Keterbatasan Penelitian Gambaran Gangguan Pendengaran

102

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Desain ini meneliti hubungan antara paparan dan penyakit pada populasi dalam satu waktu yang sama. Sehingga peneliti sulit untuk mencegah atau mengendalikan kesalahan sistematis bias yang berpotensi terjadi pada desain studi ini. 2. Peneliti menggunakan garpu tala pada saat mengidentifikasi gangguan pendengaran pada pekerja. Jika dibandingkan dengan tes audiometrik, garpu tala memiliki sensitifitas yang kurang baik. Garpu tala tidak dapat mengidentifikasi gangguan pendengaran kurang dari 30 dB. Sedangkan menurut teori, penurunan pendengaran antara 25 dB dan 40 dB sudah termasuk penurunan gangguan pendengaran ringan.

6.2 Gambaran Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran akibat bising Noise Induced Hearing Loss ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga Soepardi, 2007. Sedangkan menurut Ballenger 1997, ketulian akibat kerja didefinisikan sebagai gangguan pendengaran pada satu atau kedua telinga, sebagian atau seluruhnya, 103 yang timbul pada masa kerja atau sebagai akibat pekerjaan seseorang. Termasuk juga trauma akustik maupun ketulian akibat bising. Ahli fisika mendefinisikan bising sebagai suara yang disebabkan oleh gelombang akustik dengan intensitas dan frekuensi yang acak random. Seperti yang terdapat dalam industri, bising merupakan suara yang tidak diinginkan dan merupakan energi yang terbuang Ballenger, 1997. Di departemen Metal Forming dan Heat Treatment terdapat berbagai sumber bising yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran pada pekerja. Sumber bising tersebut berasal dari mesin dan proses kerja menggunakan alat seperti palu, gerinda, dan router. Sedangkan proses kerja yang banyak menimbulkan kebisingan yaitu bending dan welding, stretching dan pressing. Semua proses tersebut dikerjakan dalam suatu ruang tertutup yang ada di departemen Metal Forming dan Heat Treatment. Berdasarkan pengukuran kebisingan diketahui bahwa paparan kebisingan minimal yang ada sebesar 80 dB dan paparan tertinggi yaitu 103 dB. Paparan tersebut terjadi terus-menerus selama pekerja melakukan pekerjaannya. Sedangkan pekerjaan dengan kebisingan tertinggi ada pada proses pembentukan sayap pesawat dengan palu. Kebisingan yang tinggi dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran pada pekerja dibutuhkan suatu pemeriksaan, yaitu pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah garpu tala. 104 Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, hal ini menandakan terdapat kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz. Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala tersebut, maka hanya digunakan garpu tala 512 Hz, karena penggunaannya tidak terlalu dipengaruhi oleh kebisingan sekitar. Berdasarkan tes garpu tala yang dilakukan peneliti kepada para pekerja ditemukan pada distribusi frekuensi gangguan pendengaran yang dialami pekerja diketahui bahwa sebanyak 45 pekerja 68,2 mengalami gangguan pendengaran, dan sebanyak 21 pekerja 31,8 memiliki pendengaran yang normal. Berdasarkan hasil univariat tersebut dapat diketahui bahwa perbandingan antara pekerja yang mengalami gangguan pendengaran dengan pekerja yang pendengarannya normal adalah 2:1, hal ini menunjukkan perlu adanya perhatian khusus dari perusahaan terhadap kesehatan pendengaran para pekerja. 105 Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat dan beratnya ketulian akibat kerja, yaitu intensitas atau kerasnya bunyi Sound Pressure Level, periode pemaparan per hari, masa kerja, umur pekerja, penggunaan alat pelindung telinga, riwayat merokok dan hobi yang terkait dengan bising. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh bising dapat berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Anak-anak dan orang dewasa dengan gangguan pendengaran mempunyai keterbatasan dalam aktivitas sosialnya, menurunkan produktifitas hidup, atau mendukung terkena masalah psikologis, seperti merasa terisolasi dan disingkirkan, sebagaimana orang yang depresi atau mengalami gangguan kognitif Kim, 2009. Saran yang dapat diberikan kepada perusahaan adalah sebaiknya perusahaan melakukan pemeriksaan telinga tes audiometri secara berkala kepada para pekerja. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui pekerja yang mengalami gangguan pendengaran dan dapat melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan dari masalah tersebut. Pemeriksaan audiometri sangat bermanfaat, berguna untuk pemeriksaan screening pendengaran dan merupakan penunjang utama diagnostik fungsi pendengaran. Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan di fasilitas kesehatan di lini terdepan Bashiruddin, 2009. Sedangkan untuk pekerja yang sudah mengalami gangguan pendengaran, bila memungkinkan pekerja tersebut dipindahkan ke area kerja yang tidak bising. Hal ini dimaksudkan agar pekerja tidak mengalami gangguan 106 pendengaran yang lebih parah lagi. Namun jika hal tersebut tidak memungkinkan, perusahaan dapat mengurangi waktu pemajanan bising terhadap tenaga kerja dengan cara mengatur jam kerja mereka, sehingga kebisingan yang diterima masih dalam batas aman. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu melakukan pengujian variabel lain yang berhubungan dengan gangguan pendengaran seperti penggunaan obat ototoksik, lingkungan tempat tinggal, jenis kelamin dan riwayat penyakit.

6.3 Hubungan Antara Dosis Kebisingan Dengan Gangguan Pendengaran

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Pendengaran Pekerja Unit Utilities PT.Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan, Indramayu Tahun 2014.

0 10 121

Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

1 12 100

Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2015

2 39 0

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015

3 27 292

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

1 8 104

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Penggilingan Padi di Desa Wiradesa Kabupaten Pekalongan Tahun 2011,.

0 0 1

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 17

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 24

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 3