investor asing khususnya
dari Amerika ke bursa Indonesia juga mempengaruhi pergerakan indeks. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh kenaikan bursa Amerika bersifat
menguntungkan terhadap bursa Indonesia . Penelitian ini tidak mendukung peneltian Noer 2000 dimana bursa Amerika tidak berpengaruh secara signifikan
pada pengujian parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan tetapi penelitian ini mendukung teori tentang pengaruh indeks bursa global bursa lokal.
Analisa terhadap variabel indeks Taiex memberikan kesimpulan yang tidak mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih
lemah dimana Taiex sebagai indeks saham Taiwan yang merupakan suatu negara yang secara sejarah baru merdeka sejak dilepas Inggris kepada China sehingga
53
belum bisa dijadikan patokan dalam perekonomian dunia atau bagi Indonesia sendiri, hal ini mungkin disebabkan karena Taiwan masih dibawah bayang-
bayang China sehingga banyak Investor lebih terpengaruh informasi dari China meskipun dalam sejarah pasar modal Taiwan telah eksis sebelum dibawah
naungan China. Koefisien regresi Taiex X
3
sebesar 0.012 memberikan pengertian bahwa perubahan variabel Taiex X
3
sebanyak 1 poin akan memberikan dampak perubahan IHSG sebesar 0.012 poin dengan arah yang
sejalan, hal ini berarti bila indek Taiex mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan naik sebesar 0.012 poin.
Hal ini berarti indeks taiex tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG dikarenakan pasar lebih merespons pergerakan
pasar asing yang lebih berpengaruh seperti Nikkei dan Kospi dan perkembangan perekonomian secara regional . Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian
Mansur 2002 karena penggunaan rentang data yang berbeda karena Mansur hanya menngunakan rentang data dari tahun 2000-2002 sedangkan penulis 2001-
2008. Analisa terhadap variabel indeks Nikkei memberikan kesimpulan yang
mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah dimana Nikkei sebagai salah satu indeks saham Jepang yang merupakan suatu
negara yang memiliki keunggulan dalam setiap transaksi perekonomian akan menjadikan setiap informasi pergerakan pasar saham di Jepang langsung
berpengaruh ke pasar lokal. Koefisien regresi Nikkei X4 sebesar -0.062
54
memberikan pengertian bahwa perubahan Nikkei X4 sebanyak 1 poin akan memberikan dampak IHSG Y sebesar 0.062 kearah yang berlawanan, hal ini
berarti bila indek Nikkei mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan turun sebesar 0.062 poin.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Jepang berakibat buruk terhadap Indonesia. Keadaan ini dimungkinkan terjadi
akibat peralihan investasi dari Jakarta ke Jepang karena ketika investor yang sama menanamkan investasinya di kedua pasar Jepang dan Indonesia melihat adanya
pergerakan positif di pasar jepang maka sang investor akan mengalihkan investasinya di Indonesia sehingga menurunkan pasar Indonesia akibat aksi jual
yang bersamaan, faktor lain karena banyak perusahaan Indonesia bekerjasama dengan perusahaan Jepang dari segi teknologi dan dari ekonomi Jepang
merupakan negara dengan basis ekonomi yang kuat. Sebaliknya ketika index di BEI menguat di Nikkei juga ikut menguat. Hal ini diduga akibat pasar lokal
hanya menjadi follower dari pasar yang lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap Jepang bersifat menguntungkan dalam
pengertian Indonesia bukan merupakan ancaman bagi Jepang. Sebaliknya, pengaruh pasar Jepang terhadap Jakarta bersifat merugikan, dimana Jepang
mempunyai kemampuan untuk menekan pasar Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ludovicus 2006 dan Mansur 2004.
Analisa terhadap variabel indeks Kospi memberikan kesimpulan yang mendukung teori tentang pengaruh pasar kuat terhadap pasar yang lebih lemah
55
dimana Kospi sebagai salah satu indeks saham Korea yang merupakan suatu negara yang memiliki keunggulan dalam setiap transaksi perekonomian akan
menjadikan setiap informasi pergerakan pasar saham di Korea langsung berpengaruh ke pasar Indonesia. Koefisien regresi Kospi X5 sebesar 1.720
memberikan pengertian bahwa perubahan variabel Kospi X5 sebanyak 1 poin akan memberikan dampak kenaikan IHSG Y sebesar 1.720 poin, hal ini berarti
bila indek kospi mengalami kenaikan sebesar 1 poin maka IHSG akan naik sebesar 1.720 poin.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan Index di Korea berakibat baik terhadap Indonesia. Hal ini dimungkin kan karena perekonomian
Korea yang dalam beberapa tahun terakhir stabil sehingga pondasi pasar modal juga kuat . Hal ini diduga akibat pasar lokal hanya menjadi follower dari pasar
yang lebih dominan. Dengan demikian terlihat bahwa pengaruh Indonesia terhadap Korea bersifat menguntungkan dalam pengertian Indonesia bukan
merupakan ancaman bagi Korea. Tetapi karena tren investor belum dominan memilih pasar Korea sebagai tempat investasi dibanding pasar Jepang atau hanya
menggunakan informasi dari pasar Korea sehingga setiap informasi akan menghasilkan korelasi positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Mansur 2004.
56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN