Analisis Teknik Penerjemahan Surah Al-Kahfi, Sebagai Penjabaran Prosedur Ekuivalensi pada Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia

(1)

Analisis Teknik Penerjemahan Surah Al-Kahfi, Sebagai

Penjabaran Prosedur Ekuivalensi pada Al-Qur’an

Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia

SKRIPSI SARJANA

OLEH :

Saiful Bahri Sidabalok

NIM : 060704005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

MEDAN


(2)

Analisis Teknik Penerjemahan Surah Al-Kahfi, Sebagai Penjabaran Prosedur

Ekuivalensi pada Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama Republik

Indonesia

SKRIPSI SARJANA

D

I

S

U

S

U

N

Oleh :

Saiful Bahri Sidabalok

NIM : 060704005

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Khairawati, M.A., Ph.D Drs. Suwarto, M.Hum Nip : 196302111989032001 Nip : 195503061983031002

Skripsi ini diajukan Panitia Ujian Fakultas sastra USU Medan Untuk melengkapi salahsatu syarat ujian sarjana sastra dalam bidang Ilmu bahasa Arab


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB 2010

Disetujui Oleh

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI BAHASA ARAB

KETUA SEKRETARIS

Dra.Khairawati, M.A., Ph.D Drs. Mahmud Khudri, M.Hum Nip : 196302111989032001 Nip : 195503061983031002


(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa Arab pada Fakultas Sastra USU Medan. Pada :

Hari : Tanggal : FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A. Nip :

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Dra. Khairawati, M.A., Ph.D ( )

2. Drs. Mahmud Khudri, M.Hum ( )

3. Drs. Suwarto, M.Hum ( )

4. Drs. Aminullah, M.A., Ph.D ( )


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2010

Saiful Bahri Sidabalok Nim : 060704005


(6)

KATA PENGANTAR









Segala puji dan syukur hanya milik Alloh subhanahu wata’ala yang senantiasa melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada rasululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah mengangkat manusia dari lembah jahiliyah menuju kehidupan yang islamiyah.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera utara Medan, maka penulis mengangkat judul :

Analisis Teknik Penerjemahan Surah Al-Kahfi Sebagai Penjabaran Prosedur

Ekuivalensi pada Al-Qur’an Terjemahan Departemen Agama Republik

Indonesia”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan da kesulitan, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, dalam skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis memohon saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini dapat sempurna hendaknya.


(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih, jazakumullohu khairal jaza’i kepada :

1. Kedua Orangtua saya yang saya cintai dan hormati, Ayahanda K.Sidabalok dan Ibunda N.Damanik yang telah mengasuh dan mendidik penulis hingga saat ini. Yang selalu mendoakan kebaikan untuk penulis. Semoga mereka dimasukkan oleh Alloh kedalam golongan orang-orang yang selamat di dunia dan Akhirat.

2. Bapak DR. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, Bapak Pembantu Dekan I, juga kepada bapak Pembantu Dekan II dan III yang telah membantu dalam segala hal sehingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan.

3. Ibu Dra.Khairawati, M.A., Ph.D, selaku ketua program studi Bahasa Arab dan Bapak Drs.Mahmud Khudi, M.Hum selaku sekretaris studi Bahasa Arab yang telah memberi bantuan, saran, dan masukan kepada penulis.

4. Ibu Dra.Khairawati, M.A., Ph.D, selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Drs.Suwarto, M.Hum selaku dosen Pembimbing II yang dengan segala daya upaya membantu dalam memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Sastra khususnya Program Studi bahasa Arab yang dengan ikhlas mencurahkan ilmu dan perhatiannya sejak penulis memulai perkuliahan hingga menyelesaikannya.

6. Ibu Dra.Khairawati, M.A., Ph.D selaku dosen wali penulis, yang telah memberi dukungan dan bimbingan selama proses perkuliahan.

7. Spesial untuk Ayah dan Ibu tercinta, yang dengan segala perjuangan, kesabaran dan pengorbanan mereka dalam mendidik dan membesarkan penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Perguruan Tinggi.


(8)

8. Terkhusus untuk Kakakku tercinta Junaidah Sidabalok, Nurhabibah Sidabalok, Supriani sidabalok, serta adikku yg kusayangi Nurhasanah sidabalok, Muhammad Abidin Soleh sidabalok yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menjadi contoh yang baik.

9. Teman-teman satu rumah kos penulis mulai di Citra Community sampai Komplek PLN community. Bang Zoe, Bang Gatrick, Bang Abdul Rasyid, Bang Taufik, Bang Erik, Bang Maulana, Bang Arfan, Bang Aswan, Bang Riza, Bang Ade, Bang Abrar, Bang Mik, Hafiz, Rahmad, Yogie, Fuad, Khairun, Taufik terimakasih atas dukungan kalian. 10. Sahabat-sahabat penulis di Fakultas Sastra, Jurusan Sastra arab USU, BTM Al-iqbal

fakultas Sastra USU, SMA Negeri 4 Pematang Siantar dan dimanapun berada. Muhammad Arif, Ibnu Jarot Jauhari, Surya Bakti, Shaleha, fatimatuzzahra, Sarah Dinyati, bang Rusdi, bang surianto, Dila, Dewi, Edo, Adhit, Harry, dan semua teman yang tidak dapat saya sebutkan semuanya disini. Terimakasih atas bantuan kalian semuanya.

Penulis tidak dapat membalas semua apa yang telah diberikan, semoga Alloh subhanahu wata’ala membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

Medan, Juli 2010 Penulis,


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel I : Pola Penerjemahan Kt1 + Kt2 = Kt Tabel II : Pola Penerjemahan Kt = Kt

Tabel III : Pola Penerjemahan F=F

Tabel IV : Pola Penerjemahan Kt  F (Kt+Kt) Tabel V : Pola Penerjemahan Kt  F1 (Kt+Kt) Tabel VI : Pola Penerjemahan Kt = Kt  F (Kt + Kt) Tabel VII : Pola Penerjemahan Kt  F1 {Kt = F2 (Kt + Kt)} Tabel VIII : Pola Penerjemahan F (Kt + Kt)  {F (Kt + Kt)}


(10)

DAFTAR SINGKATAN

BS = Bahasa Sumber BP = Bahasa Penerima Kt = kata

F = Frase

F1 = Frase bertingkat satu F2 = Frase bertingkat dua

USU = Universitas Sumatera Utara No. = Nomor


(11)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ė

Alif - Tidak dilambangkan

ĝ

bā` b -

ĥ

tā` t -

ĩ

śā` ṡ s dengan titik di atasnya

ĭ

Jīm j -

ĵ

hā` ḥ hdengan titik di bawahnya

Ļ

khā` kh -

Ŋ

Dāl d

Żāl ż zdengan titik di atasnya

Ŏ

rā` r -

Ŗ

Zai z -

Ŝ

Sīn s -

Ũ

Syīn sy -

Ŭ

șād ṣ s dengan titik di bawahnya

Ŵ

ḍad ḍ d dengan titik di bawahnya


(12)

`ain ‘ Koma terbalik

Gain g -

fā` f -

Qāf q -

Kāf k -

Ά

Lām l -

Ό

Mīm m -

Α

Nūn n -

Λ

Wāwu w -

Ζ

hā` h -

Hamzah ` Apostrop, tetapi lambang ini tidak di pergunakan untuk hamzah di awal kata

Ο

yā` y -

II. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap.

ĤΡŋ╦ā

ditulis Amadiyyah

III. Tā`marbutah di akhir kata

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya.

ĤẂĜ╥

ditulis jamā’ah

2. Bila dihidupkan ditulis t

●ĜΣΉ

ΛΧė ĤΏėŏ΄

ditulis karāmatul-awliyā`

IV. Vokal Pendek


(13)

V. Vokal Panjang

A panjang ditulis ā, i pajang ditulis ī, dan u panjang ditulis ū, masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya.

VI. Vokal Rangkap

Fathah + yā` tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai, dan fathah + wāwu mati ditulis au.

VII. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata

Dipisah dengan apostrof (`)

ΎĨΔāā

ditulis a`antum

Ī ΔĊΏ

ditulis mu`anna

VIII. Kata Sandang Alif + Lām

1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-

Α◦ŏ⅞Ή

ė

ditulis Al-Qur`an

2. Bila diikuti huruf syamsiah, huruf l diganti dengan huruf syamsiah yang mengikutinya.

ĤẃΣūΉ

ė

ditulis as-syī’ah

IX. Huruf Besar

Penulisan huruf besar disesuaikan dengan EYD.

X. Kata dalam Rangkaian Frasa atau Kalimat

1. Ditulis kata per kata, atau

2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.

ΌάŦΩė ļ ΣŪ

ditulis Syaikh al-Islam atau Syaikhul-Islam


(14)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 6

UCAPAN TERIMAKASIH……….7

DAFTAR TABEL……… 9

DAFTAR SINGKATAN………..10

PEDOMAN TRANSLITERASI……….11

DAFTAR ISI……… 15

ABSTRAKSI………16

BAB I : PENDAHULUAN………... 18

1.1. Latar Belakang………....18

1.2. Batasan Masalah………..23

I.3. Tujuan Penelitian……….24

I.4. Manfaat Penelitian………...24

I.5. Metode Penelitian………....25

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...27

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN………... 35

3.1. Teknik Korespondensi………..35

3.1.1. Pola penerjemahan Kt1+Kt2=Kt dan ketepatan makna…………35

3.1.2. Pola Penerjemahan Kt=Kt dan ketepatan makna... 40

3.1.3. Pola Penerjemahan F=F dan ketepatan makna...84

3.2. Teknik Deskripsi...87

3.2.1. Pola Penerjemahan Kt F (Kt + Kt) dan ketepatan ... 87

3.2.2. Pola Penerjemahan Kt F=F1 (Kt+Kt) dan ketepatan ... 98 3.2.3. Pola Penerjemahan Kt = Kt F(Kt+Kt) dan ketepatan makna….100


(15)

3.2.4. Pola penerjemahan Kt  F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)} dan ketepatan makna …...………..………101 3.3. Teknik Integratif : Pola F (Kt+Kt)  F {F1(Kt+Kt)} dan ketepatan makna..101 BAB IV : PENUTUP...108

4.1 Kesimpulan...108 4.2 Saran...109

DAFTAR PUSTAKA


(16)

ABSTRAK

SAIFUL BAHRI SIDABALOK, 2010. ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN SURAH AL-KAHFI SEBAGAI PENJABARAN PROSEDUR EKUIVALENSI PADA AL-QUR’AN TERJEMAHAN DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA.

Medan, Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian Teknik penerjemahan surah Al-Kahfi sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi ini membahas tentang pemakaian atau penerapan prosedur ekuivalensi dalam terjemahan surah Al-Kahfi pada Al-qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah ditashih oleh dewan pentashih Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005, serta membahas ketepatan makna dai hasil terjemahan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik apa saja yang digunakan dalam menerjemahkan surah Al-kahfi dari penjabaran Prosedur ekuivalensi, dan untuk mendeskripsikan ketepatan makna penerjemahan surah Al-Kahfi yang menggunakan teknik-teknik dalam Prosedur Ekuivalensi.

Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (Library Research) dengan metode analisis deskriptif dan mengambil objek Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah ditashih oleh dewan pentashih Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 2005.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua teknik dan pola penerjemahan yang ada pada Prosedur Ekuivalensi dipakai dalam penerjemahan surah Alkahfi Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005, kecuali satu pola, yakni pola Kt

F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}. Secara keseluruhan, pemakaian teknik dan pola penerjemahan penjabaran Prosedur ekuivalensi dalam terjemahan surah Al-Kahfi tersebut terdapat pada 215 tempat.


(17)


(18)

ABSTRAK

SAIFUL BAHRI SIDABALOK, 2010. ANALISIS TEKNIK PENERJEMAHAN SURAH AL-KAHFI SEBAGAI PENJABARAN PROSEDUR EKUIVALENSI PADA AL-QUR’AN TERJEMAHAN DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA.

Medan, Program Studi Bahasa Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian Teknik penerjemahan surah Al-Kahfi sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi ini membahas tentang pemakaian atau penerapan prosedur ekuivalensi dalam terjemahan surah Al-Kahfi pada Al-qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah ditashih oleh dewan pentashih Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005, serta membahas ketepatan makna dai hasil terjemahan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik apa saja yang digunakan dalam menerjemahkan surah Al-kahfi dari penjabaran Prosedur ekuivalensi, dan untuk mendeskripsikan ketepatan makna penerjemahan surah Al-Kahfi yang menggunakan teknik-teknik dalam Prosedur Ekuivalensi.

Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (Library Research) dengan metode analisis deskriptif dan mengambil objek Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, yang telah ditashih oleh dewan pentashih Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 2005.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua teknik dan pola penerjemahan yang ada pada Prosedur Ekuivalensi dipakai dalam penerjemahan surah Alkahfi Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005, kecuali satu pola, yakni pola Kt

F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}. Secara keseluruhan, pemakaian teknik dan pola penerjemahan penjabaran Prosedur ekuivalensi dalam terjemahan surah Al-Kahfi tersebut terdapat pada 215 tempat.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Majid (1997:2) dalam Syihabuddin (2002:1) mengatakan bahwa suatu kebudayaan tidak lahir dari kekosongan. Ia didahului oleh kebudayaan-kebudayaan lain yang menjadi unsur pembentuknya. Kebudayaan suatu bangsa selalu merupakan ikhtisar dari kebudayaan sebelumnya atau seleksi dari berbagai kebudayaan lain. Dengan demikian, kebudayaan dapat dipandang sebagai proses memberi dan menerima.

Proses di atas terjadi dan berkembang melalui berbagai sarana, di antaranya melalui penerjemahan. Catatan sejarah menegaskan bahwa peradaban Islam pertama-tama berkembang melalui penerjemahan karya-karya lama Yunani, Persia, India, dan Mesir dalam bidang ilmu eksakta dan kedokteran. Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja’far al-Mansur (137-159H / 757-775M.), Seorang khalifah dari Dinasti Abbasiah. Upayanya ini mencapai kegairahan yang menakjubkan pada masa khalifah Al-ma’mun sehingga mengantarkan umat Islam ke masa keemasan. (Majid, 1997:98-99)

Yunus (1989:4) dalam Syihabuddin (2002:2) mengatakan, kegiatan penerjemahan (terutama nas keagamaan) sebagai transfer budaya juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di Aceh. Hal ini di tandai dengan dijumpainya karya-karya terjemahan ulama Indonesia terdahulu. Upaya penerjemahan terus berlanjut hingga saat ini, bahkan semakin digencarkan. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya kegiatan penerjemahan sebagai sarana pembinaan peradaban umat manusia untuk mencapai suatu kemajuan dan kesejahteraan. (Syihabuddin, 2002: 2).

Dalam bahasa Indonesia, istilah terjemah dipungut dari bahasa Arab, tarjamah. bahasa Arab sendiri memungut istilah tersebut dari bahasa Armenia, turjuman (Didawi, 1992:37) dalam Syihabuddin (2002:6). Kata turjuman sebentuk dengan tarjaman dan


(20)

Tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain (Manzhur, t.t.:66) dalam Syihabuddin (2002:6).

Newmark (1993: 4) memberikan defenisi tentang terjemahan : “rendering the meaning of text into another language in the way that the author intended the text .

‘Menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang’

Syihabuddin (2002:7) menyatakan , secara terminologis, menerjemah didefinisikan seperti berikut :

/at-ta‘bîru ‘an ma‘nâ kalâmi fî lughatin bi kalâmi âkhar min lughati ukhrâ ma‘a al-wafâ‘i

bijamî‘i ma‘ânîhi wa maqâşidihi/

‘menerjemah berarti mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu’.

Terjemahan adalah interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber) dan penghasilan teks yang merupakan padanan dalam bahasa lain (teks sasaran atau

terjemahan.) yang mengkomunikasikan pesan serupa. (http://id.wikipedia.org/wiki/terjemahan)

Dalam proses penerjemahan terdapat tahapan-tahapan, yakni : Metode, Prosedur, dan Teknik terjemahan (Syihabuddin, 2002:77). Metode merupakan cara penerjemahan nas sumber secara keseluruhan. Sedangkan Prosedur adalah cara penerjemahan kalimat yang merupakan bagian dari nas tersebut. Adapun Teknik merupakan cara penerjemahan kata atau frase yang merupakan bagian dari sebuah kalimat.

Teknik berfungsi untuk menjabarkan tahapan-tahapan pekerjaan yang mesti dilalui oleh sebuah prosedur, sedangkan prosedur berfungsi sebagai penjabaran dari metode penerjemahan sebuah nas (Syihabuddin, 2002:77). Karena objek prosedur adalah berupa


(21)

kalimat, dan kalimat itu sendiri sangat banyak jenisnya dan sangat variatif, maka tidaklah mengherankan jika prosedur penerjemahan pun sangat banyak dan variatif (Syihabuddin, 2002:67). Namun, meskipun jumlah prosedur itu banyak, ada jenis prosedur yang dianggap sangat pokok dan sering digunakan oleh penerjemah. Diantara proses penerjemahan yang pokok tersebut ialah yang dikemukakan oleh Newmark (1988: 81-93), yaitu prosedur literal, prosedur transfer dan naturalisasi, prosedur ekuivalensi, prosedur modulasi, dan prosedur transposisi. (Syihabuddin, 2002 : 67-76). Prosedur literal adalah prosedur yang digunakan jika makna bahasa sumber berkorespondensi dengan makna bahasa penerima atau mendekatinya, dan kata itu hanya mengacu pada benda yang sama, bahkan memiliki asosiasi yang sama pula. (Syihabuddin, 2002:667). Prosedur transfer dan naturalisasi difahami sebagai prosedur pengalihan suatu unit linguistik dari bahasa sumber kedalam nas bahasa penerima dengan menyalin huruf atau melakukan transliterasi. (Syihabuddin, 2002:70). Prosedur modulasi dipahami sebagai pengubahan pandangan atau perspektif yang berkaitan dengan kategori pemkiran atau pengubahan unsure leksis suatu unit linguistik dengan unsur linguistik yang berbeda dalam bahasa penerima. (Syihabuddin, 2002:73). Prosedur Transposisi berkaitan dengan pengubahan dan penyesuaian struktur bahasa sumber dengan struktur bahasa sasaran. (Syihabuddin, 2002:74). Prosedur Penerjemahan yang akan peneliti bahas dalam tulisan ini adalah prosedur ekuivalensi beserta penjabarannya.

Syihabuddin (2002:107) mengatakan bahwa, dalam bidang terjemahan, istilah

ekuivalensi yang bersinonim dengan padanan mengacu pada beberapa konsep. Antara lain :

pertama, ekuivalensi merupakan tujuan atau produk dari proses penerjemahan. Karena penerjemahan itu merupakan proses pencarian ekuivalensi, yaitu padanan yang paling wajar antara bahasa sumber dan bahasa penerima. Kedua, ekuivalensi merujuk pada salah satu prosedur penerjemahan sebagaimana dikemukakan Newmark (1998), bahwa prosedur ini


(22)

digunakan untuk menerjemahkan kosa kata kebudayaan di dalam bahasa penerima dengan cara yang sedapat mungkin mendekati makna yang sebenarnya di dalam bahasa sumber.

Prosedur Ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber, tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. (Syihabuddin, 2002:109). Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu. (Hasan Alwi dkk, 2007:446). Kamus bahasa Indonesia mengartikan Istilah dengan Kata atau gabungan kata, yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. (Sugono, dkk., 2008: 584).

Syihabuddin (2002 :127) dalam bukunya “Teori dan Praktik Penerjemahan Arab-Indonesia” mengatakan bahwa, dalam proses penerjemahan dengan prosedur ekuivalensi ini, terdapat tiga teknik, yaitu : Teknik korespondensi, Teknik deskripsi, dan Teknik integratif.

Teknik korespondensi adalah teknik penyamaan konsep bahasa sumber (BS) dengan bahasa penerima (BP) melalui penerjemahan kata dengan kata dan frase dengan frase, yang berlandaskan asumsi bahwa ada kesamaan konseptual antara keduanya. (Syihabuddin, 2002 : 118). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Kata diartikan sebagai satuan (unsur) bahasa yang terkecil, yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Sugono, dkk. 2008 : 648). Frase diartikan sebagai Bagian kalimat yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Artinya satu frase maksimal hanya menduduki gatra subjek (S), predikat (P) atau objek (O) atau keterangan (K). (http://bagas.wordpress.com/2007/10/ 25/frase/)

Teknik deskripsi adalah teknik penerjemahan dengan menjelaskan makna kata bahasa sumber (BS) di dalam bahasa penerima (BP) seperti tampak pada perubahan kata menjadi frase atau frase yang sederhana menjadi frase yang kompleks. (Syihabuddin, 2002 : 124)


(23)

Teknik Integratif adalah pemakaian dua teknik sekaligus dalam memproduksi makna bahasa sumber (BS) di dalam bahasa penerima (BP). (Syihabuddin, 2002 : 126).

Dengan demikian, dalam tulisan ini penulis akan membahas dan menunjukkan proses penerjemahan yang memakai ketiga teknik di atas sebagai penjabaran dari prosedur Ekuivalensi. Objek kajian yang penulis teliti adalah surah Al-kahfi, pada Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia yang telah ditashih pada tahun 2005, diterbitkan oleh PT.Syamil Cipta Media.

Penulis memilih surah Al-Kahfi sebagai objek penelitian karena :

1. Pembahasan tentang teknik penerjemahan sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi pada surah Al-kahfi belum pernah diteliti sebelumnya.

2. Surah tersebut juga memiliki beberapa keutamaan, di antaranya ; ”

/man hafiza ‘asyra āyātin min awwali sūrati al-kahfi ‘uşima min ad-dajjāl/

‘Barangsiapa meghafal sepuluh ayat diawal surah Al-Kahfi, maka ia akan dilindungi dari (fitnah) Dajjal’ (diriwayatkan oleh Bukhari (4462) dan Muslim(1325)). (Muhammad Albani, 2008:49)

/man qara’a al-‘asyru al-awākhira min sūrati al-kahfi ‘uşima min fitnati ad-dajjāl/

‘Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Al-Kahfi, maka ia akan dilindungi dari fitnah Dajjal’. (diriwayatkan oleh Muslim (1342) dan Nasa’i dari Qatadah r.a). (Muhammad Albani, 2008:49)

Dengan semua keutamaan yang ada, diharapkan umat muslim dapat lebih memahami makna dari isi surah Al-Kahfi tersebut.


(24)

Penulis tertarik untuk membahas Prosedur Ekuivalensi karena :

1. Prosedur Ekuivalensi merupakan cara penerjemahan yang paling akurat dan tepat dalam menyampaikan maksud dalam bahasa sumber kedalam bahasa penerima. Sebagaimana dikatakan oleh Newmark : “This Procedure, which is a cultural componential analysis, is the most accurate way of translating… “(Newmark, 1998:83)

2. Untuk menemukan contoh penerapan teknik-teknik penjabaran prosedur ekuivalensi karya Syihabuddin dalam penerjemahan Al-Quran, khususnya pada surah Al-kahfi. Dan tidak tertutup kemungkinan akan menemukan pola dan kesimpulan baru dalam teknik menerjemahkan ayat-ayat Al-Quran, agar maksud yang diinginkan dalam BS dapat diterima dengan tepat oleh pemakai BP tanpa perubahan makna.

3. Masalah ini belum pernah diteliti sebelumnya, padahal masalah ini merupakan salah satu penentu berhasil atau tidaknya seorang penerjemah dalam menyampaikan pesan (budaya) yang dimaksud didalam bahasa sumber (BS) kedalam bahasa penerima (BP) dengan tepat, tanpa ada pengurangan, penambahan atau pergeseran makna.

1.2 Batasan masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teknik apa sajakah yang digunakan dalam menerjemahkan surah kahfi pada

Al-Quran terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005, sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi?

2. Apakah teknik penerjemahan sebagai penjabaran prosedur Ekuivalensi pada terjemahan surah Al-kahfi Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia mampu mengungkapkan secara tepat makna yang dimaksud pada Bahasa Sumber didalam Bahasa Penerima?


(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui teknik apa saja yang digunakan dalam menerjemahkan surah Al-kahfi pada Al-Quran terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005, sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi.

2. Untuk Mendeskripsikan ketepatan makna pada terjemahan surah Al-Kahfi dengan teknik penjabaran prosedur ekuivalensi pada Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia..

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk melihat apakah teknik penerjemahan sebagai penjabaran prosedur ekuivalensi dipakai dalam menerjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa Indonesia, khususnya pada surah Al-kahfi.

2. Untuk menghasilkan tejemahan yang terbaik, di mana pesan yang dimaksud dalam Bahasa Sumber dapat diterima dengan tepat oleh pemakai Bahasa Penerima.

3. Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam bidang terjemah Arab-Indonesia, untuk menghasilkan penerjemahan yang terbaik dalam kegiatan penerjemahan.

4. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tambahan, yang mungkin berguna bagi mahasiswa fakultas Sastra, khususnya bagi mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Arab.

5. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti sendiri, pembaca, dan para penerjemah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, agar hasil terjemahan yang akan dihasilkan tepat sesuai harapan bahasa sumber. Yang


(26)

dengannya, diharapkan akan terjadi kemajuan-kemajuan di berbagai bidang kehidupan.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan melakukan studi kepustakaan (Library Research), dan telaah cara penerjemahan surah Al-Kahfi terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data pustaka atau referensi yang berhubungan dengan judul penelitian 2. Data yang terkumpul segera diidentifikasi, dipelajari, dan diklasifikasikan.

3. Menelaah cara dan teknik yang dipakai oleh departemen Agama dalam menerjemahkan surah Al-Kahfi.

4. Menulis hasil laporan tersebut dalam bentuk karya ilmiah sebagai laporan penelitian.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengambil objek data utama dari Al Qur’an dan Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia yang telah ditashih pada tahun 2005 yang diterbitkan oleh PT.Syamil Cipta Media.

Dalam menganalisis data, peneliti memakai teori terjemahan Syihabuddin dalam bukunya “Teori dan Praktik penerjemahan Arab-Indonesia” yang diterbitkan oleh Departemen pendidikan nasional, tahun 2002. kemudian menelaah teknik yang dipakai Departemen Agama dalam menerjemahkan surah Al-kahfi pada Al Qur’an dan Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia yang telah ditashih pada tahun 2005 berdasarkan teori yang ada dalam buku sumber teori utama. Dalam menentukan ketepatan makna, penulis menggunakan berbagai sumber sebagai penentunya, di antaranya kitab tafsir Al-Qur’an perkata karya Ahmad Hatta, Tafsir Ibnu Katsir Juz 16, Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 2007, Kamus Munawwir terbitan Pustaka Progresif tahun 1997, kamus


(27)

Al-Akbar terbitan Lintas media, Kamus Umum Bahasa Indonesia penerbit Balai Pustaka tahun 1986, Kamus Arab-Indonesia Mahmud yunus terbitan PT.Hidakarya agung, sumber data dari Internet, dan sumber data lainnya.

Metode yang digunakan peneliti dalam menentukan ketepatan makna adalah dengan mencari arti kata/istilah yang diteliti didalam kamus-kamus Arab-Indonesia. Untuk selanjutnya arti dalam bahasa Indonesia tersebut disesuaikan pemahamannya dengan apa yang ada dan dipahami dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, dan ditambah dengan kamus-kamus Bahasa ndonesia lainnya.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prosedur Ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber, tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. (Syihabuddin, 2002:109). Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu. (Hasan Alwi dkk, 2007:446). Kamus bahasa Indonesia mengartikan Istilah dengan Kata atau gabungan kata, yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. (Sugono, dkk., 2008: 584).

Menurut Syihabuddin (2002 :108-127), Prosedur Ekuivalensi terdiri dari tiga teknik, yakni Teknik korespondensi, Teknik Deskripsi dan Teknik Integratif.

1. Teknik Korespondensi

Teknik Korespondensi adalah teknik penyamaan konsep bahasa sumber dengan bahasa penerima melalui penerjemahan kata dengan kata dan frase dengan frase, yang berlandaskan asumsi bahwa ada kesamaan konseptual antara keduanya. (Syihabuddin, 2002 : 118).

Kata disimbolkan dengan “ Kt “, dan Frase disimbolkan dengan “ F ”. Kata (Kt) adalah satuan (unsur) bahasa yang terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas ; satuan (unsur) bahasa yang berupa morfem bebas. (KBBI, 2008:648). Frase (F) ialah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat. (http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html). Frase bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.( http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html). Frase bertingkat mempunyai pola : DM, MD dan MDM (dalam frase bertingkat


(29)

hanya ada satu unsur inti (D) sedangkan penjelasnya boleh lebih dari satu). (http://bagas.wordpress.com/2007/10/25/frase/).

Menurut Syihabuddin (2002 : 111-112) Penyamaan konsep Bahasa Sumber dengan konsep Bahasa Penerima pada teknik korespondensi memiliki 3 Pola, yakni : Kt1 + Kt2 = Kt, Kt = Kt, F = F.

Contoh penerjemahan menggunakan pola-pola diatas : Pola Kt1 + Kt2 = Kt

(Q.Surah Al-Kahfi ; 30) /...innâ lanadî’u ajra man ahsana ‘amalan/

‘...Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik itu.’ ( = Kt1).

(Q.surah Ali imran ; 145) /...wa man yurid śawâba d-dunyâ nu’tîhi minha.../

‘...dan barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala dunia itu...’ ( = Kt2)

(Q.Surah Al-Kahfi ; 20) /...au yu‘ίdūkum fί millatihim.../

‘...Atau memaksamu kembali kepada agama mereka’. ( = Kt1)

/inna d-dίna ‘inda l-lāhi l-islām.../ (Q.Surah Ali-imran ; 19)


(30)

Rumusan pola diatas berarti makna suatu istilah atau kata (Kt1) didalam BS dianggap bersinonim dengan kata BS lainnya (Kt2), kemudian makna kedua kata itu disamakan dengan makna sebuah kata (Kt) didalam bahasa Penerima (BP). Syihabuddin (2002: 111).

Pola Kt = Kt.

(Q.Surah Al-Baqarah ; 185) /...hudan linnāsi.../

‘...Petunjuk bagi manusia...’. ( = Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menyamakan makna kata (Kt) BS dengan makna kata (Kt) BP. Syihabuddin (2002:111)

Pola F = F

(Q.Surah Ali Imran ; 51) /...hāźā şirāţim mustaqίm/

‘...Inilah jalan yang lurus’. ( = F)

Rumusan ini berarti penerjemah menyamakan suatu makna frase (F) dalam BS dengan makna frase (F) dalam BP. Syihabuddin (2002: 112)

Ketepatan makna penerjemahan dengan menggunakan pola diatas :

Penerjemahan / / ad-dîn / dan / / millatun / dengan agama menghilangkan keumuman konteks, karena / / ad-dîn / memiliki makna lebih banyak daripada / / millatun / dan konteksnya lebih umum. (‘Udah (1985:114-115), dalam Syihabuddin (2002 : 15) mengartikan / / ad-dîn / dengan pemaksaan supaya taat dengan menggunakan kekerasan, kekuatan, syariat, dan pembalasan.dalam kamus Al-Akbar (t.t :416) mengartikan /


(31)

sebagai kepercayaan kepada Tuhan atau dewa serta dengan ajaran dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Maka, penerjemahan / / ad-dîn / dan / / millatun / dengan Agama kurang tepat, karena / / ad-dîn / berarti umum sedangkan / / millatun / memiliki mana khusus, yaitu syari’at dan dipakai dalam konteks yang khusus pula.

2. Teknik Deskripsi

Teknik deskripsi adalah teknik penerjemahan dengan menjelaskan makna kata Bahasa Sumber di dalam bahasa penerima seperti tampak pada perubahan kata menjadi frase atau frase yang sederhana menjadi frase yang kompleks. (Syihabuddin, 2002 : 124).

Menurut Syihabuddin (2002 : 120-121) Penyamaan konsep Bahasa Sumber dengan konsep Bahasa Penerima pada Teknik Deskripsi memiliki 4 Pola, yakni : Kt F (Kt + Kt), Kt F=F1 (Kt+Kt), Kt = Kt F(Kt+Kt), Kt  F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}.

Contoh penerjemahan menggunakan pola-pola diatas :

Pola Kt F (Kt + Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menjelaskan makna kata (Kt) BS dengan sebuah frase (F) didalam BP yang terdiri atas beberapa kata (Kt+Kt) (Syihabuddin, 2002 : 120). Misalnya, pada makna kata / / al-‘azίz / (Kt) dideskripsikan () dengan frase Maha perkasa (F) yang terdiri atas kata Maha (Kt) + perkasa (Kt).

/lā ilāha illā huwa al-‘azίzu l-hakίm/


(32)

Bijaksana.‘

Pola Kt

F=F1 (Kt+Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menjelaskan makna kata (Kt) BS dengan sebuah Frase bertingkat satu (F1) didalam BP yang terdiri atas dua kata (Kt + Kt) (Syihabuddin, 2002 : 120).

/walākin kāna hanίfan musliman/

‘...akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah)...’

/wa tawaffanā ma‘a al-abrāri/

‘...dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti’

Pola Kt= Kt F (Kt + Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menyamakan sebuah Kata (Kt) dengan Kata (Kt) lain didalam BS. Kemudian makna kata tersebut dijelaskan dengan sebuah Frase (F) didalam BP yang terdiri atas dua kata (Kt + Kt). (Syihabuddin, 2002: 120).

/wallāhu khabίrunbimā ta‘malūna/


(33)

Pola Kt F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}

Rumusan ini berarti bahwa makna kata (Kt) BS dideskripsikan dengan frase bertingkat (F2) (Syihabuddin, 2002 : 121). Misalnya, makna kata / / Muhsinîna / dijelaskan frase Orang-orang yang berbuat kebajikan. Sebenarnya pola ini sama dengan pola Kt  F, tetapi penjelasannya lebih luas, seperti tercermin dari struktur frase.

/wallāhu yuhibbu l-muhsinίna/

‘...dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan’

Ketepatan makna penerjemahan dengan menggunakan pola diatas :

Pemakaian pola seperti diatas menimbulkan masalah hilangnya unsur-unsur makna kata BS. Penerjemahan / / al-‘azίz / dengan Maha Perkasa menghilangkan komponen-komponen semantis yang terkandung didalamnya, karena maha perkasa hanya menggambarkan satu dari empat makna yang ada : (a) sangat langka, (b) sangat dibutuhkan oleh semua orang, (c) sangat mulia, (d) tidak dapat dikalahkan oleh hal lain. (Syihabuddin, 2002:122).

KBBI (2007) mengartikan perkasa dengan kuat dan tangguh serta berani, gagah berani, kuat dan berkuasa, hebat dan keras. Kamus Umum Bahsa Indonesia (1886:740) mengartikan perasa dengan gagah berani, kuat, berkuasa, hebat, gagah. Maka penerjemahan kata / / al-‘azίz / dengan Maha Perkasa kurang tepat, karena menghilangkan banyak makna BS. Sebaiknya ia dialihkan ke BP menjadi al-‘azίz. (Syihabuddin, 2002 : 122).

Namun secara umum, pemakaian pola-pola penerjemahan diatas menghasilkan terjemahan yang tepat dan dapat difahami oleh pemakai BP. Minimnya kasus-kasus kekurangtepatan dalam penerjemahan menunjukkan suatu kecenderungan bahwa pada


(34)

umumnya cara penjelasan dapat mengungkapkan makna BS di dalam BP. (Syihabuddin, 2002 : 122).

3. Teknik Integratif

Teknik Integratif adalah pemakaian dua teknik sekaligus dalam memproduksi makna bahasa sumber (BS) di dalam bahasa penerima (BP). (Syihabuddin, 2002 : 126)

Teknik ini hanya memiliki satu pola, yaitu : F (Kt+Kt)  F {F1(Kt+Kt)}

Pola F (Kt+Kt) F {F1(Kt+Kt)}

Pola ini berarti bahwa makna suatu frase (F) didalam BS dijelaskan dengan frase (F) di dalam BP. Pola ini terlihat pada penerjemahan / / ûlul albâbi / dengan orang-orang yang berakal.

/wa mā yażżakkaru illā ūlūl l-bābi/

“...dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” Pada ayat di atas terjadi penerjemahan frase (F) dengan Frase (F). Frase BS terdiri atas mudhaf dan mudhaf ilaih, sedangkan frase BP terdiri atas sub frase (F1) yang terdiri atas dua kata (Kt+Kt). Makna rumusan deskripsinya ialah F F {F1(Kt+Kt)}.

Ketepatan makna penerjemahan dengan menggunakan pola diatas :

Istilah / / ûlul albâbi / diterjemahkan dengan orang-orang yang berakal. / / ülū / merupakan bentuk jamak yang berarti memiliki (Ma’luf, 1977: 22) dalam Syihabuddin (2002:125). Dalam terjemahan, bentuk ini diungkapkan dengan menjamakkan kata orang


(35)

melalui reduplikasi dan pemakaian prefix ber- untuk menyatakan memiliki. Jadi, terjemahan / / ülū / adalah orang-orang yang ber-. Adapun / / al-albâbi / berasal dari / / labiba/ yang salah satu bentuk masdarnya ialah / / lubban / dengan bentuk jamaknya / / albâb / (Ma’luf, 1977:709) dalam Syihabuddin (2002:125). Kata ini bersinonim dengan / / al-‘aqlu / yang berarti akal. Meskipun jamak, kata ini tidak diterjemahkan dengan akal-akal, karena dalam BP tidak perlu adanya konkordensi antara unsur-unsur frase dalam hal kejamakan.

Hassan (1972:98) dalam Syihabuddin (2002:125) menerjemahkan / / ülul albâbi / dengan orang-orang yang mempunyai fikiran. Jassin (1991:66) dalam Syihabuddin (2002:125) dengan orang-orang yang mempunyai fikiran, dan Bakri (1984:95) dalam Syihabuddin (2002:126) dengan orang-orang yang berakal. Penerjemahan / / ülul albâbi / dengan orang-orang yang berakal kurang tepat, karena / / lubbun / berarti akal yang bersih. Sebaiknya frase BS diterjemahkan dengan orang-orang yang berakal jernih.

Analisis semantik yang disajikan di atas menunjukkan bahwa cara penjelasan secara integratif itu cukup mengungkapkan makna BS di dalam BP. Pada pola yang Integratif ini, cara penjelasan merupakan hal yang utama. Sedangkan cara lain sebagai tambahan.


(36)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. TEKNIK KORESPONDENSI

3.1.1. Pola Penerjemahan Kt1 + Kt2 = Kt

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis pada surah Al-Kahfi, Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia yang diterbitkan oleh penerbit PT. Syamil Cipta Media dan telah ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 2005, penulis menemukan 8 tempat yang memakai pola penerjemahan Kt1 + Kt2 = Kt ini dalam surah al-kahfi, yaitu :

Tabel I

No Kt1 (Ayat) Kt2 (Ayat) Diterjemahkan kedalam BP

/ ta‘âman / ( ) / rizqin / ( ) Makanan / rabbu / ( ) / ilâhu / ( ) Tuhan / ajra / ( ) /aśśawâbu/ ( ) Pahala

/al-insânu / (54) / basyaran/ ( ) Manusia / sabîla / ( ) / sababan / ( ) Jalan

/ saddan / ( ) / radman / ( ) Dinding penghalang /a‘mâlan/ ( ) / sa‘yu / ( ) Perbuatan


(37)

Ketepatan makna

Praktik penyamaan makna kata BS yang satu dengan BS yang lain pada ayat diatas, kemudian menyamakan makna kata itu dengan makna kata lain dalam BP menimbulkan ketidakakuratan pada beberapa kata. Namun terdapat juga hasil penerjemahan yang tepat.

A. / ta‘âman / + / rizqin / = Makanan

Penyamaan makna kata / ta‘âman / dan / rizqin / dengan “makanan” pada BP diatas sudah sesuai dengan konteks yang terdapat dalam BS. Karena kata /

rizqin / merupakan kata yang dihubungkan dengan kata / ta‘âman / yang ada

dalam konteks sebelumnya. Kata / rizqin / diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai Rezeki (Al-Munawwir, 1997:493). Kamus umum bahasa Indonesia mengartikan Rezeki sebagai Makanan (sehari-hari). (Poerwadarminta., 1986: 823) Tafsir Ibnu Katsir menafsirkan : “dan hendaklah ia melihat makanan yang lebih suci,” yakni makanan yang lebih baik. (Ibnu Katsir, 2008 : 17)

B. / rabbun / + / ilâhun / = Tuhan

Penyamaan makna kata / rabbun / dan / ilâhun / dengan “Tuhan” didalam BP pada konteks diatas sudah tepat. Yunus mengartikan kata / ilâhun / dengan Tuhan (Yunus, 1989: 46), dan kata / rabbun / dengan Tuhan. (Yunus, 1989: 136). Dan dalam bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, kata Tuhan diartikan dengan “Sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb. (Sugono,dkk., 2008: 1409)

C. / ajra / + / aśśaubu / = Pahala

Penyamaan makna / aśśaubu / dan / ajra / dengan pahala menghilangkan kekhususan pengertian / ajra / sebagai balasan atas kebaikan semata, baik didunia maupun di akhirat. Dalam kamus Al-Munawwir, kata / ajra / diartikan


(38)

dengan pahala, Ganjaran (Munawwir, 1997:9). Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan pahala dengan buah (ganjaran) perbuatan baik. (Poerwidarminta, 1986: 695). ‘Udah dalam Syihabuddin (2002:113) mengartikan kata / ajra / dengan balasan atas perbuatan saleh saja, baik didunia maupun di akhirat, dan dikenakan bagi keuntungan saja. / aśśaubu / diartikan sebagai balasan atas perbuatan apa saja walaupun umumnya dikenakan bagi amal baik, serta dikenakan pula bagi balasan yang tidak disukai.

Jadi, penerjemahan / aśśaubu / dan / ajra / dengan pahala kurang tepat, karena / ajra / berarti imbalan di dunia dan di akhirat atas kebaikan, sedangkan / aśśaubu / berarti imbalan didunia atau di akhirat atas perbuatan baik atau buruk. Syihabuddin (2002, 114) mengatakkan : Karena kata / aśśaubu / lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan imbalan atas kebaikan, terjemahan

/ aśśaubu / dan / ajra / dengan pahala menjadi tepat.

D. / al-insânu / + / basyarun / = Manusia

Penyamaan makna antara / al-insânu / dan / basyarun / dengan manusia sudah tepat, karena dalam bahasa sumbernya sendiri, kata / basyarun / bersinonim dengan kata / al-insânu / dan tidak ada perbedaan pemahaman pada bahasa penerima.

Dalam kamus Al-Munawwir, kata / al-basyaru / disandingkan dengan / al-insânu /. ; = manusia (Munawwir, 1997: ).

E. / sabîla / + / sababan / = Jalan.

Penyamaan makna antara kata / sabîla / dan / sababan / dengan “Jalan”, sudah tepat. Karena maksud yang difahami pada BS sama seperti yang difahami oleh


(39)

pemakai BP. Walaupun / sababan / dalam bahasa Arab bermakna ; sebab, alasan, illat (Munawwir, 1997:603), namun dalam konteks ayat pada surah Al-kahfi diatas, akan lebih difahami oleh pemakai BP bila diterjemahkan dengan “jalan”. Kebebasan cara penerjemahan inilah yang menjadi ciri khas dari prosedur ekuivalensi.

F. / saddan / + / radman / = Dinding Penghalang

Dalam kamus Al-Munawwir, / / radman / berarti “Penutup” (Munawwir, 1997:489). Dan kata / saddan / berarti “penutup/penyumbat” (Munawwir, 1997:602). Penyamaan makna antara / saddan / dan / radman / dengan “Dinding Penghalang” sudah tepat karena dengan menggunakan frase “dinding penghalang”, makna yang dimaksud dalam BS dapat difahami pada BP sesuai dengan maksud konteks yang ada. Bila penerjemahan kata / saddan / atau / radman / hanya dengan mengikuti makna secara bahasa, maka hasil terjemahannya akan menjadi kurang tepat dan tidak mampu menyampaikan apa yang dimaksud oleh pemakai BS dalam konteks tersebut.

G. / sa‘yu / + / a‘mâlan / = Perbuatan

Dalam kamus Al-Munawwir, kata / sa‘yu / disamakan artinya dengan / ‘amala / yang berarti bertindak, berbuat, berusaha (Munawwir, 1997:634). Penyamaan makna antara / sa‘yu / dan / a‘mâlan / dengan “Perbuatan” sudah tepat karena kata / sa‘yu / yang digunakan pada ayat 104 surah Al-kahfi tersebut merupakan kata yang digunakan untuk menerangkan apa yang disebutkan pada ayat sebelumnya (103), yakni tentang orang-orang yang paling rugi perbuatannya.


(40)

Bila kata / sa‘yu / pada ayat 104 diartikan dengan “usaha”, maka terjemahannya akan menjadi tidak tepat dan tidak berkorelasi dengan ayat sebelumnya. Sementara kata / sa‘yu / itu sendiri berfungsi untuk menerangkan kata / a‘mâlan / pada ayat sebelumnya.

H. / ajran / + / kharjan / = Imbalan

Kamus Al-Munawwir mengartikan / ajran / dengan”pahala, ganjaran” (Munawwir, 1997:9). ‘Udah (1985:385 dalam Syihabuddin (2002:113) mengartikan / ajran / dengan balasan atas perbuatan saleh apa saja, baik di dunia maupun di akhirat dan dikenakan bagi keuntungan saja. Adapun / kharjan / diartikan dalam kamus Al-Munawwir dengan “keluaran” (Munawwir, 1997:327).

Konteks pada ayat diatas bercerita tentang tawaran penduduk negeri kepada Zulkarnain untuk memberikan imbalan kepada Zulkarnain bila ia membuatkan dinding penghalang untuk mereka dari Yakjuj dan makjuj yang selalu membuat kerusakan. Penerjemahan / ajran / dan / kharjan / dengan “Imbalan” sudah tepat karena sesuai dengan konteksnya. Kata / ajran / dalam surah Al-Kahfi ayat 77 diatas konteksnya adalah imbalan atas usaha yang dilakukan oleh nabi Musa dan Khidir dalam menegakkan dinding yang akan roboh. Imbalan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah imbalan dunia.

Penerjemahan / kharjan / dengan imbalan juga sudah tepat dan sesuai dengan konteksnya. Karena, bila kata / kharjan / diterjemahkan dengan “keluaran” sesuai teks, maka hasil terjemahannya akan menjadi tidak tepat dan tidak sesuai dengan konteks yang ada sebelumnya.


(41)

3.1.2.Pola Penerjemahan Kt = Kt

Pemakaian pola penerjemahan Kt = Kt dalam surah Al-kahfi sangat banyak dijumpai. Penulis menemukan pemakaian pola ini pada 137 tempat dalam surah Al-kahfi.

Tabel II

No Kt dalam BS /

Nomor ayat

Diterjemahkan ke BP Ketepatan makna

1 / al-kitâba / Kitab (Al-Qur’an) Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut.Karena kata Kitab sudah dimasukkan menjadi bahasa Indonesia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kata Kitab diartikan sebagai buku, buku suci (yakni buku yang berisi segala sesuatu yang bertalian dengan agama). (Poerwadarminta, 1986: 512). Penerjemah juga menambah keterangan penjelas didalam kurung setelah kata kitab (yakni Al-Qur’an), sehingga menghasilkan penerjemahan yang dapat difahami dalam BP dengan baik.

/ ‘iwajan / bengkok Kata / / ‘awija / diartikan dengan “bengkok” (Munawwir, 1997:


(42)

982). Penerjemahan kata tersebut dengan “bengkok” pada ayat ini kurang jelas maksudnya, sehingga

penerjemah menambahkan keterangan tambahan pada catatan

bawah, membuat penerjemahan ini menjadi tepat dan dapat difahami oleh pemakai BP seperti yang difahami pada BS.

/‘ilmin/ Pengetahuan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-‘ilmu / dengan Pengetahuan

(Munawwir, 1997:966)

/al-ardi/7 Bumi Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / al-ardu / dengan Bumi. (Munawwir, 1997: 18)

/zînatan/ / Perhiasan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang


(43)

difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / zînatu / dengan perhiasan

(Munawwir, 1997:598)

/ al-kahfi / Gua Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / Al-kahfu / dengan Gua (Munawwir, 1997: 1236)

/rahmatan / Rahmat Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / rahmatu / dengan Belas kasihan, Rahmat (Munawwir, 1997: 483)

/ al-kahfi / Gua Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / Al-kahfu / dengan Gua (Munawwir,


(44)

1997: 1236)

/ al-haqqu / Sebenarnya Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

haqqan / dengan Sungguh,

Sesungguhnya (Munawwir, 1997: 283)

/hudan/ Petunjuk Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / hudan / dengan Petunjuk (Munawwir, 1997: 1496)

/ ilâhan / Tuhan Kata / / al-ilâhu / diartikan sebagai Tuhan. (Munawwir, 1997: 36). Kata Tuhan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Maha kuasa, Maha perkasa, dsb. (Sugono dkk, 2008: 1553). Dalam konteks ayat ini, bercerita tentang Alloh sebagai


(45)

Tuhan. Sehingga, penerjemahan kata / / ilâhu / dalam ayat ini sudah tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut.

/ âlihatan / 15 / Tuhan-tuhan Kata / / al-ilâhu / diartikan sebagai Tuhan. (Munawwir, 1997: 36). Kata Tuhan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Maha kuasa, Maha perkasa, dsb. (Sugono dkk, 2008: 1553). Dan kata / âlihatan / adalah bentuk jamak dari kata / ilâhun /, sehingga penerjemahannya menjadi tepat.

/ al-kahfi / Gua Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / Al-kahfu / dengan Gua (Munawwir, 1997: 1236)


(46)

asysyamsa/ / pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

asysyamsu / dengan Matahari.

(Munawwir, 1997: 740)

/ ruqûd / Tidur Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / ruqûd / dengan Tidur (Munawwir, 1997: 520)

/al-madînati/19/

Kota Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-mudunu / dengan Kota.

(Munawwir, 1997: 852)

/ ta‘âman / Makanan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /


(47)

atta‘âma / dengan Makanan. (Munawwir, 1997: 852)

18 / rizqin / Makanan Kurang tepat, karena / / rizqi / adalah Rezeki. Walaupun dalam konteks ayat tersebut merupakan pembicaraan tentang makanan, namun lebih tepat dan aman kata /

/ rizqi / diterjemahkan dengan rezeki, karena maknanya juga masih tepat dan sesuai dengan konteks ayat. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / arrizqu / dengan Rezeki (Munawwir, 1997: )

/ wa‘da / Janji Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-wa`du / dengan Janji. (Munawwir, 1997: 1568)

/ haqqu / Benar Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /


(48)

haqqan / dengan Sungguh, Sesungguhnya (Munawwir, 1997: 283)

21 /tsalâtsatun/22/ Tiga Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / aśśalâśatu / dengan Tiga (3) . (Munawwir, 1997: 154)

/khamsatun/22/ Lima Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / alkhamsatu / dengan Lima (5) . (Munawwir, 1997: 368)

/ al-gaibi / Gaib Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-ghaibu / dengan Tidak tampak, Ghaib (Munawwir, 1997:1005)


(49)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-sab‘atu / dengan Tujuh (7). (Munawwir, 1997:606)

/qalîla/ 22 / Sedikit Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

rasyada / dengan Memperoleh

petunjuk. (Munawwir, 1997: 499) / rasyadan / Petunjuk Sudah Tepat, karena yang dimaksud

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

rasyada / dengan Memperoleh

petunjuk. (Munawwir, 1997: 499) / kitâbi / Kitab Sudah Tepat, karena yang dimaksud

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut.Karena kata Kitab sudah dimasukkan menjadi


(50)

bahasa Indonesia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kata Kitab diartikan sebagai buku, buku suci (yakni buku yang berisi segala sesuatu yang bertalian dengan agama). (Poerwadarminta, 1986: 512).

/ al-haqqu / Kebenaran Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

haqqan / dengan Sungguh,

Sesungguhnya (Munawwir, 1997: 283)

/ nâran / 29 / Neraka Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / annâru / dengan Neraka. (Munawwir, 1997: 1474)

/mâ’in/ 29 / Air Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan


(51)

konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-mâ’u / dengan Air. (Munawwir, 1997: 1304)

/al-wujûha/29/ Wajah Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-wajhu / dengan Wajah, muka. (Munawwir, 1997: 1541)

/ rabbi / Tuhan Kata / / ar-rabbu / diartikan sebagai Tuhan. (Munawwir, 1997: 462). Kata Tuhan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Maha kuasa, Maha perkasa, dsb. (Sugono dkk, 2008: 1553). Dalam konteks ayat ini, bercerita tentang Alloh sebagai Tuhan. Sehingga, penerjemahan kata /

/ rabb / dalam ayat ini sudah tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks


(52)

ayat tersebut.

/ asysyarâbu / Minuman Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

asysyarâb / dengan Minuman.

(Munawwir, 1997: 706)

/ âmanû / Beriman Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / âmana / dengan Iman. (Munawwir, 1997: 41)

/ aşşâlihâti/ Kebajikan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Akbar mengartikan kata / /

aşşâlih / dengan baik (Tim Lintas Media, t.t: 245)

/ ajra / Pahala Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan


(53)

konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-ajru / dengan Balasan. (Munawwir, 1997: 9 )

/al-anhâru/31/ Sungai-sungai Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

annahru / dengan Sungai.

(Munawwir, 1997: 1468)

/ źahabin / 31 / Emas Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / aźźahabu / dengan Emas. (Munawwir, 1997: 453)

/ aśśawâbu / 31 /

Pahala Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

aśśawâbu / dengan Ganjaran, pahala. (Munawwir, 1997: 159)


(54)

/a‘nâbin/ 32 / Anggur Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-‘inabu / dengan Buah anggur. (Munawwir, 1997: 976)

/ zar‘an / Ladang Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / azzar’u / dengan Pengolahan tanah. (Munawwir, 1997: 567)

/ naharan / Sungai Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

annahru / dengan Sungai.

(Munawwir, 1997: 1468)

/ jannata / Kebun Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus


(55)

Al-Munawwir mengartikan kata / / al-jannatu / dengan Surga, kebun, taman. (Munawwir, 1997: 130)

/ turâbin / Tanah Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / atturâbu / dengan Debu, tanah, bumi. (Munawwir, 1997: 130)

/ mâlan / Harta Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / almâlu / dengan Harta benda. (Munawwir, 1997: 1368)

/ waladan / Keturunan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

walada / dengan Melahirkan.

(Munawwir, 1997: 1580)


(56)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata /

/ alhusbânatu / dengan Petir.

(Munawwir, 1997: 262) / as-samâ’i /

40

Langit Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / assamâ’u / dengan langit, cakrawala. (Munawwir, 1997: 664)

/ fi’atun/ Segolongan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / fi’atun / dengan Kelompok orang. (Munawwir, 1997: 1029)

/ al-walâyatu/ Pertolongan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /


(57)

walâyatan / dengan Mencintai, Menolong. (Munawwir, 1997: 1582) / śawâban / Pahala Sudah Tepat, karena yang dimaksud

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

aśśawâbu / dengan Ganjaran, pahala. (Munawwir, 1997: 159)

/ ‘uqban / Balasan Kurang tepat, karena dalam konteks ayat ini menerangkan kekuasaan Allah dalam memberi balasan terhadap perbuatan baik, dan balasan terhadap perbuatan buruk. Balasan perbuatan baik pada kata sebelumnya memakai kata / / śawâban /, dan balasan untuk perbuatan buruk memakai kata / / ‘uqban /. Maka, penerjemahan kata / / ‘uqban / pada konteks ayat ini dengan “balasan” kurang tepat. Yunus mengartikan kata / / ‘uqba / dengan kesudahannya, akibatnya. (Yunus, 1989: 274)


(58)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

maśalan / dengan Misal, Contoh. (Munawwir, 1997: 1309)

/ mâ’in / 45 Air Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-mâ’u / dengan Air. (Munawwir, 1997: 1304)

/ as-samâ’i / langit Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / assamâ’u / dengan langit, cakrawala. (Munawwir, 1997: 664)

/ hasyîman/ Kering Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /


(59)

hasyîmatu / dengan Tanah yang kering pohon-pohonnya. (Munawwir, 1997: )

/ ar-riyâh / Angin Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / riyâhun / dengan Angin. (Munawwir, 1997: 546)

/ al-mâlu / Harta Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / almâlu / dengan Harta benda. (Munawwir, 1997: 1368)

/ al-banûna / 46

Anak-anak Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / banûna / dengan Anak laki-laki. (Munawwir, 1997: 112)


(60)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-amalu / dengan Harapan.

(Munawwir, 1997: 39)

/ śawâban / Pahala Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

aśśawâbu / dengan Ganjaran, pahala. (Munawwir, 1997: 159)

/ al-jibâla / 47 Gunung-gunung Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata /

jibâlun / dengan Gunung.

(Munawwir, 1997: 165) / al-arda /

47

Bumi Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata /


(61)

al-ardu / dengan Bumi. (Munawwir, 1997: 18)

/ bârizatan/ Rata Menurut bahasa, kata / / bârizatan / berarti Tanah lapang. (Munawwir, 1997: 75). Namun dalam konteks ayat ini, bercerita tentang kejadian hari kiamat, dimana gunung-gunung akan dijalankan oleh Alloh dan dihancurkan, maka bumi akan menjadi rata seperti tanah lapang. Penerjemahan kata / / bârizatan / dengan “rata” menjadi tepat karena lebih mudah difahami oleh pemakai BP dan sesuai dengan yang difahami pada BS.

/ al-kitâbu / Kitab Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut.Karena kata Kitab sudah dimasukkan menjadi bahasa Indonesia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kata Kitab diartikan sebagai buku, buku suci (yakni buku yang berisi segala sesuatu yang bertalian dengan


(62)

agama). (Poerwadarminta, 1986: 512). Penerjemah juga menambah keterangan penjelas didalam kurung setelah kata kitab (yakni Al-Qur’an), sehingga menghasilkan penerjemahan yang dapat difahami dalam BP dengan baik.

/ iblîsa / Iblis Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / iblîsun / dengan Iblis. (Munawwir, 1997: 4). Dan Kamus umum bahasa Indonesia mengartikan Iblis dengan Setan, Roh jahat. (Poerwadarminta, 1986: 68)

/ an-nâru / Neraka Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / annâru / dengan Neraka. (Munawwir, 1997: 1474)


(63)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Karena, kata Al-Quran sudah mask menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia, Al-Quran diartikan dengan Kitab suci Islam (Poerwadarminta, 1986: 32)

/ maśalin / Perumpamaan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

maśalan / dengan Misal, Contoh. (Munawwir, 1997: 1309)

/ al-insânu / 54

Manusia Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-insânu / dengan Manusia.

(Munawwir, 1997: )

/ jadalan / Membantah Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan


(64)

konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-jadalu / dengan Perbantahan. (Munawwir, 1997: 175)

72 /hudâ/ Petunjuk Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-hudâ / dengan Petunjuk.

(Munawwir, 1997: 1496)

/ kafarû / Kafir Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Karena kata “kafir” sudah masuk menjadi bagian dari Bahasa Indonesia, yang berarti (orang yang) Tidak percaya kepada Allah. (Poerwadarminta, 1986: 432). / al-bâtili / Batil Sudah Tepat, karena yang dimaksud

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Karena kata “Batil” sudah masuk menjadi bagian dari Bahasa Indonesia, yang berarti


(65)

Batal;Sia-sia, Tidak benar. (Poerwadarminta, 1986: 97).

/ akinnatan/ Tertutup Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

kanna / dengan Menutupi.

(Munawwir, 1997: 1234)

/ waqra / Sumbatan Kurang tepat, karena kata “sumbatan” bukanlah arti dari kata / / waqran / sebenarnya, dan kata / / waqran / masih sesuai bila diterjemahkan sesuai dengan arti sebenarnya. Arti kata / / waqran / yakni ketulian, kepekakan. (Yunus, 1989:505). Dalam konteks ayat tersebut, menceritakan bahwa Alloh menutup hati dan membuat ketulian pada telinga bagi orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Alloh. Sehingga, kata / / waqran / lebih tepat bila diterjemahkan sesuai makna katanya, yaitu “kepekakan / ketulian”. / al-hudâ / Petunjuk Sudah Tepat, karena yang dimaksud


(66)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / hudan / dengan Petunjuk (Munawwir, 1997: 1496)

/ abada / 57 Selama-lamanya Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / abada / dengan Kekal, selama-lamanya. (Munawwir, 1997: 2)

/ al-‘azâba / Siksa Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-‘aźâbu / dengan Siksaan. (Munawwir, 1997: 909). Sementara, kata Azab juga sudah masuk menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Dalam kamus Besar bahasa Indonesia, Azab diartikan dengan Siksa, Hukuman. (Poerwadarminta, 1986: 68).


(67)

/ al-qurâ / Negeri Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / qurâ / dengan Desa, Kumpulan orang. (Munawwir, 1997: 1115)

/ aşşakhrati / /

Batu Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata /

/ aşşakhratu / dengan Batu besar serta keras (Munawwir, 1997: 766)

/ al-hûta / Ikan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-hûtu / dengan Ikan. (Munawwir, 1997: 304)

/ asysyaitânu /

Setan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus


(68)

Al-Munawwir mengartikan kata /

/ asysyaiţânu / dengan Setan, iblis. (Munawwir, 1997: 721)

/ al-bahri / 63 Laut. Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-bahru / dengan laut. (Munawwir, 1997: 60)

/ ‘abdan / / Hamba Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP.

Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / ‘abdi / dengan budak , hamba (Munawwir, 1997:887)

/ rahmatan / Rahmat Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / rahmatu / dengan Belas kasihan, Rahmat (Munawwir, 1997: 483)

/ ‘aliman / Ilmu Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang


(69)

difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al- ilmu / dengan Ilmu. (Munawwir, 1997: 966)

/ rasyadan / Petunjuk Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

rasyada / dengan Memperoleh

petunjuk. (Munawwir, 1997: 499)

/ şabran / sabar Sudah Tepat, karena yang dimaksud

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / aşşabru / dengan Kesabaran. (Munawwir, 1997: 761), dan kata Sabar merupakan kata dalam bahasa indonesia yang diserap dari bahasa Arab

/ khubran / Pengetahuan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan


(70)

konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / al-khubru / dengan Pengetahuan. (Munawwir, 1997: 318)

/ amran / Urusan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / amru / dengan Perkara (Urusan), Masalah (Munawwir, 1997: 38)

/ assafînati / Perahu Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / assafînatu / dengan Kapal, Perahu. (Munawwir, 1997: 638)

/ şabran / Sabar Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / aşşabru / dengan Kesabaran. (Munawwir, 1997: 761), dan kata


(71)

Sabar merupakan kata dalam bahasa indonesia yang diserap dari bahasa Arab

/ ‘asaran / Kesulitan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-‘usru / dengan Kesulitan.

(Munawwir, 1997: 930)

/ şabran / Sabar Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / aşşabru / dengan Kesabaran. (Munawwir, 1997: 761), dan kata Sabar merupakan kata dalam bahasa indonesia yang diserap dari bahasa Arab

/ ‘uźran / Alasan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /


(72)

al-‘uźru / dengan Alasan, Dalih. (Munawwir, 1997: 910)

/ ajrâ / Imbalan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

al-ajru / dengan Balasan. (Munawwir, 1997: 9 )

/ firâqu / Perpisahan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / fâraqa / dengan Terpisah, berpisah. (Munawwir, 1997:)

/ ta’wîli / Penjelasan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

awwala / dengan Mentakwil,

menafsirkan, menerangkan. (Yunus, 1989: 53)


(73)

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / aşşabru / dengan Kesabaran. (Munawwir, 1997: 761), dan kata Sabar merupakan kata dalam bahasa indonesia yang diserap dari bahasa Arab

/ assafînatu/ Perahu Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / assafînatu / dengan Kapal, Perahu. (Munawwir, 1997: 638)

102 / al-bahru / Laut Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / bahrun / dengan Laut. (Yunus, 1989: 56)

/ malikun / Raja Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang


(74)

difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / malikun / dengan Raja besar. (Yunus, 1989: 429)

/ safînatin / Perahu Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / assafînatu / dengan Kapal, Perahu. (Munawwir, 1997: 638)

/ gaşban / 79 Merampas Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / /

gaşaba / dengan Merebut, Merampas. (Munawwir, 1997: 1008).

/ tugyânan / Kesesatan Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / tugyânan / dengan Melampaui batas,


(75)

aniaya. (Munawwir, 1997:)

/ kufran / Kekafiran Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Karena kata “kafir” sudah masuk menjadi bagian dari Bahasa Indonesia, yang berarti (orang yang) Tidak percaya kepada Allah. (Poerwadarminta, 1986: 432). / zakâtan / Kesucian Sudah Tepat, karena yang dimaksud

pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Kamus Al-Munawwir mengartikan kata / / zakâ / dengan Suci, baik. (Yunus, 1989: 156)

/ al-jidâru / Tembok Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut. Mahmud Yunus mengartikan kata / / jidârun / dengan dinding, tembok. (Yunus, 1989: 85)

/ al-madînati / Kota Sudah Tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang


(1)

zakiyyatan / / berarti Jiwa. (Munawwir, 1997: 1446) dan kata / / az-zakiyyu / berarti Yang suci tak berdosa, tidak bersalah. (Munawwir, 1997: 578)

4 / ‘aźâban nukran /

Azab yang sangat keras Sudah tepat, karena Munawwir (1997: ) mengartikan kata / / al-‘aźâbu / dengan Siksaan, dan mengartikan kata /

/ nakura / dengan sulit, susah. (Munawwir, 1997: 1461).

5 /

jazâ’an husnâ /

Yang terbaik sebagai balasan

Munawwir (1997: ) mengartikan kata / / jazâ’an / Balasan., dan mengartikan kata / / hasuna / dengan bagus, baik (Munawwir, 1997: 264). Penerjemahan frase / / jazâan husna / dengan “Yang terbaik sebagai balasan” sudah tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut.

16 / ilâhun wâhidun /

Tuhan yang maha esa Munawwir (1997: 36) mengartikan kata / / al-ilâhu / dengan Tuhan, dan mengartikan kata / / al-wahadu / dengan yang esa, tunggal, sendiri. (Munawwir, 1997: 1542). Penerjemahan frase / / ilâhun wâhidun / dengan


(2)

“Tuhan yang maha esa” sudah tepat, karena yang dimaksud pada BS sudah sesuai dengan yang difahami pada BP, dan sesuai dengan konteks ayat tersebut.


(3)

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dalam bab terakhir skripsi ini, penulis akan memaparkan intisari dari pembahasan tersebut diatas yang disesuaikan dengan hasil analisa yang telah penulis lakukan. Adapun hasil dan kesimpulan yang penulis peroleh adalah sebagai berikut :

1. Prosedur Ekuivalensi terdiri dari tiga teknik, yakni Teknik korespondensi, Teknik Deskripsi dan Teknik Integratif.

2. Teknik Korespondensi terdiri dari 3 (tiga) pola, yakni : Kt1+Kt2=Kt, Kt=Kt, dan f=f

3. Teknik Deskripsi terdiri dari 4 (empat) pola, yakni : Kt

F (Kt + Kt), Kt

F=F1 (Kt+Kt), Kt = Kt

F(Kt+Kt), dan Kt

F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}

4. Teknik Integratif memiliki 1 (satu) pola, yakni : F (Kt+Kt)  F {F1(Kt+Kt)}

5. Pemakaian pola penerjemahan Kt1 + Kt2 = Kt dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 8 bentuk.

6. Pemakaian pola penerjemahan Kt = Kt dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 137 tempat.

7. Pemakaian pola penerjemahan F = F dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 8 tempat.

8. Pemakaian pola penerjemahan Kt

F (Kt + Kt ) dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 37 tempat.

9. Pemakaian pola penerjemahan Kt

F = F1 (Kt+Kt) dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 8 tempat.


(4)

10.Pemakaian pola penerjemahan Kt = Kt

F(Kt+Kt) dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 1 tempat.

11.Pola penerjemahan Kt

F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)} tidak ada dijumpai pemakaiannya dalam penerjemahan surah Al-Kahfi pada Al-Qur’an terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2005.

12.Pemakaian pola penerjemahan F (Kt+Kt)  F {F1(Kt+Kt)} dalam surah Al-kahfi terjemahan Depag RI terdapat dalam 16 tempat.

13.Pola penerjemahan yang paling banyak ditemukan pemakaiannya adalah pola penerjemahan Kt=Kt, yakni sebanyak 137 tempat.

14.Pola penerjemahan yang paling sedikit ditemukan pemakaiannya adalah pola penerjemahan Kt = Kt

F(Kt+Kt), yakni hanya terdapat pada satu bentuk saja. 4.1. Saran

Dengan menganalisis pola-pola penerjemahan yang dapat digunakan dalam menerjemahkan bahasa arab kedalam bahasas Indonesia ini, penulis berharap kerja nyata penerjemahan dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia semakin banyak dilakukan dan semakin tepat sasaran. Semoga hasil terjemahan para penerjemah semakin mudah difahami oleh pemakai bahasa Indonesia, dan semakin bervariasi.

Penulis juga berharap, semoga masalah penerjemahan dari bahasa Arab kedalam bahasa Indonesia lebih digalakkan pada mahasiswa dan jurusan Bahasa Arab, fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama Republik Indonesia.2005.Al-Qur’an Terjemahan.Jakarta. PT. syamil Cipta Media

Dewan Penerjemah Al-Qur’an. 1413H. Al-Qur’an dan terjemahnya. Madinah : Komplek Percetakan Al-Qur’an Raja fahd

Hatta, Ahmad. 2009. Tafsir Qur’an Perkata. Jakarta. Maghfirah Pustaka Katsir, Ibnu. 2000. Tafsir Ibnu Katsir. Bandung. Sinar Baru Algensindo.

Albani, Muhammad. 2008. Dahsyatnya surah Al-kahfi. Solo : Penerbit Mumtaza

Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa

Manzhur, I.1300H. Lisaanul ‘arab.Beirut: Dar Shadar

Moeliono, A.M. (ed). 1988. Tata bahasa baku bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka Munawwir, Ahmad warson. 1997. Almunawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka

progresif

Muslich, Mansur. 2008. Tatabentuk bahassa Indonesia. Jakarta. Bumi Aksara Newmark, P. 1998. A Textbook of Translation. UK: Prentice Hall International

Poerdawarminta, w.j.s. 1986. Kamus Umum bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Sugono, dendy, dkk. 2008. Kamus bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional

Syihabuddin, 2002. Teori dan Praktik penerjemahan Arab-Indonesia. Bandung. Departemen Pendidikan Nasional

Tim Lintas Media. t.t. Kamus Al-Akbar.Jombang. Lintas Media Tim Penyusun . 2008. Kamus bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat bahasa


(6)

Tim Penyusun kamus pusat bahasa. 2007. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka

Yunus, Mahmud. 1989. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta. PT.Hidakarya Agung http://id.wikipedia.org/wiki/Terjemahan (akses 13-feb-2010, 12:00 WIB)

http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html (Akses 13-mei-2010).