Gangguan Pendengaran Akibat Bising Noise Induced Pemeriksaan Pendengaran

19 cairan. Sel-sel sensoris khusus pada koklea, dikenal dengan sel- sel rambut, mendeteksi getaran dan mengonversikannya menjadi sinyal-sinyal listrik. Selanjutnya, sinyal-sinyal listrik ini dikirim melalui syaraf pendengaran menuju ke otak yang kemudian diterjemahkan menjadi suara yang kita kenali dan pahami NIDCD, 2008.

2.1.4 Gangguan Pendengaran Akibat Bising Noise Induced

Hearing Loss Gangguan pendengaran akibat bising Noise Induced Hearing Loss ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga Arsyad et al., 2007. Gejala dari gangguan pendengaran akibat bising adalah terjadinya kurang pendengaran disertai tinitus berdenging di telinga atau tidak. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keraspun sulit dimengerti. Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara temporary threshold shift dan peningkatan ambang dengar menetap permanent threshold shift. 20 1. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. 2. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat terpajan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satuan hari. 3. Peningkatan ambang dengar menetap, merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat eksplosif atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan Organ corti, sel-sel rambut, stria vaskularis dll Arsyad et al., 2007.

2.1.5 Pemeriksaan Pendengaran

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti 21 atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. Berdasarkan OSHA dalam Wibowo, 2012, pemeriksaan pendengaran pada pekerja dilakukan secara berkala setahun sekali. Sebelum diperiksa, pekerja harus dibebaskan dari kebisingan di tempat kerjanya selama 14 jam. a. Audiometer Salah satu metode untuk memeriksa pendengaran adalah dengan menggunakan audiometer nada murni karena mudah diukur, mudah diterangkan, dan mudah dikontrol. Metode ini dapat untuk mengetahui kelainan pendengaran gangguan pendengaran konduksi, saraf maupun campuran. Terhadap individu yang diperiksa, diperdengarkan bunyi yang dapat diatur frekuensi dan intensitasnya, sehingga hasil pemeriksaan dapat berupa pendengaran normal atau dapat diketahui derajat gangguan pendengarannya OSHA, 2008. Audiometer adalah sebuah alat pengeras yang dapat memberikan sinyal akustik pada telinga melalui telepon- kepala, pengeras-suara, atau penghantar-tulang. Sinyal suara yang diberikan ialah: 22 a Nada-bentuk-sinus dari frekuensi dan intensitas berbeda yang murni dari alat generator-nada. b Suara-bising, yang disaring atau tidak disaring oleh pita-saringan bandfilter. c Pembicaraan yang dikeluarkan melalui pita-tape atau CD-player Broek P, 2009. Hearing Threshold Limit HTL adalah hasil rata-rata frekuensi pada 500 Hz, 1.000 Hz, 2.000 Hz, dan 3000 Hz atau 4.000 Hz dalam dB. Pemeriksaan audiometri dalam usaha memberikan perlindungan maksimum terhadap pekerja dilakukan sebagai berikut: 1. Sebelum bekerja atau sebelum penugasan awal di daerah kerja yang bising baseline audiogram 2. Secara berkala periodiktahunan 3. Pekerja yang terpajan kebisingan 85 dBA selama 8 jam sehari, pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun atau 6 bulan tergantung tingkat intensitas bising 4. Secara khusus pada waktu tertentu 5. Pada akhir masa kerja OSHA, 2008 b. Tes Penala Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, dan tes Stenger. 23 1. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. 2. Tes Weber ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. 3. Tes Schwabach ialah membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Untuk mendiagnosis gangguan pendengaran akibat bising Noise Induced Hearing Loss, pada pemeriksaan audiologi melalui tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik, dan Schwabach memendek.

2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Gangguan Pendengaran

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Pendengaran Pekerja Unit Utilities PT.Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan, Indramayu Tahun 2014.

0 10 121

Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

1 12 100

Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2015

2 39 0

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada Pekerja di PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015

3 27 292

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

1 8 104

Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Penggilingan Padi di Desa Wiradesa Kabupaten Pekalongan Tahun 2011,.

0 0 1

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 17

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 2

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 24

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gangguan Sistem Pernapasan pada Pekerja Pabrik Beton PT. X Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 3